BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1.4.1 Institusi UPTD Puskesmas Mekar Sari
Puskesmas mendapatkan gambaran dan informasi faktor risiko pada balita
pneumonia yang berobat di Puskesmas Mekar Sari.
1.4.2 Pasien Pneumonia
Memberikan informasi mengenai bahaya pneumonia, dan faktor risiko
pneumonia pada keluarga pasien.
1.4.3 Peneliti
1. Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang faktor risiko pada balita pneumonia
yang berobat di UPTD Puskesmas Mekar Sari
2. Dapat menambah pengalaman dalam melakukan penelitian serta mengetahui
masalah yang timbul dalam pelaksanaan.
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
Pneumonia
2.1 Definisi
Pneumonia merupakan peradangan saluran pernapasan bawah (parenkim
paru) yang secara khusus melibatkan ruang alveolar. Adanya mikroorganisme di
ruang alveolar tanpa reaksi inflamasi menunjukkan adanya kolonisasi dan bukan
pneumonia.1
2.2 Etiologi
Etiologi pneumonia pada anak diklasifikasikan sebagai usia dan organisme
spesifik. Neonatus beresiko organisme bakterial di jalan lahir termasuk streptokokus
grup B, Klebsiella, E. coli, dan Listeria monocytogenes. Organisme Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus ditemukan pada
late onset pneumonia. Kelompok usia 30 hari-2 tahun organisme penyebab paling
sering adalh virus. Usia 2-5 tahun penyebab terbanyak adalah virus, namun
peningkatan temuan akibat s.pneumoniae dan H.influenzae sedang dipelajari.
Mycoplasma pneumoniae sesekali ditemukan pada kelompok usia 5-13 tahun, namun
S.pneumoniae tetap menjadi organisme yang paling banyak diidentifikasi.3
2.3 Epidemiologi
Terdapat sekitar 120 juta kasus pneumonia setiap tahunnya di seluruh dunia
yang menyebabkan 1,3 juta kematian. Anak-anak usia <2 tahun di negara
berkembang menyumbang 80% kasus kematian anak akibat pneumonia. 3 Secara
Global angka kejadian kasus pneumonia lebih dari 1.400 kasus/100.000 anak dengan
angka kejadian terbesar di Asia Selatan (2.500 kasus/100.000 anak), Afrika Barat dan
Tengah (1.620 kasus/100.000 anak). Pneumonia merupakan penyebab tertinggi
kematian balita dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Diperkirakan lebih
4
dari 700.000 balita meninggal akibat pneumonia setiap tahunnya atau sekitar 2.000
kematian per hari dan ini mencakup lebih dari 200.000 bayi baru lahir.2
Riset Kesehatan Dasar terbaru tahun 2018 terdapat 2.0% kasus pneumonia di
Indonesia dan sekitar 1,8-1,9% kasus di Kalimantan Timur. Survei Sample
Registration System Balitbangkes 2016 pneumonia menempati urutan ke 3 sebagai
penyebab kematian pada balita (9.4%. ) 7 Target indikator kinerja P2M Indonesia
tahun 2023 persentase pengobatan kasus pneumonisa sesuai standar sebesar 70% dan
target tahun 2024 95%, capaian indikator pengobatan kasus pneumonia di Indonesia
sesuai standar tahun 2022 sebesar 53%. Capaian indikator pengobatan kasus
pneumonia di Kalimantan Timur sesuai standar tahun 2022 berada di atas angka
nasional sebesar 98%.8
biasanya >60x/menit, disertai dengan retraksi dada, hal ini sering dikaitkan dengan
gejala tidak spesifik lainnya seperti hipertermi, somnolen, food intolerance, dan
apnea.3
Pada bayi yang lebih besar umumnya dimulai dengan gejala sistem
pernapasan atas seperti batuk dan rinorea, setelah itu muncul demam, takipnea
(>50x/menit), merintih dan napas cuping hidung. Demam tinggi terutama pada anak
usia <2 tahun kebanyakan dikaitkan dengan penyakit serius meskipun tidak dapat
menentukan etiologi yang spesifik. Anak usia sekolah dan pra-sekolah mungkin
muncul dengan keluhan demam tinggi, disertai menggigil, batuk, dan nyeri dada.3
Temuan pada pemeriksaan fisik pneumonia bervariasi bergantung usia pasien.
Takipnea merupakan gejala yang sangat sensitif pada anak usia <5 tahun. Bayi yang
lebih muda dan bayi baru lahir datang dengan keluhan penurunan suara napas dan
hanya beberapa muncul dengan suara ronki. Suara ronki halus sering ditemukan pada
anak usia <2 tahun, ronki memiliki sensitivitas 75% dan spesifitas <60%. 4 Wheezing
mungkin ditemukan pada bayi yang menderita pneumonia karena virus atau pada
anak usia >5 tahun dengan agen pneumonia atipikal seperti Mycoplasma pneumoniae.
Namun, pemeriksaan fisik respirasi yang normal tidak menyingkirkan pneumonia
terutama pada 48 jam pertama (silent period).3
2.6 Diagnosis
Kecurigaan yang mengarah ke diagnosis umumnya dibuat secara klinis.
Pemeriksaan foto toraks tidak rutin dilakukan pada anak dengan pneumonia, namun
foto toraks masih menjadi baku emas untuk mendiagnosis pneumonia komunitas.
Foto toraks tidak bisa membedakan etiologi pneumonia baik bakterial, virus, ataupun
agen atipikal, meskipun begitu gambaran konsolidasi lobar kebanyakan disebabkan
oleh bakteri sedangkan gambaran interstisial disebabkan oleh virus ataupun agen
tipikal lainnya. Foto toraks penting dilakukan jika ada kecurigaan komplikasi seperti
abses atau empiema. Follow-up foto toraks harus dilakukan pada minggu ke-4 pada
kasus pneumonia berulang, ateletaksis, atau dugaan malformasi.3
6
2.7 Tatalaksana
Pneumonia umumnya cukup responsif dengan tatalaksana antibiotik dan rawat
jalan. Tatalaksana antibiotik bersifat empiris mengingat sulitnya menentukan agen
etiologi. Jika dicurigai agen etiologi adalah bakteri pemberian amoksisilin harus
diberikan 80-100 mg/KgBB/hari dibagi menjadi dua dosis selama 5-7 hari.
Pemberian antipiretik dan analgesik diindikasikan untuk menjaga kondisi anak lebih
baik dan mengurangi kebutuhan metabolisme dan penggunaan oksigen.11
WHO dalam Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities menyatakan rekomendasi 1 bahwa anak pneumonia
dengan napas cepat (takipnea) tanpa adanya retraksi dada (tarikan dinding dada ke
dalam) atau tanda bahaya lainnya harus diterapi dengan amoksisilin oral minimal
40mg/kgBB/dosis dua kali sehari selama 5 hari, daerah dengan prevalensi HIV
rendah berikan amoksisilin selama 3 hari, anak pneumonia dengan takipnea yang
gagal dengan terapi terapi lini pertama amoksisilin oral harus dirujuk ke fasilitas yang
memiliki pilhan terapi lini kedua.6
Rekomendasi 2 menyatakan anak 2-59 bulan dengan penumonia retraksi dada
harus diberikan terapi amoksisilin oral 40mg/KgBB/dosis dua kali sehari selama 5
hari. Rekomendasi 3 menyatakan anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus
diterapi dengan ampisilin parenteral dan gentamisin sebagai lini terapi pertama.
Ampisilin 50mg/KgBB atau benzil penisilin 50.000unit/KgBB IV/IM setiap 6 jam
8
2.8 Komplikasi
Setiap kali seorang pasien terus mengalami demam setelah 48-72 jam, maka
terdapat beberapa komplikasi seperti efusi pleura, empiema, abses, pneumatocele,
resistensi bakteri, atau pilihan antibiotik yang tidak adekuat harus dicurigai. Adanya
beberapa fokus ekstrapulmonal (perikardium, sendi, meningen) harus disingkirkan.
9
Efusi pleura atau empiema merupakan komplikasi yang mungkin terjadi pada 40%
anak yang dirawat di rumah sakit.11
2.9 Prognosis
Pada umumnya prognosis anak dengan pneumonia cenderung baik dan dapat
sembuh secara cepat dan sempurna, walaupun masih terdapat kelainan radiologi yang
bertahan sampai 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi normal. Pada beberapa anak
pneumonia dapat berulang dan berlangsung lebih dari 1 bulan.5
BAB III
10
METODOLOGI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan
bakteri. Terdapat sekitar 120 juta kasus pneumonia setiap tahunnya di seluruh dunia
yang menyebabkan 1,3 juta kematian, 80% angka ini disumbang oleh anak-anak usia
< 2 tahun di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab tertinggi kematian
balita dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Riset Kesehatan Dasar terbaru
tahun 2018 terdapat 2.0% kasus pneumonia di Indonesia dan sekitar 1,8-1,9% kasus
di Kalimantan Timur.
Berdasarkan hasil penelitian pada 5.1, didapatkan sebanyak 5 responden
selama penelitian. Jumlah responden laki-laki lebih banyak dibanding Perempuan,
faktor risiko pneumonia terbanyak pertama adalah memiliki orang tua perokok,
14
diikuti dengan Riwayat kelahiran BBLR. Hal ini sesuai dengan WHO (2022) dan
hasil penelitian Vivi, dkk (2021) dimana orang tua perokok dan BBLR menjadi faktor
risiko pneumonia, anak dengan orang tua perokok memiliki risiko 7x lipat lebih besar
mengalami pneumonia dibanding anak dengan orang tua tidak perokok. Anak dengan
Riwayat BBLR 3x lipat lebih berisiko mengalami pneumonia dibanding anak tanpa
Riwayat BBLR.
Berbeda dengan hasil penelitian vivi, dkk (2021) 100% responden yang
menderita pneumonia mendapat ASI eksklusif dan imunisasi dasar lengkap. Nguyen,
dkk (2016) menyatakan bahwa anak yang tidak mendapat ASI eksklusif selama 6
bulan 14x lebih berisiko mengalami pneumonia dibanding dengan anak yang ASI
eksklusif. Vivi, dkk (2021) menyatakan anak yang tidak mendapat imunisasi dasar
lengkap 5x lipat lebih berisiko mengalami pneumonia dibandingkan anak yang
mendapat imunisasi dasar lengkap.
Faktor risiko tidak memiliki sirkulasi dapur seperti cerobong asap atau jendela
di dapur hanya ditemukan pada 2 responden. Berdasarkan penelitian Ni Kadek,dkk
(Purbalingga, 2014) tidak memiliki cerobong asap merupakan faktor risiko yang
signifikan terhadap kejadian pneumonia pada anak usia <5 tahun, dimana dari
penelitian tersebut ventilasi menjadi faktor risiko yang paling bermakna.
Anak yang sering terpapar asap rokok lebih rentan terjadi infeksi saluran
napas. Perokok pasif pada anak menyebabkan supresi fungsi fagosit dan aktivitas sel
silia, meningkatkan kemungkinan adesi bakteri pada epitel saluran pernapasan dan
menyebabkan koloni bakteri. Pada bayi BBLR rentan terjadi defek pada fungsi paru
dan belum adekuatnya imunitas.5
15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang gambaran faktor
risiko pneumonia pada balita yang berobat di Puskesmas Mekar Sari tahun 2023
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah pasien pneumonia laki-laki lebih banyak dibandingkan Perempuan
2. Faktor risiko terbanyak yang ditemukan adalah orang tua perokok dan tidak
memiliki sirkulasi udara di dapur
3. Faktor risiko lain seperti tidak ASI eksklusif dan imunisasi dasar tidak lengkap
tidak ditemukan
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada orang tua pasien agar tidak merokok di dekat anak serta di
lingkungan sekitar rumah termasuk teras dan membuat sirkulasi udara di dapur
serta menjauhkan anak dari lingkungan dapur jika sedang memasak.
2. Bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian dengan metode penelitian
lain seperti cross sectional, case control, atau kohort untuk melihat ada atau
tidaknya hubungan faktor risiko yang ditemukan pada penelitian ini terhadap
angka kejadian kasus pneumonia di Puskesmas Mekar sari.
16
LAMPIRAN
17
c. 1.000.000 – 5.000.000
d. > 5.000.000
RIWAYAT PENYAKIT
5. Apakah anak Anda pernah menderita batuk dan sukar bernafas ?
a. Ya, sebutkan berapa lama :……..
b. Tidak (lanjut no. 9)
6. Apakah saat anak anda sukar bernafas terlihat tarikan dinding
dada bawah ke dalam ?
a. Ya
b, Tidak
7. Apakah terdengar mengi dan suara mengorok pada saat anak
anda sukar bernafas ?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah pada saat batuk dan sukar bernafas anak anda
mengalami demam ?
a. Ya
b. Tidak
9. Berapakah berat badan anak anda pada saat lahir ?
a. ≥ 2500 gr
b. < 2500 gr
10. Apakah petugas kesehatan melakukan penimbangan BB dan
pengukuran TB anak anda ?
a. Ya
b. Tidak
PENGETAHUAN
11. Apakah anda mengetahui tentang penyakit pneumonia (paru-
paru basah) ?
a. Ya
b. Tidak
19
PERILAKU
17. Apakah anda sering membawa anak anda ke Posyandu setiap
bulan ?
a. Ya
b. Tidak, alasan …………….
18. Apakah anda menggunakan bahan bakar tumbuhan
(kayu/arang) dalam memasak sehari-hari ?
a. Ya
20
b. Tidak
19. Apakah dapur anda mempunyai sirkulasi udara yang baik, misal
: cerobong asap, jendela, dll ?
a. Ya, sebutkan....
b. Tidak
20. Apakah anda sering membuka jendela rumah minimal 1 jam
setiap hari ?
a. Ya
b. Tidak
21. Apakah ada anggota keluarga yang punya kebiasaan merokok di
dalam rumah ?
a. Ya, siapa......
b. Tidak
22. Pada saat bayi, anak anda mendapat ASI saja sampai umur
berapa ?
a. sampai umur 6 bulan
b. Tidak sampai umur 6 bulan
TERIMA KASIH
21
2. Pelaksanaan Penelitian