Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gangguan terhadap kesehatan bayi merupakan masalah kesehatan yang cukup
serius karena terkadang orang tua yang kurang peka terhadap keadaan anaknya akan
mengakibatkan keadaan anak semakin memburuk. Beberapa orang tua khususnya
kalangan menengah ke bawah terkadang merasa anaknya tidak memiliki gangguan
kesehatan yang membahayakan sehingga mereka hanya menangani sebisanya dan
penanganan tersebut tidak optimal berkaitan dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan
oleh tubuh anaknya.
Gangguan kesehatan anak meliputi penyakit musiman dan infeksi anak,
gangguan neurologi anak, gangguan kardiologi anak, gangguan pulmonologi anak,
gangguan gastroenterologi anak, gangguan nefrologi anak, gangguan hematologi
anak, perinatologi, penyakit gizi anak, dan hepatologi anak.
Banyaknya bakteri, virus dan agen infeksius lain yang ada di lingkungan kita
terutama di udara bisa terhirup oleh neonatus yang system imunitasnya belum
berkembang secara sempurna. Oleh sebab itu terdapat banyak peluang bagi bakteri
ataupun virus untuk masuk ke dalam sistem pernapasan anak. Beberapa penyakit
yang ditimbulkan karena gangguan sistem pernapasan pada anak salah satunya adalah
pneumonia.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun


2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,
angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% .

Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH


ketika membuka seminar Pneumonia, The Forgotten Killer Of Children tanggal 2

1
November 2009 di Universitas Padjadjaran Bandung. Seminar diselenggarakan
berkaitan peringatan Hari Pneumonia Sedunia 2009 yang diperingati setiap tanggal 2
November. Hadir dalam acara Gubernur Jawa Barat, Ketua DPRD Provinsi Jawa
Barat, Bupati dan Walikota Bandung, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Jawa Barat dan peserta seminar dari
berbagai profesi seperti Dokter, Bidan, perawat Puskesmas, Kader Kesehatan, serta
Tim Penggerak PKK Jawa Barat.

Di dunia, pnemonia merupakan masalah kesehatan karena angka kematian


yang relatif tinggi. Penyakit pernapasaqn atau peradangan pada paru – paru
( penemonia ) ini paling sering terjadi. Di Amerika Serikat teredapat dua juta sampai
tiga juta kasusu pnemonia pertahun dengan jumlah kematian rata – rata 45.00 orang.
Di Indonesia pnemonia merupakan penyababkematian ke tiga setelah kardiovaskuler
dan tubercoluse, penelitian pada pasien di Palembang pada tahun 2004 didapat 68
responden dengan pnemonia yang terdiri dari 37 ( 54,41% ) laki – laki, dan 31 ( 45,58
% ) perempuan, dengan angka kejadian 6,68%. Bagian ilmu Anak RSCM Jakarta
dalam waktu 3 bulan dari bulan Agustus sqampai dengan November 2007 dari 200
pasien berusia 2 bulan sampai dengan 15 tahun, 71 anak dengan pnemonia atau
dengan persentase 35,5 % .

Berdasarkan data hasil pelaporan dan pencatatan yang didapat dilantai II


perawatan anak RSPAD Gatot Soebroto selama tiga bulan terakir dimulai dari bulan
Desember 2007 sampai Februari 2008 jumlah pasien yang dirawat sebanyak 489 anak
dengan 18 anak menderiata Bronkopnemonia ( 3,9% ).

Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak
efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, klurang pengetahuan,
intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas. Jika broncopnemonia terlambat
didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada broncopnemonia dapat
menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronchitis. Maka diperlukan Asuhan
Kebidanan untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.

2
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Apa Pneumonia itu, klasifikasinya, apa yang
dimaksud bronchopneumonia, patofisiologinya, etiologinya, factor resikonya,
tanda, gejala, penegakan diagnose, penatalaksanaan umum, dan penatalaksanaan
kebidanan.”

1.3 Tujuan
Mengetahui Apa Pneumonia itu, klasifikasinya, apa yang dimaksud
bronchopneumonia, patofisiologinya, etiologinya, factor resikonya, tanda, gejala,
penegakan diagnose, penatalaksanaan umum, dan penatalaksanaan yang
diberikan bidan sesuai kewenangannya.

1.4 Manfaat
1. Secara Teoretis
Makalah ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan
menambah pengetahuan yang telah ada tentang bronchopneumoniae.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penulis
Makalah ini dapat menambah pengalaman dan wawasan pembelajaran.
b. Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan berguna sebagai pertimbangan dalam
melakukan tindakan yang tepat untuk menangani Neonatus yang
mengalami nronchopneumoniae.
c. Bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Hasil Study kasus ini diharapkan berguna sebagai bahan kajian dalam
pengajaran mata kuliah asuhan neonatus bayi dan balita.

3
1.5 Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun Study kasus ini kami mengumpulkan data dengan
beberapa metode, seperti :
1. Study Kepustakaan
Kami mengumpulkan data dari literatur-literatur kepustakaan yang
berkaitan dengan bronchopneumoniae.
2. Diskusi Kelompok Terpimpin
Diskusi ini kamil lakukan untuk saling melengkapi data yang telah ada
mengenai bronchopneumoniae .

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang


mengenai parenkim paru. (Arif Mansjoer.2000)

Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. (Sylvia A. Price.2002)

Pneumonia refers to an acute infectiom or inflammation of the alveoli.


‘Pneumonia mengarah kepada infeksi akut atau peradangan pada alveolus.’ (Tortora
J. Gerard. 1996)

Berdasarkan anatominya pneumonia dibagi


menjadi tiga, yaitu :

1. Pneumonia lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi,
eksudat terutama
terdapat intraalveolar, Pneumokokus dan
Klabsiella merupakan organism Gambar 2.1 Paru yang terinfeksi
penyebab yang sering infeksi ini.
2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
Penyebaran yang berbercak, eksudat fibrinosa terutama terdapat pada
bronkiolus. Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi yang
sering.
3. Pneumonia interstisialis (Bronchiolitis)
Eksudat perivaskuler dan edema di antara alveoli, disebabkan oleh infeksi
virus atau mikroplasma.

5
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat
(Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif


yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat,
pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru


yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson,
1994).

Gambar 2.2 Bercak-bercak pada Bronchopneumoniae

Broncopnemonia adalah suatu peradangan alveoli atau bronkus paru yang


terjadi pada anak yang mengenai satu atau beberapa lobus. ( Suryadi S.kp. 2001).

Broncopnemonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam –


macam etiologi seperti bakteri, virus,jamur, dan benda asing yang mengenai satu atau
beberapa lobus ( Ngastiyah, 1997).

6
Suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara anatomi mengenai bagian
lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat
disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar
hidung / mulut). (Bachtiar Fanani.2010)

Infeksi yang terjadi pada neonatus yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing yang mengakibatkan Respiratory Distress.
(Rina.2010)

Dari berbagai pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa


bronchopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang secara
anatomi mengenai bagian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan
bronkus yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate.

II. Patofisiologi

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan


oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga
fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan.
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya
timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan
cepat, batuk-batuk yang non produktif ditemukan ada permulaan penyakit tetapi

7
setelah beberapa hari mula- mula kering kemudian menjadi produktif. Batuk pilek
yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi
saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan
kesulitan menelan. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka
komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Untuk pneumonia pneumokokkus menimbulkan respons khas yang terdiri dari


empat tahap berurutan atau stadium. Tahap-tahap ini menggambarkan perjalanan
pneumonia pneumokokkus yang tidak diobati. Kini dengan pemberian antibiotic
perjalanan penyakit hanya sekitar 3 hari.

1. Disebut hyperemia(4 sampai 12 jam pertama), mengacu kepada respon


peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi. Hal
ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh Oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi sehingga
terjadi penurunan kecepatan difusi gas-gas.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-
sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang dihasilkan oleh pejamu sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Paru-paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi=seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari), terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi diseluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
4. Resolusi (7 sampai 11 hari), terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda ; sisa-sisa sel, fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag, sel
pembersih pada reaksi peradangan mendominasi.

8
III.Etiologi

Munculnya organism nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten


terhadap antibiotic, ditemukannya organism-organisme yang baru (seperti
Legionella), bertambahnya jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan
adanya penyakit seperti AIDS semakin memperluas spectrum dan derajat
kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia,dan ini juga menjelaskan mengapa
pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi dan anak kecil
lebih rentan terhadap penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Beberapa penyebab bronchopneumoniae adalah sebagai
berikut :

1. Bakteri

Bakteri biasanya mencapai paru melalui inhalasi atau aspirasi secret


nasofaring. Beberapa bakteri yang menyebabkan pneumonia yaitu pada bayi dan anak
kecil ditemukan Staphylococcus aerus sebagai penyabab pneumonia yang berat,
serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi. Infeksi Staphylococcus aerus ini
terutama terjadi pada neonates yang lahir di rumah sakit. Mula-mula terdapat infeksi
stafilokokus pada suatu tempat di badan, kemudian terjadi penyebaran ke paru-paru,
sehingga terjadi pneumonia atau piotoraks. Proses ini terjadi dengan cepat dengan
membuat keadaan bayi cepat menjadi buruk.

Streptococcus pneumonia atau Pneumococcus merupakan infeksi piogenik


yang sering menimbulkan pneumonia, otitis media, sinusitis, dan meningitis. Infeksi
bakteri ini biasanya terjadi setelah diawali oleh infeksi virus atau sebagai komplikasi.
Proliferasi di alveoli menyebabkan pneumonia lobaris, berupa konsolidasi
keseluruhan lobus paru.

9
2. Virus

Virus merupakan penyebab pneumonia tersering pada anak-anak, tetapi kasus


pneumonia oleh virus pada orang dewasa adalah sekitar 10%. Kebanyakan
pneumonia ini ringan. Penyebab tersering adalah virus influenza tipe A, tipe B dan
adenovirus.

3. Aspirasi

Penyebab ini merupakan penyebab utama kematian bayi BBLR. Hal ini
disebabkan karena pada saat pemberian os dimulai, terjadi aspirasi karena
refleksmenelan dan batuk belum sempurnapneumonia aspirasi ini harus dicurigai jika
bayi BBLR tiba-tiba menunjukan gejala letargia, anoreksia, berat badan tiba-tiba
turun, dan kalau terdapat serangan apnea. Aspirasi bisa terjadi karena Makanan,
kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing.

4. Pneumonia Hipostatik

Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit
dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang
lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah.  Kuman yang tadinya
komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang.  Oleh karena
itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti
tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.

5. Jamur

Infeksi paru oleh jamur dan parasit biasanya merupakan penyulit paling
berbahaya pada individu dengan gangguan imun, terutama wanita dengan sindrom
immunodeficiency didapat (AIDS). Beberapa jamur penyebab bronchopneumoniae
adalah H. Capsulatum. Candida albikans, Blastomycetes dermatitis,
Koksidioidomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis.

10
6. Sindrom Loeffler

Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.

Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan.  Untuk pengobatan
tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian
etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.  Pneumokokus dengan


serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 %
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur.  Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk


transmisi primer :

1. Aspirasi secret yang berisi mikroorganisme pathogen yang telah


berkolonisasi pada orofaring.
2. Inhalasi aerosol yang infeksius, dan
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.

Frekuensi relative dari agen penyebab pneumonia berbeda pada kedua sumber
ini (Tabel 2.1). penting untuk membedakan antara pneumonia yang di dapat di
masyarakat dengan yang di rumah sakit, yaitu untuk mengetahui antibiotika apa yang
sesuai untuk dijadikan terapi.

Tabel 2.1

11
Penyebab paling sering Pneumonia yang didapat dari masyarakat dan Nosokomial

Sumber Penyebab
Masyarakat Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Haemophillus influinzae
Legionella pneumophilla
Chlamydia pneumonia
Anaerob oral (aspirasi)
Influenza tipe A dan B
Adenovirus
Rumah Sakit Basil usus gram negative (missal E.Coli, Klebsiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus
Anaerob oral
(Sylvia A. Price.2002)

IV. Faktor-Faktor Resiko Bronchoneumonia Neonatus

 Dalam keadaan :

 Aspirasi secret orofaringeal


 Infeksi pernafasan oleh virus
 Sakit yang parah dan menyebabkan kelemahan daya tahan tubuh .
 Penyakit pernafasan kronik missal COPD, asma, dan kisti fibrosik.
 Kanker terutama kanker paru
 Tirah baring yang lama
 Fraktur tulang iga
 HIV/AIDS
 Malnutrisi

12
 Riwayat kelahiran

 Persalinan lama
 Persalinan dengan tindakan
 Ketuban pecah dini
 Air ketuban bau dan kental

 Riwayat kehamilan

 Infeksi TORCH
 Ibu menderita eklampsi
 Ibu mempunyai penyakit bawaan

V. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pneumonia hampir serupa untuk semua jenis pneumonia, tetapi
terutama mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Gejala-gejala
mencakup :
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan, suhu dapat naik mendadak
sampai 39 – 400 C.
2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk yang produktif dan
purulen, takipnu, ekspektorasi sputum (sputum berwarna merah karat untuk
Streptococcus pneumonia,berwarna merah muda untuk Staphylococcus
aureus,atau kehijauan dengan bau khas untuk Pseudomonas aeruginosa),
napas cuping hidung, sesak napas, air hunger,merintih, dan sianosis.
3. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
4. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.

13
5. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi, suara napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri
dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi beertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa
inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi, bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Pada neonates dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura
pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
6. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
7. Tidak ada reflex menghisap/ malas minum

8. Gelisah

9. Letargi

10. Frekuensi pernapasan meningkat

11. Muntah

12. Diare

13. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek. Sering tidak dijumpai adanya kelainan
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
14. Pada pemeriksaan Laboratorium
 Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

14
 Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

 Peningkatan LED

 Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan
tenggorok (throat swab)

 Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.


Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

15. Adanya penyebaran daerah yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai
4 cm yang mengelilingi dan juga melibatkan bronki.

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan
penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
dan/atau serologi.
Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan; dan bila dapat
dilakukan pun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dari tatalaksana sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut,
pneumonia dibedakan atas :
1. Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum.
2. Pneumonia berat: bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum.
3. Pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :
>60x/menit pada bayi <2 bulan.
>50x/menit pada anak 2 bulan-1 tahun.
>40x/menit pada anak 1-5 tahun.
4. Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa ada gejala seperti diatas.

15
5. Bayi <2 bulan dianggap beresiko sangat tinggi karena perjalanan penyakit
lebih bervariasi, komplikasi dan kematian sering terjadi.
Diagnosa resiko yang akan terjadi :
Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktivitas hidup sehari-hari.
Resiko terhadap perubahan membrane Mukosa oral yang berhubungan dengan
pernafasan mulut, sering meludah, dan penurunan masukan cairan sekunder
akibat malaise.

* Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan


peningkatan kehilangan cairan yang tidak terlihat sekunder akibat demam dan
hiperventilasi.
Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, dispnea, dan distensi abdomen sekunder akibat
menelan udara.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan nyeri,
peningkatan sereksi trakeobronkial dan keletihan.

* Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan sifat penularan


penyakit.

* Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan hipertemia, malaise


sekunder akibat pulmonal patologis.

* Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan tieah


baring yang ditetapkan.
Ket : Diagnosa ini dilaporkan untuk dipantau atau ditangani lebih sering (75-100%)
Diagnosa ini dilaporkan untuk dipantau atau ditangani sering (50-74%)
* Diagnosa ini tidak termasuk kedalam study validasi
(Lynda J. Carpenito. 2000)

V. Penatalaksanaan Umum

16
Pengobatan umum pasien-pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotic yang efektif terhadap organism tertentu, terapi O2 untuk menanggulangi
hipoksemia, dan pengobatan komplikasi. Seringkali komplikasi dan mortalitas
dikaitkan dengan jenis organism yang mengakibatkan infeksi.
Pneumonia pneumokokkus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang
rusak dapat diperbaiki kembali menjadi jaringan yang normal. Komplikasi yang
paling sering adalah efusi pleura ringan. Obat pilihan untuk penyakit ini adalah
Penisilin G.
Penicilin 50000 ui/kgBB/hari ditambah dengan clorampenicol 50 -70
mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik dengan spektrum luas seperti ampicilin,
pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.

Pemberian oksigen dan cairan intra vena, biasanya diperlukan campuran


glukosa 5 % dan Nacl 0.9 % dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan Kcl 10 Meq /
500 ml/ botol infus. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil
analisa gas darah arteri.

VI. Penatalaksanaan Kebidanan

17
BAB III

PENERAPAN ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Februari 2008  dengan diagnosa medik


Hipospadia di lantai I instalasi perawatan anak RSPAD Gatot Soebroto. Klien masuk
perawatan pada tanggal 22 Februari 2008 dengan nomor register 29 – 88 – 58, dan
diperoleh data sebagai berikut :

1. Data Biografi

a). Identitas klien

Klien bernama  An. A, umur 4 bulan, jenis kelamin,Perempuan, agama islam,


suku bangsa sunda, pendidikan belum sekolah.

b). Identitas Orang Tua

Ibu klien bernama Ny. I, usia 38 tahun, pendidikan terakhir SMEA, pekerjaan
ibu rumah tangga. Ayah klien bernama Tn S, usia 38 tahun, pendidikan terakhir

18
STM, pekerjaan sebagai buruh ), agama Islam, alamat kampung Rawa Sawah III Rt
04/02 Jakarta Pusat.

2. Resume

Klien bernama An. A umur 4 bulan masuk melalui UGD RSPAD Gatot
Soebroto pada tanggal 22 Februari 2008 pukul 09.30 wib. Klien datang dengan
keluhan batuk ± 2 minggu, sesak napas +, TTV N :  140 x/mnt, S : 38 ˚C, RR : 35
x/mnt, BB : 4,9 kg. Di UGD klien dilakukan tindakan pemasangan infus DS ¼ % 500
cc / 24 jam ( 200 tts /mnt ), injeksi cewfotaxin 3 x 150 mg secara IV, kalmetason 3 x
1 mg secara IV, cek AGD,kemudian di ruang perawatan anak lantai II dilakuakn
tindakan TTV N :  140 x/mnt, S : 38 ˚C, RR : 35 x/mnt, BB : 4,9 kg. Di UGD klien
dilakukan tindakan pemasangan infus DS ¼ % NS 16 tts/mnt, injeksi cewfotaxin 3 x
150 mg secara IV, kalmetason 3 x 1 mg secara IV, garamicyn 2 x 12,5 mg secara IV,
section, Nebolizer atroven 4 tts dan Nacl 0,9 %2cc 3 x sehari, O2 2 liter/mnt,
sehingga dari data diatas masalah yang muncul adalah tidak efektifnya bersihan jalan
napas, tidak efektifnya pola napas , resiko perubahan nutrisi dan resiko infeksi, semua
masalah diatas belum teratasi, hanya 1 tujuan tercapai sebagian masalah belum
teratasai yaitu tidak efektifnya bersihan jalan napas.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

1). Antenatal

Kesehatan ibu waktu hamil tidak mengalami hiperemesis gravidarum,


perdarahan pervagina, anemia, penyakit infeksi, pre eklamsi atau eklamsi. Pada saat
kehamilannya Ny. S memeriksakan kehamilannya secara teratur oleh dokter di rumah
sakit dan telah mendapatkan imunisasi tetanus toxoid sebanyak dua kali.

2). Masa Natal

19
Usia kehamilan saat kelahiran 40 minggu, cara persalinan normal, ditolong
oleh dokter, keadaan bayi saat lahir tidak cacat.BBL 4900 g,panjang badan 57 cm.

3). Masa Neonatal

Ibu mengatakan anaknya tidak ada kelainan bawaan, cacat, ikterus, kejang,
paralysis, perdarahan, trauma persalinan, penurunan berat badan.

b. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Ibu klien mengatakan pertumbuhan anaknya baik. An. A sudah sapat


tengkurap pada umur 3,5 bulan, An. A belum bisa merangkak, berjalan dan belum
tumbuh gigi karena usianya masih 4 bulan. Saat ini BB anak adalah 4,9 kg dengan TB
58 cm.

c. Penyakit-penyakit yang perah diderita

Ibu klien mengatakan selama ini klien tidak pernah mengalami sakit.

d. Perah dirawat di Rumah Sakit

Orang tua klien mengatakan, klien belum pernah dirawat di Rumah sakit.

e. Obat-obatan

Menurut orang tuan klien tidak ada obat – obat yang diminum sebelum sakit.

f. Tindakan

Orang tua mengatakan klien belum pernah menjalani operasi.

20
g. Alergi

Orang tua klien mengatakan, klien tidak ada alergi terhadap obat, makanan,
lingkungan, dan binatang.

h. Kecelakaan

Orang tua klien mengatakan, klien tidak pernah mengalami kecelakaan.

I. Imunisasi

An.A mendapatkan imunisasi yaitu BCG,Hepatitis

j. Kebiasaan sehari-hari sebelum dirawat

Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien selalu di ajak bermain dengan
kakaknya 1). Ibu klien mengatakan sejak lahir klien diberi ASI, dan susu buatan,
Makanan padat/tambahan mulai diberikan pada usia 4 bulan., diberikan secara
bertahap.Jenis vitamin yang diberikan tidak ada. Orang tua klien mengatakan klien
makan dengan frekuansi 3X/hari, jenis makanan yang diberikan yaitu nasi, sayur,
lauk-pauk dan buah.. Tidak ada alergi terhadap makanan. Kebiasaan makan. Klien
tidak memiliki kebiasaan makan bersama dengan keluarga. Jumlah minum klien
dalam satu hari sebanyak 2250  cc, frekuensi minum 7-9 kali dalam sehari. Tidak ada
kebiasaan minum kopi.

2). Pola tidur

Ayah klien mengatakan, klien tidur siang selama 2 jam mulai pukul 13.00
WIB sampai pukul 15.00 WIB, lama tidur malam 9 jam mulai pukul 09.00 WIB
sampai 06.00 WIB. Tidak ada kelainan waktu tidur. Kebiasaan yang membuat anak
nyaman saat tidur yaitu tidak ada.

3). Pola Aktifitas/Latihan/Bermain/ Hoby

21
Orang tua Klien mengatakan anaknya selalu di berikan mainan saat menagis.

4). Pola Kebersihan Diri

Orang tua klien mengatakan klien mandi 2X/hari menggunakan sabun.klien


belum bisa Oral hygiene karena masih kecil, dan cuci rambut 5). Pola Eliminasi

Ibu klien mengatakan klien BAB 3X dalam seminggu, waktunya tidak tentu,
warna feses kuning, bau khas. Konsistensi lembek, tidak menggunakan laksatif, tidak
ada kebiasaan khusus pada waktu buang air besar. Klien buang air kecil 10-15 X/hari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan yang berhubungan dengan buang air kecil dan
klien mengompol.

6). Kebiasaan Lain

Ibu klien mengatakan klien suka menghisap jempol tidak memiliki kebiasaan
menggigit jari, menggigit kuku, mempermainkan genital dan mudah marah.

7). Pola Asuh

Ibu klien mengatakan semenjak lahir hingga saat ini klen tinggal bersama
kedua orang tuanya. Klien diasuh oleh ibunya sendiri.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

a). Genogram

b). Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu klien mengatakan anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita
penyakit yang sama.

c). Koping Keluarga

22
Koping  keluarga terhadap anak yang sakit, ayah dan ibu klien memiliki
koping yang adaptif karena ibu klien menerima kenyataan penyakit anaknya, dalam
memecahkanmasalah dengan musyawarah.

d). Sistem Nilai

Tidak ada kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.

e). Spiritual

Keluarga klien selalu berdoa utuk kesembuhan anaknya dan menjalankan


sholat 5 waktu.

5. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Orang tua klien mengatakan tempat tinggalnya dekat jalan raya dan jauh dari
pabrik. Lingkungan rumah bersih , ventilis rumah cukup, jauh dari pembuangan
samaph.

6. Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Riwayat penyakit sekarang

Ibu klien mengatakan kurang lebi 5 hari anaknya batuk, pilek dan sesak napas
sehingga Ibu membawa anaknya berobat ke RSPAD Gatot Soebroto.

b. Pengkajian Fisik secara Fungsional

1). Data Klinik

DS : Ibu klien mengatakan anaknya sejak 2 minggu yang lalu batuk, susah
mengeluarkan dahak.

23
DO : Suhu tubuh klien 37,20C, nadi 132 X/menit, pernafasan 44X/menit,, kesadaran
composmentis.

2). Nutrisi

DS : Ibu klien mengatakan anaknya minum susu lewat selang dari hidung, ada
penurunan berat badan, sebelum sakit 5 kg, tidak mual dan tidak muntah.

DO : mukosa mulut klien lembab, warna merah, tidak terdapat lesi pada bibir, tidak
ada bibir sumbing, tidak ada perdarahan pada gusi, lidah tidak kotor, kulit elastis,
klien terpasangn NGT sejak tangggal 22 Februari 2008.

3). Respirasi/Sirkulasi

DS : -

DO : Suara nafas ronkhi +, batuk, terdapat sputum, tidak ada batuk darah (hemaptu),
tidak ada ikterus, tidak ada sianosis, tidak menggunakan otot bantu napas, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak terdapat edema palpebra, tidak ada palpitasi,
capilary refil 2 detik, temperatur suhu 37,20C

4). Eliminasi
 Abdomen
DS :Orang tua klien mengatakan perutnya tidak kembung dan tidak mules.
DO : Abdomen klien tidak kembung, bising usus 18X/menit.
 BAB
DS : orang tua klien mengatakan klien BAB 1X/hari, konsistensi lembek, warna
kuning, tidak ada diare.
DO : Warna feses kuning, tidak ada lendir, konsistensi lembek, frekuensi 1X/hari.
 BAK
DS : Ibu klien mengatakan BAK tidak tentu, freukensi sering.
DO :, tidak ada irtasi pada daerah anus, tidak ada atresia ani.

24
5). Aktifitas dan Latihan

DS : Ibu klien mengatakan jika anaknya menangis diberi mainan, tidak ada kekauan
pada sendi.

DO : Anaknya belum bisa berjalan, kekuatan menggenggam normal, bentuk kaki


tidak ada kelainan, otot kaki tidak ada kelemahan, tidak ada kejang.

6). Sensori Persepsi

DS : Orang tua klien mengatakan pendengaran, meraba dan penglihatan anaknya


baik.

DO : Reaksi terhadap rangsangan baik, reaksi kedua pupil terhadap cahaya positif,
konjungtiva ananemis, pendengaran baik, penglihatan baik.

7). Konsep Diri

DS : -

DO : Kotak mata ada, postur tubuh tegap, perilaku klien normal.

8). Tidur / Istirahat

DS : Orang tua klien mengatakan klien tidur nyenyak, kadang-kadang terbangun


karena  ngompol, tidak ada gangguan waktu tidur.

DO : Tidak ada tanda-tanda kurang tidur.

9). Seksualitas / Reproduksi

DS : -

DO : -

25
c. Dampak Hospitalisasi

Semenjak klien masuk rumah sakit, anak menangis dan apabila berhadapan
dengan orang yang tidak dikenalnya.

d. Tingkat Perkembngan saat ini

1). Motorik Kasar

Tingkat perkembangan saat ini klien sudah bisa mengangkat kepala saat
tengkurap, berguling dari terlentang ke tengkurap.

2). Motorik halus

Klien sudah dapat memasukan benda ke dalam mulut.

3). Bahasa

Anak belum bisa berbicara, sudah bisa ngoceh.

4). Sosialisasi

Sosialisai anak mengenal ibunya dengan penglihatan dan kontak, tersenyum


pada wajah manusia.

7. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 22 Februari 2008

 Hematologi

Hemoglobin :10,3                (13-18 gr/dl)

Hematokrit :  31                 (40-52%)

26
Eritrosit :  3,7                (4,3-6,0 juta / ul)

Leukoist :  8600 (4.800-10.800 /ul)

Trombosit :  289000         (150.000-400.000 /ul)

MCV : 83                  (80-96 fl)

MCH : 28                  (27-32 pg)

MCHC : 34                  (32-36 gr/dl)

PH : 7,47               ( 7,37 – 7,45 )

PCO2 : 46                  ( 32 – 46 mmHg )

PO2 : 53,9               ( 71 – 104 mmHg )

HCO3 : 33,9               ( 21 – 29 Meq/l )

 Foto thorak tanggal 23 Februari 2008.

Kesan : Terdapat bercak pada kedua paru-paru

8. Penatalaksanaan

Therapy:

Cefotaxime  : 3 X 150 mg

Garamicin     : 2 X 12,5 mg

Kalmetason  : 3 X 1mg

Inhalasi Nebulezer dengan Nacl 0,9% 2cc dan barotex 3tetes 3x/hari.

27
DATA FOKUS

DS       :

 Ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk sudah 2 minggu yanhg lalu dan
tidak sembuh-sembuh.

 Ibu  klien mengatakan anaknya susah untuk mengeluarkan dahak

 Ibu klien mengatakan anaknya minum susu lewat selang.

DO      :

 Kesadaran Composmentis

 Klien    batuk dan Ronchi + , sesak +

 Anak tampak sulit mengeluarkan sputum

 Klien  Terpasang O2 1 liter/mnt pada tanggal 22 Februari 2008

 Klien   Terpasang NGT pada tanggal 22 Februari 2008.

 Klien Terpasang infuse DS ¼ S di tangan sebelah kiri, infuse menetes lancar


16 tetes/menit tanggal 22 Februari 2008.

 Klien terlihat lemah dan kurus.

 BB sebelum sakit = 5,0 Kg

 BB saat ini 4,9 Kg

 TB saat ini = 58 cm, LLA = 6cm     klien    Minum ASI 8 x 10 cc/NGT

28
 TTV : N : 132 x/menit sh : 37,2 0C RR : 44x/menit.

 Klien mendapat terapi nebulizer menggunakan NaCl 0,9 % 2 cc dan barotex 3


tetes 3 x sehari.

 Hasil lab tanggal 22 Februari 2008

 Leukosit = 8600 / ul

 Daerah pemasangan infus, tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah,


bengkuk, panas dan sakit.

 Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, dan tidak menggunakan otot-otot


bantu pernafasan

 Sputum kental warna putih.

ANALISIS DATA

No Data Problem Etiologi

DS : – Ibu klien mengatakan anaknya Tidak efektifnya Peningkatan


batuk-batuk    2 minggu yang lalu dan tidak bersihan jalan produksi sputum
sembuh-sembuh. nafas

-  Ibu klien mengatakan anaknya susah


untuk mengeluarkan dahak.

DO  :  -  Kesadaran composmentis

-       Klien batuk, Ronkhi +

-       Klien terlihat batuk dan sulit jika

29
mengeluarkan dahak.

-       Klien mendapatkan terapi nebulizer 3


x sehari

-       TTV  : N  :  132 x/menit

Sh : 37,2 0C

RR : 44 x/menit
DS : - Tidak efektifnya Obstruksi
pola  nafas bronchial
DO : Kesadaran Composmentris

-     Klien batuk ronchi  +   , sesak

-     Anak tampak sulit mengeluarkan


sputum

-     Tidak terdapat pernapasan cuping


hidung dan tidak menggunakan otot-otot
bantu pernapasan.

-     Klien terpasang O2 1 liter/menit

-     TTV  : N : 132 x/menit, RR : 44 x/mnt


DS  :  Ibu klien mengatakan anaknya Risiko perubahan Intake nitrisi
terlihat nutrisi kurang yang tidak
dari kebutuhan adekuat.
lemah dan kurus.
tubuh.

Klien minum ASI/PASI 8 x 10 cc/NGT

Klien terpasang NGT tanggal 22 Februari

30
2008

BB saat ini : 4,9 Kg

BB sebelum sakit : 5,0 Kg

TB saat ini : 58 cm

LLA :6 cm
4 DS  : - Resiko terjadinya Masuknya
infeksi mikroorganisme
DO  :  Klien  terpasang NGT pada tanggal
sekunder
22 Februari 2008
terhadap tindakan

Klien terpasang O2 1 liter/menit 22 inuasif

Februari 2008 pemasangan


(infuse, NGT)
Klien terpasang infuse DS ¼ S ditangan
sebelah kiri, infuse menetes lancar 16
tetes/menit, pada tanggal 22 Februari 2008

Daerah pemasangan infuse, tidak ada


tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak,
panas dan sakit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penigkatan


produksi sputum.
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan obstruksi bronchiol.
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat.
4. Resiko  terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap tindakan inuasif pemasangan ( infuse, NGT)

31
C. Perencanaan,Implementasi dan evaluasi

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidak mampuan


mengeluarkan sekret.

DS : Ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk ± 2 minggu yang lalu dan tidak
sembuh-sembuh.

 Ibu klien mengatakan anaknya susah untuk mengeluarkan dahak.


 DO : kesadaran composmentris
 klien terlihat batuk, ronkhi (+)
 klien terlihat batuk dan sulit jika mengeluarkan dahak
 klien mendapatkan terapi nebulizer 3 x / hari
 TTV :  N : 132 x/menit, SH : 37,2 0C, RR : 44 x/menit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


bersihan jalan nafas efektif.

Kriteria hasil :

 Jalan nafas bersih tidak ada sekret.


 Suara nafas bersih
 Sputum (-)  , ronkhi(-)
 TTV dalam batas normal

N : 120-150 x/menit

Sh : 36-37 0C

32
RR : 20-28 x/menit

Perencanaan :

1. Ukur TTV Terutama RR Setiap 2 Jam Sekali.


2. Auskultasi Bunyi Napas  (Ronkhi)
3. Anjurkan   Minum Air Hangat.
4. Kolaborasi Dengan Dokter Untuk Tindakan Nebulizer 3 X/Hari Dengan Nacl
0,9 % 2 Cc dan barotex 3 tetes.
1. Lakukan fisiologi dada dengan cara claping setelah melakukan
tindakan nebulizer
2. Berikan obat keimetason 3 x 1 mg sesuai program

Implementasi:

Senin, 25 – 02 – 2008

Jam 09.00 mengukur TTV Hasil : N : 132 x/mnt, sh : 37,2 0C, RR : 44 x/mnt. Jam
09.10, memberikan terapi inhalasi nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2 CC dan barotex 3
tetes. Hasil : klien menangis, obat masuk dan di hirup. Jam 11.30, memberikan
injeksi cefotaxime secara iv. Hasil obat diberikan klien tidak alergi. Jam 14.00
Mengobservasi keadaan klien. Hasil : klien tidur nyenyak. Jam 15.00 Mengukur
TTV, hasil : N : 130 x/mnt sh : 36 0C. Jam 16.00 Memberikan terapi inhalasi
nebulizer dengan NACl 0,9 % 2 cc dan barotex 3 tetes, hasil : klien menangis, obat
masuk dan di hirup. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : Keadaan umum
lemah, klien menangis. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime dan kalmetason 3
x 150 mg dan 3 z 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam 21.00
Mengobservasi keadaan klien, hasil :  klien tertidur pulas.

Selasa, 26 – 02 – 2008

33
Jam 14.00 Mengukur TTV, hasil : N : 124 x/mnt, sh : 36 0C RR : 40 x/mnt. Jam 14.30
Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 16.10 Memberikan terapi
nebulizer NaCl 0,9 % 2 cc dan barotex 3 tetes, hasil : Nebulezer diberikan klien
menangis. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan, hasil : klien menangis dan dipangku
oleh ibunya. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150 mg dan kalmetason 3
x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien tidur. Jam 21.00 Mengukur TTV,
hasil : N : 120 x/mnt, sh : 37 0C, RR : 38 x/mnt.

Rabu, 27 – 02- 2008

Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil : N : 132, sh : 36 0C, RR : 38 x/mnt. Jam 22.00
Mengobservasi keadaan klien, Hasil : k/u baik, klien tidur. Jam 24.00 Mengobservasi
keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 02.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150
mg dan kalmetason 3 x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam
05.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 06.00 Mengukur TTV,
hasil : N : 124, sh : 36 0C, RR : 40 x/mnt.

Evalusi

Rabu, 27 – 02 – 2008

S             : Ibu klien mengatakan batuk anaknya sudah berkurang.

O            : – klien batuk (+) dan jarang

- Ronkhi (+)

- Sputum encer warna putih sedikit

A            : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi

P             : tindakan keperawatan di lanjutkan, lakukan nebulizer dengan

34
menggunakan

NaCl 0,9 % 2 cc dan barotex 3 tetes 3 x/hari sesuai program.

1. Tidak efektinya pola napas berhubungan dengan obstruksi bronchial.

DS : -

DO : Kesadaran composmentris

Klien batuk ronchi (+), sesak (+) anak tampak sulit mengeluarkan sputum.

Tidak terdapat pernapasan cuping hidung hidung dan tidak menggunakan otot-otot
bantu pernapasan.

klien terpasang O2 1 liter/menit.

TTV : N : 132 x/mnt, RR : 44 x/mnt.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

pola napas

efektif.

Kriteria hasil :

 Pernapasan teratur.
 Tidak ada pernapasan cuping hidung dan tidak menggunakan otot bantu
pernapasan.

Perencanaan :

1. Ukur TTV terutama RR setiap 2 jam; suara nafas teratur atau tidak teratur,
penggunaan otot bantu pernapsan.

35
2. Tinggikan posisi kepala diatas tempat tidur.
3. Lakukan fisioterapi dada.
4. Kaji bentuk dan kedalaman pernapasan.
5. Berikan oksigen sesuai program.

Implementasi:

Senin, 25 – 02 – 2008

Jam 09.00 mengukur TTV Hasil : N : 132 x/mnt, sh : 37,2 0C, RR : 44 x/mnt. Jam
09.10, memberikan terapi inhalasi nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2 CC dan barotex 3
tetes. Hasil : klien menangis, obat masuk dan di hirup. Jam 11.30, memberikan
injeksi cefotaxime secara iv. Hasil obat diberikan klien tidak alergi. Jam 14.00
Mengobservasi keadaan klien. Hasil : klien tidur nyenyak. Jam 15.00 Mengukur
TTV, hasil : N : 130 x/mnt sh : 36 0C. Jam 16.00 Memberikan terapi inhalasi
nebulizer dengan NACl 0,9 % 2 cc dan barotex 3 tetes, hasil : klien menangis, obat
masuk dan di hirup. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : Keadaan umum
lemah, klien menangis. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime dan kalmetason 3
x 150 mg dan 3 z 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam 21.00
Mengobservasi keadaan klien, hasil :  klien tertidur pulas.

Selasa, 26 – 02 – 2008

Jam 14.00 Mengukur TTV, hasil : N : 124 x/mnt, sh : 36 0C RR : 40 x/mnt. Jam 14.30
Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 16.10 Memberikan terapi
nebulizer NaCl 0,9 % 2 cc dan barotex 3 tetes, hasil : Nebulezer diberikan klien
menangis. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan, hasil : klien menangis dan dipangku
oleh ibunya. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150 mg dan kalmetason 3
x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien tidur. Jam 21.00 Mengukur TTV,
hasil : N : 120 x/mnt, sh : 37 0C, RR : 38 x/mnt.

36
Rabu, 27 – 02- 2008

Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil : N : 132, sh : 36 0C, RR : 38 x/mnt. Jam 22.00
Mengobservasi keadaan klien, Hasil : k/u baik, klien tidur. Jam 24.00 Mengobservasi
keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 02.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150
mg dan kalmetason 3 x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam
05.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 06.00 Mengukur TTV,
hasil : N : 124, sh : 36 0C, RR : 40 x/mnt.

Evalusi

S             : -

O            : Kesadaran Composmetris,     masih batuk tetapi jarang

- klien terpasang O2 1 liter/menit

- Tidak terdapat pernapasan cupin hidung, dan tidak menggunakan oto

bantu pernapasan.

A                        : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.

P             : Tindakan keperawatan di lanjutkan, berikan O2 1 liter/menit sesuai

program.

1. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake nutrisi yang tidak adekuat.

DS          : Ibu klien mengatakan anaknya minum susu lewat selang.

DO         : klien terlihat lemah kurus.

37
klien Minum ASI/PASI 8 x 10 cc/NGT.

klien Terpasang NGT tgl 22 Februari 2008

BB saat ini = 4,9 kg

BB sebelum sakit = 5,0 kg.

TB saai ini = 58 cm.

LLA=6cm

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


kebutuhan nutrisi adekuat.

Kriteria hasil :

 klien Makan atau minum seperti biasa tanpa NGT.


 BB naik 0,5 – 10  Kg/minggu.

Perencanaan :

1. Kaji status nutrisi klien.


2. Kaji frekwensi menghisap, menelan dan batuk.
3. Atur posisi klien untuk mengoptimalkan penelanan.
4. Timbang  BB setiap hari
5. Kolaborasi dengan tim gizi

Imlementasi:

Senin, 25 – 02 – 2008

Jam 09.00 mengukur TTV Hasil : N : 132 x/mnt, sh : 37,2 0C, RR : 44 x/mnt. Jam
09.10, memberikan injeksi cefotaxime secara iv. Hasil obat diberikan klien tidak

38
alergi. Jam 14.00 Mengobservasi keadaan klien. Hasil : klien tidur nyenyak. Jam
15.00 Mengukur TTV, hasil : N : 130 x/mnt sh : 36 0C.Jam 16.00 Memberikan
minum susu 10 cc/NGT, hasil : klien diberi susu 10 cc/NGT. Jam 17.00
Mengobservasi keadaan klien, hasil : Keadaan umum lemah, klien menangis. Jam
18.00 Memberikan injeksi cefotaxime dan kalmetason 3 x 150 mg dan 3 z 1 mg
secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam 19.00 Memberikan minum susu
10 cc/NGT, hasil : klien diberi susu 10 cc/NGT. Jam 21.00 Mengobservasi keadaan
klien, hasil :  klien tertidur pulas.

Selasa, 26 – 02 – 2008
Jam 14.00 Mengukur TTV, hasil : N : 124 x/mnt, sh : 36 0C RR : 40 x/mnt. Jam 14.30
Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 16.00 Memberikan minum susu
10 cc/NGT, hasil : klien diberi susu 10 cc/NGTJam 17.00 Mengobservasi keadaan,
hasil : klien menangis dan dipangku oleh ibunya. Jam 18.00 Memberikan injeksi
cefotaxime 3 x 150 mg dan kalmetason 3 x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan
klien tidur. Jam 19.00 Memberikan minum susu 100 cc/NGT, hasil : susu diberikan
100 cc/NGT. Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil : N : 120 x/mnt, sh : 37 0C, RR : 38
x/mnt.

Rabu, 27 – 02- 2008

Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil : N : 132, sh : 36 0C, RR : 38 x/mnt. Jam 22.00
Mengobservasi keadaan klien, Hasil : k/u baik, klien tidur. Jam 22.10 Memberikan
minum susu 100 cc/NGT, hasil : susu  diberikan 100 cc/NGT. Jam 24.00
Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 01.00 Memberikan minum susu
100 cc/NGT, hasil : susu  diberikan 100 cc/NGT. Jam 02.00 Memberikan injeksi
cefotaxime 3 x 150 mg dan kalmetason 3 x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan

39
klien menangis. Jam 04.00 Memberikan minum susu 100 cc/NGT, hasil : susu 
diberikan 100 cc/NGT. Jam 05.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur.
Jam 06.00 Mengukur TTV, hasil : N : 124, sh : 36 0C, RR : 40 x/mnt. Jam 07.00
Memberikan minum susu 100 cc/NGT, hasil : susu  diberikan 100 cc/NGT klien
menangis.

Evaluasi:

S             : Ibu klien mengatakan anaknya minum susu lewat selang.

O            : – klien minum susu lewat selang 8 x 10 cc/NGT

- BB saat ini 4,9 kg, tidak muntah.

A            : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.

P             : tindakan keperawatan di lanjutkan dengan memberikan ASI?PASI 8 x 10


cc/NGT sesuai program.

1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme


sekunder terhadap tindakan invasife pemsangan (infuse NGT, O2)

DS          : -

DO         : klien Terpasang NGT pada tanggal 22-02-08

klien terpasang O2 1 liter/mnt pada tanggal 22-02-2008

klien Terpasang infuse DS ¼ S ditangan sebelah kiri, infuse menetes lancer 16

tetes/menit, pada tanggal 22-02-2008.

Daerah pemasnagan infuse, tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah,

40
bengkak, panas dan sakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


resiko infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

 Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas dan sakit.
 TTV normal = sh : 36-37 0C.

Perencanaan :

1. Kaji tanda-tanda infeksi seperti merah, bengkak, panas dan sakit.


2. Ukur TTV
3. Lakukan perawatan infuse dan NGT
4. Berikan injeksi cepatoxime sesuai program.

Imlementasi:

Senin, 25 – 02 – 2008

Jam 09.00 mengukur TTV Hasil : N : 132 x/mnt, sh : 37,2 0C, RR : 44 x/mnt. Jam
09.10, , memberikan injeksi cefotaxime secara iv. Hasil obat diberikan klien tidak
alergi. Jam 14.00 Mengobservasi keadaan klien. Hasil : klien tidur nyenyak. Jam
15.00 Mengukur TTV, hasil : N : 130 x/mnt sh : 36 0C.Jam 16.00Mengkaji tanda-
tanda infeksi hasil:tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti merah bengkak sakit dan
panas. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : Keadaan umum lemah, klien
menangis. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime dan kalmetason 3 x 150 mg dan
3 x1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis. Jam 21.00 Mengobservasi
keadaan klien, hasil :  klien tertidur pulas.

Selasa, 26 – 02 – 2008

41
Jam 14.00 Mengkaji tanda-tanda infeksi hasil:tidak terdapat tanda-tanda infeksi
seperti merah,bengkak,panas dan sakit.Jam 14.30 Mengukur TTV, hasil : N : 124
x/mnt, sh : 36 0C RR : 40 x/mnt. Jam 15.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil :
klien tidur. Jam 17.00 Mengobservasi keadaan, hasil : klien menangis dan dipangku
oleh ibunya. Jam 18.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150 mg dan kalmetason 3
x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien tidur Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil :
N : 120 x/mnt, sh : 37 0C, RR : 38 x/mnt.

Rabu, 27 – 02- 2008

Jam 21.00 Mengukur TTV, hasil : N : 132, sh : 36 0C, RR : 38 x/mnt. Jam 22.00
Mengobservasi keadaan klien, Hasil : k/u baik, klien tidur.. Jam 24.00 Mengobservasi
keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 02.00 Memberikan injeksi cefotaxime 3 x 150
mg dan kalmetason 3 x 1 mg secara IV, hasil : obat di berikan klien menangis.. Jam
05.00 Mengobservasi keadaan klien, hasil : klien tidur. Jam 06.00 Mengukur TTV,
hasil : N : 124, sh : 36 0C, RR : 40 x/mnt. Jam 07.00 Mengkaji tanda-tanda infeksi
hasil:tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti merah,bengkak dan panas.

Evaluasi:

S :-

O : klien terpasang NGT, infus, O2

Daerah pemasangan infus, NGT, O2, tidak ada tanda-tanda infeksi

seperti bengkak, panas, merah dan  sakit.

A : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.

P : Tindakan keperawatan di lanjutkan dengan melakukan perawatan infus

dan NGT dengan cara aseptik dan antiseptik

42
43

Anda mungkin juga menyukai