Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Stomatitis Alergika
Stomatitis alergika adalah suatu reaksi hepersensitivitas yang timbul pada rongga
mulut yang disebabkan oleh kontak terhadapa allergen.1
Stomatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh

alergen penyebab yaitu obat-obatan, makanan, bahan kedokteran gigi (bahan restorasi,
prostetik, alat ortodonti, merkuri, akrilik, cobalt).2
2.2 Definisi Alergi
Alergi adalah suatu reaksi abnormal jaringan terhadap berbagai substansi yang secara
normal tidak berbahaya bagi individu pada umumnya. Istilah alergi berasal dari
bahasa Yunani (Allos= yang lain, suatu penyimpangan dari cara biasa; ergon= kerja).
Sehingga semua keadaaan penderita yang menyimpang dari reaksi imun biasa
dinamakan alergi, seperti keadaan penderita yang mengalami reaksi terhadap toksin,
serbuk sari atau urtikaria yang disebabkan oleh makanan tertentu.3
Alergi akan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik (keturunan) dan lingkungan

sebagai faktor eksternal tubuh. Alergi terjadi karena adanya zat yang menimbulkan
reaksi yang disebut alergen. Alergen dapat masuk dalam tubuh melalui saluran nafas
(inhalan), pencernaan (ingestan), suntikan (injektan) atau yang menempel pada kulit
(kontaktan).3
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan

sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Diagnosis alergi
makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat
penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat
pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi
dan provokasi.4

2.3 Reaksi Hipersensitivitas


Coobs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu :
1.

Tipe I (reaksi hipersensitivitas terjadi bila alergen berinteraksi membentuk antibody


IgE yang spesifik dan berikatan dengan mast sel.

2.

Tipe II (reaksi antibodi sitotoksik) melibatkan antibodi IgG dan IgM yang
mengenali alergen di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel
yang dilapisi antibody akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem

3.

4.

monositmakrofag.
Tipe III (kompleks imun) disebabkan oleh kompleks solubel dari alergen dengan
antibodi IgG dan IgM.
Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat): reaksi yang dimediasi oleh limposit T.6

2.4 Etiologi
Etiolgi stomatitis alergika yaitu obat-obatan, makanan, bahan kedokteran gigi (bahan
restorasi, prostetik, alat ortodonti, merkuri, akrilik, cobalt).
1) Alergen Makanan
Kejadian alergi makanan atau reaksi yang merugikan terhadap makanan
meningkat selama 2-3 dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena perubahan

lingkungan, perubahan gaya hidup, perubahan pola makan, dan perubahan proses
produksi dan pengawetan makanan. Pencegahan alergi makanan terbagi menjadi 3
tahap, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pengobatan yang paling
penting pada alergi makanan ialah eliminasi terhadap makanan yang bersifat
alergen. Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada jenis dan beratnya gejala.7
Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau
polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan
ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan
berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga
dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui
mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan
dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian
ditemukan allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat
molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan
allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton.
Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan walau
jumlahnya tidak banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai alergen utama pada telur.4
Beberapa jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi dapat digolongkan
menurut kekerapannya sebagai berikut:
Golongan makanan yang paling sering menimbulkan alergi.
Makanan yang termasuk golongan ini antara lain susu sapi/kambing, telur,
kacang-kacangan, ikan laut, kedelai serta gandum.
Golongan Makanan Yang Relatif Jarang Menimbulkan Alergi.
Makanan yang termasuk golongan ini antara lain daging ayam, daging babi,
daging sapi, kentang, coklat, jagung (nasi), jeruk serta bahan-bahan aditif
makanan. Reaksi terhadap buah-buahan seperti jeruk, tomat, apel relatif sering
dilaporkan, tetapi sebagian besar melalui timbul pada usia 15 bulan, dengan
gejala yang berlangsung agak lama. Gejala alergi terhadap buahbuahan ini
umumnya berupa gatal gatal di mulut. Jeruk sering dapat menyebabkan gatal
serta kemerahan pada kulit bayi. Sifat alergenitas buah dan sayur dapat
berkurang bila disimpan dalam freezer selama 2 minggu atau dimasak selama
2 menit. Sampai sekarang belum ada data yang menunjukkan bahwa reaksi
terhadap buahbuahan ini murni karena alergi yang diperani oleh IgE.6

2) Obat-obatan
Seiring dengan munculnya obat-obat baru dalam upaya diagnosis dan tata
laksana penyakit, maka akan terjadi juga peningkatan angka kejadian reaksi
simpang obat. Reaksi simpang obat adalah respons yang tidak diinginkan atau
diharapkan pada pemberian obat dalam dosis terapi, diagnosis, atau profilaksis.
Sebagian besar reaksi simpang obat tidak memiliki komponen alergi. Reaksi alergi
obat adalah reaksi simpang obat melalui mekanisme reaksi imunologi.
Diperkirakan sekitar 6-10% dari reaksi simpang obat merupakan reaksi alergi
obat.5
3) Alergen Bahan Kedokteran Gigi
Diduga frekuensi reaksi hipersensitifitas akan bertarnbah pada pasien-pasien
yang menggunakan alat ortodonti, terutama yang menggunakan nickel-titanium
alloy. Semakin lama berkontak dengan logam ini semakin besar resiko terjadinya
sensitifitas. Namur demkian, penggunaan alat ortodonti yang mengandung nikel
tidak akan menyebabkan reaksi hipersensitifitas nikel pada individu yang belum
tersensitisasi. Kebanyakan dari alloy ini rnerniliki nikel sebagai salah satu
komponennya. Persentase logam nikel di dalam alloy bervariasi antara 8 %
seperti di dalarn kandungan stainless steel dan lebih dari 50 % seperti di dalam
nickeltitanium alloy. Proses sensitisasi nikel dalam skala besar disebabkan oleh
melimpahnya bahan ini di dalam pernak-pernik logam yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.7
Beberapa hal yang mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor
pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau

bakteri, minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan
tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau
ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang penderita autisme yang mengalami infeksi
saluran napas, biasanya gejala alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat
meningkatkan gangguan perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap
penyebabnya adalah karena pengaruh obat. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab
serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka
faktor pencetus tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi
disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih
berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat
pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu
ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita
asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab
alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila anak mengkonsumsi makanan
penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang
timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin pada anak adalah tidak
sepenuhnya benar.4
2.5 Mekanisme Stomatitis Alergika
1) Mekanisme terjadinya alergi makanan
Struktur limfoepiteal usus yang dikenal dengan istilah GALT (Gut-Associated
Lymphoid Tissues) terdiri dari tonsil, patch payer, apendiks, patch sekal dan patch
koloni. Pada keadaan khusus GALT mempunyai kemampuan untuk mengembangkan
respon lokal bersamaan dengan kemampuan untuk menekan induksi respon sistemik
terhadap antigen yang sama. Pada keadaan normal penyerapan makanan,merupakan
peristiwa alami sehari-hari dalam sistem pencernaan manusia. Faktor-faktor dalam
lumen intestinal (usus), permukaan epitel (dinding usus) dan dalam lamina propia
bekerja bersama untuk membatasi masuknya benda asing ke dalam tubuh melalui
saluran cerna. Sejumlah mekanisme non imunologis dan imunologis bekerja untuik
mencegah penetrasi benda asing seperti bakteri, virus, parasit dan protein penyebab
alergi makanan ke dinding batas usus (sawar usus). Pada paparan awal, alergen
maknan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan
pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel T tersensitisasi dan akan
merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe. Alergen yang intak

akan diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk
antibodi di dalam mukosa usus dan orgalimfoid usus.
Pada umumnya anak-anak membentuk antibodi dengan subtipe IgG, IgA dan IgM.
Pada anak atopi terdapat kecenderungan lebih banyak membentuk IgE, selanjutnya
mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran cerna, saluran napas, kulit dan banyak
oragan tubuh lainnya. Sel epitel intestinal memegang peranan penting dalam
menentukan kecepatan dan pola pengambilan antigen yang tertelan. Selama terjadinya
reaksi yang dihantarkan IgE pada saluran cerna, kecepatan dan jumlah benda asing
yang terserap meningkat. Benda asing yang larut di dalam lumen usus diambil dan
dipersembahkan terutama oleh sel epitel saluran cerna dengan akibat terjadi supresi
(penekanan) sistem imun atau dikenal dengan istilah toleransi. Antigen yang tidak
larut, bakteri usus, virus dan parasit utuh diambil oleh sel M (sel epitel khusus yang
melapisi patch peyeri) dengan hasil terjadi imunitas aktif dan pembentukan IgA.
Ingesti protein diet secara normal mengaktifkan sel supresor TCD8+ yang terletak di
jaringan limfoid usus dan setelah ingesti antigen berlangsung cukup lama. Sel
tersebiut terletak di limpa. Aktivasi awal sel-sel tersebut tergantung pada sifat, dosis
dan seringnya paparan antigen, umur host dan kemungkinan adanya lipopolisakarida
yang dihasilkan oleh flora intestinal dari host. Faktor-faktor yang menyebabkan
absorpsi antigen patologis adalah digesti intraluminal menurun, sawar mukosa
terganggu dan penurunan produksi IgA oleh sel plasma pada lamina propia.4

2.6 Manifestasi Klinis


1) Tipe I
Lokal : Urtikaria pada bibir dan mukosa oral, wheals dengan edema local pada

dasar eritema pada kulit, angioedema pada bibir, sekitar mata dan lidah.
Sistemik : gejala awal mirip dengan lokal anafilaksis, gangguan traktus G1 (sakit
perut dan mual), pernafasan (disapnea, wheezing asma ), nada cepat, lemah,
pingsan.9

2) Tipe IV

Intra oral :

Tampak daerah merah yang kering dan mengkilat, sekitar daerahnya berwarna

putih
Pembentukan vesikel multipel yang mengelupas dan membentuk ulkus yang

terbentuk fibrin
Tepi meradang dan eritomatous
Burning sensation
Bisa disertai lesi kulit.10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Tes cukit kulit (Prick Test)

Tes cukit kulit (prick test) merupakan tes penapisan dengan sensitivitas dan
spesifisitas tinggi, cepat, dan relatif tidak mahal. Prinsip tes ini adalah memasukkan
sejumlah kecil alergen ke epidermis yang kemudian akan berikatan dengan IgE yang
melekat di permukaan sel mast yang selanjutnya akan mengeluarkan berbagai mediator
yang menyebabkan indurasi yang dapat diukur. Jarum ditusukkan ke epidermis pada
daerah lengan bawah. Hasil reaksi dibaca dalam 15 menit.
Hasil tes cukit kulit terhadap makanan positif menunjukkan kemungkinan alergi
makanan yang diperantarai IgE hanya 50% (akurasi prediksi positif 95%). Bila uji cukit
kulit negatif, tetapi pada anamnesis diduga kuat ada sindrom alergi mulut, dapat
dilakukan uji menggunakan zat makanan tersangka dalam bentuk segar, misalnya susu
sapi segar dan putih telur segar, langsung pada bibir atau mulut.8
2) Modifikasi tes cukit kulit (modified prick test)
Tes ini merupakan modifikasi tes cukit kulit menggunakan alat dengan beberapa
jarum yang lebih panjang sehingga dapat memasukkan lebih banyak antigen ke dalam
dermis seperti tes intradermal (multi test I/II). Tes dilakukan pada keadaan bebas obat
antihistamin, beta-blocker, dan anti-depresan trisiklik. Lengan tempat tes dibersihkan
dengan alkohol, sementara antigen yang akan diujikan diletakkan dalam ceruk-ceruk
multipronged terpisah. Jarum multitest kemudian ditekan dengan tekanan terkendali ke
permukaan kulit dan pelan-pelan digoyang ke segala arah. Setelah alat dilepas dari kulit,
akan didapatkan setetes antigen di permukaan kulit, yang tidak boleh dihapus. Respons
pembengkakan dibaca setelah 20 menit. Reaksi dinilai positif jika diameter
pembengkakan 3 mm atau lebih (European grading system).8
3) Tes tempel (patch test)
Test tempel kurang bermanfaat dalam penegakan diagnosis karena hanya dapat
mendeteksi reaksi alergi fase lambat yang diperantarai IgE dan reaksi tipe IV. Namun,
apabila tes dilakukan dalam 30 menit, dapat mendeteksi reaksi alergi fase cepat.
Kombinasi tes tempel dengan tes cukit kulit atau pemeriksaan IgE serum spesifik akan
meningkatkan nilai prediksi positif hingga 100% pada kasus alergi susu sapi dan telur
ayam, sehingga tidak diperlukan tes provokasi makanan. Tes ini memiliki kelemahan,
yaitu sulit menjaga keping alergen yang digunakan tetap kontak pada permukaan kulit,
khususnya pada pasien anak.8
Daerah tempat tes patch
Pilihan utama punggung, oleh karena:
1. Lapisan tanduk cukup tipis
2. Tempatnya luas

3.
4.
5.
6.
7.

Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas


Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor
Tidak tampak dari luar oleh karena terlindung.
Bebas dari rambut yang lebat
Bebas dari kosmetik, salep-salep.

4) Darah tepi
Bila eosinofil 5% atau 500/ml condong ada alergi. IgE total dan spesifik: Pemeriksaan
IgE spesifik menggunakan Radioallergosorbent test (RAST) lebih praktis dari pada test tusuk
kulit. Ketika seseorang mempunyai riwayat alergi makanan dan pemeriksaan IgE untuk
makanan tersebut positif, maka tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah menghindari
makanan tersebut.8
2.8 Penatalaksanaan
Non medikamentosa:

Avoidence, yaitu menghindari alergen yang menjadi penyebabnya.

Perawatan dan menjaga kebersihan rongga mulut untuk menghindari terjadinya


infeksi sekuder dan komplikasi lebih lanjut.

Medikamentosa:

Tergantung pada tingkat keparahan dari lesi. Pada kasus yang parah disertai dengan
eritema atau ulser, aplikasi preparat kortikosteroid topikal akan sangat membantu.11
Antihistamin bekerja secara kompetitif terhadap reseptor antihistamin pada sel,

dengan demikian anthistamin akan mencegah kerja histamin pada organ target.
Antihistamin juga mampu menghambat pelepasan mediator inflamasi, namun tidak dapat
menghilangkan efek histamin yang telah timbul sehingga lebih berguna sebagai
pencegahan terlepasnya kembali histamin dari pada sebagai pengobatan yang ditimbulkan
oleh stimulasi histamin.8
Antihistamin generasi pertama digunakan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk
kombinasi dengan obat lain. Contoh : klorfeniramine, difenhidramine, prometazin,
hidroksisin dan lain-lain. Namun, efek yang tidak diinginkan obat ini adalah
menimbulkan rasa mengantuk sehingga mengganggu aktifitas dalam pekerjaan.
Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi pertama,
memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar darah otak. Yang
termasuk dalam antihistamin ini yaitu terfenadin, astemizol, loratadin dan cetirizin.
Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping yang ditimbulkan agak
kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan

dosis yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama untuk
penderita alergi yang tergantung pada musim. Namun efek samping nya yg dilaporkan
terjadinya aritmia ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat menyebabkan
pingsan dan kematian mendadak.8
Tujuan mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan
farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan
dengan obat sebelumnya. Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,
norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL).8

Kortikosteroid topikal : triamnicolone 0,1% fluocinolone 0,05%.


Apabila diperantai oleh Ig E sistemik: kortikosteroid systemik.
Antihistamin untuk kadar Ig E yang sedang biasanya ada manifestasi pada kulit dan
tidak ada manifestasi sistemik.

2.9 Diagnostik Banding


1) Gingivostomatitis Herpetika primer
Persamaan : burning sensation, lesi erythema dan sakit saat makan
Perbedaan : disebabkan virus HSV tipe 1&2
2) Denture stomatitis
Persamaan : lesi erythema, edema
Perbedaan : disebabkan jamur candida albicans, OH buruk, terdapat lesi putih, kronis
2.10

Prognosis
Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi alergi makanan biasanya akan
membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna
akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi
makanan juga akan ikut berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi
makanan pun akan berkurang secara bertahap.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Langlais,RP, Miller C.S. 2012. Atlas Berwarna: Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan ed.4.
Jakarta:EGC
2. Erni Indrawati dan Kus Harijanti 2014. Managementofallergic stomatitisdue todaily
foodconsumption(Penatalaksanaan stomatitis alergika akibat konsumsi makanan seharihari). Dentofasial, Vol.13, No.2, Juni 2014:129-134
3. Muhaimin Rifai, PhD.Med.Sc. ALERGI DAN
HIPERSENSITIF.

JURUSAN

BIOLOGI

HIPERSENSITIF

FAKULTAS

MATEMATIKA

ALERGI

DAN

DAN

ILMU

PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011


4. Judarwanto W. 2005. ALERGI MAKANAN, DIET DAN AUTISME. Children Allergy
Center, Rumah Sakit Bunda Jakarta Children Family Clinic Jakarta.
5. Rahmat Cahyanur, Sukamto Koesnoe, Nanang Sukmana. Sindrom Hipersensitivitas Obat. J
Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 4, April 2011
6. Sugiatmi. Alergi Makanan. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012
7. Priska, Pricillia Sianita K. Herlianti lswari S. FAKTOR ALERGI PADA ALAT ORTODONTI
CEKAT (Fixed Appliance) . Tahun 28 Nornor 310 JL.Ih 2011

8. Erni Indrawati dan Kus Harijanti 2014. Managementofallergic stomatitisdue todaily


foodconsumption(Penatalaksanaan stomatitis alergika akibat konsumsi makanan seharihari). Dentofasial, Vol.13, No.2, Juni 2014:129-134
9. Greenberg, Glick, Ship. 2008. Barkets Oral Medicine 11th ed. India : BC decker
10. Langlais R.P, Miller C.S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Hipokrates
11. Lynch, M.A; Vernon J. Brightman; Martin S. Greenberg. 1994. Burket : Ilmu penyakit mulut.
Edisikedelapan.Jilid I.Sianita Kurniawan. Jakarta. Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai