(IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan dengan sel mast atau sel
basofil. Ketika antigen terikat, terjadi silang molekul IgE, sel mast manusia dirangsang
Factor (PAF), dan mediator lain dari hipersensitivitas, dimana histamin merupakan
penyebab utama berbagai macam alergi. Reaksi hipersensitivitas terjadi akibat aktivitas
berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme yang akan menimbulkan suatu
keadaan imunopatologik. Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada
umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan. Menurut Gell dan
Coombs, reaksi hipersensitivitas dibagi dalam 4 tipe, yaitu tipe I, II, III, dan IV, dimana
II. Etiologi
Etiologi alergi multifaktorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host, dan
lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini semakin
rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa suhu, musim. Agen dapat berupa
alergen. Reaksi alergi yang timbul akibat paparan alergen pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat beragam. Diantaranya
adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk
darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat
sulfonamid. Ekstrak alergen dapat berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ATS,
ADS, dan anti bisa ular. Produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat
menyebabkan alergi. Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu
III. Diagnosis
Diagnosis alergi tergantung terutama pada riwayat klinis. Anamnesis, diperjelas oleh
pemeriksaan fisik, tes sensitivitas IgE, tes kulit atau alergen spesifik serum. Skin-prick
testing (SPT) diujikan pada kulit, dilakukan dengan ekstrak alergen. Pemeriksaan darah
dilakukan dengan memeriksa IgE total dan IgE spesifik Radio Allergosorbent test
(RAST). Pemeriksaan IgE total digunakan sebagai marker diagnosis alergi, tetapi
memiliki kelemahan karena kurang spesifik. Hal tersebut disebabkan IgE meningkat
pada penyakit alergi dan juga non alergi seperti infestasi parasit. Pemeriksaan IgE
spesifik dilakukan dengan mengukur IgE spesifik alergen dalam serum pasien. Selain
itu, pemeriksaan lainnya untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi adalah skrining
antibodi IgE multi-alergen, triptase sel mast, dan Cellular antigen stimulation test
(CAST).
“asma episodik jarang” tidak perlu menggunakan anti inflamasi. Terapi “asma episodik
sering” pada anak menggunakan anti inflamasi dan obat non steroid. Terapi “asma
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang sembuh dengan
sendirinya. Sedangkan pada urtikaria kronik lebih sukar diatasi. Idealnya tetap
penghambat reseptor histamin H1 dan H2 dan dapat dikombinasikan. Pada kasus berat
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S. 2003. IgE-dependent immune responses and allergic
disease. In: Cellular and molecular immunology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc., pp.
425–38, 2012. University Press, pp.168.
Tjokroprawiro, A., Setiawan, P.B., Santoso, D., Soegiarto, G. 2015. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University Press. pp 13-67,.
Tan, J.W., Joshi, P. 2014. Janeway’s immunobiology. 7th ed. New York: Garland Science;
pp555-580.
Diana, I.A., Boediardja, S.A., Soebaryo, R.W., Sutedja, E., Lokanata, M.D., Sugito, T.L.,
Danarti, R., Prihanti, A.T., Rahmayunita, G., Astriningrum, R. 2014. Dermatitis atopik:
diagnosis dan tatalaksana terkini. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp. 16-136.
Nowak-Wegrzyn, A., Burks, A.W. Reactions to foods. In: Adkinson NF, Bochner BS, Burks
W, Busse WW, Holgate ST, Lemanske RF, et al., editors. , 2014. Middleton’s allergy
and practice. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Inc., pp.1310–38.
Evina, B. 2015. Clinical manifestations and diagnostic criteria of atopic dermatitis. J Major,
4(4):23–30.
Steinke, J.W., Rosenwasser, L.J., Borish, L. , 2014. Cytokines in allergic inflammation. In:
Middleton’s allergy and practice. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Inc., pp. 71–3.
Moslemi, D., Babaee, N., Damavandi, M., Pourghasem, M., Moghadamnia, A.A. 2014. Oral
zinc sulphate and prevention of radiation-induced oropharyngealmucositis in patients
with head and neck cancers: a double blind, randomized controlled clinical trial. Int J
Radiat Res, 12(3):2.