ABLASIO RETINA
Disusun Oleh :
Vanesa Oktaria
G1A219088
Pembimbing :
dr. Kuswaya Waslan, Sp.M
1
HALAMAN PENGESAHAN
ABLASIO RETINA
Disusun oleh:
Vanesa Oktaria
G1A219088
PEMBIMBING
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul “Ablasio Retina”. Laporan ini
merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Bagian Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan oleh penulis guna kesempurnaan referat ini ke depannya.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................. i
Lembar Pengesahan........................................................................................................ii
Kata Pengantar...............................................................................................................iii
Daftar Isi ........................................................................................................................iv
Bab 1 Pendahuluan..........................................................................................................1
Bab 2 Tinjauan Pustaka...................................................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................2
2.3 Etiologi......................................................................................................................3
2.4 Patofisiologi..............................................................................................................4
2.5 Manifestasi Klinis.....................................................................................................8
2.6 Diagnosis Banding....................................................................................................9
2.7 Diagnosis.................................................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................12
2.9 Prognosis.................................................................................................................14
Bab 3 Kesimpulan.........................................................................................................16
Daftar Pustaka...............................................................................................................17
4
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian
besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk
suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus
5
optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat
sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini
6
berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata,
dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus
siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan
epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri
dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel
silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran
Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,
yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara
koroid dan retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor
tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat
makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang
disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga
warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut
berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut
responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan
malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini
terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel
kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan –
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion
(urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan
memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi
terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah
dasar membran.3,6
Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara
klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula
sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila
dilihat dengan oftalmoskop.2
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens.
Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak
adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian
paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian
retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya
kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal
sekali.2
Gambar 2.
Anatomi makula (6)
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang
berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan
lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae
yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel
pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
II. Definisi
Gambar 3.
Ablasio retina (4)
III. Epidemiologi
Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio
retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari
semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami
pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. ablasio
retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan
miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada
penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang
berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping)
tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki
dan 40% perempuan.9
Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun,
cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari
cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9
IV. Klasifikasi
Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)
Gambar 5.
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)
V. Diagnosis
Gambar 7.
Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah
drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)
Gambar 8.
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk
meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3,6
Gambar 9.
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)
i. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada
dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui
pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan –
perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-
teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu
kali operasi.3,6
VII. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data
yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan
fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga
atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan
perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post
operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki
kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina
yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor
seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif,
dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan
dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007. Hal. 470-464
5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric