Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit alergi pada anak menarik dan penting untuk dibicarakan
karena dampak peningkatan teknologi dan social ekonomi akhir-akhir ini
terhadap prevalensi serta derajat beratnya penyakit alergi pada beberapa
negara di dunia. Penyakit alergi walaupun tidak mengancam jiwa namun
berdampak sangat merugikan terhadap fisik, psikologi anak, dan
pengobatannya yang mahal. Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri
atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat
tajam beberapa tahun terahkir. Alergi merupakan kasus yang cukup
mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan. 1
Penelitian tentang prevalensi alergi telah banyak dilakukan di berbagai
Negara. Di Inggris, prevalensi atopi mengalami peningkatan sejak lima
decade terakhir. Studi kohort didapatkan kenaikan prevalensi penyakit alergi
dari 5,1% menjadi 12,2%. Di Sktlandia, Russel dkk melaporkan selama 25
tahun terakhir didapatkan peningkatan prevalensi alergi dari 3,2% menjadi
12,7%. Penelitian di sub bagian alergi imunologi FKUI mendapatkan 3932
anak menderita atopi yang terdiri: asma (42,5%), rhinitis alergi (23,2%),
urtikaria ((12,7%), dermatitis atopi (11,4%), alergi makanan (3,8%). 2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
The American Academy of Allergy and Immunology dan The National
Institute of Allergy and Infectious Disease membuat batasan mengenai reaksi
simpang makanan, alergi makanan, dan intoleransi makanan :
1. Reaksi Simpang Makanan
Reaksi simpang makanan adalah suatu istilah umum untuk reaksi yang
tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi tersebut bisa merupakan
reaksi sekunder terhadap alergi makanan atau intoleransi makanan.
2. Alergi Makanan
Alergi makanan adalah reakasi imunologik yang menyimpang, sebagian
besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1.
3. Intoleransi Makanan
Intoleransi makanan adalah reaksi nonimunologik dan merupakan
sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diiginkan terhadap makanan.
Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan
seperti kontaminan toksik (misalnya histamine pada keracunan ikan,
toksin yang disekresi oleh salmonella, shigela, dan kampilobakter), zat
farmakologik yang terkandung dalam makanan (misalnya kafein pada
kopi, tiramin pada keju), atau kelainan pada penjamu sendiri,misalnya
gangguan metabolism pada defisiensi lactase dan maltase.

2
Gambar 1. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy
and immunology dan The National Institute of Allergy and infections
disease

B. Etiologi
1. Faktor Genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada
penderita . Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai
tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang
menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar
20– 40%, ke dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 - 80%.
Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka
resikonya adalah 5 – 15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila
nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa
saja gejala alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa
akan banyak berkurang.3

3
2. Maturitas Usus
Alergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada
usia dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak
mengalami alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal
itu terjadi karena belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara
mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan
enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik
IgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat
menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur (tidak
matang) system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal
berfungsi sehingga memudahkan allergen masuk ke dalam tubuh. Pada
bayi baru lahir sel yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di
sekresi eksternal, jarang ditemui di saluran cerna. Dalam pertambahan
usia akan meningkat sesuai dengan maturasi (kematangan) sistem
kekebalan tubuh. Dilaporkan persentasi sampel serum yang mengandung
antibodi terhadap makanan lebih besar pada bayi berumur kurang 3 bulan
dibandingkan dengan bayi yang terpapar antigen setelah usia 3 bulan.
Penelitian lain terhadap 480 anak yang diikuti secara prospektif dari lahir
sampai usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi makanan terjadi selama tahun
pertama kehidupan.4
3. Pajanan Alergi
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat
terjadi sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada
janin terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi
pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang
hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Beberapa
jenis makanan yang dikonsumsi ibu akan sangat berpengaruh pada anak
yang mempunyai bakat alergi. Pemberian MPASI (makanan pendamping
ASI) meningkatkan angka kejadian alergi.4

4
4. Pencetus Alergi Makanan
Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein
atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan
panas dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan
adalah glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton.
Molekul- molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan
(sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme hapten-
carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan dapat
mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian
ditemukan allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein
dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang didapatkan
allergen-1 dan allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000
dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui
allergen-M sebagai determinan walau jumlahnya tidak banyak.
Ovomukoid ditemukan sebagai allergen utama pada telur. Pada susu sapi
yang merupakan alergen utama adalah Betalaktoglobulin (BLG),
Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin (BSA) dan Bovin
Gama Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah
alergen utama pada gandul. Diantaranya BLG adalah alergen yang paling
kuat sebagai penyabab alergi makanan. Protein kacang tanah alergen
yang paling utama adalah arachin dan conarachi.4
Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala
alergi yang berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan
gangguan kulit berupa urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan
kulit berupa papula (bintik kecil seperti digigit serangga) atau furunkel
(bisul). Sedangkan buah-buahan menimbulkan gangguan batuk atau
pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan organ yang sensitif pada tiap
individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi makanan yang
berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan gejala
tertentu. Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab
alergi, tapi juga dipengaruhi

5
oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan
timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat
berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau bakteri,
minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas
berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa
kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang
penderita autisme yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala
alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat meningkatkan
gangguan perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap
penyebabnya adalah karena pengaruh obat.4
Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi
menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor
pencetus tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab
alergi disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi
yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan
penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan
muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun
dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita
asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara
terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya.
Namun bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena
dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih
berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin pada anak adalah tidak
sepenuhnya benar.4
C. Patofisiologi
Alergen makanan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk
selanjutnya mengekspresikan pada sel T secara langsung atau melalui sitokin.
Sel T tersensitisasi dan akan merangsang sel B menghasilkan antibody dari
berbagai subtype. Allergen yang utuh akan diserap oleh usus dalam jumlah
cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibody di dalam mukosa
usus dan organ limfoid usus, yang pada kebanyakan anak-anak membentuk
antibody dari

6
subtype IgG, IgA dan IgM. Pada anak-anak atopi cenderung membentuk IgE
lebih banyak yang selanjutnya mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran
cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga mendapatkan
sensitisasi melalui air susu ibu terhadap satu makanan yang dikonsumsi ibu.
Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap suatu makanan, misalnya susu, juga
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap
makanan lain. Pembuatan antibody IgE dimulai sejak paparan awal dan
berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi.komplemen akan mulai
mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibody.4,5
Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel T.
Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam
menarik sel-sel radang misalnya neutrofil dan eosinofil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan. Aktivasi komplemen dan terjadinya
kompleks imun akan menarik neutrofil. Kombinasi allergen dengan IgE pada
sel mast bisa terjadi ketka IgE telah melekat pada sel mast, atau ketika IgE
masih belum melekat pada sel mast, atau IgE telah melekat pada sel mast
kemudian diaktivasi oleh pasangan nonspesifik. Kombinasi ini akan
menimbulkan degranulasi mediator. Gejala klinis yang timbul adalah hasil
interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.4,5

7
D. Manifestasi Klinis
Gejala seringkali sudah dijumpai sejak masa bayi.makanan tertentu dapat
menimbulkan gejala tertentu pada seorang anak. Tetapi pada anak lain
menimbulkan gejala yang lain. Pada seseorang makanan yang satu dapat
mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan lain. Gejala alergi
makanan dapat terjadi pada berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran
nafas, saluran cerna, mata dan telinga. Berikut ini gejala dan tanda alergi
mankanan pada anak:

Tabel 1. Gejala dan Tanda pada Alergi Makanan


No Organ dan Sistem Tubuh Gejala dan Tanda
1. Sistem pernafasan Bayi : Bayi lahir dengan sesak 3-5 hari
(Transient Tachipneu Of The newborn),
cold-like respiratory congestion (napas
berbunyi atau grok-grok).
Anak: batuk berkepanjangan terutama
malam dan pagi hari, sesak(astma),
sering batuk pendek (berdehem).
2. Telinga Hidung dan Tenggorokan Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung
gatal, pilek, hidung buntu menggosok-
gosok hidung, menggerakkan cuping
hidung, epistaksis (mimisan), post nasal
drip, epitaksis, salam alergi, rabbit nose,
nasal creases, kotoran hidung berlebihan
Tenggorok : Tonsilitis (amandel),
Tenggorokan nyeri/kering/gatal,
palatum gatal, suara parau/serak
Telinga : telinga terasa penuh/
bergemuruh/berdenging, telinga bagian
dalam gatal, nyeri telinga dengan
gendang telinga kemerahan atau normal,
gangguan pendengaran hilang timbul,
terdengar suara lebih keras, akumulasi
cairan di telinga tengah, pusing,
gangguan keseimbangan.
3. Kulit Bayi : sering timbul penebalan merah di
daerah pipi popok dan telinga, timbul
kerak di kulit kepala.
Anak : Sering gatal, dermatitis,
urticaria, bengkak di bibir, lebam biru

8
kehitaman, bekas hitam seperti digigit
nyamuk, berkeringat berlebihan.
4. Mata Bayi : Mata berair, mata gatal, sering
belekan (“like conjunctivitis neonatal”).
Biasanya salah satu sisi mata,
Nistagmus (juling)
Anak : bintil pada mata (hordeolum like
symptom). Kulit di bawah mata tampak
ke hitaman, mata belekan, mata gatal
dan sedikit kemerahan dan gatal (sering
digosok-gosok). Konjungtivitis vernalis.
5. Sistem Hormonal Bayi : Rambut rontok, keputihan atau
perdarahan di vagina, eritema toksikum
(timbul jerawat kecil berwarna putih) di
wajah, kepala atau leher; payudara
membesar.
Anak : Tumbuh rambut yang
berlebihan, obesitas, gangguan
pertumbuhan (tinggi badan kurang), alat
kelamin kecil.
6. Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing, bed
wetting (ngompol), Nyeri, urgent atau
sering kencing, nyeri kencing, bed
wetting (ngompol); tidak mampu
mengintrol kandung kemih;
mengeluarkan cairan di vagina; gatal,
bengkak atau nyeri pada alat kelamin.
Sering timbul infeksi saluran kencing
7. Jaringan Otot dan Tulang Nyeri tulang dan otot biasanya terjadi
malam hari selepas
maghrib, bengkak di leher (seperti
“gondongen”)
8. Saluran Pencernaan Bayi : sering rewel, kolik/menangis
terus menerus tanpa sebab pada malam
hari, sering cegukan, sering “berak
ngeden”, kembung, sering gumoh, berak
berwarna hitam atau hijau, berak timbul
warna darah. Lidah berwarna putih
(“like moniliasis symtomp”), ngiler.
Hernia umbilikalis, scrotalis atau
inguinalis.
Anak : nyeri perut, sering buang air
besar (>2 kali/perhari), gangguan buang

9
air besar (kotoran keras, berak, tidak
setiap hari, berak di celana, berak
berwarna hitam atau hijau, berak
ngeden), kembung, muntah, sulit berak,
sering buang angin (flatus), sariawan,
mulut berbau. Nyeri perut, sering diare,
kembung, muntah, konstipasi (sulit
berak), kelaparan, haus, saliva (air liur)
meningkat, canker sores (sariawan),
stinging tongue (lidah terasa pedih),
drooling (ngiler), nyeri gigi, burping
(sendawa), retasting foods, gejala sakit
mag (nyeri perut ulu hati, muntah, mual,
“gelegekan”), swallowing difficulty
(kesulitan menelan), abdominal
rumbling (perut keroncongan),
konstipasi (sulit buang air besar), nyeri
perut, passing gas (sering buang angin),
timbul lendir atau darah dari rektum,
anus gatal atau panas.
9. Sistem Pembuluh Darah dan Palpitasi, flushing (muka ke merahan),
nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan
Jantung
darah rendah,
10. Sistem Susunan Syaraf Pusat/Otak Bayi : sensitif, sering mudah kaget
dengan rangsangan suara/cahaya,
gemetar (terutama tangan, kaki dan
bibir), bahkan sampai kejang.
Anak: Sering sakit kepala, migrain,
keterlambatan bicara dan gangguan
perilaku: impulsif, sering marah, agresif
emosi berlebihan, agresif, overaktif,
gangguan belajar, gangguan
konsentrasi, gangguan koordinasi,
hiperaktif hingga autisme.
Gangguan tidur : sulit tidur, tidur
tengah malam, gangguan awal tidur,
tidur bolak balik gelisah, tertawa,
berteriak atau menangis sewaktu tidur.
Brushing (gigi beradu/gemeretak), tidur
nungging, tengkurap.

10
E. Diagnosis Klinis
Jenis alergi makanan di tiap negara berbeda-beda tergantung umur dan
kebiasaan memakan makanan tertentu. Hingga kini diagnosis alergi makanan
adalah diagnosis klinis yang dibuktikan dengan eliminasi, provokasi
makanan, dan pemeriksaan penunjang lain yang mendukung.4
1. Uji provokasi
Untuk melakukan uji provokasi makanan pasien atau orang tua
pasien harus diberikan penjelasan rinci mengenai prosedur pemeriksaan,
keuntungan, kegunaan pemeriksaan, serta koplikasi yang mungkin
terjadi. Sebelum dilakukan uji provokasi eliminasi makanan harus
dilakukan terlebih dahulu selama 3 minggu dengan bentuk diet yang
disesuaikan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Jika eliminasi tidak dapat menunjukkan gejala alergi
makanan maka dapat dilakukan uji provokasi.4
a) Uji provokasi makanan terbuka
Jika uji kulit negative dan riwayat reaksi terhadap makanan
meragukan maka uji provokasi makanan terbuka dapat dilakukan
setelah melakukan eliminasi makanan selama 3 minggu. Pemilihan
makanan untuk provokasi dilakukan oleh pasien sendiri dan
dianjurkan untuk memulai makanan yang paling tidak dicurigai akan
menimbulkan reaksi alergi. Setiap kali provokasi dipilih satu jenis
bahan makanan dalam bentuk apa saja yang diberikan selama
seminggu dalam jumlah seperti biasa dimakan oleh pasien.
Provokasi dilakukan di rumah pasien, dan bila terjadi reaksi alergi
maka makanan tersebut dihentikan, semua gejala yang muncul
tersebut dicatat. 4,7
b) Uji provokasi makanan buta ganda (double blind placebo controlled
food challenge = DBPCFC)
Uji provokasi makanan buta ganda merupakan cara yang paling ideal
untuk menentukan adanya reaksi alergi pada makanan. Tidak ada
pemilihan makanan pada uji tersebut, semua bahan makanan dan
cara

11
pemberian disembunyikan agar pasien tidak mengetahui jenis
makanan apa yang dimakan. Makanan dapat diubah dalam bentuk
kapsul, atau tepung sehingga, bau, rasa dan penampilan makanan
tidak dapat diketahui. Pemberian harus bertahap mulai dari jumlah
yang diperkirakan tidak menyebabkan serangan gejala alergi,
kemudian ditingkatkan 2 kali lipat setiap 15-60 menit sampai timbul
gejala yang nyata, atau dihentikan setelah mencapai 8-10 gram
makanan kering atau 60-100 gram makanan basah dosis tunggal.
Jika provokasi buta ganda sampai 8 gram makanan kering hasilnya
negative maka makanan tersebut boleh dicoba secara terbuka yang
dianjurkan dilakukan dengan pengawasan. Selama provokasi catat
skor gejala yang diamati, selama 2 jam.4,7

Gambar 2. Alogaritma Diagnosis Klinis Menggunakan Uji Provokasi

2. Uji kulit
Uji kulit dapat dilakukan dengan cara uji gores (scratch test), uji tusuk
(prick test), dan uji suntik intradermal. Dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan penyaring dengan menggunakan ekstrak allergen yang
lazinya ada di

12
lingkungan penderita, misalnya: allergen tungau, kapuk, debu rumah,
bulu kucing, tepung sari rumput, atau allergen makanan seperti susu,
telur, kacang, ikan)
3. Darah tepi
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
infeksi, dan bila eosinofilia >5% atau >500/ml condong pada alergi.
Hitung leukosit <5000/ml disertai neutropenia <30% sering ditemukan
pada alergi makanan.6
4. IgE total dan spesifik
Pemeriksaan IgE total dengan PRIST (paper radioimmunosorbent test)
atau yang sepadan, berguna untuk menentukan status alergi penderita.
Harga normal adalah 100 µ/ml sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 300 µ/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita mengalami
atopi, atau mengalami infeksi parasit, atau keadaan depresi imun selular.
Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan dengan RAST (radio allergosorbent
test). IgE spesifik terhadap makanan tertentu dapat dipakai sebagai
prediksi adanya reaksi alergi tipe cepat dan tipe lambat terhadap makanan
tersebut.4,6
5. Antibodi mononuclear dalam sirkulasi
Adanya antibody terhadap susu sapi pada anak usia kurang dari 3 tahun
dapat dipakai sebagai pertanda alergi terhadap susu sapi. Tetapi pada
anak besar dan usia dewasa kadar antibody nonreaginik terhadap susu
sapi dapat saja meningkat walaupun ternyata alergi terhadap makanan
lain. Pemeriksaan IgG subkelas 1, 2, 3, 4 dapat dilakukan engan
menggunakan antibody monoclonal. IgG4 pada alergi makanan
ditemukan dalam kadar cukup tinggi. Tidak diketahui apakah hal ini
menunjukkan kapasitas blockade terhadap alergi makanan ataukah
karena akses allergen makanan akan menyebabkan kapasitas IgE tidak
memadai sehingga diperlukan respon IgG4.4,6

13
6. Pelepasan histamine oleh basofil
Beberapa penderita alergi makanan menunjukkan peningkatan pelepasan
histamin 20%-40% lebih tinggi daripada normal. Hal tersebut mungkin
sekali diakibatkan oleh reaksi kompleks imun sirkulasi yang
menyebabkan timbulnya anafilatoksin C3a dan C5a. 7,8

Gambar 3. Alogaritma Diagnosis Alergi Makanan Berdasarkan Gejala


Klinis

F. Penatalaksanaan
Managemen individu dengan alergi makanan :
1. Menghindari diet alergen tertentu pada alergi makanan yang dimediasi IgE
2. Menghindari diet alergen spesifik pada alergi makanan yang tidak dimedias
oleh Ige
3. Lini pertama pengobatan untuk alergi makanan adalah antihistamin.

14
G. Prognosis
Pada prinsipnyanya alergi tidak bisa disembuhkan. Dermatitis atopik
akan berkurang pada usia 12 tahun akan tetapi ada kemungkinan organ
sasaran berpindah karena 50-80% anak ini akan mengalami rhinitis alergik
dan asma. Alergi makanan yang mulai pada usia 3 tahun mempunyai
prognosis yang lebih baik karena ada kemungkinan kurang lebih 40% dari
mereka akan mengalami grow-out. Anak yang mengalami alergi pada usia 15
tahun ke atas cenderung untuk menetap, tetapi toleransi terhadap susu, telur
dan kedelai cukup sering dijumpai.4
Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi alergi makanan
biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut
gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila
gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku
yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun
alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa
gejala autismepun biasanya akan tampak mulai berkurang sejak periode usia
tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai
dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.10

15
BAB III
KESIMPULAN

1. Alergi makanan adalah reakasi imunologik yang menyimpang, sebagian besar


reaksi ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1.
2. Etiologi alergi makanan diantaranya adalah : genetik, maturitas usus, pajanan
alergi, pencetus alergi makanan.
3. Manifestasi klinis yang muncul pada alergi makanan dapat menyerang
seluruh organ.
4. Penegakan diangnosis alergi makanan dapat menggunakan uji provokasi, uji
kulit, darah tepi, IgE total dan spesifik, antibodi mononuclear dalam sirkulasi,
pelepasan histamine oleh basofil.
5. Prinsip penatalaksanaan pada alergi makanan yaitu alergen yang sudah
ditemukan harus dihindari sebaik mungkin, perlu diingat alergi tidak dapat
disembuhkan, tetapi dikendalikan jumlah frekuensi serangannya, dikurangi
penggunaan obatnya, dikurangi jumlah tidak masuk sekolah, dan ditingkatkan
kualitas hidupnya.
6. Farmakoterapi pada alergi makanan diantaranya adalah Kromolin,
Nedokromin, Glukokortikoid, Agonis beta adrenegik, Metil xantin, Antagonis
kolinergik (muskarinik), Antagonis leukotrin, Antagonis reseptor-H1.
7. Prinsipnya alergi makanan tidak dapat disembuhkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Robertison A. Asthma and other atopic disease in Australia Children. MJA.


1998; 168: 434-38
2. Woodroff TJ, Axelrad DA, Kyle AD. Trends of disease in the childhood.
Pediatric 2004; 113; 1133-40
3. Helen E. Cox. Food Allergy as Seen by an Allergist. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2008; 47:S45-S48
4. Buku merah
5. Udo Herz. Immunological Basis and Management of Food of Allergy.
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2008; 47: S54-S57
6. Sicherer SH, Sampson HA. Food allergy. J Allergy Clin Immunol. Feb
2010;125(2 Suppl 2):S116-25
7. Bodo Niggenann, Kirsten Beyer.Diagnosis of Food Allergy in Children:
Toward a Standardization of Food Chalange. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2007; 45; 399-404
8. Mehl A, Rolinck-Werninghaus C, Staden U, et al. The atopy patch test in the
diagnostic work-up of suspected food related symptoms in children. J Allergy
Clin Immunol 2006;118:923–9.
9. Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central
and autonomic nervous systems in
sensitized patients with various dermatoses] Vestn Dermatol Venerol 1976
Jan;(1):9-14
10. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F. The
influence of female sex
hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis. Allergy 1999
Aug;54(8):865-71

17

Anda mungkin juga menyukai