Anda di halaman 1dari 23

Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Asthma
Definisi
Asma adalah penyakit kronik pada jalan napas yang ditandai dengan inflamasi dan penyempitan
saluran udara. Gejala asma termasuk sesak napas, batul, dan mengi. Penyakit ini biasanya
muncuk di masa anak-anak dan biasanya dikaitkan dengan kondisi seperti eksim dan demam.
Asma memiliki tingkat keparahan, mulai dari mengi yang ringan sesekali hingga penutupan
saluran napas akut yang mengancam jiwa. Penyakit ini terjadi karena adanya hiper-responsivitas
pada saluran napas, yang dapat dipicu oleh banyak factor.
Etiologi
Asma terdiri dari berbagai penyakit dan memiliki berbagai fenotipe yang heterogen. Faktor yang
diketahui terkait dengan asma adalah genetik, khususnya riwayat atopi pribadi atau keluarga
(kecenderungan alergi, biasanya terlihat sebagai eksim, demam, dan asma). Asma juga berkaitan
dengan paparan terhadap tembakau rokok dan gas atau partikel inflamasi lainnya.
Etiologi keseluruhannya kompleks dan masih belum diketahui seluruhnya, terutama pada saat
anak-anak pernah mengidap pediatric asthma akan membawa asma pada dewasa, tetapi asma
dapat terjadi karena proses patologi yang multifactorial, yang dipengaruhi oleh genetic dan
paparan lingkungan.
Yang dapat mencetuskan asma yaitu:
a. Infeksi virus pada saluran respirasi
b. Olahraga
c. Penyakit gastroesophageal reflux
d. Sinusitis kronis
e. Allergen dari lingkungan
f. Penggunaan aspirin, beta-blockers
g. Merokok (tembakau)
h. Serangga, tanaman, bahan kimia
i. Obesitas
j. Factor emosional atau stress
Epidemiologi
Asma adalah penyakit umum yang menginfeksi sekitar 15 – 20% orang pada pada negara
berkembang dan 2 – 4% pada negara maju dan banyak menginfeksi pada anak-anak. Hampir
40% anak akan mengi, yang jika reversible oleh beta-2-agonis, karena asma. Asma dikaitkan
oleh paparan asap tembakau dan partikel yang dihirup dan asma lebih sering terjadi pada
kelompok dengan paparan ini.
Pada anak-anak, asma lebih sering terjadi pada anak laki-laki dengan rasio laki-laki dan
perempuan 2:1 sampai pubertas ketika rasio menjadi 1:1. Setelah pubertas, prevalensi asma lebih
besar pada wanita, dan kasus onset dewasa setalah usia 40 tahun sebagian besar adalah wanita.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Prevalensi asma lebih besar pada usia ekstrim karena respon saluran napas dan tingkat fungi paru
yang lebih rendah.
Dari semua kasus asma, sekitar 66% didiagnosis sebelum usia 18 tahun. Hampir 50% anak
dengan asma mengalami penurunan keparahan atau hilangnya gejala selama awal masa dewasa.
Patofisiologi
Patofisiologi asma sangat kompleks dan meliputi beberapa komponen: inflamasi jalan napas,
obstruksi jalan napas yang intermiten, dan hiper-responsif bronkus. Pemicu yang berbeda akan
menyebabkan eksaserbasi asma karena inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau
keduanya. Sesuatu yang dapat memicu serangan asma sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain. Beberapa hal di antaranya
adalah allergen, polusi udara, infeksi saluran napas, kelelahan, perubahan cuaca, makanan, obat,
atau ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor lain yang kemungkinan dapat menyebabkan
eksaserbasi ini adalah rhinitis, sinusitis bilateral, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal,
dan kehamilan. Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut adalah sesuai dengan
rangsangan.
Secara klinis, asma diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu ekstrinsik (alergi), dan intrinsik
(idiosinkrasi). Asma alergi biasanya berkaitan dengan adanya riwayat alergi dari keluarga atau
individu, reaksi positif pada tes kulit dengan ekstrak antigen dan meningkatnya kadar IgE dalam
serum, sedangkan asma idiosinkrasi tidak dapat dijelaskan karena proses imunologi, tetapi
karena abnormalitas system saraf parasimpatis.
Allergen yang menyebabkan respon imunologi
Pasien dengan atopi, kontak dengan antigen berulang menyebabkan sintesa dan sekresi antibodi
Imunoglobulin spesifik E (IgE). Antigen berdekatan dengan molekul IgE, menyebabkan
pelepasan vasoaktif, bronkoaktif, dan kemoaktif (histamin, interleukin, tumor necrosis faktor,
leukotrien, prostaglandin, platelet activating factor) dari granula-granula sel mast. Mediator-
mediator kimia ini berperan penting dalam inflamasi jalan nafas, kontraksi, dan hiperreaktifitas.
Eosinofil menginfiltrasi jalan nafas selama beberapa jam setelah terkena alergen dan dapat
menambah pelepasan mediator lebih lanjut.
Regulasi Abnormal Sistem Saraf Otonom terhadap Fungsi Jalan Napas
Penjelasan lain dari karakteristik asma adalah regulasi abnormal sistem saraf otonom. Hipotesa
ini didukung dengan adanya obstruksi aliran udara ekspirasi yang meningkat pada pasien dengan
asma yang diobati dengan non-selektif β-antagonis (propanolol), diduga adanya
ketidakseimbangan input saraf antara eksitator (bronkokonstriktor) dan inhibitor (bronkodilator).
Hal ini kemungkinan bahwa mediatormediator kimia yang dilepaskan dari mast sel berinteraksi
dengan sistem saraf otonom. Sebagai contoh, beberapa mediator kimia dapat merangsang
reseptor yang mengiritasi jalan nafas sehingga menyebabkan reflek bronkokontriksi, sedangkan
beberapa mediator meningkatkan kepekaan otot polos bronkus terhadap asetilkolin. Sebagai
tambahan, rangsangan reseptor muskarinik memudahkan pelepasan mediator dari sel mast ,
memberikan positif feedback yang meneruskan terjadinya inflamasi dan bronkokontriksi.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Faktor Risiko
Jenis Kelamin
Asma pada anak terjadi lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi
karena pada anak laki-laki memiliki ukuran jalan napas yang lebih kecil dibandingkan ukuran
jalan napas pada perempuan. Pada usia usia 20 tahun, perbandingan asma pada laki-laki dan
perempuan sama. Pada usia 40 tahun, perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki. Berkenaan
dengan sensitisasi dan respons alergi, tinjauan baru-baru ini tentang proses imunologi yang
terkait dengan sensitisasi IgE menyimpulkan bahwa hormon seks wanita lebih mungkin
meningkatkan respons imunologis dan penyakit yang berlebihan, sedangkan hormon pria
cenderung meredam respons yang sama, sehingga meningkatkan risiko alergi. (Naeem &
Silveyra, 2019)
Riwayat Keluarga
Asma berjalan kuat dalam keluarga dan sekitar setengahnya karena kerentanan genetik dan
sekitar setengahnya karena faktor lingkungan. Pengelompokan asma keluarga yang kuat telah
mendorong peningkatan volume penelitian tentang kecenderungan genetik terhadap penyakit.
Meskipun identifikasi semua gen asma tidak lengkap, temuan genetik sudah mengubah
pandangan yang berlaku tentang patogenesis asma.
Kloning posisional adalah proses identifikasi gen penyakit sistematis yang dimulai dengan
menemukan daerah genetik yang diwariskan bersama dengan penyakit. tidak memerlukan
asumsi tentang kemungkinan patogenesis penyakit. Lima gen asma atau kompleks gen sekarang
telah diidentifikasi oleh kloning posisional, termasuk ADAM33, PHF11, DPP10, GRPA dan
SPINK5. Fungsi semua gen ini tidak jelas, tetapi ekspresi DPP10, GRPA, dan SPINK5 di epitel
yang membedakan secara terminal menunjukkan bahwa mereka menghadapi ancaman atau
kerusakan dari lingkungan eksternal. Banyak gen yang diidentifikasi oleh studi gen kandidat juga
dapat memberikan efeknya di dalam sel yang membentuk mukosa. Ini termasuk IL13 yang
memodifikasi produksi lendir dan reseptor pengenalan pola mikroba dari sistem kekebalan
bawaan. (WHO, 2016)
Riwayat Atopi dan Asma
Atopi digambarkan sebagai kecenderungan pribadi untuk menghasilkan antibodi IgE sebagai
respons terhadap paparan alergen umum, dengan peningkatan risiko mengembangkan penyakit
khas seperti asma, rinokonjungtivitis, atau dermatitis atopik. Dalam praktik klinis, seperti dalam
kebanyakan penelitian, atopi sering didefinisikan sebagai adanya antibodi IgE spesifik alergen
serum atau tes tusuk kulit yang positif. Namun, tes alergi positif tidak selalu menyiratkan
reaktivitas klinis pada paparan alergen. Memang, proporsi yang relevan dari anak-anak “atopik”
yang didefinisikan seperti itu tidak mengembangkan penyakit terkait alergi apa pun.
Riwayat Alergi
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam memulai sensitisasi seseorang yang
mempunyai bakat alergi. Proses sensitisasi terhadap alergen merupakan proses yang
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

berkelanjutan sejak masa awal kehidupan dapat merupakan faktor lingkungan pranatal dan faktor
lingkungan pasca natal. Faktor lingkungan pranatal termasuk sitokin intra uterin, diet ibu hamil,
dan ibu perokok. Sitokin intra uteri membantu perkembangan janin dan melindunginya terhadap
penolakan respons sel T maternal. Sitokin tersebut menggambarkan pola respons Th-1 (IL-2,
IFN-γ, IL12), dan Th-2 (IL-4, IL-5, IL-13) yang saling mempengaruhi dan bekerja dalam satu
keseimbangan aktif. Pola respons Th-2 dihubungkan dengan reaksi inflamasi alergi, sedangkan
pola respons Th-1 dihubungkan dengan reaksi inflamasi infeksi. Gangguan keseimbangan kearah
Th-2 akan mempermudah proses perkembangan alergi.
Inflamasi jalan nafas pada asma alergi telah diketahui dengan baik. Terdapat beberapa langkah
pada evolusi inflamasi jalan napas. Dimulai dari sensitisasi primer diikuti penentuan fenotipe
alergi dari respons imun yang akhirnya terlokalisasi di jalan napas. Terjadinya pajanan yang
berulang akan mengaktivasi sel yang sudah tersensitisasi memproduksi mediator yang
menimbulkan spasme bronkus dan inflamasi kronik. Pada tingkat sel tampak bahwa setelah
terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel mast, limfosit, dan makrofag akan
melepas faktor kemotaktik yang menimbulkan migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat
molekul terjadi pelepasan berbagai mediator serta ekspresi serangkaian reseptor permukaan oleh
sel yang saling bekerja sama tersebut yang akan membentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada
orkestrasi proses inflamasi ini sangat besar pengaruh sel Th sebagai regulator penghasil sitokin
yang dapat memacu pertumbuhan dan maturasi sel inflamasi alergi. Pada tingkat jaringan akan
tampak kerusakan epitel serta sebukan sel inflamasi sampai submukosa bronkus, dan mungkin
terjadi rekonstruksi mukosa oleh jaringan ikat serta hipertropi otot polos.
Sumber alergen dalam ruangan lainnya termasuk protein hewani (terutama alergen kucing dan
anjing), tungau debu, kecoak, jamur, dan jamur. Perubahan yang membuat rumah lebih "hemat
energi" selama bertahun-tahun diperkirakan meningkatkan paparan penyebab asma ini.
(Irsa, 2005)

Faktor Lingkungan
Polusi udara dalam ruangan seperti asap rokok, jamur, dan asap berbahaya dari pembersih dan
cat rumah tangga dapat menyebabkan reaksi alergi dan asma. Faktor lingkungan seperti polusi,
sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon, suhu dingin, dan kelembapan tinggi diketahui dapat
memicu asma pada individu yang rentan. Faktanya, gejala asma dan rawat inap di rumah sakit
sangat meningkat selama periode polusi udara yang parah. Ozon adalah bahan perusak utama
dalam kabut asap. Ini menyebabkan batuk, sesak napas, dan bahkan nyeri dada - dan dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Sulfur dioksida, komponen lain dari kabut asap, juga
mengiritasi saluran udara dan menyempitkan saluran udara, yang mengakibatkan serangan asma.
Kompor gas adalah sumber utama nitrogen dioksida dalam ruangan, polutan dalam ruangan yang
umum. Studi menunjukkan bahwa orang yang memasak dengan gas lebih mungkin mengalami
mengi, sesak napas, serangan asma, dan demam daripada mereka yang memasak dengan metode
lain. Diperkirakan lebih dari separuh rumah tangga di AS menggunakan kompor gas.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Perubahan cuaca juga dapat mengakibatkan serangan asma pada beberapa orang. Misalnya,
udara dingin menyebabkan kemacetan jalan napas dan peningkatan produksi lendir. Peningkatan
kelembaban juga dapat menyebabkan kesulitan bernapas pada populasi tertentu.
Merokok
Saluran udara pada penderita asma sangat sensitif dan dapat bereaksi terhadap banyak hal, atau
"pemicu". Berhubungan dengan pemicu ini sering menghasilkan gejala asma. Asap tembakau
adalah pemicu asma yang kuat.
Asap tembakau merusak proyeksi kecil seperti rambut di saluran udara yang disebut "silia."
Biasanya, silia menyapu debu dan lendir keluar dari saluran udara. Asap rokok merusak silia
sehingga tidak dapat bekerja.
Asap juga menyebabkan paru-paru membuat lebih banyak lendir dari biasanya. Akibatnya,
ketika silia tidak berfungsi, lendir dan zat iritasi lainnya menumpuk di saluran udara.
Asap tembakau mengandung banyak zat penyebab kanker ("karsinogen", seperti tar). Zat-zat ini
mengendap di paru-paru dan dapat menyebabkan penyakit paru-paru seperti kanker paru-paru
dan emfisema.
Obesitas
Jaringan adiposa menghasilkan sejumlah sitokin dan adipokin yang mungkin memiliki efek
merugikan sinergis pada saluran udara. Sitokin yang diproduksi oleh jaringan adiposa antara lain
plasminogen activator inhibitor-1, monoocyte chemotactic factor-1, interleukin 6 dan yang dapat
mempengaruhi jalan napas seperti plasminogen activator inhibitor-1, monoocyte chemotactic
factor-1, IL-6 dan 8, dan adipokin seperti leptin dan adiponektin. Peran yang tepat dari banyak
mediator ini dalam patogenesis penyakit saluran napas alergi tidak diketahui dengan baik;
Namun, sejumlah penelitian telah menunjukkan peran potensial adiponektin (yang menurun pada
obesitas) dan leptin (yang meningkat pada obesitas) pada asma alergi. (Mohanan, Tapp,
McWilliams, & Dulin, 2014)
Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi wanita dengan asma dalam beberapa cara. Perubahan hormon
yang terjadi selama kehamilan dapat memengaruhi hidung dan sinus, serta paru-paru.
Peningkatan estrogen berkontribusi terhadap kemacetan, yang menyebabkan hidung tersumbat,
terutama selama trimester ketiga. Peningkatan progesteron dapat menyebabkan perasaan sesak
napas.
Algoritma Diagnosis
Asma adalah penyakit dengan banyak variasi (fenotip) yang dikategorikan sebagai inflamasi
saluran napas kronik. Asma memiliki 2 kata kunci:
a. Riwayat gejala respirasi, seperti sesak napas, sesak dada, dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas.
b. keterbatasan aliran udara ekspirasi variabel
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Pasien biasanya akan memiliki riwayat mengi atau batuk yang diperparah karena alergi,
olahraga, dan pilek. Gejala akan memburuk pada malam hari atau saat bangun tidur dan kembali
normal pada siang hari. Pasien mungkin juga memiliki riwayat bentuk atopi lainnya, seperti
eksim dan hay fever.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Pemeriksaan fisik akan tergantung pada apakah pasien saat ini mengalami eksaserbasi akut.
Selama eksaserbasi akut, mungkin ada tremor halus di tangan karena penggunaan salbutamol,
dan takikardia ringan. Pasien akan menunjukkan beberapa gangguan pernapasan, sering duduk
ke depan untuk belat membuka saluran udara mereka. Pada auskultasi akan terdengar bunyi
mengi ekspirasi bilateral. Pada asma yang mengancam jiwa, dada mungkin diam, karena udara
tidak dapat masuk atau keluar dari paru-paru, dan mungkin ada tanda-tanda hipoksia sistemik.
Anak-anak dengan serangan segera mungkin tampak mengantuk, tidak responsif, sianosis, dan
bingung. Mengi mungkin tidak ada, dan bradikardia dapat terjadi, menunjukkan kelelahan otot
pernapasan yang parah.
Asma yang mengancam jiwa adalah jenis asma yang tidak merespon steroid sistemik dan
nebulisasi agonis beta 2. Hal ini perlu untuk mengidentifikasinya sejak dini karena dapat
menyebabkan kematian yang tinggi. Ini memiliki temuan karakteristik berikut pada pemeriksaan:
a. Aliran ekspirasi puncak kurang dari 33% dari personal best
b. Saturasi oksigen kurang dari 92%
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

c. Tekanan parsial normal karbon dioksida


d. Dada diam
e. sianosis
f. Upaya pernapasan lemah
g. Bradikardia
h. Aritmia
i. Hipotensi
j. Kebingungan, koma
k. Kelelahan
Pada asma yang hampir fatal, tekanan parsial karbon dioksida meningkat, atau ventilasi mekanis
diperlukan dengan peningkatan tekanan inflasi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan oksimetri nadi dapat berguna dalam menilai derajat keparahan serangan
asma atau memantau perburukan. Perhatikan bahwa oksimetri nadi lag, dan cadangan
fisiologis banyak pasien berarti bahwa penurunan pO2 pada oksimetri nadi adalah
temuan yang terlambat, yang menunjukkan pasien yang sangat tidak sehat atau peri-
arrest.
b. Laboratorium
Urea dan elektrolit (fungsi ginjal) harus dikonsumsi jika pasien memiliki dosis tinggi atau
salbutamol berulang, karena salah satu efek samping salbutamol adalah menyebabkan
kalium berpindah ke ruang intraseluler untuk sementara, yang dapat menyebabkan
hipokalemia iatrogenik sementara. Eosinofilia sering terjadi tetapi tidak spesifik untuk
asma. Studi terbaru menunjukkan bahwa tingkat eosinofil dahak dapat memandu terapi.
Selain itu, beberapa pasien mungkin memiliki peningkatan serum IgE.
c. ABG
Gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksemia dan asidosis respiratorik. Studi
menunjukkan bahwa periostin mungkin menjadi penanda asma, tetapi peran klinisnya
masih belum jelas.
d. EKG
EKG akan mengungkapkan takikardia sinus, yang mungkin disebabkan oleh asma,
albuterol, atau teofilin.
e. Pencitraan
Rontgen dada adalah tes penting, terutama jika pasien memiliki riwayat risiko benda
asing potensial atau kemungkinan infeksi. CT scan dada dilakukan pada pasien dengan
gejala berulang yang tidak merespon terapi.
f. Spirometri
Spirometri adalah metode diagnostik pilihan dan akan menunjukkan pola obstruktif yang
sebagian atau seluruhnya diselesaikan dengan salbutamol. Spirometri harus dilakukan
sebelum pengobatan untuk menentukan tingkat keparahan gangguan. Penurunan rasio
FEV1 terhadap FVC merupakan indikasi obstruksi jalan napas, yang reversibel dengan
pengobatan. Pengujian reversibilitas dilakukan dengan memberikan pasien beta 2 agonis
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

short-acting inhalasi, dan setelah itu, tes spirometri diulang. Jika ada peningkatan 12%
atau 200ml pada FEV1 dari nilai sebelumnya, maka menunjukkan reversibilitas dan
diagnostik untuk asma bronkial. Pengukuran aliran ekspirasi puncak adalah umum saat
ini dan memungkinkan seseorang untuk mendokumentasikan respons terhadap terapi.
Keterbatasan tes ini adalah bahwa hal itu bergantung pada upaya.
Pada beberapa pasien, tantangan metakolin/histamin mungkin diperlukan untuk
menentukan apakah terdapat hiper-reaktivitas saluran napas. Tes ini hanya boleh
dilakukan oleh individu yang terlatih.
Spirometri dapat menyebarkan partikel virus dan mengekspos staf dan pasien terhadap
risiko infeksi. sementara transmisi komunitas dari virus terjadi di wilayah Anda, tunda
spirometri dan pengukuran aliran puncak di fasilitas perawatan kesehatan kecuali ada
kebutuhan mendesak. jika spirometri diperlukan segera untuk manajemen klinis, ikuti
rekomendasi pengendalian infeksi.
(Global Initiative for Asthma, 2020)

Spirometri

1. Kapasitas Vital Paksa/Force Vital Capacity (FVC)


2. Pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang
dilakukan secepat dan sekuat mungkin.
3. Kapasitas Vital Lambat/ Slow Vital Capacity (SVC)
4. Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap
yang dilakukan secara perlahan setelah atau
sebelum inspirasi maksimal.
5. Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/
Force Expiration Volume (FEV1 )
6. Jumlah udara yang dikeluarkan sebanyak-
banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu
ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal
(volume udara yang dapat diekspirasi dalam
waktu standar selama pengukuran kapasitas
vital paksa).
7. Maximal Voluntary Ventilation (MVV)
8. Jumlah udara yang bisa dikeluarkan
sebanyakbanyaknya dalam 2 menit dengan
bernapas cepat dan dalam secara maksimal.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Spirometri adalah suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding
dada, dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan dari
kapasitas paru total (TLC) ke volume residu.
Indikasi spirometry adalah
1. Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau hasil laboratorium
yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko penyakit paru; mengukur efek
fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru; menilai risiko preoperasi;
menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi dan menilai status
kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan penyakit yang
mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko terhadap
fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan : menentukan pasien yang membutuhkan program
rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit obstruktif dan restriktif)
menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis.
Kontraindikasi spirometry adalah
Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi
absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial, space occupying lesion (SOL) pada otak,
ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi relatif antara lain:
hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya, pneumotoraks, angina pektoris tidak stabil, hernia
skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis, Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung
derajat keparahan, dan lain-lain.
Interpretasi spirometry adalah
a. Fungsi paru normal
Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80%.
b. Obstructive ventilatory defects (OVD)
Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran napas dan gangguan
aliran udara di dalamnya, akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi
resistensi nonelastik dan akan bermanifestasi pada penurunan volume dinamik. Kelainan
ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu berkurang pada OVD
dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat tidak berkurang. Pada orang
sehat dapat ditemukan
penurunan rasio FEV1:FVC, namun nilai FEV1 dan FVC tetap normal. Ketika sudah
ditetapkan diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai: beratnya obstruksi, kemungkinan
reversibelitas dari obstruksi, menentukan adanya hiperinflasi, dan air trapping.
c. Restrictive ventilatory defects (RVD)
Gangguan restriktif yang menjadi masalah adalah hambatan dalam pengembangan paru
dan akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi elastik. Manifestasi
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

spirometrik yang biasanya timbul akibat gangguan ini adalah penurunan pada volume
statik. RVD menunjukkan reduksi patologik pada TLC (<80%).

Diagnosis Banding
Perbedaan utama untuk serangan asma akut yang mengancam jiwa adalah reaksi anafilaksis.
Dalam kasus ini, pasien mungkin juga datang dengan pembengkakan orofasial, ruam, dan gatal.
Pasien sebagian akan merespon salbutamol dan steroid, tetapi adrenalin intramuskular adalah
obat penyelamat yang diperlukan untuk mengelola pasien ini.
Perbedaan lainnya termasuk disfungsi pita suara, obstruksi trakea atau bronkus karena benda
asing atau tumor, gagal jantung, refluks gastroesofageal, sinusitis kronis, dan penyakit paru
obstruktif kronik.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Tatalaksana Kegawatdaruratan
Saat menatalaksana asma yang eksaserbasi akut, tujuan utamanya adalah memastikan oksigenasi
ateri yang adekuat, memperlancar obstruksi jalan napas, mengurangi inflamasi jalan napas, dan
mencegah relaps. Terapi primer untuk asma adalah oksigenasi, SABA, dan kortikosteroid oral
atau IV. Perawatan disesuaikan dengan keparahan asma. Terapi diTerapi disesuaikan dengan
gejala dan tanda, dan tes PEFR atau FEV1 yang berulang dan dibandingkan dengan saturasi
oksigen untuk menilai derajat keparahan obstruksi jalan napas, pertukaran gas yang adekuat, dan
respon terhadap terapi.

Oksigenasi
Oksigen direkomendasikan untuk pasien hipoksia untuk menjaga saturasi oksigen >90% (95%
pada pasien hamil atau pasien dengan komorbid penyakit jantung). Beberapa pasien mungkin
memiliki saturasi oksigen ang normal tetapi dapat berkembang menjadi hipoksemia setelah
terapi bronkodilator karena ketidaksesuaian perfusi ventilasi. Hipoksemia ringan dapat dikoreksi
dengan 2-4 L/menit oksigen via nasal kanul atau masker.
SABA (Short-Acting Beta-2 Agonist)
SABA inaler adalah pilihan obat untuk mengatasi asma akut. SABA bekerja untuk merelaksasi
otot polos saluran pernapasan dengan mengikat reseptor beta-2 adrenergik, untuk mengatasi
bronkospasme. Obat yang sering digunakan adalah salbutamol, terbutaline, dan fenoterol. Onset
of action dari SABA adalah 5 menit, dan duration of action SABA adalah 4 – 6 jam. SABA
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

inhalasi lebih memiliki onset yang cepat, efek samping yang lebih rendah, dan lebih efektif
dibandingkan SABA sistemik. Dosis SABA dapat diberikan menggunakan MDI ditambah
dengan katup dengan dosis 6 – 8 isapan (540 – 720 g).
Antikolinergik
Antikolinergik adalah agen penghambat reseptor muskarinik nonspesifik yang digunakan untuk
mengobati bronkospasme pada asma akut. Menurut penelitian, dosis tunggal antikolinergik (IB)
yang ditambahkan ke SABA menunjukkan bahwa IB meningkat secara signifikan sehingga dapat
digunakan sebagai lini pertama eksaserbasi asma parah pada pasien dewasa. Dosis yang
diberikan sebanyak 4 isapan (80 g) setiap 10 menit yang dialirkan melalui MD dan spacer
volume besar atau 500 gram per dosis setiap 20 menit dalam bentuk nebulisasi.
Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik memiliki peran dalam pengobatan eksaserbasi akut. Berdasarkan
pedoman NIH, kortikosteroid direkomendasikan untuk setiap tingkat asma eksaserbasi. Agen ini
tidak bronkodilator tetapi efektif dalam mengurangi peradangan saluran napas. Manajemen
eksaserbasi akut di dewasa dan anak dengan IV, IM atau oral dalam 1 jam kedatangan di UGD
dapat mengurangi keparahan asma. Kortikosteroid oral direkomendasikan sebagai terapi awal
pada pasien dengan obstruksi aliran udara (FEV1 atau PEFR >50%) pada pasien yang tidak
merespon dengan segera dan lengkap terhadap SABA dan oksigen inhalasi. Kortikosteroid IV
direkomendasikan sebagai terapi awal pada henti napas yang akan datang atau yang sebenarnya
pada perawatan di ICU dan sebagai alternatif steroid oral pada saat masuk rumah sakit.
Kortikosteroid IV juga diberikan pada pasien yang tidak dapat menelan, muntah, atau tidak dapat
mengonsumsi obat oral dengan dosis 125 mg IV methylprednisolone setiap 6 jam. Kortikosteroid
inhalasi (ICS) merupakan pengobatan yang paling baik digunakan untuk control asma jangka
panjang.
Teofilin
Penggunaan teofilin/aminofilin hanya diperuntukkan bagi pasien yang tidak merespons terapi
standar dengan dosis 6 mg/kg selama 30 menit dan diikuti dengan infus 0,5 mg/kg/jam dengan
ukuran kadar teofilin darah yang dianjurkan.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat dapat menyebabkan bronkodilatasi yang dimediasi melalui penghambatan
saluran kalsium di otot polos saluran napas sel. Penggunaan magnesium sulfat IV hanya
meningkatkan fungsi paru jika diberikan sebagai tambahan terapi standar pada subkelompok
pasien yang sangat terpilih. Obat ini aman dan murah dalam dosis klinis biasa 1,2 hingga 2 gram
IV lebih dari 20 menit.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

(EMERGENCY DEPARTMENT, CONSENTINO HOSPITAL, 2010)

Edukasi
Edukasi pasien tentang penyakit dan modifikasi perilaku sangat penting. Pasien juga harus
didorong untuk mengubah gaya hidup dan mengontrol faktor pemicu lingkungan. Pasien harus
diminta untuk menjaga berat badan yang sehat karena bukti menunjukkan bahwa gangguan ini
lebih sulit dikendalikan pada individu yang kelebihan berat badan. Pasien harus menghindari
tembakau dan penggunaan beta-blocker, aspirin, dan sulfit.
Komplikasi
Jangka Pendek
a. Tidak dapat beraktivitas dengan normal
Gejala asma yang berupa batuk, wheezing, dan sesak napas dpaat membuat pasien tidak
dapat beraktivitas dengan normal dan mempengaruhi produktivitas. Gejala asma juga
dapat mengganggu tidur sehingga menurunkan produktivitas.
b. Penggunaan Obat
Dalam menatalaksana asma, terdapat beberapa efek samping yang jarang ditemukan
bahkan minor pada penggunaan inhaler. Efek samping tersebut berupa suara serak dan
radang tenggorokan. Pada penggunaan kortikosteroid oral dapat menyebabkan gangguan
tidur, hiperaktivitas, dan peningkatan nafsu makan. Pada penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi, gula darah yang tinggi, dan osteoporosis.
Jangka Panjang
a. Remodeling saluran udara
Pada pasien asma, saluran udara akan menjadi radang dan menyebabkan pembengkakan
dan menghasilkan lendir yang berlebih. Akan tetapi remodeling ini dapat diturunkan
risikonya jika asma sudah ditatalaksana dengan menggunakan kortikosteroid atau
bronkodilator sehingga jaringan parut tidak terbentuk dan saluran udara dapat terbuka.
b. Kecemasan dan Depresi
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Seperti beberapa penyakit kronis lainnya, asma dapat meningkatkan risiko kecemasan
dan depresi. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa orang dengan asma hampir dua
kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan mereka yang tidak menderita asma.
Prognosis
Asma bukanlah penyakit ringan dan menyumbang 1 kematian per 100.000 orang di beberapa
negara. Kematian terkait dengan fungsi paru-paru dan diperburuk oleh merokok. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kematian termasuk usia lebih dari 40 tahun, merokok lebih dari 20 bungkus-
tahun, eosinofilia darah, FEV1 dari 40-70% dari prediksi, dan reversibilitas yang lebih besar.
Asma menyebabkan hilangnya waktu dari pekerjaan dan sekolah; itu juga menyebabkan
beberapa penerimaan rumah sakit meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Asma yang tidak
terkontrol dengan baik dapat melumpuhkan dan menyebabkan kualitas hidup yang buruk.
SKDI

3B. Gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.

ANALISIS MASALAH
Apa saja indikasi penggunaan inhaler pelega nafas?
a. Spacer devices
Spacer devices tidak membutuhkan koordinasi antara penekanan inhaler dosis terukur
bertekanan dengan inhalasi. Alat ini mengurangi kecepatan aerosol dan benturan pada
orofaring; serta menambah waktu evaporasi aerosol sehingga semakin banyak partikel
yang dapat terhirup dan terdeposisi di paru-paru. Ukuran spacer penting diperhatikan dan
spacer yang lebih besar dengan katup satu arah adalah bentuk yang paling efektif. Alat ini
terutama sangat berguna untuk pasien yang mengalami kesulitan dengan cara pemberian
inhalasi, untuk anak, untuk pasien yang memerlukan dosis lebih tinggi, untuk asma
nokturnal, dan untuk pasien yang cenderung terkena kandidiasis dengan pemakaian
kortikosteroid inhalasi.
b. Nebulizer
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

 Agonis adrenoseptor beta-2 atau ipratropium pada pasien dengan eksaserbasi akut
asma atau penyakit paru obstruktif kronik.
 Agonis adrenoseptor beta-2 atau ipratropium sebagai obat rutin pada pasien
dengan asma berat atau obstruksi saluran napas reversibel yang teratasi dengan
pengobatan rutin dalam dosis lebih tinggi.
 Obat-obat profilaksis seperti kortikosteroid pada pasien yang tidak dapat
menggunakan alat inhalasi lainnya (terutama pada anak kecil).
 Antibiotik (seperti kolistin) pada pasien dengan infeksi purulen kronik (seperti
pada fibrosis kistik atau bronkiektasis).
 Pentamidin untuk profilaksis dan terapi pneumonia pneumosistik.
Disarankan agar nebulisasi bronkodilator diberikan pada pasien asma persisten kronik
atau pada asma akut berat. Pada asma kronik, nebulisasi bronkodilator hanya
digunakan untuk mengurangi sesak napas harian yang menetap. Penggunaan
nebuliser pada asma persisten kronik hanya diberikan:
 setelah peninjauan ulang diagnosis asma persisten kronik;
 jika obstruksi aliran udara dapat diatasi secara signifikan dengan bronkodilator
dan tanpa efek samping yang tidak dapat diterima;
 setelah pasien dapat menggunakan inhaler tangan (tanpa spacer) dengan benar;
 setelah bronkodilator dosis lebih tingi dari inhaler tangan (dengan spacer  jika
perlu) telah dicoba selama 2 minggu;
 jika pasien mematuhi dosis dan frekuensi pemberian obat anti-inflamasi yang
diresepkan termasuk pemberian rutin kortikosteroid inhalasi dosis tinggi.
c. Jet nebulizer
Alat ini digunakan lebih luas dibanding nebuliser ultrasonik. Sebagian besar jet nebuliser
memerlukan kecepatan aliran gas optimum sebesar 6–8 liter/menit dan di rumah sakit
dapat dijalankan dengan udara atau oksigen; pada asma akut nebuliser harus dijalankan
dengan oksigen. Untuk penggunaan di rumah, silinder oksigen tidak memberikan
kecepatan aliran yang memadai, sehingga diperlukan kompresor elektrik.
Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dan hiperkapnea, penggunaan oksigen
dapat membahayakan sehingga nebuliser harus dijalankan dengan udara. Pada
eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik, nebuliser harus dijalankan dengan udara
bertekanan pada hiperkapnea atau asidosis. Jika oksigen diperlukan, harus diberikan
secara simultan melalui kanula hidung.
(PUSAT INFORMASI OBAT NASIONAL, 2015)

Mengapa sesak tidak membaik walaupun sudah memakai obat semprot atau inhaler pelega
nafas?
Terjadi bronkokonstriksi paradoksikal, yaitu konstriksi yang tidak terduga dari dinding otot polos
bronkus yang terjadi pada pengaturan respons bronkodilatasi yang diharapkan. Fenomena ini
telah diobservasi dengan formulasi inhaler yang mengandung beta-2-agonis. Teori mengatakan
bahwa formulasi eksipien ini dapat merangsang hiper responsivitas pada jalan napas pada pasien
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

dengan inflamasi alergi pada jalan napas. Penggunaan antikolinergik dapat digunakan untuk
meningkatkan fungsi respiratori.
(Magee, Pittman, & Jette-Kelly, 2018)

ANALISIS MASALAH

Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan spirometri?


1. Diagnostik: evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda, atau hasil laboratorium
yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko penyakit paru; mengukur efek
fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru; menilai risiko preoperasi;
menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi dan menilai status
kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan penyakit yang
mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko terhadap
fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang membutuhkan program
rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit obstruktif dan restriktif)
menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis.

Pemeriksaan apa lagi yang diperlukan untuk menyingkirkan maupun memperkuat suatu
diagnosis?
a. Pemeriksaan oksimetri nadi dapat berguna dalam menilai derajat keparahan serangan
asma atau memantau perburukan. Perhatikan bahwa oksimetri nadi lag, dan cadangan
fisiologis banyak pasien berarti bahwa penurunan pO2 pada oksimetri nadi adalah
temuan yang terlambat, yang menunjukkan pasien yang sangat tidak sehat atau peri-
arrest.
b. Laboratorium
Urea dan elektrolit (fungsi ginjal) harus dikonsumsi jika pasien memiliki dosis tinggi atau
salbutamol berulang, karena salah satu efek samping salbutamol adalah menyebabkan
kalium berpindah ke ruang intraseluler untuk sementara, yang dapat menyebabkan
hipokalemia iatrogenik sementara. Eosinofilia sering terjadi tetapi tidak spesifik untuk
asma. Studi terbaru menunjukkan bahwa tingkat eosinofil dahak dapat memandu terapi.
Selain itu, beberapa pasien mungkin memiliki peningkatan serum IgE.
c. ABG
Gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksemia dan asidosis respiratorik. Studi
menunjukkan bahwa periostin mungkin menjadi penanda asma, tetapi peran klinisnya
masih belum jelas.
d. EKG
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

EKG akan mengungkapkan takikardia sinus, yang mungkin disebabkan oleh asma,
albuterol, atau teofilin.
e. Pencitraan
Rontgen dada adalah tes penting, terutama jika pasien memiliki riwayat risiko benda
asing potensial atau kemungkinan infeksi. CT scan dada dilakukan pada pasien dengan
gejala berulang yang tidak merespon terapi.

Bagaimana tatalaksana dan peresepan obat pada kasus?


Saat menatalaksana asma yang eksaserbasi akut, tujuan utamanya adalah memastikan oksigenasi
ateri yang adekuat, memperlancar obstruksi jalan napas, mengurangi inflamasi jalan napas, dan
mencegah relaps. Terapi primer untuk asma adalah oksigenasi, SABA, dan kortikosteroid oral
atau IV. Perawatan disesuaikan dengan keparahan asma. Terapi diTerapi disesuaikan dengan
gejala dan tanda, dan tes PEFR atau FEV1 yang berulang dan dibandingkan dengan saturasi
oksigen untuk menilai derajat keparahan obstruksi jalan napas, pertukaran gas yang adekuat, dan
respon terhadap terapi.
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jangka Pendek
c. Tidak dapat beraktivitas dengan normal
Stephanie Kurnia | Beta 2018 | NIM: 04011281823122 | Serangan Asma Berat

Gejala asma yang berupa batuk, wheezing, dan sesak napas dpaat membuat pasien tidak
dapat beraktivitas dengan normal dan mempengaruhi produktivitas. Gejala asma juga
dapat mengganggu tidur sehingga menurunkan produktivitas.
d. Penggunaan Obat
Dalam menatalaksana asma, terdapat beberapa efek samping yang jarang ditemukan
bahkan minor pada penggunaan inhaler. Efek samping tersebut berupa suara serak dan
radang tenggorokan. Pada penggunaan kortikosteroid oral dapat menyebabkan gangguan
tidur, hiperaktivitas, dan peningkatan nafsu makan. Pada penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi, gula darah yang tinggi, dan osteoporosis.
Jangka Panjang
c. Remodeling saluran udara
Pada pasien asma, saluran udara akan menjadi radang dan menyebabkan pembengkakan
dan menghasilkan lendir yang berlebih. Akan tetapi remodeling ini dapat diturunkan
risikonya jika asma sudah ditatalaksana dengan menggunakan kortikosteroid atau
bronkodilator sehingga jaringan parut tidak terbentuk dan saluran udara dapat terbuka.
d. Kecemasan dan Depresi
Seperti beberapa penyakit kronis lainnya, asma dapat meningkatkan risiko kecemasan
dan depresi. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa orang dengan asma hampir dua
kali lebih mungkin mengalami depresi dibandingkan mereka yang tidak menderita asma.

References
EMERGENCY DEPARTMENT, CONSENTINO HOSPITAL. (2010). Treatment for acute asthma in the
Emergency Department. Italia: European Review for Medical and Pharmacological Sciences.

Global Initiative for Asthma. (2020). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. GINA.

Irsa, L. (2005). Penyakit Alergi Saluran Napas yang Menyertai Asma Penyakit Alergi Saluran Napas yang
Menyertai Asma. Sari Pediatri.

Magee, J. S., Pittman, L. M., & Jette-Kelly, L. A. (2018). Paradoxical Bronchoconstriction with Short-Acting
Beta Agonist. American Journal of Case Report.

Mohanan, S., Tapp, H., McWilliams, A., & Dulin, M. (2014). Obesity and asthma: Pathophysiology and
implications for diagnosis and management in primary care. Experimental biologi and medicine
(Maywood, H. J.).

Naeem, A., & Silveyra, P. (2019). Sex Differences in Paediatric and Adult Asthma. HHS Public Access.

PUSAT INFORMASI OBAT NASIONAL. (2015). Inhalasi dan Nebulisasi. pionas.pom.go.id.

WHO. (2016). Genetics and Asthma. who.int.

Anda mungkin juga menyukai