Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dari tutorial Mengapa tiba-tiba demam dan sariawan ?. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada drg. Irnamanda DH, M.Si
yang membimbing kami dalam tutorial dan penyusunan makalah ini. Makalah ini
disajikan dengan bahasa yang singkat dan mudah dimengerti. Makalah ini diawali
dengan bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi skenario dan analisis masalah Mengapa
tiba-tiba demam dan sariawan ?, bab 2 yaitu menjawab sasaran belajar yang
ada pada tutorial pertama, dan bab 3 merupakan bagian penutup yang berupa
kesimpulan dan saran. Makalah ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka yang
menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat
menyadari tentunya makalah ini belum sempurna. Kami mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun, semoga pada penulisan selanjutnya akan lebih baik. Akhir
kata, kami berharap makalah tutorial kami ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Amin.

Banjarmasin, Mei 2016

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
1.1

Skenario...........................................................................

1.2

Identifikasi Masalah.........................................................

1.3

Klarifikasi Masalah..........................................................

1.4

Problem Tree....................................................................

1.5

Sasaran Belajar................................................................

PEMBAHASAN
2.1

.........................................................................................

2.2

.........................................................................................

2.3

.........................................................................................

2.4

.........................................................................................

2.5

.........................................................................................

2.6

.........................................................................................

PENUTUP
3.1

Kesimpulan......................................................................

3.2

Saran................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Skenario

Mengapa tiba-tiba demam dan sariawan ?


Pasien anak-anak usia 10 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sariawan dimulut
sehingga tidak bisa makan. Sariawan disertai demam. Menurut orang tua pasien
demam muncul 3 hari yang lalu, kemuadian diikut sariawan dalam mulut dan
adanya gatal dan luka pada telapak tangan dan kaki. Hal ini terjadi setelah anaknya
berenang di waterboom. Pemeriksaan ekstra oral tampak pada telapak tangan dan
kaki berupa ulser, multiple, diameter 3mm, sakit dan vesikula, multiple diameter 23mm, gatal dan panas. Pemeriksaan intra oral tampak ulser, multiple, diameter 25mm di mukosa lidah, bukal kanan kiri, dan mukosa bibir atas bawah. Pasien baru
diberikan orang tuanya obat demam parasetamol.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apa diagnosa pada skenario?
2. Penyebab penyakit tersebut?
3. Hubungan berenang dengan penyakit yang di derita?
4. Apa maksud orang tua memberikan obat parecetamol?
5. Hubungan sariawan dengan demam?
6. Kenapa lesi terjadi di telapak tangan, kaki, mulut?
7. Apa hubungan usia dengan penyakit?
8. Komplikasi dari diagnosa?
9. Pemeriksaan penunjang seperti apa yang digunakan?
10. S.O.A.P?
11. Pentalaksanaan pada penyakit?
12. Bagaimana cara penularannya?
13. Penanganan pertama pada pasien?
14. Bagaimana pencegahan terhadap diagnosa?
1.3 Klarifikasi Masalah
1. HFMD karena diliat dari lesi anak pada skenario hanya memiliki luka pada
daerah tangan,kaki, dan mulut.
2. Dikarnakan viris coxsakie dan enterovirus
3. anak yang tertular berenang diwaterboom sehingga anak yang pada skenario ikut
tertular, karena virus ini menular lewat cairan
4. Untuk menurunkan demam dan rasa sakit pada anak tersebut
5. Demam adalah perlawan tubuh terhadap virus
6. Karena tangan, kaki, dan mulut adalah hal yang pertama kali berkontak

7. Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit dikarnakan imun yang tidak sempurna
8. Meningitis
9. Perlu, yaitu kultur jaringan untuk memastikan penyakit
10. S=anak-anak 10 tahun, tidak bisa makan
O=lesi pada telapak tangan,kaki, dan mulut
A=HFMD
P=imun yang rendah diberi obat sedangkan imun yang tinggi bisa sembuh
sendiri
11. Imun rendah di beri obat sedangkan imun yang tinggi bisa sembuh sendiri
12. Virus bisa menular lewat cairan seperti saliva,sputum,dan faces
13. SB
14. Menjauhkan barang-barang yang tertular dan mengonsumsi makanan yang
sempurna

1.4 Problem Tree

HM
M
F
D
D
E
F
I
N
I
S
I

E L A L U I C A I R A N = U L S E R ,V E S I K U L A ,D E M A M 3
H A R I ,V E S I K U L A D I T E L A P A K T A N G A N D A N
K A K I, U L S E R M U L T IP L E

1.5 Sasaran Belajar


1. Menjelaskan definisi Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
2. Menjelaskan etiologi Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
3. Menjelaskan epidemiologi Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
4. Menjelaskan manifestasi klinis Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
5. Menjelaskan patogenesis Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
6. Menjelaskan cara penularan Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
7. Menjelasksan penatalaksanaan Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)

8. Menjelasksan diagnosis banding Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)


9. Menjelasksan komplikasi Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)
10. Menjelasksan penetapan diagnosa Hand-foot-and-mouth disease
(HFMD)
11. Menjelasksan prognosis Hand-foot-and-mouth disease (HFMD)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi Hand Foot and Mouth Disease


Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) merupakan salah satu penyakit
infeksi akut, disebabkan enterovirus yang biasanya bersifat ringan dan swasirna,
akan tetapi komplikasi seperti meningitis, ensefalitis dan edema pulmonum yang
dapat berakhir dengan kematian dapat terjadi berkaitan dengan Enterovirus 71
(EV 71) sebagai salah satu penyebabnya. Enterovirus nonpolio masih merupakan
penyebab yang penting dalam kesakitan terutama pada usia anak-anak karena
belum ditemukannya vaksin dan terapi antivirus yang efektif(Christine dkk,
2010).
Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalahsuatu penyakit infeksi
sistemik akut, disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus

pada mulut dan eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal
disertai dengan gejala konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna.Anakanak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat
terjadi di antara anggota keluarga dan kontak erat. Sanitasi yang jelek, status
ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung
dalam penyebaran infeksi ini (Christine dkk, 2010).
2.2

Etiologi Hand Foot and Mouth Disease


HFMD atau dikenal juga dengan sebutan PTKM (Penyakit Tangan, Kaki
dan Mulut) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang
masuk dalam family Picornaviridae , genus Enterovirus, terutama virus
Coxsackie Grup A, khususnya tipe A16. Di dalam famili Picornaviridae , terbagi
menjadi genus Enterovirus dan Rhinovirus. Di dalam genus Enterovirus, terdiri
dari Poliovirus, tipe 1-3Coxsackievirus kelompok A, tipe 1-24 (tidak ada tipe
23) Coxsackieviruskelompok B, tipe 1-6 Echovirus, tipe 1-34 (tidak ada tipe 10
dan tipe 28)dan Enterovirus, tipe 68-71. Enterovirus adalah penghuni sementara
saluran pencernaan manusia dan dapat diisolasi dari tenggorokan atau usus
bawah. Enterovirus yang bersifat sitopatogenik (Poliovirus, Echovirus, dan
beberapa Coxsackievirus), pertumbuhannya dapat segera terjadi pada suhu 36 oC
sampai 37oC dalam biakan primer sel ginjal manusia dan monyet. Coxsackievirus
yang termasuk dalam genus Enterovirus, terbagi menjadi kelompok A dan B.
Coxsackievirus kelompok A serotipe tertentu menyebabkan penyakit herpangina
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM) dan konjungtivitas hemoragik akut.
Coxsackievirus

kelompok

dapat

menyebabkan

penyakit

pleurodinia,miokarditis, perikarditis, dan meningoensefalitis.Penyebab HFMD

yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackievirus A16,
sedangkan yang memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau
timbul komplikasi sampai menyebabkan pasien meninggal disebabkan oleh
Enterovirus 71 (WHO, 2011).
Coxsackievirus A16 memiliki ukuran partikel27nm virion RNA
messenger 31% RNA divirion bersifat stabil dalam pH asam (pH 3,0-5,0)
selama 1-3 jam komposisi RNA: A=30%, U=24%, G=23%, C=23% memiliki
berat jenis apung kira-kira 1,34 gram /ml dalam CsCl. Sifat antigen dari
Coxsackievirus yaitu sekurang kurangnya sekarang dikenal 29 tipe imunologik
Coxsackievirus yang berlainan, 23 tipeterdaftar dalam kelompok A (termasuk
Coxsackievirus A16) dan 6 tipe terdaftar dalam kelompok B (WHO,2011).
HFMD

disebabkan

oleh

sejumlah enterovirus nonpolio termasuk


Coxscakievirus A5, A7, A9, A10, A16,
B1,

B2,

B3,

B5,

enteroviruslainnya.

echovirus
Paling

dan
sering

penyebabnya adalah CV A16 dan EV


71. Enterovirus merupakan virus kecil
nonenveloped berbentuk icosahedral yang mempunyai diameter sekitar 30 nm
dan terdiri atas molekul linear RNA rantai tunggal. Virus ini ditemukan di sekresi
saluran pernafasan seperti saliva, sputum atau sekresi nasal, cairan vesikel dan
feses dari individu yang terinfeksi (Christine dkk, 2010).
2.3

Epidemiologi Hand Foot and Mouth Disease

Beberapa tahun terakhir ini epidemi HFMD yang berkaitan dengan EV


71 lebih banyak ditemukan di Asia Tenggara termasuk Malaysia (1997) Taiwan
(1998) dan Singapura (2000). Epidemi HFMD juga terjadi di Jepang pada tahun
2000, 2005 dan 2007 serta Cina pada tahun 2008. Epidemi terbesar terjadi pada
tahun 1998 di Taiwan yang menginfeksi lebih dari 120.000 orang dan
menyebabkan 78 kematian (Christine dkk, 2010).
Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM) yang disebabkan oleh
Coxsackievirus A16 ini, sangat menular dan sering terjadi pada musim panas.
PTKM adalah penyakit yang sering terjadi pada kelompok masyarakat yang
berpenduduk padat dan umumnya menyerang anak-anak berusia antara 2
minggu sampai 5 tahun (kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa jarang
menderita penyakit tersebut karena daya tahan tubuhnya lebih kuat, walau
kadang orang dewasa bisa juga terserang penyakit ini. Penularannya melalui
jalur fekal-pral (pencernaan) dan saluran pernapasan, yaitu dari droplet (butiran
ludah), pilek, air liur, tinja, cairan vesikel (kelainan kulit berupa gelembung kecil
berisi cairan) atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang,
handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi
itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (carrier) seperti lalat dan kecoa.
Kontak dalam keluarga merupakan sumber utama infeksi Coxsackievirus A16
ini. Begitu virus sudah masuk dalam keluarga, semua orang yang rentan dalam
keluarga tersebut biasanya terkena infeksi, meskipun tidak semuanya memiliki
gejala klinis yang nyata. Penyakit ini memberi imunitas spesifik, namun anak
dapat terkena PTKM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi
Coxsackievirus A16 ini adalah 2 5 hari.

HFMD dipengaruhi oleh cuaca dan iklim di mana lebih sering terjadi
selama musim panas dan musim gugur (pada negara-negara dengan iklim
sedang) serta sepanjang tahun di negara tropis. Wabah dapat terjadi secara
sporadis atau epidemik.
2.4

Manifestasi Klinis Hand Foot and Mouth Disease


Gambaran klinis HFMD terjadi hampir 100% pada anak-anak usia
prasekolah yang terinfeksi namun hanya 11% individu dewasa yang terinfeksi
memiliki kelainan kulit. Setelah fase inkubasi 3 hingga 6 hari, penderita dapat
mengeluh panas badan yang biasanya tidak terlalu tinggi (38C hingga 39C),
malaise, nyeri perut, dan gejala traktus respiratorius bagian atas seperti batuk
dan nyeri tenggorok. Dapat dijumpai pula adanya limfadenopati leher
dansubmandibula.Eksantema biasanya nampak 1 hingga 2 hari setelah onset
demam, tetapi bias bervariasi tergantung serotipe yang terlibat (Christine dkk,
2010).
Hampir semua kasus HFMD mengalami lesi oral yang nyeri. Biasanya
jumlah lesi hanya beberapa dan bisa ditemukan di mana saja namun paling
sering ditemukan di lidah, mukosa pipi, palatum durum dan jarang pada
orofaring.Lesi dimulai dengan makula dan papula berwarna merah muda cerah
berukuran 510 mm yang berubah menjadi vesikel dengan eritema di
sekelilingnya.Lesi ini cepat mengalami erosi dan berwarna kuning hingga abuabu dikelilingi oleh halo eritema.Beberapa literatur lain menyebutkan bentuk lesi
ini sebagai vesikel yang cepat berkembang menjadi ulkus.Lesi pada mulut ini

dapat bergabung, sehingga lidah dapat menjadi eritema dan edema (Christine
dkk, 2010).
Lesi kulit terdapat pada dua pertiga penderita dan muncul
beberapa

saat setelah

lesi

oral.

Lesi

ini

paling

banyak

didapatkan pada telapak tangan dan telapak kaki. Selain itu


dapat juga pada bagian dorsal tangan, sisi tepi tangan dan kaki,
bokong dan terkadang pada genitalia eksternal serta wajah dan
tungkai.Tangan lebih sering terkena daripada kaki.Pada anakanak yang memakai diapers lesi dapat timbul di daerah
bokong.Lesi di bokong biasanya sama dengan bentuk awal
eksantema

namun

sering

tidak

memberikan
gambaran

vesikel

(Christine dkk, 2010).

Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 2


8 mm yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips atau segitiga
berisi cairan jernih dengan dikelilingi halo eritematus.Literatur
lain menggambarkan lesi vesikel ini berdinding tipis dan
berwarna putih keabu-abuan. Aksis panjang lesi sejajar dengan
garis kulit pada jari tangan dan jari kaki. Lesi pada kulit dapat
bersifat

asimtomatik

atau

nyeri.Jumlahnya

bervariasi

dari

beberapa saja hingga banyak. Setelah menjadi krusta, lesi


sembuh dalam waktu 7 hingga 10 hari tanpa meninggalkan
jaringan parut.Referensi lain menyatakan bahwa vesikel ini
dapat sembuh melalui resorpsi cairan dan tidak mengalami
krustasi. Penyakit dengan gejala simtomatis yang fatal dapat
terjadi dalam 2 hingga 5 hari infeksi, di mana merupakan waktu
yang sangat terbatas untuk memberikan terapi yang efektif,
jika tersedia(Christine dkk, 2010).

Bila ada gejala yang cukup berat, barulah penderita perlu dirawat di
rumah sakit. Gejala yang cukup berat tersebut antara lain:
- Hiperpireksia, yaitu demam tinggi dengan suhu lebih dari 39 C.
- Demam tidak turun-turun - Takikardia (nadi menjadi cepat)
- Takipneu, yaitu napas jadi cepat dan sesak
- Malas makan, muntah, atau diare berulang dengan dehidrasi.
- Letargi, lemas, dan mengantuk terus
- Nyeri pada leher, lengan, dan kaki.
- Kejang-kejang, atau terjadi kelumpuhan pada saraf kranial
- Keringat dingin - Fotofobia (tidak tahan melihat sinar)
- Ketegangan pada daerah perut
-Halusinasi atau gangguan kesehatan

2.5

Patogenesis Hand Foot and Mouth Disease

Setelah virus masuk melalui jalur oral atau pernafasan akan terjadi
replikasi awal pada faring dan usus, kemungkinan dalam sel M mukosa. Masingmasing serotipe memiliki reseptor yang merupakan makromolekul permukaan
sel yang digunakan untuk masuk menuju sel inang.
Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada
jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional.
Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang
diikuti dengan viremia. Adanya viremia primer (viremia minor) menyebabkan
penyebaran ke sistem retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa,
sumsum tulang dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun dapat membatasi
replikasi dan perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang
menyebabkan terjadinya infeksi subklinis. Infeksi klinis terjadi jika replikasi
terus berlangsung di sistem retikuloendotelial dan virus menyebar melalui
viremia sekunder (viremia mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat
(SSP), jantung dan kulit. Kecenderungan terhadap organ target sebagian
ditentukan oleh serotipe yang menginfeksi. Coxsackievirus, echovirus dan EV
71 merupakan penyebab tersering penyakit virus dengan manifestasi pada kulit.
HFMD yang disebabkan oleh coxscakievirus A16 biasanya berupa lesi
mukokutan ringan yang menyembuh dalam 710 hari dan jarang mengalami
komplikasi. Namun enterovirus juga dapat merusak berbagai macam organ dan
sistem. Kerusakan ini diperantarai oleh nekrosis lokal dan respon inflamasi
inang.
Virus umumnya berada di dalam tenggorokan selama 1 minggu pertama
dari atau saat sakit dan terdapat pada feses dari 1-4 minggu setelah serangan

penyakit saat itu virus tersebut sudah dapat diisolasi dari urat saraf tulang
belakang, otak, hati, dan pada kulit yang luka. Pada beberapa penelitian
disebutkan bahwa virus dapat berada dalam feses hingga 5 minggu. Higiene dari
anak-anak yang tidak adekuat juga dikaitkan dengan meningkatnya viral load
dan menyebabkan penyakit yang lebih parah. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Kuo dkk. (2002) disebutkan bahwa infeksi EV 71. memberikan cytopathic
effect yang luas, menyebabkan kerusakan sel dan akhirnya sel mati. Ekspresi
adanya EV 71 2A protease (2Apro) sendiri dapat menginduksi terjadinya
perubahan
apoptotik.
virus
RNA

enterovirus
coxsackievirus
A16 atau
enterovirus 71.
virus menyebar
melalui viremia
sekunder ke organ
target seperti SSP,
jantung dan kulit.
timbul bintik
merah
membentuk
lepuhan kecil pada
mulut, telapak
tangan, dan
telapak kaki.

2.6

tersebar
melalui droplet
pernafasan,
rute oral-oral,
dan fekal-oral.
Replikasi awal pada
faring dan usus
diikuti jaringan
limfoid dan kelenjar
limfe dlm wktu 24
jam.
7 hari kemudian
kadar antibodi
penetral akan
mencapai puncak
dan virus
tereliminasi

Cara Penularan Hand Foot and Mouth Disease


Penularan terjadi melalui fecal-oral pada sebagian besar kasus.
Selain itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan
atau oral-to-oral route. Secara kontak langsung dengan cairan tubuh penderita

(cairan hidung, mulut, vesikel) melalui batuk, berbicara dan bersin (droplet).
Secara oral fecal melalui tangan, mainan, dan alat-alat lain yang tercemar oleh
feses penderita atau melalui barang-barang yang terkontaminasi oleh sekresi
pilek, air liur, tinja, dan cairan vesikelm penderita.
Penularan secara vertikal dari ibu ke janin juga dapat terjadi.Infeksi pada
trimester pertama dapat menyebabkan aborsi spontan atau intrauterine growth
retardation(Christine dkk, 2010).

2.7

Penatalaksanaan Hand Foot and Mouth Disease


1. Istirahat yang cukup
2. Pengobatan spesifik tidak ada, jadi hanya diberikan secara simptomatik
saja berdasarkan keadaan klinis yang ada
3. Dapat diberikan:
Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau
neonatus
Extracorporeal membrane oxygenation.
Pengobatan simptomatik:
Antiseptik di daerah mulut
Analgesik, misalnya parasetamol
Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum karena
demam
Pengobatan suportif lainnya (misalnya gizi)
Penyakit ini adalah self limiting diseases, yaitu dapat sembuh dengan
sendirinya, dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh

menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi
tersebut diatas.
Anak yang menderita penyakit ini harus tetap mandi, namun ketika
menggosok tubuh dengan sabun harus perlahan agar bintil berairnya tidak pecah.
Bila demam penderita sangat tinggi, dapat dibantu dengan kompres dan obat
penurun panas. Jika bagian kulit yang terdapat ruam dan bintil berair terasa
gatal, dapat ditaburi dengan bedak pengurang rasa gatal.
Bintil yang pecah dapat diberi salep antibiotik untuk mencegah
menyebarnya infeksi. Pasien yang tidak mau makan dan minum, tubuhnya akan
menjadi kekurangan cairan (dehidrasi), sehingga rentan terhadap infeksi yang
lebih berat. Untuk pasien seperti itu, maka perlu dirawat di rumah sakit agar
mendapat terapi cairan yang cukup. Dalam jumlah kecil, juga terdapat pasien
yang mengalami komplikasi yang cukup berat yaitu ensefalitis (radang selaput
otak). Pasien HFMD dengan ensefalitis memiliki gejala demam yang terus
menerus tinggi dan hilang kesadaran.
Bila seperti itu, maka harus segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat agar pasien bisa mendapatkan perawatan yang memadai dan intensif.
- Oral :
obat kumur antiseptic (Povidone Iodine 1%, Klorhexidine glukonat 0,2%)
- Sistemik :
1.

Antivirus (Methisoprinol 500mg 3x1 selama 5 hari), NSAID


(Parasetamol 500mg 3x1, Ibuprofen 400 mg 3x1 selama 5 hari)

multivitamin serta imunomodulator

dan

2.

Antipiretika : untuk menurunkan demam, misalnya : asetaminofen.


Perlu diperhatikan bahwa penggunaan golongan NSAID (Non
Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dapat menimbulkan gejala
sindrom Stenven-Johnson yang menunjukkan gejala mirip dengan
penyakit ini dan dapat memperparah ulser sehingga disarankan

digunakan dengan golongan antasida, atau jika ada dipilih

untuk

golongan

antipiretika/analgetika yang lain.


3.
Antiseptika : berbagai bentuk sediaan kumur, seperti : betadine,
rebusan daun sirih, dan tablet hisap, seperti SP troches, FG troches,
4.

dsb.
Antibiotika : lokal atau sistemik, digunakan untuk mencegah atau
mengatasi infeksi karena mikroba pada ulser di mulut dan kulit,
ditentukan oleh dokter, seperti : neosporin (lokal), klindamisin,
eritromisin,dsb.
5. Antihistamin: Inhibisi antihistamin pada reseptor H1 menyebabkan
kontriksi bronkus, sekresi mukosa, kontraksi otot halus, edema,

6.

hipotensi, depresi sususan saraf pusat, dan aritmia jantung.


Golongan Antasida dan Antiulser digunakan untuk mengatasi
gastritis, ulser di mulut dan saluran cerna. Biasanya digunakan

kumur, namun jika didiagnosis ada luka di saluran gastrointestinal

untuk
maka

antasida ditelan.

Instruksi : bed rest dan mengkonsumsi makanan lunak tinggi kalori

protein
Edukasi kepada penderita
- Virus masih dapat berada di dalam tinja penderita hingga 1 bulan.

dan

- Isolasi pasien sebenarnya tidak diperlukan, namun perlu istirahat untuk


pemulihan dan pencegahan penularan lebih luas.
- Selalu mencuci tangan dengan benar untuk mengurangi resiko penularan.
- Jangan memecah vesikel.
- Mencegah kontak dengan cairan mulut dan pernafasan antara penderita dengan
anggota keluarga yang lain.
- Meningkatkan kekebalan tubuh dengan sebisa mungkin makan makanan
bergizi, sayur-sayuran berkuah, jus buah, segera setelah rasa nyeri di mulut
berkurang.
- Mencegah dehidrasi dengan memasukkan cairan, untuk mengurangi rasa sakit
sebisa mungkin cairan yang isotonis dan isohidris (tidak terasa asam/terlalu
manis).
2.8

Diagnosis Banding Hand Foot and Mouth Disease


Diagnosis banding yang paling dekat adalah enantema pada herpangina.
Kedua panyakit ini disebabkan oleh enterovirus. HFMD dibedakan dari
herpangina berdasarkan distribusi lesi oral dan adanya lesi kulit. Herpangina
berupa enantema tanpa lesi kulit dengan lokasi yang tersering di plika anterior
fossa tonsilaris, uvula, tonsil, palatum molle (Christine dkk, 2010).
HFMD juga perlu dibedakan dengan eritema multiforme minor,
stomatitis aphthosa, erupsi obat dan herpes ginggivostomatitis berkaitan dengan
penatalaksanaannya. HFMD dibedakan dengan eritema multiforme minor dari
lesi kulitnya yang bentuknya oval dan berwarna abu-abu di mana pada eritema
multiforme bentuknya lesi target. Lesi kulit HFMD jarang mengenai badan. Hal
ini yang membedakan dengan infeksi varisela.

Diagnosis banding yang lain yang perlu dipertimbangkan adalah eritema


multiforme,

varisela,

stomatitis

aphthosa,

erupsi

obat,

herpes

ginggivostomatitis.Stomatitis aphthosa dibedakan dengan HFMD dengan tidak


adanya demam dan tanda sistemik lainnya serta riwayat kekambuhan. Penderita
herpes ginggivostomatitis biasanya mengalami lesi yang lebih nyeri dengan
limfadenopati leher dan ginggivitis yang lebih menonjol. Lesi pada`kulit
biasanya terbatas perioral namun dapat mengenai jari tangan yang dimasukkan
ke mulut. Lesi kulit pada varisela lebih luas dengan distribusi sentral jarang pada
telapak tangan dan kaki serta lebih jarang dijumpai lesi oral.Jika eksantema pada
HFMD berbentuk makulopapuler maka lesi ini harus dibedakan dengan erupsi
obat meskipun jarang. Pada eritema multiforme biasanya ditemukan lesi yang
khas berupa lesi target (Christine dkk, 2010).
PTKM sebenarnya berbeda dengan cacar air, perbedaannya yaitu:
o Pada PTKM biasanya ruam dan bintil berair hanya terdapat di daerah tangan,
kaki, dan mulut, sedangkan pada campak dan cacar air, ruam timbul mulai dari
daerah tubuh hingga ke wajah, tangan, dan kaki
o Pada PTKM, bila bintil berairnya pecah, setelah sembuh tidak menimbulkan
bekas, sedangkan pada cacar air setelah pecah bintil berair akan menjadi
keropeng
o Selain ruam dan bintil berair, yang paling khas pada PTKM adalah luka di
dalam mulut, terutama lidah yang sangat nyeri, sedangkan pada cacar air tidak
ada luka di dalam mulut.
2.9

Komplikasi Hand Foot and Mouth Disease

Komplikasi serius jarang terjadi pada penderita HFMD. Komplikasi


paling sering terjadi akibat ulserasi oral yang nyeri, sehingga dapat mengganggu
asupan oral dan menyebabkan dehidrasi.3 Seperti halnya penyakit kulit lainnya,
infeksi sekunder karena bakteri juga dapat terjadi pada lesi kulit penderita
HFMD.26 Satu komplikasi yang jarang yaitu eczema coxsackium terjadi pada
individu dengan eksema. Pada penderita ini berkembang infeksi virus kutan
diseminata yang sama dengan yang terlihat pada eczema herpeticum.
Komplikasi serius yang berkaitan dengan HFMD dan paling banyak ditemui
adalah meningitis aseptik. Meningitis aseptik jarang mengancam jiwa dan pada
penderita juga tidak terjadi komplikasi lanjutan yang permanen. Epidemik EV
71 yang terjadi di Taiwan berakibat terjadinya bentuk penyakit yang parah
seperti ensefalitis, ensefalomielitis, polio-like syndromes, miokarditis, edema
pulmonum, perdarahan di paru-paru dan kematian.1 Huang dan kawan-kawan
(1999) mendeskripsikan komplikasi neurologis terkait EV 71 dalam istilah
sindroma neurologik yang terdiri dari aseptic meningitis, acute flaccid paralysis
dan brain stem encephalitis atau rhomboencephalitis.
Hingga sekarang, hanya sedikit yang diketahui tentang mekanisme
respon molekuler inang terhadap infeksi EV 71. Telah disebutkan bahwa
ekspresi adanya EV 71 2A protease (2Apro) berperan terhadap terjadinya
apoptosis pada infeksi EV 71. EV 712Apro menyebabkan pemecahan
eukaryotic initiation factor 4GI (eIF4GI) yang mana merupakan faktor kunci
pada sintesis protein host. Pemecahan ini mengganggu pembentukan kompleks
eIF4GI, sehingga menghambat proses translasi dan akhirnya berakibat terjadinya
kematian sel secara apoptotik.

Meskipun komplikasi serius jarang terjadi namun sebaiknya tetap harus


waspada terhadap perjalanan penyakit HFMD yang berkaitan dengan infeksi EV
71. Faktor risiko infeksi EV 71 dengan perkembangan penyakit menuju ke
keterlibatan SSP dikaitkan dengan dengan umur yang semakin muda, demam,
muntah, ulkus pada mulut, kesulitan bernafas, alat gerak yang dingin dan
produksi urin yang jelek. Jika terjadi gejala simtomatis yang mengarah ke
keterlibatan SSP maka penanganganan harus segera dilakukan secara adekuat
karena progresivitas penyakit yang cenderung cepat dan dapat berakhir dengan
kematian akibat terjadinya gagal jantung-paru (Christine dkk, 2010).
Komplikasi penyakit ini adalah:
- Meningitis (radang selaput otak) yang aseptik
- Ensefalitis (radang otak)
-Myocarditis (Coxsackievirus Carditis) atau pericarditis
-Acute Flaccid Paralysis atau Lumpuh Layuh Akut (Polio-like illness)
Satu kelompok dengan penyakit ini adalah :
- Vesicular stomatitis dengan exanthem (PTKM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit
ini)
- Vesicular Pharyngitis (Herpangina) - EV 70
- Acute Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10
2.10

Penetapan Diagnosa

Pemeriksaan Laboratorium
Standar kriteria untuk mendiagnosis infeksi enterovirus adalah
dengan isolasi virus. Virus dapat diisolasi dan didentifikasi melalui kultur
dan teknik immunoassay dari lesi kulit, lesi mukosa atau bahan

feses.Spesimen oral memiliki angka isolasi tertingggi. Pada penderita


dengan kelainan kulit berupa vesikel, swab dari vesikel merupakan bahan
yang baik. Pada penderita tanpa vesikel, dapat diambil swab dari rektum.
Untuk isolasi virus, pengumpulan 2 swab dianjurkan yaitu dari
tenggorok dan yang lain dapat dari vesikel atau rektum.
Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat
dalam mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini
menjadi uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh
ketersediaannya dan biayanya yang relatif mahal.

Pemeriksaan Histopatologis
Terdapat gambaran degenerasi retikuler pada epidermis yang
menghasilkan terbentuknya celah intraepidermal diisi oleh neutrofil, sel
mononuklear dan bahan eosinofilik protein. Vesikel ini memiliki atap
yang nekrotik dengan diskeratosis dan akantolisis. Pada lapisan dermis
bagian atas nampak edem dan terdapat infiltrat sel campuran
perivaskuler. Tidak ditemukan viral inclusion atau multinucleated giant
cell.

2.11

Prognosis Hand Foot and Mouth Disease


Secara umum HFMD memiliki prognosis yang baik dan kebanyakan
kasus diharapkan dapat sembuh secara total. Komplikasi serius jarang terjadi.
Komplikasi yang parah dapat timbul jika terjadi salah diagnosis, tidak dapat
memelihara hidrasi yang adekuat dan gagal dalam mengenali tanda-tanda
menuju adanya keterlibatan neurogenik. Belum ada vaksin yang efektif untuk
mencegah infeksi EV 71. Risiko infeksi dapat diturunkan dengan tindakan
higiene yang bagus dan dengan menghindari kontak antara individu yang
terinfeksi dan individu yang rentan (Christine dkk, 2010).

Anda mungkin juga menyukai