Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PRAKTIKUM COMPOUNDING AND


DISPENSING

“ALERGI”

Disusun oleh :

Rahmat Rudianto (1920374162)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang diperantarai oleh mekanisme
imunologi. Pada keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh baik humoral
maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh
antigen atau gangguan mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan
imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas sendiri
berarti gejala atau tanda yang secara objektif dapat ditimbulkan kembali dengan
diawali oleh pajanan terhadap suatu stimulus tertentu pada dosis yang ditoleransi
oleh individu yang normal.
Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas akibat induksi oleh
imunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan
dengan sel mast atau sel basofil. Ketika antigen terikat, terjadi silang molekul IgE,
sel mast manusia dirangsang untuk berdegranulasi dan melepaskan histamin,
leukotrein, kinin, Plateletes Activating Factor (PAF), dan mediator lain dari
hipersensitivitas, dimana histamin merupakan penyebab utama berbagai macam
alergi. Reaksi hipersensitivitas terjadi akibat aktivitas berlebihan oleh antigen atau
gangguan mekanisme yang akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik.
Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan. Menurut Gell dan Coombs,
reaksi hipersensitivitas dibagi dalam 4 tipe, yaitu tipe I, II, III, dan IV, dimana
hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi hipersensitivitas anafilaktik atau reaksi
alergi.

B. Etiologi
Eiologi alergi multifaktorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host,
dan lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini
semakin rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa suhu, musim. Agen
dapat berupa alergen. Reaksi alergi yang timbul akibat paparan alergen pada
umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat
beragam. Diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat
diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim,
hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya,
basitrasin, neomisin, tetrasiklin, sterptomisin, sulfonamid. Ekstrak alergen dapat
berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ATS, ADS, dan anti bisa ular. Produk
darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat menyebabkan alergi.
Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu sapi, kerang,
kacang-kacangan, ikan, telur, dan udang.

C. Jalur reaksi alergi

Gambar 1. Jalur reaksi alergi

D. Epidemiologi alergi
Prevalensi alergi di dunia meningkat secara dramatis di negara maju dan
negara berkembang. Peningkatan alergi terutama terjadi pada anak dari
meningkatnya tren yang telah terjadi selama dua dekade terakhir. Meskipun
begitu, pelayanan untuk pasien dengan penyakit alergi jauh dari ideal.1 Prevalensi
alergi telah meningkat, maka alergi harus dianggap sebagai masalah kesehatan
utama. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Diperkirakan 300 juta 11
orang memiliki asma, sekitar 50% diantaranya tinggal di negara-negara
berkembang dengan akses terbatas terhadap obat esensial. Oleh karena itu, asma
sering tidak terkontrol di daerah-daerah. Empat ratus juta orang di seluruh dunia
memiliki rhinitis.
Dua studi internasional besar mengenai alergi, International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) dan European Community
Respiratory Health Survey (ECRHS), telah mempelajari prevalensi asma dan
rhinitis alergi di seluruh dunia melalui standar kuisioner. ECRHS dan ISAAC
telah menunjukkan variasi yang cukup besar dalam prevalensi asma dan alergi
rhinoconjunctivitis di seluruh negara terutama di wilayah asia pasifik.

E. Patofisiologi alergi
Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator pada organ target.
Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator yang sudah ada
dalam granula sel mast (performed mediator) dan mediator yang terbentuk
kemudian (newly fored mediator). Menurut asalnya mediator ini dibagi dalam dua
kelompok, yaitu mediator dari sel mast atau basofil (mediator primer), dan
mediator dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap alergen
tertentu berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai
dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil
dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan sistem
nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya
ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain.
Mediator yang telah ada di dalam granula sel mast diantaranya histamin,
eosinophil chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil
chemotactic factor (NCF). Histamin memiliki peranan penting pada fase awal
setelah kontak dengan alergen (terutama pada mata, hidung, dan kulit). Histamin
dapat menyebabkan hidung tersumbat, berair, sesak napas, dan kulit gatal.
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan menyebabkan
bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil,
sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar konstriksi karena kontraksi otot
polos. Histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler.
Perubahan vaskular menyebabkan respons wheal-flare (triple respons dari Lewis)
dan jika terjadi secara sistemik dapat menyebabkan hipotensi, urtikaria, dan
angioderma. Pada traktus gastrointestinal, histamin menaikkan sekresi mukosa
lambung dan apabila pelepasan histamin terjadi secara sistemik, aktivitas otot
polos usus dapat meningkat dan menyebabkan diare dan hipermotilitas
Newly synthesized mediator diantaranya adalah leukotrein, prostagladin, dan
tromboksan. Leukotrein dapat menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas, dan sekresi mukus. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi
otot polos dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1
dan E2 secara langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus. Kalikrein
menghasilkan kinin yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah dan
tekanan darah. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi dan memecah
kompleks antigen-antibodi dan menghalangi newly synthetized mediator dan
histamin. Plateletes Activating Factor (PAF) menyebabkan bronkokonstriksi dan
menaikkan permeabilitas pembuluh darah, mengaktifkan faktor XII yang akan
menginduksi pembuatan bradikinin. Bradikinin menyebabkan kontraksi otot
bronkus dan vaskular secara lambat, lama, dan hebat. Bradikinin juga merangsang
produksi mukus dalam traktus respiratorius dan lambung. Serotonin dalam
trombosit yang dilepaskan waktu agregasi trombosit melalui mekanisme lain
menyebabkan kontraksi otot bronkus yang pengaruhnya sebentar.

F. Faktor resiko
Penyakit alergi pada bayi terjadi akibat interaksi dari faktor genetik,
lingkungan dan gaya hidup termasuk pola makanan dan hygiene. Beberapa faktor
risiko yang dianggap berkontribusi terhadap angka kejadian alergi pada bayi yaitu
paparan asap rokok, konsumsi alkohol pada masa kehamilan, pola diet atau
komponen makanan ibu ketika masa kehamilan dan menyusui, penggunaan
antibiotik, metode persalinan seksio sesarea, bayi lahir prematur, bayi berat lahir
rendah, nutrisi yang diperoleh bayi serta ada atau tidaknya hewan peliharaan.
Gambar 2. Faktor resiko alergi

G. Diagnosis alergi
Diagnosis alergi tergantung terutama pada riwayat klinis. Anamnesis,
diperjelas oleh pemeriksaan fisik, tes sensitivitas IgE, tes kulit atau alergen
spesifik serum. Skin-prick testing (SPT) diujikan pada kulit, dilakukan dengan
ekstrak alergen. Pemeriksaan darah dilakukan dengan memeriksa IgE total dan
IgE spesifik Radio Allergosorbent test (RAST). Pemeriksaan IgE total digunakan
sebagai marker diagnosis alergi, tetapi memiliki kelemahan karena kurang
spesifik. Hal tersebut disebabkan IgE meningkat pada penyakit alergi dan juga
non alergi seperti infestasi parasit. Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan dengan
mengukur IgE spesifik alergen dalam serum pasien. Selain itu, pemeriksaan
lainnya untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi adalah skrining antibodi IgE
multi-alergen, triptase sel mast, dan Cellular antigen stimulation test (CAST).

H. Penatalaksaan alergi
Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan gejala
alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan, dan
membatasi penggunaan obat karena pada prinsipnya alergi tidak dapat
disembuhkan. Penatalaksanaan dermatitis atopik pada sebagian penderita
mengalami perbaikan dengan sendirinya sesuai dengan bertambahnya usia.
Menghindari atau mengurangi faktor penyebab menjadi langkah pertama
penatalaksanaannya. Sedangkan untuk penatalaksanaan rinitis alergi pada anak
dilakukan dengan penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan.
Medikamentosa diberikan bila perlu dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan
utama. Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang sembuh
dengan sendirinya. Sedangkan pada urtikaria kronik lebih sukar diatasi. Idealnya
tetap identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab. Selain itu, penggunaan
antihistamin penghambat reseptor histamin H1 dan H2 dan dapat dikombinasikan.
Pada kasus berat dapat ditambah dengan kortikosteroid jangka pendek.
Terapi untuk penyakit alergi dapat diberikan secara farmakologi dan
immunotherapy. Untuk terapi farmakologi dengan obat anti inflamasi non steroid,
anti histamin, steroid, teofilin atau epinefrin. Sedangkan immunotherapy atau
yang juga dikenal dengan suntikan alergi, pasien diberikan suntikan berulang dari
alergen untuk mengurangi IgE pada sel mast dan menghasilkan IgG.
1. Terapi farmakologi
a. Mebhydrolin 50 mg (Histapan, Interhistin) (OWA)
Indikasi :
- Obat ini digunakan sebagai obat alergi gatal seperti urtikaria, urtikaria
idiopatik kronis, dan alergi kulit lainnya.
- Untuk mengobati rhinitis alergi (hay fever), efektif untuk menggurangi
gejala baik pada mata maupun hidung seperti bersin, hidung meler,
rasa gatal atau terbakar pada mata.
- Reaksi alergi obat tertenu, dan reaksi alergi akibat gigitan serangga.
Kontraindikasi :
- Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki riwayat
hipersensitif pada mebhydrolin atau obat golongan anti histamine
lainnya.
- Sebaiknya jangan digunakan untuk bayi prematur dan bayi baru lahir,
hipertrofi prostat,
Dosis :
Dewasa dan anak > 10 tahun : sehari 2-6 tablet atau 2-6 sendok takar
dibagi dalam 3 x pemberian sehari.
Efek samping :
- Efek samping yang paling umum dari obat golongan termasuk
interhistin (mebhydrolin) adalah sedasi
- Efek samping yang jarang misalnya kebingungan, kegelisahan, gugup,
tremor, kejang, dan halusinasi.
- Efek samping lain seperti mual, muntah, sakit kepala dan efek
antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, diare, anemia
hemolitik, leukopenia, agranusitosis, trombositopenia, dan gangguan
pencernaan.
Peringatan dan perhatian :
- Obat ini menyebabkan sedasi, mengantuk dan retardasi psikomotor.
Sebaiknya tidak mengemudi atau menyalakan mesin selama
menggunakan obat ini.
- Pemakaian antihistamin harus dihentikan sekitar 48 jamsebelum
menjalani tes alergi kulit, karena dapat mengganggu hasil tes.
- Mebhydrolin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan hati, dosis harus dikurangi pada pasien dengan gangguan
ginjal.
- Karena resiko yang lebih tinggi dariobat antihistamin pada bayi
terutama pada bayi yang baru lahir dan premature, terapi antihistamin
sebaiknya tidak dilakukan pada ibu menyusui.

Gambar 3. Histapan dan Interhistin

b. Homochlorcyclizine 10 mg (Homoclomin) (OWA)


Indikasi : Gatal-gatal pada kulit (eksema dermatitis, pruritus, erupsi obat,
erupsi racun, dan strophulus infantum), urtikaria dan rhinitis alergi.
Kontraindikasi :
- Penderita glaucoma
- Penderita obstruksi saluran kemih bagian bawah (pembesaran prostat).
Dosis :
- Dewasa : 1-2 tablet 3 kali sehari.
Efek samping :
- Hipersensitivitas
- Mungkin timbul gejala-gejala seperti sakit kepala, dizziness,
mengantuk dan lesu.
- Gastrointestinal (rasamual, muntah, mulut kering, anoreksia, diare atau
konstipasi).
- Susah buang air kecil.
- Gangguan respiratori (sulit mengeluarkan dahak).
Peringatan dan perhatian :
- Homochlorcyzin dapat menyebabkan rasa kantk, karena itu sebaiknya
tidak melakukan pekerjaan yang mebutuhkan ketelitian dan
membahayakan, seperti mengendarai kendaraan bermotor dan
menjalankan mesin selama masa pengobatan.
- Pennggunaan obat ini untuk wanita hamil, menyusui dan penggunaan
untuk anak masih dalam penelitian, tidak dianjurkan untuk
memberikan obat ini kepada pasien-pasien tersebut.

Gambar 4. Homochlorcyclizine
c. Calcii Lactas 500 mg, coffeiinum 25 mg, CTM 3,5 mg (Lacomin)
Indikasi : Meringankan gejala alergi seperti gatal, ruam dan bentol pada
kulit.
Kontraindikasi : Pasein yang hipersensitivitas pada obat ini
Dosis : Dewasa 3 x sehari 1 tablet
Efek samping : Mengantuk
Peringatan dan perhatian : Hati-hati pada penggunaan jika mengendarai
kendaraan bermotor.

Gambar 5. Lacomin

d. Orphen (Chlorpheniramine 4 mg) (Obat Bebas Terbatas).


Indikasi : Kegunaan Orphen (Chlorpheniramine maleat) adalah untuk
mengobai pilek, bersin-bersin, mata berair, gatal pada mata, hidung,
tenggorokan atau kulit, yang disebabkan oleh reaksi alergi, common cold
atau influenza. Obat ini juga sering digunakan sebagai obat rhinitis alergi,
urtikaria, dan hay fever.
Kontraiindikasi :
- Penggunaan pada anak usia < 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas
petunjuk dokter.
- Tidak boleh digunakan pada neonates, bayi premature, atau penderita
serangan asma akut.
Dosis : 3-4 kali sehari satu tablet untuk dewasa.
Efek samping :
- Efek samping yang paling sering terjadi adalah mengantuk.
- Obat ini juga menyebabkan efek sedasi namun lebih lemah
dibandingkan antihisamin generasi pertama lainnya (trimeprazin dan
promethazine). Efek sedasi dari obat alergi sebenarnya dibutuhkan
untuk mengendalikan gatal karena alergi.
- Efek samping lainnya termasuk pusing, kebingungan, sembelit,
kecemasan,mual, mulut kering, pernafasan cepat, halusinasi,
iritabilitas, masalah dengan ingatan atau konsentrasi, tinnitus dan
kesulitan buang air kcil.
Peringatan dan perhatian :
- Obat ini mempunyai aktivitas sebagai antimuskarinik sehingga harus
digunakan secara hati-hati pada penderita hipertrofi prostat, retensi
urin, pasien dengan resiko glaucoma sudut sempit, obstruksi
pyloroduodenal, gangguan fungsi hati dan epilepsi.
- Penurunan dosis mungkin perlu dilakukan pada penderita gangguan
ginjal.
- Pemakaian obat-obatan golongan antihistamin harus dihentikan
minimal 48 jam sebelum menjalani tesalergi kulit, karena dapat
mengganggu hasil tes.
- Jika obat antihistamin dibutuhkan selama menyusui, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan dosis terendahnya.
- Penggunaan antihistamin untuk pasien epilepsy dan pasien resiko
kejang, pasien dengan penurunan fungsi hati dan ginjal, usia tua, ibu
hamil dan ibu menyusui harus dilakukan dengan hati-hati.
- Orphen menyebabkan kantuk. Jangan mengemudi atau
mengoperasikan mesin yang membutuhkan konsentrasi tinggi selama
menggunakan obat ini.

Gambar 6. Orphen
e. Nalgestan (Phenylpropanolamine HCl 15 mg, CTM 2 mg) (OBT)
Indikasi : Meredakan hidung tersumbat, bersin-bersin, selesma, sinusitis,
rhinitis alergi.
Kontraindikasi :
- Orang yang hipersensitivitas terhadap komponen obat
- Adanya kepekaan terhadap simpatomimetik lain (efedrin,
pseudoefedrin, fenilefrin)
Dosis :
Efek samping :
- Gangguan pencernaan
- Kesulitan berkemih
- Gangguan psikomotor (kelemahan otot dan gemetar)
- Mulu kering
- Jantung berdebar-debar
- Penglihatan kabur
Biasanya efek samping ringan apabila digunakan sesuai aturan dan
indikasinya.
Peringatan dan perhatian :
- Hati-hati jika digunakan dengan obat MAO berpotensi menimbulkan
krisis hipertensi.
- Jangan mengkonsumsi alkohol selama menggunakan obat nalgestan ini
karena menigkatkan rasa kantuk.
- Hindari mengendarai kendaraan atau mesin selama pengobatan.
- Segera hentikan menggunakan obat nalgestan apabila timbul masalah
susah tidur, jantung berdebar, dan pusing.
- Apabila selama 3 hari pengobatan tidak ada perbaikan, maka
konsultasikan ke dokter.
Gambar 7. Nalgestan

f. Herocyn (Balsam peruv 2%, Zinc oxide 3,5%, Praecip sulphur 1,42%,
Salicylic acid 0,8%, Camphora 0,31%, Menthol 0,47%, Deodorant q.s,
Preservative q.s, Talc ad. 100 % w/w. (Obat Bebas).
Indikasi : Untuk mengobati gangguan kulit seperti biang keringat dan
gatal-gatal.
Kontraindikasi : Tidak boleh digunakan oleh penderita yang memiliki
riwayat hipersensitif atau riwayat alergi terhadap komponen obat dan juga
tidak dianjurkan untuk kulit kering atau kulit sensitif.
Dosis : Digunakan sebanyak 1-2 kali sehari.
Efek samping : Dapat terjadi reaksi hipersensitivitas seperti dermatitis.
Peringangatan dan perhatian : Hanya penggunaan luar.

Gambar 8. Herocyn
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus
Seorang ibu pergi ke apotek dan ingin ketemu seorang apoteker. Ibu
tersebut mengeluh bila pada waktu menempati rumah yang baru sering bersin-
bersin dan badan bentol-bentol. Ibu tersebut minta di beri obat yang bisa dibeli
tanpa resep dokter.
Identitas pasien :
Nama : Ibu Regina
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Alamat : Jl. Kenangan No. 1
Tanggal pasien datang: 19 Maret 2019

Riwayat alergi :-
Riwayat penyakit lain : -
Keluhan pasien : bersin-bersin dan badan bentol-bentol

FORM DOKUMENTASI SWAMEDIKASI


Nama Pasien Ibu Regina
Jenis Kelamin Perempuan
Usia 35 th
Alamat Jl. Kenangan no. 1
Tanggal pasien 19 Maret 2019
datang
Keluhan pasien Bersin-bersin dan badan bentol-bentol

Penyakit Alergi

Riwayat alergi -
Pasien pernah Ya/tidak*) *coret salah satu
datang sebelumnya
:
Obat yang diberikan :
Nama Obat Dosis Cara No Batch Tanggal ED
pemakaian
Orphen (CTM) 4 mg Peroral - -

Solo, 18 Maret 2019

Rahmat Rudianto S.Farm, Apt


B. Sosiodrama
Pada pagi hari Ibu Regina datang ke Apotek dengan keluhan bersin-bersin dan
badan bentol-bentol, Ibu regina ingin membeli obat untuk keluhannya tanpa resep
dari dokter.
Ibu R : Permisi Pak, selamat pagi ?
Apt : Iya Bu selamat pagi, ada yang bisa saya bantu ? Perkenalkan saya
Rahmat Rudianto selaku apoteker di apotek ini.
Ibu R : Oh iya Pak, begini mba saya mau beli obat untuk saya sendiri
Apt : Mohon maaf sebelumnya kalau boleh tau siapa nama, umur, serta
alamatnya Bu?
Ibu R : Nama saya Ibu Regina (35 th), alamat di Jalan Kenangan no. 1.
Apt : Oh ya Ibu, keluhannya apa ya bu ?
Ibu R : Gini mba saya kan kemarin habis pindah rumah, sehabis pindah ini saya
sering bersin-bersin lalu badan saya bentol-bentol juga mba. Dari semalam
sampe ga karuan tidur mba karena bersin-bersin terus.
Apt : Muncul bersin sama bentolnya pas pindah disini saja berarti Bu, kalau
boleh tau sudah berapa lama ya pindahnya?
Ibu R : Iya pak cuman disini aja, sbelumnya ga pernah kaya gini, baru kemaren
saya pindahnya Pak.
Apt : Mungkin rumah baru Ibu masih belum bersih jadi Ibu bersin-bersin
karena debu sama bentol-bentol.
Ibu R : Iya mas rumah belum saya bersihin semuanya, mungkin juga sih alergi
debu di rumah.
Apt : Ibu punya riwayat alergi ?
Ibu R : Tidak ada itu Pak kalau alergi sejauh ini.
Apt : Kalau alergi obat ?
Ibu R : Alergi obat juga tidak ada itu Pak.
Apt : Apa Ibu sudah minum obat atau pergi ke dokter sebelumnya ?
Ibu R : Belum Pak, niatnya mau saya belikan obat di apotek dulu nanti kalau ga
sembuh baru ke dokter.
Apt : Ini saya sediakan 2 pilihan obat yang pertama lacomin tablet dan yg
kedua orphen tablet untuk antialergi, ada juga bedak tabur untuk ngurangi
gatalnya ada herocyn juga bisa, atau nalgestan untuk kurangi bersin juga
laerginya.
Ibu R : Yang tablet saja Pak, yang disarankan Pak Rahmat apa ?
Apt : Jika dilihat dari cerita ibu tadi mungkin ibu cuman alergi saja, mungkin
disebabkan debu yang ada di rumah baru Ibu, saya sih merekomendasikan
penggunaan orphen saja tapi saya kembalikan lagi ke Ibu.
Ibu R : Saya ikut saran Bapak saja Pak, ko yang disaranin orphen Pak ?
Apt : Sebenarnya ini kan baru berlangsung kemaren, Ibu bentol dan bersin
mungkin karena alergi, jadi orphen ini komposisinya (Chlorpheniramine
maleat 4 mg) berfungsi sebagai anti alergi. Bukan cuman sebagai anti
alergi debu, tapi alergi karena makanan dan lain-lain juga bisa.
Ibu R : Oh begitu jadi bersinnya mungkin juga efek dari alergi ?
Apt : Iya Bu makannya Ibu bersin-bersin. Oh iya pemakaiannya untuk dewasa
3-4 kali sehari satu tablet sesudah makan. Jadi sekitar setiap 6 sampai 8
jam sekali minumnya. Minumnya sesuai aturan ya Bu. Efek samping dari
obat ini biasanya mengantuk Bu, jadi diusahakan untuk tidak melakukan
aktivitas yang memerlukan kewaspadaan tinggi seperti mengemudi.
Ibu R : Oh bikin ngantuk ya Pak, saya ga kemana-mana ko PAk, dirumah saja.
Terus apa lagi Pak ?
Apt : Disimpan di suhu ruang saja ya Bu, ga perlu di kulkas, yang penting
terhindar dari sinar matahari langsung biar ga cepet rusak. Ibu sedang
tidak hamil atau menyusui kan ? Soalnya untuk ibu hamil dan menyusui
penggunaannya harus hati-hati beggitu juga pada penderita epilepsi,
gangguan hati juga ginjal.
Ibu R : Ok Pak.
Apt : Selain terapi menggunakan orphen tadi, sebaiknya Ibu bersihin rumah
barunya biar nanti ga alergi lagi, coba deh nanti diliat kalau sudah bersih
masih bentol sama bersin apa tidak. Jaga sistem imunnya, alergi juga bisa
timbul saat sistem imun turun, makan bergizi, olah raga, sama coba
banyak istirahat. Nah efek samping dari orphen kan ngantuk itu
sebenernya biar Ibu bisa istirahat lebih.
Ibu R : Iya Pak.
Apt : Apakah ibu sudah paham yang saya jelaskan tadi ?
Ibu R : Sudah Pak ?
Apt : Bisa tolong diulang bu ?
Ibu R : ini obatnya diminum 3-4 kali sehari sesudah makan, lalu
penyimpanannya di tempat terhindar dari sinar matahari langsung, efek
sampingnya ngantuk ya Pak jadi jangan banyak akktivitas, banyak istirahat
sama makan bergizi biar ga turun imunnya.
Apt : Iya sudah benar Bu, oh iya nanti jika sekitar tiga hari tidak ada perbaikan
coba dikonsultasikan ke dokter ya Bu? Semoga lekas sembuh,
Terimakasih.
Ibu R : Terimakasih kembali
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadreddini HA, Starkey ES. Drug allergy:diagnosis and managemen


tofdrug allergyin adults, children and young people; a look at NICE
guidance. London:National Institute for Health and Care Excellence
(UK);2014.
2. Baratawidjaja, KG., Rengganis, Iris. Alergi Dasar Edisi ke-10. Jakarta:
FKUI; 2009.hal.459-92.
3. Liebhart J,Dobek R,Małolepszy J, et al. ThePrevalenceof Allergic
Diseases in Poland - the Results of the PMSEAD Study in Relation to
Gender Differences. Adv Clin Exp Med.2014;23(5):757-62.

Anda mungkin juga menyukai