PENDAHULUAN
beberapa sel-sel kecil yang merupakan sinus etmoid anterior dan posterior.
Sinusitis dapat berkembang dari demam yang lebih dari seminggu, tetapi tidak
semua orang dengan demam berkembang menjadi sinusitis. Prinsip utama dalam
menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus paranasalis
hanyalah sebagian dari sistem pernafasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan
paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Oleh karena itu,
dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasanperluasan anatomik harus dianggap sebagai satu kesatuan.(Hall dan Collman,
2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang paling
sulit didiskripsikan oleh karena bentuknya yang sangat bervariasi pada setiap
individu, ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maxilla, sinus etmoid,
sinus frontal dan sinus sfenoid. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran
pernafasan yang mengalami modifikasi dan menghasilkan mukus dan silia, sekret
disalurkan kedalam rongga hidung melalui ostium masing-masing sinus. Secara
klinis sinus paranasal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anterior yang
terdiri sinus frontalis, sinus maksila dan sinus etmoid anterior, muara sinus
kelompok ini bermuara di meatus media, dekat infundibulum, sedangkan
kelompok posterior terdiri dari sinus etmoid posterior dan sphenoid, ostiumnya
terletak di meatus superior. Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu
rongga pneumatic berbentuk piramid yang tak teratur dengan dasarnya
menghadap ke fosanasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os
maksila. Sinus ini merupakan sinus yang terbesar diantara sinus paranasal.
Pengukuran volume sinus maksila dapat di lakukan dengan dua cara, yaitu
rontgenologik dan manometrik. Pada saat lahir volume sinus maksila dan
sekitarnya berukuran 6 8 ml dan penuh dengan cairan, sedangkan volume sinus
maksila orang dewasa kira -kira 15 ml. Tidak ada perbedaan kapasitas antara lakilaki dan perempuan. Ukuran kedua sinus maksila kanan dan kiri tidak selalu sama,
tetapi diantara sinus paranasal yang lain, sinus maksila yang paling simetris antara
kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami variasi dalam perkembangan. Besar
kecilnya rongga sinus maksila terutama tergantung pada tebal tipisnya dinding
sinus. Ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7 - 8 x 4 6 mm dan untuk 15 tahun
31 32 x 18 20 x 19 20 mm serta pada orang dewasa diperoleh ukuran sumbu
anteroposteror 34 mm, tinggi 33 mm dan lebar 23 mm. Sinus mempunyai
beberapa dinding, anterior dibentuk oleh permukaan maksila os maksila, yang
disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk oleh permukaan infratemporal
maksila. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral rongga hidung. Dinding
superior dibentuk oleh dasar orbita dan dinding inferior oleh prosesus alveolaris
dan palatum.(Hilger PA, 2010).
Gambar. 2.1
Gambar 2.2
Kompleks Osteomeatal (KOM)
Kompleks osteomeatal (KOM) daerah yang rumit dan sempit pada
sepertiga tengah dinding lateral hidung, yaitu di meatus media, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus etmoid anterior. Kompleks osteomeatal (KOM)
5
merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang peranan
penting dalam terjadinya sinusitis. Pada potongan koronal sinus paranasal terlihat
gambaran suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi dari KOM
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, sel
agger nasi, resesus frontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan
astiumnya dan ostium sinus maksila.(Hilger PA, 2010).
pada
area
permukaan
mukosa
dan
kemampuannya
untuk
3. Bakteri anaerob
: fusobakteria
4. Jamur
Hilangnya silia
Sumbatan mekanis
Drainase buruk
Perubahan mukosa
Alergi,
defisiensi imun
Infeksi
Sepsis residual
10
11
12
13
yang
sering
diberikan
adalah
amoxicillin,
ampicillin,
14
15
endoskopi
yang
disebut
Bedah
Sinus
Endoskopi
16
Encephalitis
Trombosis sinus cavernosus atau sagital
3. Kelainan pada tulang
Osteitis
Osteomyelitis
4. Kelainan pada paru
Bronkitis kronik
Bronkhiektasis
5. Otitis media
6. Toxic shock syndrome
Mucocele , pyococele (E.Mangunkusumo, 2010).
17
BAB III
MODALITAS DIAGNOSTIK RADIOLOGI
18
eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat
kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion (Rachman, 2005).
Gambar 3.1 Gambaran Posisi Caldwell (Kanan) dan kiri Foto Caldwell
(kiri)
b. Foto kepala lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan
sentrasi diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila
berhimpit satu sama lain (Rachman, 2005).
19
e. Foto Rhese
Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid,
kanalis optikus dan lantai dasar orbita sisi lain (Rachman, 2005).
22
g. Contoh Kasus
Gambar 3.8 Terdapat perselubungan pada sinus maxillaris kiri (foto Waters)
23
Gambar 3.9 Terdapat gambaran air fluid level perselubungan pada sinus
maxillaris kanan pada foto Waters (kanan) dan foto Caldwell (kiri)
3. 2 Pemeriksaan CT-Scan
Merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan
mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu
atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasuskasus kronik).
Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen. Kadang
sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama
makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b.Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa
24
jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai
perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
f. Tumor (Cornelius, 2013).
25
26
27
29
DAFTAR PUSTAKA
Alford BR. Core Curriculum Syllabus: Nose and Paranasal Sinuses.
http://www.bcm.edu [diakses tanggal: 16 Januari 2016]
Cornelius RS, Martin J, Wippold FJ et-al. ACR appropriateness criteria sinonasal
disease.J Am Coll Radiol. 2013;10 (4): 241-6. doi:10.1016/j.jacr.2013.01.001
Pubmed citation
E.Mangunkusumo . Fisiologi Hidung dan Parasanal Dalam Iskandar N. dkk (Eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FK UI Jakarta 2010 ; 85-87 30.
Evans
Hall dan Collman,s Sinusitis. Disease of The Nose, Throat and Ear. Head and
Neck Surgery. Fourtheenth ed, 2005, 49 53
H. Ric Harnsberger. [et al.]. Diagnostic imaging. Salt Lake City, UT: Amirsys,
2004. ISBN:0808923455
Hilger PA. Applied Anotomy and Phisiology of the Nose. Adam GL Boies.
Fundametal of Otolaryngology,6th ed. Philadelphia, Souders Cumpany, 2010.17795
KG Bratwijaya. Allergic Inflamation. Proceeding Symposium onn Update Allergy
dan Clinical Immunology. Current Treatment in daily Practice, Bogor 2001, 31
39
Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Kepala, Leher, Ekstremitas
Atas Jilid 1 Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta: EGC; 2000
Rachman MD. Sinus Paranasal dalam Radiolodi Diagnostik Edisi Kedua.
FKUI-RSCM. Jakarta. 2005. 431-46
Yousem DM. Imaging of sinonasal inflammatory disease. Radiology. 1993;188
(2): 303-14. Radiology (abstract) - Pubmed citation
__. Sinusitis. Radiopaedia.org [diakses tanggal: 16 Januari 2016]
30