Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh spiroketa dari genus Leptospira.
Leptospirosis memiliki penyebaran yang merata hampir di seluruh dunia dan merupakan
penyakit endemik pada negara dengan iklim tropis. Leptospirosis merupakan salah satu
penyakit zoonosis yang paling sering terjadi. Penyakit ini menyebar melalui kontak, baik
langsung ataupun tidak langsung, antara mukosa atau kulit manusia yang mengalami luka
dengan hewan yang terinfeksi seperti tikus, anjing, kucing, dan hewan rumahan lain.1 Bentuk
berat dari leptospirosis, Penyakit Weils, muncul sebagai bentuk stadium ikterik dari
leptospirosis. Penyakit Weils merupakan suatu bentuk leptospirosis berat yang melibatkan
kegagalan beberapa organ seperti hati dan ginjal.

ETIOLOGI
Leptospira adalah genus spiroketa berukuran 620 m dengan karakteristik ujung yang
berbentuk kait dengan motilitas yang tinggi. Genus Leptospira terdiri dari dua puluh jenis
spesies, lima diantaranya termasuk spesies yang menyebabkan penyakit misalnya L.
interrogans yang memiliki kurang lebih 250 serovar. Leptospira dideskripsikan dengan
serovar untuk kepentingan klinis dan epidemiologi.1 Organisme Leptospira tidak dapat
terlihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa, namun dapat dilihat dalam kultur dan
spesimen klinis dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Kebutuhan nutrisi
Leptospira yang khas menyebabkan Leptospira tidak dapat tumbuh pada medium yang
digunakan dalam proses kultur biasa. Leptospira secara khusus dapat dikultur pada media
EMJH (EllinghausenMcCulloughJohnsonHarris) yang ditambahkan 0,1% agar. Kultur
dapat diperiksa dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap dalam interval mingguan

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung antara kulit yang terluka atau mukosa tubuh seperti mukosa konjungtiva ataupun
mukosa oral dengan binatang ataupun ekskreta binatang yang terinfeksi Leptospira.
Leptospira dapat berproliferasi dan menyebar dalam aliran darah ke seluruh tubuh kemudian
berproliferasi dalam organ-organ. Masa inkubasi bervariasi antara dua hingga tiga puluh hari
dengan rata-rata lima hingga empat belas hari. Setelah antibodi terhadap Leptospira
terbentuk, Leptopspira mulai menghilang dari darah namun tetap bertahan hidup pada
berbagai organ seperti otak, hati, paru-paru, jantung, dan ginjal. Siklus hidup Leptospira telah
lengkap ketika Leptospira mempenetrasi membran basalis dari tubulus ginjal proksimal dan
berikatan dengan sel-sel tubulus dan kemudian diekskresikan bersama dengan urin.3 L.
interrogans dengan serovar icterohaemorrhagie adalah salah satu serovar Leptospira yang
berhubungan erat

GEJALA KLINIS
Gambaran klinis infeksi Leptospira bervariasi dari gejala klinis ringan yang menyerupai
penyakit lain seperti influenza, hingga bentuk klinis yang parah yakni penyakit Weils. Pada
fase leptospiremia, organisme Leptospira dapat dikultur dari darah dan memberikan gejala
sistemik seperti demam, sakit kepala, mialgia. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
adanya injeksi konjungtiva (dilatasi pembuluh darah konjungtiva tanpa adanya sekret),
eritema faring, nyeri otot terutama nyeri pada otot gastrocnemius, ditemukannya rhonchi atau
pekak pada pemeriksaan toraks apabila terjadi perdarahan pada paru-paru, jaundice, maupun
hiporefleksia terutama pada kaki.3 Penyakit Weils ditandai dengan adanya kombinasi dari
jaundice, gagal ginjal akut (acute kidney injury), hipotensi dan perdarahan (pada umumnya
pada paru). Keterlibatan organ lain seperti adanya aseptik meningitis, uveitis, kolesistitis,
pankreatitis, dan akut abdomen juga dapat terjadi meskipun jarang. Pada jantung, dapat
ditemukan perubahan segmen ST maupun gelombang T serta right-bundle-branchblock
(RBBB) yang menggambarkan terjadinya miokarditis. Kelainan kulit pada pasien Leptospira
umumnya menggambarkan adanya kelainan di darah, seperti petechiae dan ekimosis.
Pemeriksaan fisis pada abdomen dapat ditemukan adanya hepatomegali dan nyeri tekan
akibat kolesistitis maupun hepatitis.3
Gagal ginjal akut ditandai dengan adanya fase oliguria dengan gangguan kadar elektrolit
darah yang menggambarkan disfungsi tubulus renal proksimal. Hipotensi berhubungan
dengan nekrosis tubulus akut yang membutuhkan resusitasi cairan segera serta hemodialisa.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosis
dan tingkat keterlibatan organ pada infeksi leptospirosis, diantaranya adalah:3,7 1.
Pemeriksaan darah lengkap Pada pemeriksaan DL dapat ditemukan leukositosis dengan shift
to the left serta peningkatan laju endap darah (LED). Adanya perdarahan pada paru atau
organ lain dapat memberikan gambaran anemia. Trombositopenia adalah satu pemeriksaan
yang umum ditemukan pada infeksi trombosit, walaupun adanya trombositopenia tidak
berarti terjadi koagulasi intravaskular diseminata. Pada pasien dengan penyakit Weils
dengan keterlibatan ginjal dapat ditemukan peningkatan kadar ureum serta kreatinin darah.
Kadar bilirubin juga dapat meningkat sebagai akibat obstruksi pada level intrahepatik. Kadar
alkalin fosfatase juga dapat meningkat hingga 10 kali lipat. 2.Urinalisis Pada urinalisa dapat
ditemukan proteinuria. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan leukosit, eritrosit,
serta sedimen hyaline maupun sedimen granular. 3.Pemeriksaan radiologis Foto thoraks
dilakukan untuk melihat keterlibatan paru pada penyakit Weils. Ultrasonografi (USG)
abdomen juga dapat dilakukan untuk melihat adanya kolesistitis. 4.Pemeriksaan serologis
Antibodi antileptospira dapat dideteksi dengan menggunakan tes aglutinasi mikroskopik
(MAT) meskipun ketersediaannya saat ini masih terbatas. Selain MAT, pemeriksaan
serologis lain seperti ELISA IgM atau SAT juga dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding leptospirosis akut tergantung pada fase dalam perjalanan penyakitnya.
Pada fase akut ketika gejala yang dominan adalah demam dan mialgia, diagnosis banding
leptospirosis antara lain seperti influenza, malaria, infeksi virus seperti dengue atau
chikungunya. Pada fase berat, penyakit Weils diagnosis banding dapat berkembang menjadi
malaria, demam tifoid atau hepatitis viral dengan berbagai macam keterlibatan organ.7

Penatalaksanaan

Tabel 1
Indikasi Regimen
Leptospirosis Doksisiklin (100mg PO 2 kali sehari) atau
Amoksisilin (500mg PO 3 kali sehari) atau

Leptospirosis sedang/berat Penisilin (1,5 juta unit iv atau im tiap 6 jam)


(penyakit wells) Ceftriakson (1g/hari iv) atau
Cefotaxime (1gr/ tiap 6 jam)
Beberapa antibiotik memiliki aktivitas anti Leptospira seperti ditunjukan pada tabel 1. Durasi
pengobatan 10-14 hari. Apabila pasien mengalami Leptospirosis sedang/berat dengan
keterlibatan organ, misalnya ginjal, maka penatalaksanaan komplikasi harus dilakukan sesuai
dengan organ yang terlibat, misalnya hemodialisa, transfusi darah, bahkan jika diperlukan
perawatan di ruang rawat intensif (ICU).

PROGNOSIS
Prognosis leptospirosis ditentukan dengan adanya keterlibatan kerusakan organ, misalnya
gagal ginjal dan perdarahan pulmonal. Penyakit Weils memiliki tingkat mortalitas hingga
40%.7 Prognosis lebih buruk ditemukan pada penderita dengan usia lanjut, kadar kreatinin
yang meningkat, oliguria dan trombositopenia. Leptospirosis umumnya tidak menimbulkan
sequelae yang permanen, namun apabila terjadi gagal ginjal maka diperlukan monitor ketat
untuk menilai fungsi ginjal setelah fase akut terlewati.3,7
PENCEGAHAN Tidak terdapat vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi leptospirosis.
Salah satu langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan antibiotik
profilaksis dengan doksisiklin 200 mg per oral seminggu sekali.

Anda mungkin juga menyukai