arah potensial space atau rongga jaringan ikat kendor yang berada di
bawahnya, dan hal ini bisa mengakibatkan sepsis atau bakeri
meracuni pembuluh darah.
7. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Daria anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher
(1)
, kesulitan makan dan menelan(13). Dari anamnesis juga
didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi(1,3,5) atau adanya riwayat higien gigi yang
buruk(3).
b. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda
sepsis seperti demam, takipnea, dan takikardi.(3,7) Selain itu
juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan dan
perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling,
(1,3,7)
disfonia, dan pada pemeriksaan mulut didapatkan
elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran
kelenjar limfe.(3)
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto
polos leher dan dada, yang mana sering memberikan
gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan
penyempitan jalan napas.(3) Pemeriksaan CT-Scan
memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak,
adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat
membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya
pernapasan bantuan.(3,4) Selain itu foto panoramik rahang
dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.
(3)
Pemeriksaan Penunjang.
- Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis
yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan
waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan
insisi drainase.
- Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan
pemilihan antibiotik dalam terapi.
- Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya
pembengkakan jaringan lunak dan menyingkirkan
kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.
- Foto panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi
abses serta struktur tulang yang terlibat infeksi.
- CT-scan
8. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma
lingua, sublingual hematoma, abses glandula salivatorius,
limfadenitis, dan peritonsilar abses.(3)
Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat
kriteria yang dikemukakan oleh Grodinsky yaitu(1,3) :
1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous
dengan atau tanpa pus
3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak
melibatkan kelenjar
4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara
limfatik
9. PENATALAKSANAAN
BAB 2
TINJAUAN TEORY
2.1 PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan
waktu. ( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak
sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga
tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan
dimana seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1.
Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan baik dari luar maupun dalam. GCS Skor 14-15
2.
Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Skor 11-12 : somnolent
3.
Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka
mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan
mengelak terhadap rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4.
Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya
dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5.
Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. . Skor < 5 : koma
( Harsono , 1996 )
2.2 ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan
kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah
SEMENITE yaitu :
1.
S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah
kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh
kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah
yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan
berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi
maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat
mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat
disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada
serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada
perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh
akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis
dan luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac
tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum
yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah
haemorrhage (pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai cellular hypoperfusion dan
menunjukan
adanya
ketidakmampuan
untuk
memelihara
keseimbangan antara pengadaan cellular oxygen dan tuntutan
oxygen. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell,
kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan
mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak
cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima
chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini,
pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu
mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk pelepasan
catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh
hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi
yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah
(peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada
daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan
demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin
yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler,
tachycardia yang relatip dan kegelisahan.
2.
E : Ensefalitis
Computed
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan
malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark
serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat
penyakit lain.
GCS (Glasgow Coma Scale) Tingkat kesadaran
GCS
(Glasgow
Coma
Scale)
Tingkat
kesadaran
GCS adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada
orang
dewasa
yang
meliputi
:
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
14
9
3
15
13
8
=
=
=
CKR
CKS
CKB
lain:
(cidera kepala ringan)
(cidera kepala sedang)
(cidera
kepala
berat)
dilakukan
dengan
cara
menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu
(bagian dagu yang keras) ke atas. Ini disertai dengan
melakukan Head Tilt yaitu menahan kepala dan
mempertahankan posisinya. Hal ini dilakukan untuk
membenaskan
jalan
napas
korban.
b. jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke
bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan paha,
usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi
(imobilisasi)
dan
lakukanlah
Jaw
Thrust
gerakan
ini
dilakukan
untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada
tulang belakang bagian leher korban
10. sambil melakukan a atau b diatas, lakukanlah
pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan
Breathing (Pernapasan) korban.
11. metode pengecekan menggunakan metode Look,
3. posisikan
tangan
tegak
lurus
korban
seperti
gambar
4. tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang
diperoleh dari sendi panggul (hip joint)
bawah)
6. setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar
posisi dada kembali normal (seperti gambar kanan
atas)
7. satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali
tekanan, untuk memudahkan menghitung dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut : satu dua
tiga empat SATU satu dua tiga empat DUA satu
dua tiga empat TIGA satu dua tiga empat EMPAT
satu dua tiga empat LIMA satu dua tiga empat
ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :
push deep
push hard
push fast
maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
minimum interruption (pada saat melakukan
prosedur ini penolong tidak boleh diinterupsi)
Memindahkan Korban
Sebisa mungkin, jangan memindahkan korban yang
terluka kecuali ada bahaya api, lalu-lintas, asap
beracun atau hal lain yang membahayakan korban
secara
perlahan-lahan
tanpa
A.
Infeksi Odontogenik
yang
Berdasarkan
lama
dan
keparahan,
inflamasi
diklasifikasikan menjadi akut, subakut dan kronis.
(Fragiskos, 2007)
B.
Etiologi
Patofisiologi
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga
tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang
menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang
merupakan tahap komplikasi.
Infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu
adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa,
kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa).
Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas
secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan
bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai
apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak
bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya
proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan
atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang
nekrosis tersebut. Rangsangan yang ringan dan kronis
menyebabkan
membran
periodontal
di
apikal
mengadakan
reaksi
membentuk
dinding
untuk
mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan
periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa
periodontitis apikalis yang supuratif atau abses
dentoalveolar.
Pada infeksi sekitar foramen apikalis terjadi
nekrosis disertai akumulasi leukosit yang banyak dan
2.
Stadium serosa
Abses menembus periosteum, masuk tunika
serosa dari tulang dan
pembengkakan sudah ada
Mukosa mengalami hiperemi dan merah
Rasa sakit yang mendalam
Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada
fluktuasi
3. Stadium subkutan
Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
a.
1)
c.
d.
e.
Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan
sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang
berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis
perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras
tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan
pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak
terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan
daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar
terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem
pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi
seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi
secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.
E.
Macam Infeksi
Tahap awal infeksi odontogenik biasanya diinisiasi
oleh bakteri aerob yang bervirulensi tinggi (umumnya
streptococci) yang menyebabkan terjadinya celulitis,
Celulitis
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran
oedematus dari inflamasi akut padapermukaan jaringan
lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada
semua tempatdimana terdapat jaringan lunak dan
jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan
leher,karena biasanya pertahanan terhadap infeksi
pada daerah tersebut kurang sempurna.
Selulitis adalah suatu pembengkakan jaringan yang
hangat, difus, eritematus dan terasa nyeri. Selulitis bisa
mudah ditangani namun bisa juga menjadi parah dan
mengancam jiwa.
a)
Etiologi
Etiologinya
berasal
dari
bakteri Streptococcus
sp. Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti
Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium (Berini, et
al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya
merupakan infeksi campuran dari berbagai macam
bakteri,
baik
bakteri
aerob
maupun
anaerob
mempunyai fungsi yang sinergis.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan
infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis
yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga
rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal,
penyuntikan
dengan
menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar
ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila /
mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi
sekunder dari oral malignancy. Penyebab dari selulitis
adalah bakteri streptokokus, streptokokus piogenes dan
stapilokokus aureus.
b) Gejala Klinis
Abses
Abses adalah suatu poket jaringan yang
mengandung jaringan nekrotik, koloni bakteri dan sel
darah putih mati. Daerah infeksi bisa berfluktuasi
maupun tidak berfluktuasi (Abubaker dan Benson,
2007).
Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang
berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi
pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri
piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut
adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah
supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral
berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur
dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang
2)
3)
4)
Flegmon
Flegmon atau Ludwig Angina merupakan suatu infeksi
ruang submandibula berupa selulitis atau flegmon yang
progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan
seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses
dan tidak ada limfadenopati, sehingga keras pada
perabaan submandibula. Peradangan ruang ini
menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada
jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan
ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas secara potensial.
a.
Etiologi
Dilaporkan sekitar 50%-90% angina Ludwig berawal
dari infeksi odontogenik, khususnya dari molar dua
b.
c.
Gejala Klinik
Penderita Ludwig angina yang mempunyai riwayat
hygiene mulut buruk atau baru saja malakukan
ekstraksi gigi dan sakit gigi yang buruk gejala yang
timbul dapat bersamaan dengan sepsis seperti demam
dan takikardi.
Gejala yang lain adalah nyeri tenggorok dan leher,
disertai pembengkakan di daerah submandibula, yang
tampak hiperemis, nyeri tekan dan keras pada
perabaan (seperti kayu),drooling, dan trismus. Ada juga
yang
mengalami
disfonia
(a
hot
potato
voice),dikarenakan edema pada organ vokal.
Pada pemeriksaan mulut didapatkan dasar mulut
dan
leher
depan membengkak
secara
bilateral
berwarna kecoklatan , dapat mendorong lidah ke atas
dan belakang sehingga menimbulkan sesak nafas. Pada
palpasi teraba tegang dan kadangkala ada emfisema
subkutan serta tidak ada fluktuasi atau adenopati.
Meskipun banyak pasien sembuh tanpa komplikasi,
angina Ludwig dapat berakibat fatal dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas
belakang, sehingga menimbulkan sesak napas dan atau
stridor karena sumbatan jalan napas kemudian
sianosis.
Ciri lainnya adalah adanya pembengkakan besar,
tenderness (+), konsistensi keras seperti papan
(woody), kulit mengkilap, merah, panas/ hangat
jika lokasinya di dasar mulut, cirinya antara lain:
- lidah terangkat
- trismus
- limfonodi regional membengkak dan sakit
- mulut/ bibir terbuka
- air ludah sering mengalir keluar
- kepala cenderung tertarik ke belakang
Penegakan Diagnosis
Penatalaksanaan
4 Prinsip utama
1. Proteksi dan kontrol jalan napas
2. Pemeberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisi adekuat
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka
penanganan yang utama adalah menjamin jalan napas
yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan
anastesi
lokal. Selain
itu,
untuk
mengurangi
pembengkakan mukosa dapat diberikan nebulisasi
epinefrin. Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi
dan berspektrum luas secara intravena untuk
organisme gram positif dan gram negatif, aerob
maupun anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai
dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus. Antibiotik
yang
diberikan
misalnya
penicillin-G
dengan
metronidazole,
clindamicin,
cefoxitin,
piperacilin-