Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29

episode per anak/tahun di Negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di

negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per

tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di Negara berkembang. Kasus

terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan

Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus

yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah

sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun

(Rudan et al Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama

kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). 1

Bronchopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan

pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronchiolus dan

juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita,

yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada

anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan

di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi

pada anak di bawah umur 2 tahun. 2

1
2

Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding

dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun

diperkirakan lebih dari 2 juta Balita meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20

detik) dari 9 juta total kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1 diantaranya

disebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian pneumonia ini,

pneumonia disebut sebagai “pandemi yang terlupakan” atau “the forgotten

pandemic”. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga

pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau “the forgotten

killer of children”(Unicef/WHO 2006, WPD 2011). Di negara berkembang 60%

kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi

kematian Balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare.

Sedangkan SKRT 2004 proporsi kematian Balita karena pneumonia menempati

urutan pertama sementara di negara maju umumnya disebabkan virus. 1

Berdasarkan bukti bahwa faktor risiko pneumonia adalah kurangnya

pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan (indoor air

pollution), BBLR, kepadatan penduduk dan kurangnya imunisasi campak. Hasil

penelitian oleh Rudan,et al (2004) di negara berkembang termasuk Indonesia

insidens pneumonia sekitar 36% dari jumlah Balita. Kematian Balita karena

Pneumonia mencakup 19% dari seluruh kematian Balita dimana sekitar 70%

terjadi di Sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Walaupun data yang tersedia

terbatas, studi terkini masih menunjukkan Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenza dan Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama

pneumonia pada anak (Rudan et al Bulletin WHO 2008). 1

1.2 Tujuan Penulisan


3

Untuk mengetahui definisi, prevalensi, etiologi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan prognosis

bronchopneumonia dengan bronchiolitis

1.3 Manfaat Penulisan

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

penyakit bronchopneumonia dengan bronchiolitis.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim

paru, walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu

keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan satu definisi tunggal

yang universal. 3
Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga didefinisikan

berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu

definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang

ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran

infiltrat pada foto rontgen toraks 4. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

a. Pneumonia lobaris

b. Pneumonia intersitial

c. Bronchopneumonia

Gambar 2.1
5

Jenis-jenis Pneumonia 4

Bronchopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas

pada alveoli kemudia menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.

Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat

yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka

waktu yang bervariasi. Berbagai bacteria, klamidia, riketsia, virus, fungi dan

parasit dapat menjadi penyebab. 4

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat. 3

2.2 ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)

dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Pada

pneumonia pertanyaan penting adalah apa penyebabnya, virus atau bakteri?

Penyebab tersering adalah bakteri, namun seringkali diawali oleh infeksi virus

yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola kuman penyebab

pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Secara umum

bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus

pneumoniae, haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup

B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 5

Tabel 2.1 Dugaan Bakteri Penyebab Pneumonia 5


6

a. Faktor Infeksi :

Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

Pada bayi : Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis,

Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus: Parainfluensa, Influensa Virus,

Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia. Bakteri:

Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi. Pada anak besar – dewasa

muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis.

Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis. 4

b. Faktor Non Infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:

Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama

penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,

minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat

pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli

petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti

palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang

sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang

terinhalasi. 2

2.3 EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang

hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian
7

yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari

seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. 2


Pneumonia

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima

tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia,

lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia tenggara. Menurut survey kesehatan

nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di

Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia. 6

Gambar 2.2
Penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 7

2.4 FAKTOR RISIKO

Beberapa keadaan seperti berat bayi lahir rendah (BBLR), gangguan nutrisi

(malnutrisi), tidak mendapat ASI yang adekuat, usia muda, kelengkapan

imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc (Zn), dan

faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk terjadinya

pneumonia. Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya penurunan imunitas

seluler, defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai faktor risiko pneumonia.


8

Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian vitamin A pada anak

dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. 5

2.5 KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 2

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris,

Pneumoniainterstitiali, Bronkopneumonia

b. Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari masyarakat

(community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari

rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu Pneumonia tipikal Pneumonia

atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia persisten.

2.5 PATOGENESIS

Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-

paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan

mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa

filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan

lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,

komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang


9

diperantarai sel 2: Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas

terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Resiko infeksi di paru sangat

tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak

permukaan epitel saluran pernafasan. Ada beberapa cara mikroorganisme

mencapai permukaan saluran nafas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme

pathogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius,

dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Dari ketiga cara tersebut,

aspirasi komensal dari saluran nafas bagian atas dan inhalasi agen-agen infeksius

adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran

secara hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,

mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri

berukuran 0,5 – 2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau

alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran

nafas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran nafas bawah

dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari

sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian secret orofaring terjadi pada

orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran. Secret

dari faring tersebut mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 ml, sehingga

aspirasi dari sebagian kecil secret (0,001 – 1,1 mL) dapat memberikan titer

inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Virus dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar

25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara

patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu 8:


10

a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast

setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, dimana jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan


11

mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi

alveolus akan melunak untuk berubah menjadi dahak dan akan dikeluarkan

lewat batuk, dan jaringan paru kembali pada struktur semulanya.

Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi,

dimana pada pneumonia lobaris konsolidasi ditemukan pada seluruh lobus dan

bronchopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan

diameter 3-4 cm yang mengelilingi bronkus. Pada pneumonia akibat virus atau

Mycoplasma pneumonia, gambaran patologi ditandai peradangan interstitial

yang disertai penimbunan infiltrate dalam dinding alveolus, meskipun rongga

alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi. 8

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman

penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit.

Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya

tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat

dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik), gejala pulmonal, pleural,

atau ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia,

resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal

seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru timbul setelah

beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan

batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnue, dan timbul apnue. Otot

bantu napas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya

dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. 9
12

Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitive untuk mengetahui

beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau

tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan

anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan untuk menghitung

frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi

napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan),

dan harus memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks

pada anak tidak mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan

patologinya menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi

pleura. Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi

basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar

pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya

suara napas saling berbaur, dan sulit untuk diidentifikasi. 9

Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan

pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia

bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan

perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-

kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus. 10

1. Pneumonia ringan:
Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.

Napas cepat:

- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit

- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat


13

2. Pneumonia berat:
- Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal

berikut ini:

- Kepala terangguk-angguk

- Pernapasan cuping hidung

- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

- Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi,

dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

- Napas cepat:

o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

- Suara merintih (grunting) pada bayi muda

- Pada auskultasi terdengar:

o Crackles (ronki)

o Suara pernapasan menurun

o Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:

- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya

- Kejang, letargis atau tidak sadar

- Sianosis

- Distres pernapasan berat.

Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya:


14

pemberian oksigen, jenis antibiotik). 10

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan

pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali

kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun

kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.9

Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama berdasarkan manifestasi klinis,

dibantu pemeriksaan penunjang lain. 11

Tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah

membedakan kuman penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Pneumonia

bakterial lebih sering mengenai bayi dan balita dibanding anak yang lebih besar.

Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam

tinggi disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan cepat. Pneumonia viral

biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak tinggi,

gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus biasanya

melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin

banyak organ tersebut terlibat makin besar kemungkinan virus sebagai

penyebabnya. Pneumonia bakterial bersifat khas yaitu hanya organ paru yang

terkena.8 Tabel 2.2 dapat membantu dalam membedakan kuman penyebab

pneumonia 11:
15

Tabel 2.2 Pedoman Klinis membedakan penyebab pneumonia 5

Diagnosis juga dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang 12

 Anamnesis:

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak

bahkan bisa berdarah

- sesak nafas

- demam

- kesulitan makan dan minum

- tampak lemah

- serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi

imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma.

 Pemeriksaan Fisik 12:

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi nafas dan nadi harus dilakukan

pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat

menyebabkan anak gelisah atau rewel


16

- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan

makan atau minum

- gejala distress pernafasan seperti takipnea, retraksi sunkostal, batuk,

krepitasi dan penurunan suara paru

- demam dan sianosis

- anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia

yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri

yang di proyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala

pernapasan tak teratur dan hipopnea.

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah

ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini:

- sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada

- panas badan

- Ronchi basah sedang nyaring (crakles)

- Foto thorax menggambarkan infiltrate difus

- Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000 mm3 dengan linfosit

predominan, dan bakteri 15.000 – 40.000 mm3 neutrofil yang predominan) 5

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia

bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 mm3

dengan predominan PMN. Leucopenia (< 5000 mm 3) menunjukkan

prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu menunjukkan adanya


17

infeksi bakteri yang sering ditemukan pada keadaan bakteremia, dan risiko

terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumonia

kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat

dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 mm3, protein > 2,5 g/dl dan

glukosa relatif lebih rendah. Dibandingkan glukosa darah, kadang-kadang

terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) meningkat.

Trombositopenia dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan

empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat

membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti. 13

2. C- Reaktive Protein (CRP) dan LED


CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai

respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi

oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 dan TNF. Meskipun fungsinya belum

diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme

atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostic

untuk membedakan antara factor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan

bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda, diaman kadar CRP

biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis

disbanding infeksi bakteri profunda. 13

3. Uji Serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri

tipik mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak terlalu

bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik. 13

4. Pemeriksaan Mikrobiologis
18

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk

pemeriksaan mikrobiologik, specimen dapat berasal dari usap tenggorok,

secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.

Pemeriksaan sputum kurang berguna. Diagnosis dikatakan definitive apabila

kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada

masa neonatus, dimana kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur

darah jarang positif. 13

5. Analisa Gas Darah


Analisa Gas Darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. 13

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax


Foto thorax dengan proyeksi antero-posterior merupakan dasar diagnosis

untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan bila diperlukan informasi tambahan,

misalnya efusi pleura. Kelainan foto thorax pada pneumonia tidak selalu

berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah

ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan

tetapi resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah

gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi,

ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto diperlukan bila gejala

klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Secara umum

gambaran foto thorax terdiri dari 13:

- Pneumonia/ infiltrate interstitial: ditandai dengan peningkatan corakan

bronchovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. Biasanya


19

disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy

consolidation karena atelektasis.

- Infiltrat alveolar: merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia

lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,

berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi

tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Biasanya disebabkan oleh

bakteri pneumokokus atau bakteri lain.

- Bronchopneumonia: ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru, berupa bercak-bercak infiltart halus yang dapat meluas hingga

daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran foto rontgen thorax pada anak meliputi infiltrate ringan pada satu

paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan

pneumonia pada anak terbanya di paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan

di lobus kiri dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan

predictor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis

lebih meningkat. 13

Gambaran foto thorax pada pneumonia dapat membantu mengarahkan

kecendrungan etiologi pneumonia. Penebalan peribrokial, infiltrate interstitial

merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar

berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronchopneumonia dan air bronchogram

sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia stafilokokus sering

ditemukan abses-abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran. 13


20

Gambar 2.3
Perbedaan Bronchopneumonia dan Pneumonia Klasik ringan 13

Gambaran foto thorax pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada

beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen thorax

pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronchopneumonia

terutama dilobus bawah, infiltrate interstitial retikulonodular bilateral, dan yang

jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya gambaran foto

thorax yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat

gambaran foto thrax yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular

fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh Mikoplasma. Demikian

pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground-glass consolidation, serta

transient pseudoconsolidation. 13

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Tabel 2.3 Diagnosis banding
Pneumonia Bronchiolitis Aspirasi benda Tuberkulosis Atelektasis
Lobaris asing
Biasanya pada Diawali infeksi Ada riwayat Pada TB, Pengembangan
anak yang lebih saluran nafas tersedak, terdapat kontak tidak sempurna
besar disertai bagian atas, stridor atau dengan pasien atau kempisnya
badan subfebris, sesak distress TB dewasa, uji bagian paru
21

mengggil dan nafas, nafas pernafasan tuberculin yang


kejang pada cuping hidung, tiba-tiba, positif (> 10 seharusnya
bayi kecil. retraksi wheezing atau mm atau pada mengandung
Suhu naik intercostals dan suara keadaan udara. Dispneu
cepat sampai suprastrenal, pernafasan imunosupresi > dengan pola
39-40 C dan terdengar yang menurun 5 mm), demam pernafasan
biasanya tipe wheezing, yang bersifat 2 minggu atau cepat dan
kontinua. ronkhi nyaring fokal. lebih, batuk 3 dangkal,
Terdapat sesak halus pada minggu atau takikardia,
nafas, nafas auskultasi. lebih, sianosis.
cuping hidung, Gambaran pertumbuhan Perkusi
sianosis sekitar laboratorium buruk/kurus mungkin batas
hidung dan dalam batas atau berat jantung dan
mulut dan normal, kimia badan mediastinum
nyeri dada. darah menurun, akan bergeser
Anak lebih menggambarkan pembengkakan dan letak
suka tidur pada asidosis kelenjar linfe diafragma
sisi yang respiratorik leher, aksila, mungkin
terkena. Pada ataupun inguinal yang meninggi.
foto rontgen metabolik spesifik,
terlihat adanya pembengkakan
konsolidasi tulang/sendi
pada satu atau punggung, lutut
beberapa lobus dan falang dan
dapat disertai
nafsu makan
menurun dan
malaise yang
dapat
ditegakkan
melalui skor
TB
22

Tabel 2.4 Diagnosis Banding Anak umur 2 bulan-5 tahun yang datang dengan
Batuk dan atau Kesulitan Bernapas 10

2.10 PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan umum 3

- Pemberian oksigen 2-4 L/menit  sampai sesak hilang atau PaO pada

analisis gas darah ≥ 60 torr

- pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena

2. Penatalaksanaan Khusus 3
23

- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi

reaksi antibiotik awal.

- Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung.

- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25

mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penicillin tinggi

dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemelihan terapi 3:

a. Kuman yang dicuragai atas dasar klinis, etiologis dan epidemiologi

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik, bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-

72 jam pertama) menurut kelompok usia. 3

a. Neonatus dan bayi muda (<2 bulan):

- Ampicillin + aminoglikosida

- Amoksisilin- asam klavunalat

- Amoksisilin + aminoglikosida

- Sefalosporin generasi ketiga

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)

- Beta laktam amoksisilin

- Amoksisilin-amoksisilin klavunalat
24

- Golongan sefalosporin

- Kotrimoksasol

- Makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 tahun)

- Amoksisilin/ makrolid (eritromisin, klaritomisin, azitromisin)

- Tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena antibiotik awal diatas adalah coba-coba (trial and error) maka harus

dilaksanakan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari

ketiga.

Terapi Antibiotik 10

-Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),

yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak

memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi

dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15

mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

-Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang

berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan

semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan

berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap

8 jam).

- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali

sehari).
25

- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto

dada.

- Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk

pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB

IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)

atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak

membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari

sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara

oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen 10

- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen

(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen

yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada

anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil >

90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna Gunakan nasal

prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

- Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan

oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak

direkomendasikan.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan

kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dahulu ada tidaknya
26

penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik

tidak efektif). 10

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

purulenta, pneumothorax atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis

purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada

pneumonia bakteri. Kecurigaan kearah empiema apabila terdapat demam

persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung (bila

massif terdapat tanda pendorongan organ intrathorakal, pekak pada perkusi,

gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada).

Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi. 13

2.12 PROGNOSIS

Pneumonia biasanya sembuh dengan mortalitas kurang dari 1%. Mortalitas

dapat lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energy-

protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara

malnutrisi ringan memberikan pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap

infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan

infeksi member dampak negative yang lebih besar dibandingkan dengan dampak

oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri. Pneumonia biasanya

tidak mempengaruhi tumbuh kembang anak. 4

2.13 PENCEGAHAN
1. Primer

- Memberikan imunisasi
27

- Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.

- Mengurangi kepadatan hunian rumah

2. Sekunder

- Bronchopneumonia berat: rawat dirumah sakit, berikan oksigen, beri


antibiotik benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan
suportif, nilai setiap hari.

- Bronchopneumonia: berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi

- Bukan bronchopneumonia: perawatan dirumah, obati demam

3. Tersier

- Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makanan


setelah sakit

- Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung

- Berikan anak cairan tambahan untuk minum

- Tingkatkan pemberian ASI

Anda mungkin juga menyukai