Anda di halaman 1dari 24

RESPONSI

KELAINAN REFRAKSI

Pembimbing
dr. Aminoe, SpM

Disusun Oleh :
Aulia Noor Rachmawati

201510401011067

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN
RESPONSI
KELAINAN REFRAKSI

Responsi dengan judul Kelainan Refraksi telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Kesehatan Mata

Surabaya, 16 Oktober
2015
Pembimbing

dr. Aminoe, SpM

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................

Lembar Pengesahan ...........................................................................................

Daftar Isi .............................................................................................................

Kata Pengantar ...................................................................................................

Bab 1 Status Pasien ............................................................................................

Bab 2 Tinjauan Pustaka.......................................................................................

2.1 Anatomi Mata.......................................................................................

2.2 Media Refraksi......................................................................................

2.2 Kelainan Refraksi.................................................................................

12

Bab 3 Pembahasan .............................................................................................

24

Daftar Pustaka ....................................................................................................

26

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan responsi dengan judul
Kelainan refraksi. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis
laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu kesehatan Mata RSU
Haji Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kepada dr. Aminoe Sp.M selaku dokter
pembimbing dalam penyelesaian tugas responsi ini, terima kasih atas bimbingan
dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga responsi ini dapat memberikan
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, 16 Oktober 2015

BAB I
TINJAUAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Eko Mulyansyah
Usia
: 29 tahun
No. RM
: 337117
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat
: Gubeng Kertajaya, Surabaya
Pekerjaan
: Pegawai PT KAI
Pemeriksaan : Selasa, 13 Oktober 2015
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Kedua mata kabur saat melihat jauh
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli mata Rumah Sakit Haji Surabaya dengan keluhan
kedua mata kabur untuk melihat jauh dan kepala terasa pusing jika
kacamata dipakai. Keluhan dirasakan kurang lebih 3 bulan terakhir. Mata
terasa semakin kabur perlahan, kabur ini terutama jika melihat jauh, seperti
melihat kabut (-), penglihatan dobel terkadang dirasakan. Tidak merasa
silau berlebihan jika terkena cahaya matahari dan sorotan lampu mobil
atau motor. Tidak merasa ada mata merah, gatal, ngeres, ataupun keluar
kotoran mata hanya terkadang terasa pedas. Mengeluh pusing, dan belum
diobati. Mual dan muntah disangkal dan jalan juga tidak pernah nabraknabrak. Pasien sebelumnya pernah memakai kacamata, namun dirasa tidak
nyaman dan pusing sehingga pasien tidak memakai kaca matanya lagi.
Pasien merasa lebih nyaman saat melihat dengan cara memicingkan mata.
Riwayat penyakit dahulu
:
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat pemakaian kacamata sejak umur 20 thn pernah ganti 2x
Riwayat penggunaan obat-obat tetes mata jangka panjang disangkal
Riwayat sakit mata berulang disangkal
Riwayat alergi dan trauma disangkal
Riwayat operasi mata sebelumnya (-)
Ukuran kacamata terakhir:
S 5.75 ODS
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat Diabetes Mellitus (+)
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat sosial : Pasien sering bekerja di hadapan komputer

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Visus :
VOD : 0,1 cc S-7.00 C- 0.50 Ax 180 1,0
VOS : 0,1 cc S-7.00
1,0
PD 62 mm
Pergerakan bola mata:

OD

OS

Tekanan Intra Okuler :


TOD = - mmHg
TOS = - mmHg
Segmen anterior okuli dextra sinistra:
o Palpebra
: edema -/-, hiperemi -/o Konjungtiva : CVI -/- , PCVI -/-, subconjunctival bleeding -/-,
sekret -/o Kornea
: jernih + / +
o BMD
: dalam + / +, jernih + / +
o Iris
: reguler + / +, iris shadow - / o Pupil
: refleks pupil + / +, bulat + / +, 3 mm / 3 mm
o Lensa
: Jernih / Jernih

OD
OS
Segmen posterior okuli dextra sinistra :
Fundus Reflek : + / +
Papil N.II
: warna normal +/+ , batas tegas +/+ , CD ratio 0,3 /

CD ratio 0,3.
Arteri : vena : 2:3 / 2:3
Retina
: perdarahan -/- ,eksudat -/-, mikroaneurisma -/-,

Makula
Vitreous

detachment -/: refleks fovea +/+


: Jernih/Jernih

Pemeriksaan Lainnya
Objektif : AR OD S-7.50 C-2.50 Ax 171
OS S-7.75 C-1.75 Ax 33
Subjektif: Snellen chart :
VOD : 0,1 cc S-7.00 C- 0.50 Ax 180 1,0

VOS : 0,1 cc S-7.00


PD 62 mm
Tes konfrontasi : ODS dbn

IV.

1,0

DAFTAR MASALAH

Kedua mata kabur untuk melihat jauh disertai pusing terutama jika

memakai kacamata.
Terkadang pandangan terasa dobel dan mata terasa pedas.
Visus :
VOD : 0,1 cc S-7.00 C- 0.50 Ax 180 1,0
VOS : 0,1 cc S-7.00
1,0
V.
VI.

DIAGNOSIS
OD Astigmat Miopia Kompositus
OS Miopia Simpleks
PLANNING
Diagnostik
:Terapi
: Kaca Mata
Monitoring
: Visus
Segmen anterior
Segmen posterior
Edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa semakin kabur saat melihat jauh,
pusing, dan terkadang pandangan terasa dobel yang pasien rasakan
-

itu merupakan gejala dari kelainan refraksi yang dialami pasien.


Menjelaskan kepada pasien bahwa kaca matanya sebaiknya sering
digunakan dan diminta kontrol 1 tahun atau jika merasakan ada

keluhan.
Menjelaskan kepada pasien untuk mengatur jarak ketika di depan
computer dan sering mengistirahatkan mata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi Mata(1)


Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan
vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media
refraksi menyebabkan visus turun.

2.2. Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.(4)
a. Kornea
Kornea merupakan membrane yang transparan berbentuk bulat dan
melekat pada limbus di sclera. Fungsi korna sebagai pelindung mata dan
sebgai jendela bagi sinar yang masuk kedalam mata, sampai ke retina.
Mornea merupakan batas depan dari bola mata. Tebal kornea di sentral =

0,54 mm, di perifer = 0,65 mm. mempunyai diameter 11,5 mm dan power
43 D.
Secara histologis kornea terdiri dari lima lapisan:
1. Epithelium
Epithelium terbentuk dari deretan sel kubus, makin keluar makin pipih,
terdiri dari 5-6 laisan dan mempunyai daya regenerasi yang sangat
besar. Regenerasi epitel terjadi 5-7 hari.
2. Membrane bowman
Merupakan suatu membrane a seluler, jernih dan dianggap sebagai
modifikasi dari stroma.
3. Stroma kornea
Terdiri atas selaput kolagen yang tersusun rapi, dan merupakan bagian
yang paling tebal.
4. Membrane descemet
Suatu mmebran jernih, elastic dan merupakan suatu membran basal
dari endotelium. Descemet sangat sulit ditembus oleh mikroorganisme.
5. Endothelium
Endothelium adalah lapisan sel yang tidak mempunyai daya regenerasi
sehingga jika mengalami kerusakan dapat menimbulkan kekruhan
yang berat dan permanen.(2)
b. Aquoes humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan belakang. Aqueous humor diproduksi oleh corpus siliare. Setelah
masuk ke bilik mata depan, aquoes humor mengalir melalui pupil ke bilik
mata depan lalu ke trabekular di sudut bilik mata depan. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 2,5 l/mnt. Jika aqueous humor tidak
dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh,
karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di
rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di
dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.(3)
c. Lensa

Lensa termasuk dalam segmen anterior mata dan terletak di bagian tengah
bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan bagian belakang oleh
vitreous. Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula zinii yang terdiri dari
serat-serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris.
Lensa mata bersifat transparan dan berbentuk bikonveks, memiliki fungsi
mempertahankan kejernihan, membiaskan cahaya dan berakomodasi.
Akomodasi adalah kemmapuan mata mengubah daya bias untuk
menetapkan focus pada obyek dekat, terjadi karena perubahan pada lensa
yakni karena kontraksi otot siliaris. Lensa mata mampu membiaskan
cahaya karena memiliki indeks bias sekitar 1,4 ditengah dan 1,36 di bagian
tepinya, berbeda dengan indeks bias humor akuos dan korpus vitreous
yang mengelilinginya. Mata memiliki kekuatan refraksi keseluruhan
sebesar 60 D, dalam kondisi tanpa akomodasi lensa memiliki kontribusi
sekitar 15-20 D sedangkan udara dan permukaan kornea memiliki
kekuatan refraksi 43 D. Kemampuan akomodasi akan menurun dengan
bertambahnya usia yaitu 8 D pada usia 40 thn dan 1-2D pada usia 60 thn.(2)
d. Badan vitreous
Merupakan suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang
membentuk dua pertiga volume mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Vitreus mengandung air
sekitar 99% dan sisa 1 % berupa kolagen dan asam hialuronat yang
member bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena
kemampuannya mengikat banyak air.(3)
e. Panjang bola mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang
bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia
yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.(4)
2.3 Kelainan refraksi

10

Mata dianggap normal atau emetrop bila cahaya sejajar dari objek jauh
difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total. Ini berarti bahwa
mata emetrop dapat melihat semua objek jauh secara jelas dengan otot siliaris
harus berakomodasi agar mata dapat berakomodasi dengan baik. (3) Pada emetropia
terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yaitu kornea yang mempunyai kekuatan
pembiasan 80% atau 40 Dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 Dioptri.
(5)

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar


pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning.
Kelainan refraksi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan mungkin
tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Penderita dengan keluhan refraksi akan
memberikan keluhan sakit kepala, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa
pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur.(5)
2.3. 1 Epidemiologi

Menurut Kemenkes RI (2005), prevalensi gangguan penglihatan akibat


kelainan refraksi di Indonesia adalah sebesar 22,1%. Sementara 10% dari 66 juta
anak usia sekolah adalah penderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka
pemakaian kacamata koreksi masih rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. Apabila
keadaan ini tidak ditangani dengan sungguh-sungguh maka akan berdampak
negative pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran, yang
selanjutnya mempengaruhi produktifitas angkatan kerja (15-55 tahun).(2)
2.3.2 Tanda-Tanda Kelainan Refraksi
Seseorang yang memerlukan kacamata untuk mengerjakan pekerjaan seharihari akan memberikan keluhan tertentu. Pasien dengan kelainan refraksi terlihat
mengedip lebih kurang dari orang normal. Orang normal biasanya akan mengedip
4-6 kali dalam satu menit. Bila seseorang kurang mengedip maka mata akan
melotot.
Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan berikut:
Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi
Mata berair
Cepat mengantuk
Mata terasa pedas
Pegal pada bola mata
11

2.3.3

Penglihatan kabur(5)
Jenis Kelainan Refraksi
a. Miopia
Batasan
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan

dibias membentuk bayangan di depan retina. (2,5)


Etiologi dan Patofisiologi
Prevalensi myopia dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu usia,
etnis, sosio ekonomi, keluarga, lama pendidikan, serta bekerja
dalam jarak dekat.Trdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya
myopia:
- Miopia aksial karena mata berukuran lebih panjang
-

daripada normal
Miopia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih
kuat dari normal. Pada keadaan ini ukuran bola mata

normal.
Miopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari
normal. Perubahan indeks bias refraksi biasanya didapatkan

pada penderita diabetes atau katarak.


Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih
kedepan maka sinar yang masuk akan jatuh di satu titik di
depan retina. Hal ini sering terjadi pada pasca operasi

glaucoma.(2,5)
Gejala klinis
Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika
derajat miopianya terlalu tinggi, maka kedua mata selalu harus
melihat

dalam

posisi

konvergensi

dan

hal

ini

mungkin

menimbulkan keluhan. Mungkin juga posisi konvergensi itu


menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). (5)
Apabila terdapat miopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata
yang lain, dapat terjadi ambliopia pada mata yang miopianya lebih
tinggi. Mata ambliopia akan menggulir ke temporal yang disebut
strabismus divergen (ekstropia). (5)
Pada penderita myopia terdapat

kecenderungan

untuk

memicingkan mata saat melihat jauh. Hal ini ditujukan untuk

12

mendapat

efek

pinhole

dengan

makin

kecilnya

fissure

interpalpebralis.(2)
Pembagian
Menurut derajatnya, myopia dibagi menjadi:
1. Miopia ringan : - 0.25 s/d -3.00 Dioptri
2. Miopia sedang: -3.25 s/d 6.00 Dioptri
3. Miopia berat : - 6.25 Dioptri atau lebih(5)
Menurut usia, myopia terbagi atas:
1. Miopia congenital : myopia yang timbul sejak lahir dan
menetap hingga masa anak-anak.
2. Youth onset : terjadi pada usia 5 tahun hingga remaja.
3. Early adult onset myopia : myopia yang dijumpai pada usia
dewasa hingga 40 tahun.
4. Late adult onset myopia : dijumpai pada usia lebih dari 40
tahun.(2)
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi:
1. Miopia simpleks

: dimulai pada usia 7-9 tahun dan

akan bertambah sampai anak berhanti tumbuh usia 20


tahun
2. Miopia progresif

: miopia bertambah secara cepat (

4.0 Dioptri/tahun) dan sering disertai perubahan vitreo

retinal (5)
Pemeriksaan
- Refraksi subyektif dengan metoda Trial and Error
- Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet
- Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita
Mata diperiksa satu per satu
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif
- Refraksi obyektif
- Retinoskopi, dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa
-

mengamati refleksi fundus yang bergerak berlawanan


dengan arah gerakan retinoskop (against movement)
kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai

tercapai netralisasi
- Autorefraktometer (5)
Penatalaksanaan
1. Kacamata : koreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik
13

2. Lensa kontak, untuk anisometropia dan miopia tinggi


Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian
koreksi pada myopia:
a. Myopia kurang dari 2-3 D pada bayi dan balita
umumnya tidak perlu dikoreksi karena umumnya akan
hilang dengan sendirinya pada usia 2 tahun. Selain itu
bayi biasanya hanya berinteraksi pada obyek yang
dekat.
b. Myopia 1-1,5 D pada anak usia pra sekolah sebaiknya
dikoreksi karena anak pada usia ini mulai berinteraksi
dengan benda2 yang jauh. Namun, bila diputuskan
untuk tidak dikoreksi maka harus diobservasi dalam 6
bulan.
c. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien.(2)
3. Bedah refraktif
- Bedah refraktif kornea: tindakan untuk merubah
kurvatura permukaan anterior kornea (Eximer laser,

operasi lasik)
Bedah refraktif lensa: tindakan ekstraksi lensa jernih,

biasanya diikuti dengan implantasi lensa intraokuler (5)


Komplikasi
Ablasio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus, dan
ambliopia (5)

14

Gambar 2.2 berkas cahaya sejajar difokuskan di retina pada emetropia,


difokuskan di belakang retina pada hipermetropia, dan di
depan retina pada miopia (5)

b. Hipermetropia
Batasan
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan
dibias membentuk bayangan di belakang retina. Hipermetropia

disebut juga dengan rabun dekat dan hiperopia.(1,4)


Etiologi dan Patofisiologi
Hipermetropia dibagi menjadi:
- Hiermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek
dari normal. Erbedaan panjang bola mata sekitar 1 mm akan
menyebabkan perbedaan sekitar 3 D pada kekuatan refraksi.
- Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa
lebih

lemah

dari

nomal.

Keadaan

ini

menyebabkan

kemampuan mata untuk memfokuskan sinar yang masuk


menjadi kurang sehingga sinar yang masuk akan jatuh di titik
focus di belakang retina. Setiap peningkatan radius kurvatura
sebesar 1 mm menyebabkan hipermetropia sebesar 6 D.
- Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah
dari normal. Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita
usia tua di mana terjadi kekeruhan dan perubahan konsistensi
dari korteks dan nucleus lensa sehingga indeks bias menjadi
bertambah dan sinar yang masuk akan dibiaskan di satu titik

focus di belakang retina.


Gejala klinis
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 Dioptri
atau lebih, hipermetropia pada orang tua dimana amplitude
-

akomodasi menurun
Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan

cetakan kurang terang atau penerangan kurang


Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada

penggunaan mata yang lama dan membaca dekat.


Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif eye strain)
terutama bila melihat jarak yang tetap dan diperlukan

15

penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya

menonton TV, dll


Mata sensitif terhadap sinar
Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
Perasaan mata yang juling karena akomodasi yang berlebihan

akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula


Pembagian
Berdasarkan kelainan refraksi, dibagi:
- Hipermetropia ringan
: + 0.25 s/d +3.00 Dioptri
- Hipermetropia sedang
: +3.25 s/d + 6.00 Dioptri
- Hipermetropia berat
: + 6.25 Dioptri atau lebih
Berdasarkan kemampuan akomodasi dibagi:
-

Hipermetropia latent: kelainan hipermetropik yang dapat


dikoreksi dengan tonus otot siliaris secara fisiologis, dimana

akomodasi masih aktif


Hipermetropia manifes, dibagi:
1. Hipermetropia manifes fakultatif: kelainan hipermetropik
yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau
dengan lensa sferis positif
2. Hipermetropia manifes absolut:

kelainan hipermetropik

yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya


Hipermetropia total: jumlah dari hipermetropia latent dan

manifes (4)
Pemeriksaan
- Refraksi subyektif dengan metoda Trial and Error
1. Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan
menggunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita
2. Mata diperiksa satu per satu
3. Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
4. Pada dewasa dan visus tdak 6/6 dikoreksi dengan lensa
sferis positif
5. Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan
asthenopia
-

akomodative

dilakukan

tes

sikloplegik,

kemudian ditentukan koreksinya (4)


Refraksi obyektif
1. Retinoskopi, dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa
mengamati refleksi fundus yang bergerak searah gerakan

16

retinoskop (with movement) kemudian dikoreksi dengan

lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi


2. Autorefraktometer (5)
Penatalaksanaan
- Kacamata : koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang
-

menghasilkan tajam penglihatan terbaik


Lensa kontak, untuk anisometropia dan hipermetropia
tinggi (5)

Beberapa

hal

yang

perlu

diperhatikan

dalam

koreksi

hipermetropia sebagai berikut. Jika derajat hipermetropia


ringan, tajam penglihatan normal, penderita dalam keadaan
sehat, tidak didapatkan keluhan asthenopia akomodatif maupun
gangguan pada keseimbangan otot ekstraokuler, maka tidak
diperukan terapi khusus, namun jika didapatkan salah satu
keadaan tersebut maka koreksi hipermetropia perlu dilakukan.
a. Pada anak kurang dari 6 tahun, koreksi hanya perlu
dilakukan bila derajat cukup besar atau didapatkan
strabismus. Pemeriksaan pada anak usia ini dilakukan
dengan sikoplegik. Omeberian kacama untuk anak usia
kurang dari 6 tahun disarankan fulltime dan rutin control
setiap 3 bulan.
b. Pada anak leih dari 6 tahun, perlu dipertimbangkan
kebutuhan penglihatannya karena aktivitas mereka lebih
banyak. Jika dengan hasil refraksi sikoplegik, terdapat
keluhan kabur untuk penglihatan jauh, maka diberikan
koreksi full tanpa sikoplegik. Dan jika didapatkan
esophoria,

esotrophia,

atau

hipermetrophia

laten,

ditambahkan lensa addisi untuk penglihatan dekatnya.(2)


Komplikasi : glaukoma sudut tertutup; estropia pada hipermetropia
> 2 Dioptri; ambliopia terutama pada hipermetropia dan
anisometropia. Hipermetropia merupakan penyebab tersering
ambliopia pada anak dan bisa bilateral (5)

17

Gambar 2.3 Koreksi miopia dengan lensa konkaf, dan koreksi


hiperopia dengan lensa konveks (3)

c. Astigmatisme

Batasan
Astigmatisme adalah kelainan refraksi, yaitu berkas sinar sejajar
yang masuk ke dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi
dibiaskan pada lebih dari satu titik focus. Pada keadaan ini

pembiasan dari berbagai meridian tidak sama. (2)


Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea
atau lensa, kelainan posisi lensa dan kelainan indeks refraksi lensa.
Kelainan bentuk kornea sebagian besar bersifat congenital, yang
tersering adalah kurvatura vertical lebih besar daripada horizontal.
(2)

Berdasarkan bentuknya astigmatisme dibagi menjadi :


- Astigmatism regular
Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling
tegak lurus. Disebut Astigmatism with the rule bila meridian
vertikal mempunyai daya bias terkuat. Bentuk ini lebih sering
pada penderita muda. Disebut Astigmatism against the rule bila
meridian horisontal mempunyai daya bias terkuat. Bentuk ini
lebih sering pada penderita yang lebih tua. Kelainan refraksi ini
-

bisa dikoreksi dengan lensa slinder.


Astigmatism irregular
Pada bentuk ini didapatkan titik fokus yang tidak beraturan.
Penyakit tersering adalah kelainan kornea seperti sikatrik
kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa

18

seperti katarak imatur. Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi


dengan lensa silinder
Berdasarkan tipenya, astigmatisme dibagi menjadi :
-

Astigmatisme hipermetropia simpleks


Salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama
lainnya hipermetropia.
Astigmatisme myopia simpleks
Salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama

lainnya miopia.
Astigmatisme hipermetropia kompositus
Kedua meridian utama hipermetropia dengan derajat yang

berbeda.
Astigmatisme myopia kompositus
Kedua meridian utama myopia dengan derajat yang

berbeda.
Astigmatisme miktus
Satu meridian utama hipermetropia dan meridian utama

yang lainnya myopia.


Gejala Klinis
Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul

adalah mata lelah khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan


terus menerus pada jarak yang tetap; transient blured vision pada jarak
penglihatan dekat yang hilang dengan mengucek mata; nyeri kepala di
daerah frontal. Astigmatisme against the rule menimbulkan keluhan
lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis ini lebih sukar untuk
diterima pasien.
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur;
keluhan asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat
timbul setelah pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memutar
kepala biasanya pada astigmat yang tinggi; memicingkan mata seperti
pada myopia untuk mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat
dilakukan saat melihat jauh dan dekat; dan penderita astigmat sering
mendekatkan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan
yang lebih besar meskipun kabur.(2)

Pemeriksaan
- Refraksi subyektif dengan metoda Trial and Error
19

1. Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan


menggunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita
2. Mata diperiksa satu persatu
3. Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
4. Bila visus/ tajam penglihatan tidak 6/6 dikoreksi dengan
lensa silinder negatif atau positif dengan aksia diputar 0
sampai 180. Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan
-

lensa sferis negatif atau positif.


Refraksi obyektif
1. Retinoskopi, dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa
mengamati refleksi, bila dengan gerakan retinoskop
(against movement) dikoreksi dengan lensa sferis negatif,
sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with
movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif.
Meridian yang netral lebih dulu adalah komponen
sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan
lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil
akhirnya dilakukan transposisi.(5)
2. Autorefraktometer (5)
3. Tes placido untuk mengetahui permukaan kornea yang

ireguler, tekhnik fogging dan Jacksons crosscylinder.(2)


Penatalaksanaan
- Astigmatism regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang
didapatkan, yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau
-

positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.


Astigmat irreguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa
kontak keras, tetapi bila berat bisa dilakukan transplantasi
kornea. (2)

20

Gambar 2.4 Lensa cylinder

Gambar 2.5 Gambaran axis pada lensa cylinder

Gambar 2.6 Jenis-jenis astigmatisme regular seperti yang ditentukan oleh


posisi kedua garis fokus terhadap retina.(3)

21

BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita OD Astigmat


Miopia Kompositus dan OS Miopia Simpleks berdasarkan dengan data pada
tinjauan kasus yaitu pasien laki-laki usia 29 tahun datang dengan keluhan kedua
mata terasa kabur, dan kepala terasa pusing semakin pusing jika kacamata dipakai.
Mata kabur perlahan dan penglihatan terasa dobel. Mengeluh pusing terutama jika
menggunakan kacamata. Tidak mengeluh mata merah dan keluar kotoran mata.
Pasien sebelumnya pernah memakai kacamata, namun dirasa tidak nyaman
sehingga pasien tidak memakai kaca matanya lagi. Selain itu pada pemeriksaan
visus lensa yang digunakan pada mata kanan yaitu spheris dan silinder serta mata
kiri yaitu lensa spheris untuk penglihatan jarak jauh.
Dari anamnesis tersebut berarti termasuk dalam differential diagnosis mata
kabur perlahan tanpa mata merah yaitu dengan kemungkinan kelainan refraksi,
katarak, glaukoma kronik, ataupun kelainan makula dan retina. Penulis tidak
mendiagnosis sebagai kelainan organ mata seperti katarak, glaukoma kronis atau
kelainan makula dan retina sebab tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan
segmen anterior maupun posterior dan pada pemeriksaan refraksi subyektif
pinhole maju yang artinya tidak ada kelainan organic.
Pasien tidak merasa silau yang berlebihan maupun merasa terus-menerus
seperti melihat kabut yang biasa ditemukan pada pasien dengan katarak. Pasien
menyangkal memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dengan ini
dapat menyingkirkan kecurigaan adanya kelainan makula dan retina yaitu
retinopati diabetikum maupun retinopati hipertensi.
Penulis tidak mendiagnosis glaukoma kronis sebab pasien tidak merasa
cekot-cekot pada mata atau sering mual dan muntah, pasien juga menyangkal saat
berjalan sering menabrak-nabrak dan pada tes konfrontasi masih dalam batas
normal yang artinya secara kasar luas pandang pasien bisa dikatakan masih
normal.
Menurut Trisnowati dan Suryani dalam buku ajar Ilmu Kesehatan Mata,
astigmatisme berdasarkan tipenya terbagi atas astigmatisme hipermetropia

22

simpleks yang salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama lainnya
hipermetropia. Astigmatisme myopia simpleks yang salah satu meridian utama
emetropia dan meridian utama lainnya miopia. Astigmatisme hipermetropia
kompositus yang kedua meridian utama hipermetropia dengan derajat yang
berbeda. Astigmatisme myopia kompositus yang kedua meridian utama myopia
dengan derajat yang berbeda. Astigmatisme miktus yang satu meridian utama
hipermetropia dan meridian utama yang lainnya myopia. Pada pasien tersebut
didapatkan mata kanan dengan VOD : 0,1 cc S-7.00 C- 0.50 Ax 180 1,0 yang
berarti setelah dikoreksi mata kanan mempunyai kedua meridian utama myopia
dengan derajat yang berbeda hal ini disebut dengan astigmatisme myopia
kompositus. Sedangkan pada mata kiri didapatkan VOS : 0,1 cc S-7.00 1,0
yang berarti setelah dikoreksi mata kiri mempunyai satu meredian utama miopia
disebut dengan miopia simpleks.

23

DAFTAR PUSTAKA
1.

Meister D. 2008. Introduction to Ophtalmics Optic. Carl Zeiss Vision. San

Diego. Hal: 29-35


2. Trisnowati TT dan Suryani PT. 2012. Refraksi dalam buku ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Airlangga University Press. Surabaya. Hal: 1-16
3. Riordan-Eva, Paul. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum edisi 17
alih bahasa Brahm U. Pendit editor Diana susanto. Jakarta : ECG. 392-398
4. Ilyas HS dan Yulianti SR. 2011. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi
Penglihatan Warna dalam Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 72-83
5. Muslimah, Ratna. 2013. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU
Haji Surabaya. RSU Haji Surabaya. Surabaya. Hal : 36-45

24

Anda mungkin juga menyukai