BRONKOPNEUMONI
Disusun Oleh :
Pembimbing:
dr. Anton Wibowo, M.kes.,Sp.A
Pendamping :
dr. Eryna Sri Maharani, CHt
dr. Meidy Ferdian
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik “Bronkitis akut”. Bronkitis akut merupakan suatu
masalah yang cukup sering ditemukan di masyarakat.
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) periode
2018 s/d 2019 di RSU Pusdik Brimob Pasuruan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini, terutama kepada dr. Anton
Wibowo, M.kes.,Sp.A selaku dokter pendamping yang telah memberikan bimbingan kepada kami
dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I ……………………………………………………………………… 1
PENDAHULUAN …………………………………………………...1
BAB II ……………………………………………………………………...2
BAB IV ……………………………………………………………………21
PEMBAHASAN ……………………………………………….…..21
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Istilah pneumoni mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa seluruh alveoli
terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah
kesehatan utama pada anak-anak dinegara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak didunia , lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi diafrika dan asia tenggara. Insiden pneumonia dinegara berkembang yaitu
30-45% per 1000 anak dibaawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usai 5-9 tahun, dan 7-
16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di Indonesia, pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut
survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita Indonesia
disebabkan oleh penyakit system pernafasan, terutama pneumonia menduduki peringkat keempat
dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang dirawat
inap berkisar antara 20-35%.
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada bronkus sampai
dengan alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi dan
biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang
sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian pneumonia
di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang
ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia,
radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut pneumonitis.1,2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang
mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit
ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai
penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit
yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-
anak dan orang tua. 1,2
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
2. ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun, .
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun
secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 2
Umur Bakteri Patogen
Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumoniae9
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status
imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada
neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada
umumnya demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 2
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul
sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung (neonetus), takipneu,
dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa
retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
1
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi
nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik
karena umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena
adanya efusi pleura.
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus khas
untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena
kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.2
4. PATOFISIOLOGI
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.2
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal
mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.1,2
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.2
5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.2,3
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.
Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.2
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.2,3
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >
500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama
pada anak- anak kecil.2
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat
tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus pneumonia.3
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan.
5. KRITERIA DIAGNOSIS
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling
sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)3
6. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung gula dan
elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin yang harus
diberikan. 2
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan
pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S. Aureus,
kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin,
klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokokkus adalah 3-4 minggu. 2
7. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi.
8. DIAGNOSA BANDING
a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer
9. PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari
20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.13 Dengan pemberian antibiotik
yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.2
10. PENCEGAHAN
berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Usia : 1 Tahun
Ayah
Nama : Tn. E
Umur : 35 th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Ibu
Nama : Ny. N
Umur : 30 th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan orangtua pasien di IGD Pusdik Brimob
Watukosek
a. Keluhan Utama
Pasien dibawa oleh orangtuanya ke IGD pusdik brimob watukosek. Ibunya mengatakan
pasien mengalami batuk. Batuk dilaporkan terus menerus sejak 3 hari SMRS dan diserta sesak
nafas. Ibu N mengeluhkan Ibu N juga mengalami demam tinggi dan mual (+), muntah 3x warna
hijau berlendir. Makan dan minum menurun. BAB dan BAK normal.
Ibu pasien mengaku menderita penyakit bronchitis sejak hamil anak ke II, sudah berobat,
tetapi tidak pernah kontrol lagi setelah obat habis.
d. Riwayat kehamilan
An. M dalam kandungan selama 38 minggu. Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya ke
bidan setempat. Berat badan sebelum hamil serta kenaikan berat badan selama kehamilan tidak
diketahui.
e. Perawatan antenatal
- Ibu kontrol secara teratur ke bidan setiap bulan. Tidak ada masalah selama kehamilan dan janin
di dalam kandungan dinyatakan sehat.
g. Riwayat persalinan
Persalinan : Dirumah
Ketuban : jernih
Keadaan bayi
Panjang badan : 44 cm
Menurut Ibu, bayinya langsung menangis dan kulit bayi berwarna merah. Tidak ada cacat.
Riwayat Nutrisi
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa An.M sudah diberikan imunisasi BCG, hepatitits B, polio, DPT
dan campak.
Status Generalisata
Tanda-tanda Vital :
Tensi :-
Suhu Tubuh : 39 ⁰C
BB : 8 kg
TB :-
Kepala :
Thorax :
Jantung
Paru-paru
Paru (depan)
Abdomen
Ekstremitas
D. Differential Diagnosis
o Bronkiolitis
o Bronkopneumoni
o Wheezing Infant
E. Pemeriksaan Penunjang
Granulosit 59 % 42 - 74
Hitungan Trombosit 266 % 150.000 – 450.000
MPV 8.2 /fL 7.2 – 11.1
2.
F. Diagnosis Kerja
Bronkopneumoni
G. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa:
a. Edukasi dan KIE kepada orang tua pasien tentang penyakit dan kondisi An.M
b. Istirahat/tirah baring
c. Asupan gizi cukup
Medikamentosa:
- O2 Nasal 21pm
- Inf. D5 ¼ 10 tpm mikro
- Inj. Sampicilin 4x250mg
- Inj. Cefataxim 3x300
- Copercentin 3x1 cth
- Inj. Santagesic 3x100mg
Prognosis :
Anamnesis : An.M dibawa ke IGD RS Bhayangkara pusdik brimob watukosek oleh ayah dan
ibunya dengan keluhan panas dan batuk sejak 3 hari yang lalu. Panasnya seluruh tubuh
sepanjang hari. tetapi setelah beberapa hari panasnya semakin tinggi. Batuk sejak 3 hari ini.
tidak mau makan dan minum. mual(+) dan muntah 3x warna hijau lendir BAK dan BAB
normal
b) Pemeriksaan Fisik : Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien tampak
rewel dan badannya panas, kesadaran GCS 456 compos mentis, BB=8 kg, suhu 39oC, nadi
144x/menit, regular, RR 38x/menit. Review of system menunjukkan adanya nafas cuping
hidung, , retraksi otot-otot pernafasan dan wheezing Rhonkipada lapang atas paru. Terdapat
gambaran ilfiltrat di lobus bawah paru.
c) Pemeriksaan Penunjang : Foto thoraks PA, Lab darah lengkap dan CRP (-).
1. Kesimpulan
Diagnosis An. M adalah :
a. Diagnosa Biologis : Bronkopneumoni
b. Diagnosis Psikologis : Hubungan An.M dengan anggota keluarganya cukup baik.
c. Diagnosis Ekonomi : Status ekonomi mengah, cukup untuk kebutuhan sehari-
hari
d. Diagnosis Sosial : Hubungan keluarga An.M dengan masyarakat sekitar baik.
2. Saran untuk pencegahan
Untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak
bertambah parah.
Membatasi aktivitas anak
Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang
tertutup lehernya
Hindari makanan yang merangsang
Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan anak
dengan air hangat
Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
DAFTAR PUSTAKA
1. Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and Management of
Community Acquired Pneumonia Pediatric. http:/www.albertadoctor.org.
2. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru dan
Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
3. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Surabaya.