Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANDIRI

FASILITASI KESEHATAN MASYARAKAT

“PNEUMONIA PADA BALITA YANG BERHUBUNGAN DENGAN


FAKTOR LINGKUNGAN”

DISUSUN OLEH:

Halimatus Sa’diyah
01180100028

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2020
1. Uraian Tugas
a. Mari melanjutkan dengan menyusun Tinjauan Pustaka
b. Tinjauan pustaka adalah menyusun intisari berbagai literatur dan
hasil penelitian terdahulu untuk mendapatkan gambaran tentang
materi, informasi, kebaruan atau hal-hal lain yang terkait dengan
kegiatan Fasilitasi yang akan dilaksanakan
c. Tinjauan pustaka harus mampu memaparkan tema, mengidentifikasi
trend dan menyusun teori atau referensi yang relevan dan
mendukung proses penyusunan hasil pelaksanaan dan pembahasan
kegiatan nantinya
d. Langkah menyusun Tinjauan Pustaka
1. Mengumpulkan referensi tema isi informasi yang akan
diperlukan dalam melakukan fasilitasi. Untuk diingat jangan
melupakan aspek promotif dan pereventif dalam isi dari
kegiatan fasilitasi yang anda rancang
2. Literatur yang digunakan maksimal 5 tahun terakhir
3. Sumber bacaan yang digunakan terdiri atas 2 jenis:
a. Sumber acuan umum: buku teks, ensiklopedia dan
sejenisnya
b. Sumber acuan umum: jurnal, buletin penelitian, skripsi,
tesis, disertasi, dll

2. Format Isi Tinjauan Pustaka


Sub Tema Sub Bab Isi Sub Bab Sumber
Bab
2.1 Konsep Pneumonia Definisi dan Klasifikasi
Pneumonia
2.1.1 Definisi Pneumonia Pengertian Pneumonia
2.1.2 Klasifikasi Pneumonia Jenis-Jenis Pneumonia pada
anak
2.2 Etiologi Pneumonia Penyabab Pneumonia
2.3 Determinan Pneumonia Segitiga Epidemiologi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pneumonia


2.1.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi
pada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-
kanak dan secara klinis pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi lain (Hockenberry&Wilson, 2009). Menurut UNICEF/WHO
(2006) pneumonia adalah sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah
sakuran pernafasan bagian bawah secara spesifik mempengaruhi paru-paru
dan Depkes RI (2007) mendefinisikan pneumonia sebagai salah satu penyakit
infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru (alveoli).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,dapat ditarik kesimpulan
pneumonia adalah salah satu infeksi saluran pernafasan akut pada daerah
saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik merupakan peradangan
pada parenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-
kanak.
2.1.2 Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia pada anak dapat dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia
lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), pneumonia interstisialis.
Di Negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh
bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
Pneumoniae,Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus (Said, 2010).
Beberapa sumber membuat klasifikasi pneumonia berbeda-beda
tergantung dari sudut pandang. Klasifikasi pneumonia diantaranya :
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) pneumonia dikelompokkan
menjadi :
1. Pneumonia Lobaris yaitu: peradangan pada semua atau sebagian besar
segmen paru dari satu atau lebih
2. Bronkopneumonia yaitu: sumbatan yang dimulai dari cabang akhir dari
bronkiolus dan biasa disebut juga dengan pneumonia lobular
3. Pneumonia Interstitial
Depkes RI (2007) membuat klasifikasi pneumonia pada balita
berdasarkan kelompok usia diantaranya:
1. Usia anak pada umur 2 bulan - <5 tahun batuk yang menandakan bukan
pneumonia tidak ada nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
kebawah, sedangkan pneumonia ditandai dengan adanya nafas cepat dan
tidak ada tarikan dinding dada ke bawah dan pneumonia berat ditandai
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke depan.
2. Usia kurang dari dua bulan batuk bukan pneumonia ditandai dengan
tidak adanya nafas cepat, jika pneumonia maka akan terjadinya nafas
cepat dan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat.

2.2. Etiologi Pneumonia


Penelitian mengenai etiologi pneumonia masih berdasarkan penelitian di luar
Indonesia. Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pneumonia pada neonates berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering
adalah akibat bakteri. Biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae. Pada balita
pada usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupakan penyebab tersering dari
pneumonia, yaitu respiratory syncytial virus. Negara-negara berkembang, bakteri
merupakan aspek terbesar dalam kejadian pneumonia pada balita sekitar 50%
(Rizanda, 2006).

2.3. Determinan Pneumonia


Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi atau model rantai infeksi
(The Triangle Model of Infections) menggambarkan interaksi tiga komponen
penyakit manusia (Host), penyebab (Agent), dan lingkungan (Environment).
Menurut Mc.Keown dan Hilfinger (2004) penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara faktor agent,host dan environment. Untuk memprediksi
penyakit,model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing
komponen. Dalam model ini faktor agent adalah yang bertanggung jawab
terhadap penyebab penyakit infectious agent yaitu organisme penyebab penyakit.
Faktor host adalah individu atau populasi yang berisiko terpajan penyakit
meliputi faktor genetik atau gaya hidup. Faktor environment adalah tempat
dimana host hidup termasuk kondisi cuaca dan faktor-faktor lingkungan yang
mendukung terjadinya suatu penyakit tersebut muncul. Menurut model segitiga
epidemiologi ini sehat dan sakit dapat dipahami dengan mendalami karateristik,
perubahan dan interaksi diantara agent, host dan environment.
1. Faktor Agent
Adalah penyebab dari penyakit pneumonia yaitu berupa
bakteri,virus,jamur, dan protozoa (sejenis parasit). Namun pada penelitian ini
faktor agent faktor yang
saya tidak teliti.
2. Faktor Host (Faktor Anak)
Faktor risiko infeksi pneumonia pada (host) dalam hal ini anak balita
meliputi: usia, jenis kelamin,berat badan lahir,status imunisasi campak,
pemberian ASI eksklusif, status pemberian vitamin A,BBLR.
a. Hubungan Imunisasi Campak
Imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada anak terhadap
penyakit dan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti diketahui
43,1%-76,6% kematian ISPA yang berkembang penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, seperti Difteri dan Campak. Bila anak sudah
dilengkapi dengan imunisasi campak, dapat diharapkan perkembangan
penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Maka peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam pemberatasan ISPA. Dengan
imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita
dapat dicegah.
Berdasarkan penelitian oleh Hatta (2001) menyatakan bahwa, balita
yang tidak mendapat imunisasi campak mempunyai risiko 2.307 kali lebih
besar untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang
mendapat imunisasi campak.
b. Riwayat Pemberian Vitamin A
Adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan risiko
terjadinya pneumonia (Sommer,1984). Penelitian yang dilakukan oleh
Herman (2002), dinyatakan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan
vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai risiko untuk menderita
pneumonia 4 kali dibandingkan dengan balita yang mendapatkann vitamin
A dosis tinggi lengkap.
Hasil penelitian Herman (2002) menggambarkan bahwa balita yang
tidak mendapat vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai peluang 3,8
kali terkena pneumonia dibanding anak yang mempunyai riwayat
pemberian vitamin A dosis tinggi lengkap dan secara statistik mempunyai
hubungan bermakna dengan nilai OR=3,8 (95% CI :2,4-6,2) p=0,000.
c. Riwayat Pemberian ASI
ASI (air susu ibu) adalah makanan terbaik bagi bayi karena
mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi, karena itu untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang optimal ASI perlu diberikan secara eksklusif (Nelson, 2000). Bayi
dianjurkan untuk disusui secara ekslusif selama 6 bulan pertama
kehidupan dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi makanan
pendamping ASI, idealnya selama dua tahun pertama kehidupan.
Menyusui secara eksklusif terbukti memberikan resiko yang lebih kecil
terhadap berbagai penyakit infeksi dan penyakit menular lainnya di
kemudian hari.
Hasil penelitian Naim (2001) di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4
bulan sampai 24 bulan yang tidak mendapat ASI ekslusif menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia dan
memiliki risiko terjadinya pneumonia 4,76 kali dibanding anak umur 4
bulan sampai 24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan dengan nilai
statistik OR=4,76 (95%CI 2,98 – 7,59) dan nilai p=0,000.
d. Berat Badan Lahir
Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan
pertama kelahiran karena pembentukan anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan
sakit saluran pernafasan lainnya.
Hasil penelitian Herman (2002) menjelaskan balita yang mempunyai
riwayat berat badan lahir rendah (<2500 gram) memiliki risiko 1,9 kali
untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mempunyai
riwayat berat badan normal (≥2500 gram) namun efek tersebut secara
statistik tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR=1,9 (95%
CI:0,7-4,9) p=0,175.
e. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit.
Hal ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi kesehatan
seseorang. Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap
penyakit pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas lima tahun.
Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran
pernafasan yang relatif sempit (Depkess RI, 2004).
f. Jenis Kelamin
Dalam program P2 ISPA dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor
risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Hal
ini didukung oleh penelitian Hananto (2004) bahwa anak laki-laki
mempunyai peluang menderita pneumonia 1,46 kali (95%CI:0,81-1,60)
dibanding anak perempuan.
3. Faktor Lingkungan (Environment)
Faktor Lingkungan yang dapat menjadi risiko terjadinya pneumonia pada
anak balita meliputi kepadatan hunian, paparan asap rokok, keberadaan
sirkulasi udara (jendela) didalam rumah,pengetahuan dan pendidikan ibu.
Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau
akses buruknya sehingga dapat ditemukan solusi ataupun kondisi yang paling
optimal bagi kesehatan anak balita.
a. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan
jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Keadaan tempat tinggal yang
padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.
Penelitian Febriana (2011) menunjukkan anak balita yang tinggal di rumah
dengan tingkat hunian padat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar
3,8 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah
dengan tingkat hunian tidak padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak
memenuhi syarat disebabkan karena luas lantai rumah yang tidak
sebanding dengan jumlah keluarga yang menempati rumah. Luas rumah
yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan
rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini
memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan
dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah lainnya. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 289/Menkes/s\SK/VII/1999
tentang persyaratan kesehatan perumahan, kepadatan penghuni
dikategorikan menjadi memenuhi standar (2 orang).
b. Paparan Asap Rokok
Adanya pengaruh yang sangat konperensif asap rokok dengan kejadian
pneumonia dikarenakan asap dari rokok tersebut mengandung ninkotin
sehingga sangat tidak baik jika melakukan tindakan merokok di depan
balita bahkan jika salah satu keluarga melakukan tindakan merokok di
depan balita atau bahkan balita sampai terkena paparan asap dari rokok
tersebut, bahkan status balita tersebut juga dapat dikatakan sebagai
perokok pasif yang akan berdampak mengancam alat pernafasan anak
balita tersebut.
c. Keberadaan Sirkulasi Udara (Jendela) di Dalam Rumah
Jendela mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar masuk
kedalam rumah dan udara yang kotor keluar rumah. Rumah yang tidak
dilengkapi sarana jendela akan menyebabkan udara segar yang masuk
kedalam rumah sangat minim. Kecukupan udara segar sangat butuh untuk
penghuni didalam rumah tersebut, karena ketidakcukupan udara segar
akan dapat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis alat pernafasan bagi
penghuninya terutama bagi bayi dan balita. Menteri Kesehatan
menyatakan bahwa luas ventilasi sebaiknya 10% dari luas lantai.
Hasil penelitian yang dilakukan Herman (2002) menjelaskan bahwa
ventilasi udara rumah mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian pneumonia (p=0,000) dimana balita yang menghuni rumah
dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai
peluang untuk terjadinya pneumonia sebesar 4,2 kali (95% CI:2,0 - 8,6)
dibanding dengan balita yang memenuhi rumahnya dengan ventilasi yang
sesuai memenuhi syarat kesehatan.
d. Faktor Ibu
1. Pengetahuan Ibu
Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor resiko
yang dapat meningkatkan angka kematian terutama
pneumonia.Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap
tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita pneumonia.
Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika
bayi atau balita yang sedang mengalami pneumonia, akan mempunyai
resiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat (Kartasasmita,
2010).
2. Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah suatu proses yang terdiri dari masukan yaitu
sasaran pendidikan dan keluaran yaitu suatu bentuk perilaku atau
kemauan baru. Pendidikan formal maupun pendidikan non formal akan
mempengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan dan
bekerja. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu, semakin
mudah ibu untuk menerima pesan-pesan kesehatan dan semakin tinggi
pula tingkat pemahaman terhadap pencegahan dan penatalaksanaan
penyakit pada bayi dan balitanya.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Hatta (2001), balita yang lahir
dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai risiko 2,037 kali lebih
besar untuk menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita
yang lahir dari ibu yang berpendidikan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai