(PENYAKIT BRONKOPNEUMONIA)
Disusun Oleh :
Nama Kelompok 11 :
1. Dena Galuh Chicilia (1061922014)
2. Fitri (1061922034)
3. Novianti Kartikasari (1061921060)
4. Nurita Bakti (1061922062)
5. Ria Yunita (1061922067)
6. Tika Dwi Kusumaningrum (1061921083)
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengobatan dari penyakit bronkoneumonia dari tanda-tanda
gejala yang tampak sesuai klasifikasinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, serta faktor resiko dari penyakit bronkopneumonia.
2. Untuk mengetahui manifestasi, diagnosis, penatalaksanaan terapi
farmakologi maupun non-farmakologi dari penyakit bronkopneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronchopneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut,
dimana infeksi terjadi di ujung bronkiolus dan alveoli yang dapat disebabkan oleh
berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit (Jeremy, 2007). Sedangakan
bronkopneumonia merupakan suatu penyakit peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir dimana biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
sekitarnya. Bronkopneumonia dapat menyerang pada anak-anak dan balita, penyebabnya
bermacam-macam, bisa karena bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Kasus pneumonia
kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme, namun tidak menutup kemungkinan juga
disebabkan oleh faktor non infeksi. Bronkopneumonia yang sering terjadi adalah akibat
infeksi sekunder yang dapat melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga akibat infeksi
primer yang dapat dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley, et al., 2011).
b. Kortikosteroid
Selain antibiotik, pasien lansia yang kritis dengan CAP (terutama yang dirawat
di ICU) akan mendapatkan terapi tambahan yaitu direkomendasikan untuk
menerima kortikosteroid sistemik, protein C rekombinan teraktivasi (dalam kasus
sepsis dan kegagalan banyak organ), dan strategi ventilasi-pelindung paru. Selain
kortikosteroid, beberapa agen imunomodulator (seperti statin dan ACEI) dapat
secara positif mempengaruhi hasil CAP tetapi penggunaannya belum diteliti dengan
benar, dan RCT lebih lanjut diperlukan sebelum merekomendasikan penggunaan
rutin mereka. (Towairqi et al., 2018).
c. Mukolitik
Obat mucoaktif secara teratur digunakan sebagai pilihan terapi untuk
mengencerkan lendir, termasuk hipersekresi. Obat mucusthinning (mucolytics), obat
batuk (ekspektoran), dan fasilitasi transportasi batuk (mucokinetics) dapat digunakan
untuk penggunaan klinis untuk memudahkan pembersihan jalan nafas dalam
berbagai indikasi seperti bronkiektasis, PPOK akut, dan kronis bronkitis atau hanya
untuk meredakan gejala batuk akut yang di derita pasien. Selaian itu dalam beberapa
tahun terakhir, sejumlah tinjauan sistematis telah dipublikasikan mengenai
penggunaan agen mucoaktif pada bronkitis kronis atau PPOK, bronkiektasis, batuk
akut, atau sebagai tambahan antibiotik pada pneumonia akut. Ambroxol,
bromhexine, carbocysteine, erdosteine, NAC, dan sobrerol merupakan contoh dari
obat mukolitik (Scaglione dan Petrini, 2019).
d. Analgesik
Penggunaan analgesik pada broncopneumonia dapat meringankan gejala nyeri
dada pada pasien pneumonia. Namun ada beberapa analgesik yang membuat
semakin parahnya penyakit broncopneumonia, sehingga penggunaan analgesik ini
harus pada dosis dan waktu yang tepat sesuai dengan anjuran dokter (Voiriot et al.,
2019).
e. Broncodilator
Salah satu pengobatan yang digunakan pada pasien pneumonia adalah
menggunakan broncodilator. Pada umumnya pasien yang menderita
broncopneumonia akan mengalami penyumbatan saluran pernapasan karena
akumulasi lendir pada paru-paru pasien. Penggunaan broncodilator ini dapat
melegakan pernapasan pasien serta memperlebar luas permukaan bronkus dan
bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen paru-paru
meningkat (Anisa et al., 2018).
3.1 Kasus
Tn. Y usia 73th sudah beberapa hari mengalami batuk berdahak, nyeri dada, mengi,
linglung dan tidak nafsu makan. Setelah dibawa ke rs dan dilakukan rontgen thorax,
menunjukkan adanya area patch/infiltrat multiple pada bagian bronkus (bronchial) di
kedua paru. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit stroke.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Nilai Normal 03/08
Hemoglobin (Hb) Pria : 13 - 18 g/dL 12,6 g/dL
Eritrosit Pria: 4,4 - 5,6 x 106/mm3 4,71 x106/ mm3
Hematokrit (Hct) Pria : 40% - 50 % 40%
Leukosit 3200 – 10.000/mm3 8,1 x 103/mm3
GDS 70-200 mg/dL 181 mg/dL
SGOT 11 - 47 U/L 82 U/L
SGPT 7 - 53 U/L 40 U/L
Trombosit 170 – 380 109 /L 196 /µL
Cr 0,7 – 1,3 mg/dL 1,83 mg/dL
U 8-20 mg/dL 47 mg/dL
3. Assasement
Diagnosa : Pasien pada kasus ini mengalami Bronkopneumonia yang termasuk
kedalam CAP. Pneumonia yang dialami pasien masuk dalam kategori
pneumonia atipikal sehingga tidak selalu disertai dengan demam dan
angka leukosit yang tinggi.
Analisa Pengobatan
Obat Analisa pengobatan
Arixtra Indikasi : Profilaksis Deep vein thrombosis dan emboli paru
(Fondaparinux Dosis : 2,5 mg / 24 jam
2,5 mg/0,5 mL) Efek samping : Anemia, demam, mual, ruam, pusing, konstipasi diare,
edema, sakit kepala
Interaksi : Clopidogrel, aspirin
Mekanisme kerja : agen antitrombotik, menghambat factor Xa, yang
mengganggu kaskade pembekuan darah dan menghambat pembentukan
thrombin dan perkembangan thrombus, umumnya tidak meningkatkan
waktu protombin atau waktu tromboplastin parsial
Furosemid (20 Indikasi : Edema paru akut
mg/ml) Dosis : 0,5-1 mg/kg IV
Efek samping : Hiperurisemia, hypokalemia, anafilaksis, anemia,
anorexia, diare, pusing
Interaksi : Salbutamol, aspirin, KSR
Mekanisme kerja : Menghambat reabsorbsi ion natrium dan klorida
pada tubulus ginjal proksimal dan distal
Lapixim Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh organisme yang rentan
(Sefotaksim 1 g) Dosis : 1 g IV setiap 12 jam
Efek samping : Radang usus, diare, demam, mual
Interaksi : -
Mekanisme kerja : Mengikat protein pengikat penisilin dan
menghambat langkah transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan uang
mengakibatkan kematian dinding sel.
Topazol Indikasi : GERD (gastroesophageal reflux disease)
(Pantoprazole 40 Dosis : 40 mg infus diatas 15 menit
mg) Efek samping : Sakit kepala, sakit perut, edema, dada sakit, diare,
konstipasi
Interaksi : -
Mekanisme kerja : Berikatan dengan H+ dan K- mengubah ATPase
(pompa proton) dalam sel parietal lambung, menghasilkan
penyumbatan sekresi asam.
Nebu V Indikasi : melebarkan saluran pernafasan (bronkus) yang menyempit.
(Salbutamol 2,5 Dosis : 2,5-5 mg hingga 4 kali sehari
mg) Efek samping : sakit kepala, rasa nyeri, hidung tersumbat, edema,
pusing
Interaksi : furosemide, aspirin, KSR
Mekanisme kerja : Aksi pada beta 2 melemaskan otot polos bronkial
dengan sedikit efek pada detak jantung.
ISDN 5 mg Indikasi : Angina Pectoris
Dosis : awal : 5-20 mg setiap 8-12 jam, pemeliharaan 10-40 mg setiap
8-12 jam
Efek samping : hipotensi, takiaritmia, pusing, sakit kepala, mual
Interaksi : -
Mekanisme kerja : Mengendurkan otot polos melalui pelebaran arteri
dan vena yang tergantung dosis untuk mengurangi preload dan afterload
CPG 75 mg Indikasi : Mencegah kejadian aterotrombosis pada pasien yang
menderita stroke iskemik dan sindrom coroner akut.
Dosis : 75 mg/24 jam
Efek samping : infeksi saluran pernapasan atas, nyeri dada, pusing,
diare, rhinitis, depresi, infeksi saluran urin
Interaksi : fondaparinux, aspirin, morfin
Mekanisme kerja : inhibitor jalur yang diinduksi adenosine difosfat
(ADP) untuk agregasi platelet
Aspilet 80 mg Indikasi : Stroke iskemik dan serangan iskemik transien
Dosis : dosis awal 160-300 mg dalam 48 jam setelah serangan stroke,
diikuti dengan dosis 75-100 mg PO per hari.
Efek samping : angioedema, gangguan pendengaran, hepatotoksisitas,
mual
Interaksi : fondaparinux, furosemide, salbutamol, clopidogrel, KSR
Mekanisme kerja : menghambat sintesis prostaglandin oleh
siklooksigenase, menghamabt agregasi trombosit, memiliki aktivitas
antipireti dan analgetik
MST (Morfin 10 Indikasi : Analgesik
mg) Dosis : 10-15 mg PO setiap 12 jam
Efek samping : pruritus, retensi urin, muntah, konstipasi , sakit kepala
Interaksi : clopidogrel, cimetidin
Mekanisme kerja : menghambat jalur nyeri yang meningkat, sehingga
mengubah respons terhadap nyeri, menghasilkan analgesia, depresi
pernapasan dan sedasi, menekan batuk dengan bertindak terpusat di
medulla
Biocurvil Kandungan : (Ekstrak Curcuma Longa Rhizome 150 mg, Silymarin
Phytosome 35 mg, Schizandrae fructus extr. 135 mg, Liquiritiae Radix
135 mg, Choline Bitartrate 150 mg, vit.B6 2 mg)
Indikasi : Suplemen untuk hati
Dosis : 3 x 1-2 kaplet
Coltin (Erdostein Indikasi : Mukolitik pada infeksi saluran napas akut dan kronik
300 mg) Dosis : 2-3 x 1 kaps sehari
Efek samping : Mual, diare, sakit perut, sakit kepala
Interaksi : -
Mekanisme kerja : mengencerkan secret saluran napas dengan jalan
memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari
sputum.
KSR (kalium Indikasi : Hypokalemia
klorida 600 mg, 1 Dosis : 40-100 mEq / 24 jam
tab setara 8 mEq) Efek samping : aritmia, perdarahan diare hyperkalemia, nausea
Interaksi : Furosemid, salbutamol
Mekanisme kerja : penting dalam proses fisiologis
Analisis DRP
DRP ada indikasi tanpa obat : -
DRP ada obat tidak tanpa indikasi : Pantoprazole
DRP dosis terlalu rendah : -
DRP dosis terlalu tinggi : Clopidogrel 75mg/12jam (dosis terlalu tinggi)
Aspilet digunakan 80 mg 4 x sehari (dosis terlalu tinggi)
DRP gagal menerima obat : -
DRP reaksi efek samping : -
DRP interaksi obat :
Obat yang berinteraksi Potensi interaksi obat
Fondaparinux + clopidogrel Meningkatkan salah satu efek obat
(farmakodinamik sinergis) meningkatkan resiko
perdarahan.
Fondaparinux + aspirin Keduanya dapat meningkatkan antikoagulasi
Furosemid + salbutamol Keduanya dapat menurunkan serum potassium
(Hipokalemia)
Furosemid + aspirin Aspirin meningkatkan dan furosemide
menurunkan serum potassium (farmakodinamik
antagonis)
Furosemid + KSR KSR meningkatkan dan furosemide menurunkan
serum potassium (farmakodinamik antagonis)
Salbutamol + aspirin Aspirin meningkatkan dan salbutamol
menurunkan serum potassium (farmakodinamik
antagonis)
Salbutamol + KSR KSR meningkatkan dan salbutamol menurunkan
serum potassium (farmakodinamik antagonis)
Clopidogrel + Aspirin Meningkatkan toksisitas satu sama lain
(farmakodinamik sinergis)
Clopidogrel + Morfin Morfin akan menurunkan level atau efek
clopidogrel, administrasi keterlambatan agonis
opioid dan mengurangi penyerapan clopidogrel
pertimbangan penggunaan agen antiplatelet
parenteral pada pasien sindrom coroner akut yang
membutuhkan pemberian bersama morfin atau
agonis opioid lainnya.
Aspirin + KSR Keduanya dapat meningkatkan kadar kalium.
4. Plan
a. Perlu di lakukan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui nilai CURB-65 untuk
memaksimalkan pemilihan terapi
cara menghitung CURB-65
b. Penggunaan antibiotic disini sudah tepat yaitu dengan cefotaksim 1 g I.V tiap 12
jam.
e. Inter
aksi
Monitoring Terapi :
Kadar Trombosit dan Complete Blood Count
Kadar SGOT dan SGPT
Kadar Serum Kreatinin
Kadar Kalium dalam darah
Monitoring tekanan darah
KIE
Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Menggunakan peralatan makan terpisah untuk menghindari penularan.
Menyarankan pasien selalu menggunakan masker agar tidak terjadi penularan.
Mengedukasi pasien agar patuh minum obat untuk mencegah resistensi.
Mengedukasi pasien agar rutin konsultasi kepada dokter mengenai
perkembangan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook 17th Edition, American.
Annisa, Rahma., Nurhaeni, Nani., and Wanda, Dessie. 2018. Inhalation with bronchodilator
combination effective in reducing length of hospital stay in children with pneumonia.
Depok: Faculty of Nursing, Universitas Indonesia.
Chisholm-Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M. and
Dipiro J.T., 2016, Pharmacotherapy Principles and Practice, Mc Graw-Hill
Companies, New York.
Dahlan, Z. 2001. Ilmu penyakit dalam. Volume ke-2. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Jeremy PT. 2007. At glance sistem repiras. Edisi kedua. Jakata: erlangga Medical Series. Hal
76-77.
Masjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta kedokteran, jilid
2 Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
(PDPI) Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia komuniti. Pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Paru Indonesia. Hal 2-15.
Scaglione, F dan Petrini, O. 2019. Mucoactive Agents in the Therapy of Upper Respiratory
Airways Infections. Italia: Clinical Medicine Insights: Ear, Nose and Throat Volume
12: 1–9.
Stockley, 2008. Stockley’s Drug Interaction, 8th Edition. Pharmaceutical Press., London.
Towairqi , Abdulhadi Salem., Mutwally, Lujain Hamed., Baateiyyah, Yasser Ali.,
Alshuwaier, Rakan Ahmed., Kraiz, Ismail Nizar., Alarfaj, Hamzah Mohammed.,
Alsomali, hood Abdulrazaq., dan Bukhari Rahaf Sadiq Omar. 2018. Pneumonia in
Elderly and Intensive Care Management. Jeddah: The Egyptian Journal of Hospital
Medicine.
Walter. 2008. The big picture: Pathology. The McGraw-Hill Companies: US.
(WHO) World Health Organization. 2005. Pocket book of hospitalmcar for children:
guidelines for the management of common illness with limited resource. WHO
Press. P. 72-3.