Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA

FRAKTUR DENGAN PEMASANGAN GIPS

Disusun Oleh :

1. BUDI SUMBANGSIH (2020080051P)


2. ALIK CHUSNUL MU’AFIYAH (2020080052P)
3. ISWATI (2020080053P)
4. NUR AISYAH (2020080054P)
5. FATIMATUZ ZUHRIYYA (2020080055P)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS GRESIK

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat  Allah SWT dengan rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam kami
ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
             Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Terimakasih.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab III Penutup

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera pada bagian sistem muskuloskelektal biasanya menyebabkan
cedera atau disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi dan
disangganya. Bila tulang patah, otot tidak berfungsi; bila saraf tidak dapat
menghantarkan impuls ke otot, seperti pada paralisis tulang tak dapat
bergerak; bila permukaan sendi tak dapat berartikulasi dengan normal, baik
tulang maupun otot tak dapat berfungsi dengan baik. Jadi meskipun fraktur
hanya mengenai tulang, namun juga menyebabkan cedera pada otot,
pembuluh darah dan saraf di sekitar daerah fraktur.
Fraktur dan dislokasi merupakan rangkaian fenomena dan problema
muskuloskelektal yang sering terjadi pada anak – anak. Seiring dengan
proses tumbuh kembangnya, sebagian besar waktu yang dimiliki anak –
anak adalah waktu bermain. Memandang hal tersebut maka resiko fraktur
maupun dislokasi sangat mungkin terjadi yang berakibat pada terganggunya
proses perkembangan mereka.
Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat
banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari
raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat
banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian
alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali
untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya
informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur,
tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun
pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
Penanganan cedera sistem muskuloskelektal meliputi pemberian
dukungan pada bagian yang cedera sampai penyembuhan selesai. Dukungan
dapat diperoleh secara eksternal dengan pemberian balutan, plester, bidai
atau gips. Selain itu, dukungan dapat langsung dipasang ke tulang dalam
bentuk pin atau plat. Kadang traksi juga harus diberikan untuk mengoreksi
deformitas atau pemendekkan.  Berbagai intervensi harus diberikan
berdasarkan masalah yang mungkin muncul dari fraktur maupun masalah
yang terjadi pada saat penanganan yang muncul pada saat intervensi
dilakukan untuk mengatasi masalah fraktur.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang dapat di
ambil adalah bagaimana cara menerapkan asuhan keperawatan pada anak
fraktur dengan pemasangan gips

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui Asuhan
Keperawatan pada anak fraktur dengan pemasangan gips.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian fraktur .
b. Untuk mengetahui etiologi fraktur pada anak.
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan fraktur.
d. Untuk mengetahui Patofisiologi fraktur pada anak.
e. Untuk mengetahui pengertian gips.
f. Untuk mengetahui intervensi yang akan di di terapkan pada anak
fraktur dengan pemasangan gips.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI STRUKTUR TULANG


Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran,
tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar
disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan
dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut
benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks
sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun
solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut
Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal
Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan
sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan
Kanalikuli.
Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal
Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat
pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.
Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan
membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang
merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang
membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam
yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui
proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel
lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism
Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang
baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan
osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel
tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-
elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh
benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin)
yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan
tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/
menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).

B. DEFINISI
Menurut Long (2000) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang
yang banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau
kecelakaan. Menurut Oswari (2000) Fraktur adalah terputusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut , keadaan dari tulang itu sendiri
dan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price,1995:1183). Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi
ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya
(Wong D,2003:625)

C. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama
pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung ,kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung, Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot, Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur :
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti: Hair Line Fraktur (patah tidak rambut),
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, Green Stick
Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan
mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauh).
4) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-
ulang.
5) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang.

E. FRAKTUR YANG BANYAK TERJADI PADA ANAK


1. Fraktur klavikula
Klavikula adalah daerah tulang tersering yang mengalami fraktur.
Letak tersering adalah di antara 1/3 tengah dan lateral. Fraktur klavikula
dapat sebagai akibat dari cidera lahir pada neonatus. Diagnosis dengan
mudah dibuat dengan evaluasi fisik dan radiologis. Pasien akan
menderita nyeri pada pergerakan bahu dan leher. Pembengkakan local
dan krepitus dapat tampak. Cidera neurovaskuler jarang terjadi.
Radiografi klavikula AP biasanya cukup untuk diagnosis. Fraktur
klavikula pada neonatus biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.
Kalus yang teraba dapat dideteksi beberapa minggu kemudian.
Pada anak-anak yang lebih tua, imobilisasi bahu (dengan balutan seperti
kain gendongan atau yang mampu menyandang/memfiksasi bagian
lengan bawah dalam posisi horizontal melawan batang tubuh) sebaiknya
digunakan untuk mengangkat ekstremitas atas untuk mengurangi tarikan
ke bawah pada klavikula distal. Kalus yang dapat dipalpasi dapat
dideteksi beberapa minggu yang kemudian akan remodel dalam 6-12
bulan. Fraktur klavikula biasanya sembuh dengan cepat dalam 3-6
minggu

2. Fraktur proksimal humerus


Biasanya akibat jatuh ke belakang dalam lengan yang ekstensi.
Cidera neurovaskular jarang. Akan tetapi, kerusakan saraf aksila harus
dicurigai jika pasien merasakan fungsi deltoid yang tidak normal dan
parestesia atau anesthesia sepanjang aspek bahu lateral. Penatalaksanaan
dengan immobilisasi lengan dengan “sling-and swathe” (balutan papan
elastis yang memfiksasi humerus melawan tubuh) selama 3-4 minggu.
Karena potensi remodelling yang signifikan pada daerah ini, deformitas
dalam derajat tertentu masih dapat diterima. Fraktur dengan angulasi
yang ekstrim (lebih dari 900) dapat memerlukan reduksi dengan operasi.

3. Fraktur suprakondiler humerus


Fraktur suprakondiler (metafisis humerus distal daerah proksimal
dari siku) adalah fraktur siku yang paling sering pada anak-anak. Terjadi
sering pada usia antara 3 -10 tahun. Pasien akan menahan lengan dalam
pronasi dan menolak untuk fleksi karena nyerinya. Cidera neurovascular
sering terjadi pada displacement yang berat. Karena mengalir a.brachialis
maka cidera sebaiknya ditangani sebagai emergensi akut. Pembengkakan,
jika berat, dapat menghambat aliran arteri atau vena. Pemeriksaan
neurovascular yang cermat diperlukan.
Compartment syndrome pada lengan bawah volar dapat terjadi
dalam 12-24 jam. Volkmann’s contracture karena iskemia
intrakompartemen dapat mengikuti. Pin sering digunakan untuk
memfiksasi fraktur setelah reduksi terbuka atau tertutup. Fraktur
suprakondiler yang umumnya tanpa gangguan neurovaskular dapat
dibidai dengan posisi siku fleksi 90 0, dan lengan bawah dibidai dalam
pronasi atau posisi netral.
4. Fraktur kondilus lateral
Fraktur kondilus lateral adalah akibat jatuh dimana kaput radialis
pindah ke kapitelum humerus. Fraktur gunting oblik permukaan sendi
lateral sering terjadi. Biasanya disertai pembengkakan yang berat
meskipun fraktur tampak kecil pada X-ray. Risiko tinggi malunion dan
nonunion pada fraktur ini tinggi. Karena growth plate dan permukaan
sendi displaced, reduksi terbuka dan fiksasi dengan pin perkutaneus
mungkin diperlukan. Gips tanpa pinning mungkin cukup memuaskan
untuk fraktur non-displaced.

5. Fraktur kaput radialis


Fraktur kaput radialis sering didiagnosis secara klinis karena
biasanya sulit untuk terlihat dengan X-ray. Patsien mengalami nyeri yang
berat tersering dengan supinasi atau pronasi sedangkan nyeri yang ringan
biasanya dengan fleksi atau ekstensi siku. Leher radius dapat mengalami
angulasi hingga 70-800. Angulasi 450 atau kurang biasanya akan remodel
secara spontan. Manipulasi tertutup diperlukan pada angulasi yang lebih
besar.

6. Fraktur buckle atau torus


Fraktur ini pada metafisis radius distal adalah sering. Biasanya
akibat jatuh dengan bersandar dengan pergelangan tangan dalam
dorsofleksi. Fraktur adalah impaksi dan terdapat pembengkakan jaringan
lunak yang ringan atau perdarahan. Biasanya terdapat fraktur ulna distal
yang berhubungan dengan fraktur distal radius ini. Penatalaksanaan
dengan short-arm cast (gips lengan pendek). Fracture biasanya sembuh
dalam 3-4 minggu.

7. Fraktur Monteggia dan Galeazzi


Adalah fraktur pada pertengahan atau proksimal ulna dengan
dislokasi kaput radius. Ketika fraktur proksimal atau pertengahan ulna
dicurigai atau ditemukan termasuk fraktur olekranon, inspeksi teliti
alignment kaput radialis dengan capitellium harus dilakukan. Reduksi
tertutup pada dislokasi kaput radialis diperlukan dengan reduksi ulna dan
gips fraktur ulna.
Sedangkan fraktur Galeazzi meliputi fraktur radius yang lebih
distal dengan dislokasi distal radioulnar joint. Fraktur radius ini ditangani
dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan plate dan screw.
Dislokasi ulna biasanya memerlukan posisi lengan bawah dalam supinasi
untuk mencapai reduksi

8. Fraktur panggul, leher femur, dan batang femur


Fraktur panggul biasanya akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat bersepeda, atau jatuh dari ketinggian. Pasien tampak
nyeri dengan pergerakan panggul yang pelan. Terdapat risiko tinggi pada
anak-anak untuk mengalami nekrosis vascular dan gangguan
pertumbuhan karena deformitas akibat gangguan vascular yang ada pada
fisis. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang tidak stabil dan juga
memiliki risiko tinggi seperti di atas karena kaya akan pembuluh darah
yang mensuplai fisis. Penatalaksanaan sebagai emergensi dengan ORIF
dengan screw untuk menstabilisasi.
Fraktur batang femur merupakan hasil dari trauma dengan
gaya yang tinggi. Meskipun kebanyakan fraktur femur tertutup,
perdarahan ke dalam jaringan lunak di paha mungkin mengakibatkan
kehilangan darah yang signifikan. Fraktur batang femur dapat
menimbulkan pemendekan dan angulasi ke longitudinal akibat tarikan
otot dan spasme. Restorasi panjang dan alignment dicapai dengan traksi
longitudinal. Overgrowth kira-kira 1-2,5 cm sering terjadi pada fraktur
femur pada anak-anak antara 2-10 tahun. Gips digunakan pada kelompok
usia ini untuk pemendekan beberapa sentimeter. Reduksi sempurna tidak
diperlukan karena remodeling begitu cepat. Penyambungan solid (union)
biasanya tercapai dalam 6 minggu.
F. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan
otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan
bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black,
J.M, et al, 1993)

G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen
tulang
2. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas
yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan
ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma
dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Menurut Smeltzer&Bare(2002:2380),manifestasi klinik dari fraktur adalah:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan darah: Hemoglobin, Haematocrit
4. Laju endap darah

I. KOMPLIKASI
1. Perbedaan panjang ekstermitas
2. Keganjilan pada sendi
3. Keterbatasan gerak
4. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
5. Gangren
6. Perburukan sirkulasi

J. PENATALAKSAAN
1. Prinsip penanganan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragment tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Reduksi fraktur harus segera dilakukan
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat
infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
b. Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
c. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
d. Reduksi terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragment tulang direduksi. Alat fiksassi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragment tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di
sisi tulang atau dipasang melalui fragment atau langsung ke rongga
sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragment tulang.
e. Immobilisasi ftraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi segera dapat dilakukan setelah fiksasi interna
dan eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai,
traksi kontinyu, pin, dan teknik gyps, atau fiksator eksterna. Implant
logam dapat digunakan untuk fiksasi yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
f. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi dilakukan untuk
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imoblisasi harus
dipertahankan sesuai dengan kebutuhan. Status neurovaskuler
dipantau. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atropi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Pengembalian secara bertahap pada aktivitas semula diusakan sesuai
dengan batasan therapeutic.
2. Penatalaksanaan kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilasai bagian
tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami
cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstremitas harus disanga di atas dan di bawah tempat patah
untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragment
jaringan lunak. Dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri pada fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragment tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragment tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Immobilisaasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan
ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang
cedera. Pada cedera ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digaantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan ferifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-
kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragment tulang yang
keluar melalui luka. Esktremitas sebisa mungkin jangan digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan jenis fraktur. Cara
penatalaksanaannya mencakup reduksi, traksi, pemasangan gips, dan
remodeling. Analgesik diberikan untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis
dan jenisnya tergantung pada intensitas nyeri anak.

K. GIPS

1. PENGERTIAN
Gips dalam bahasa latin dinamakan sulfat calcicus, dalam bahasa
Inggris disebut plaster of paris, dan dalam bahasa Belanda gips powder.
Gips adalah merupakan mineral yang terdapat di alam dengan formula
ca So4, H2o dan merupakan batu putih.Gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips ini
dipasang.
Gips merupakan fiksasi eksternal yang sering dipakai, yang terbuat
dari plaster of paris, fiber glass, dan plastic yang disediakan dalam
bentuk verban yang dipakai untuk immobilisasi bagianbagian tubuh
yang dilaksanakan. (Price Wilson)
Ace bondage plaster yang harus dibasahkan sebelum pamakaian,
mengeringnya lambat, berat, kekuatan, dan integritasnya hilang bila
basah. Bila plaster cast perlu perbikan pada umumnya harus diganti
semua.
Fiber glass cepat kering dan ringan, boleh terkena air dan
kekuatannya tidak rusak. Plastic cast boleh dipanaskan dan dibentuk
kembali bila perlu perbaika. Kerugiannya bahwa jenis fiber glass
tertentu, pengeringannya harus memakai sinar ultraviolet dan penderita
yang memakai fiber glass atau plastic suka menderita luka lecet pada
kulit yang tertutup cast.kecuali bila dikeringkan dengan kapas
pengering yang hangat.
Tepung gips hampir sama dengan kapur yang dipakai untuk
pengapur rumah. Sifatnya tepung gips itu hampir bersamaan dengan
tepung semen, yakni apabila dicampur dengan air, keadaannya berubah
menjadi beku dan keras. Hanya perbedaannya gips menjadi lebih cepat
menjadi beku dank eras seperti semen. Dan lagi sifat tepung gips
menarik uap air dari dalam udara. Kalau hal ini terjadi, maka tepung
gips itu tidak baik lagi dipakai untuk memebuat pembalut gips, sebab
bila dijadikan gips palk atau circulair gips, tidak bias lagi menjadi keras
dan kering, selamanya menjadi lembab (tidak kering betul). Gips adalah
balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh.

2. INDIKASI PEMASANGAN GIPS


g. Pasien dengan dislokasi
h. Pasien dengan fraktur
i. Penyakit tulang misalnya spondilitis TBC
j. CTEV (Conginetal Talipes Equino Varus) dan skoliosis

3. TUJUAN
k. Imobilisasi kasus dislokasi sendi dan patah tulang fiksasi
l. Imobilisasi kasus penyakit tulang, misalnya dilaksanakan pada pos
operasi
m. Koreksi cacat tulang, misalnya patah tulang, dislokasi, scoliosis,
dan lain-lain
n. Mencegah patah tulang
o. Sebagai pembalut darurat
p. Menyokong jaringan cedera selama proses penyembuhan
q. Memberikan tenaga traksi
r. Secara umum gips memungkinkan mobilisasi pasien sementara
membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
4. JENIS-JENIS GIPS
Jenis dan ketebalan gips yang akan dipasang tergantung pada
kondisi klien yang ditangani. Secara umum, sendi pada proksimal dan
distal area yang akan dimobilisasi harus disertakan dalam gips. Namun,
pada beberapa bentuk fraktur, konstruksi dan pencetakan gips dilakukan
sedemikian rupa sehingga sendi masih dapat digerakkan sedangkan
garis fraktur diimobilisasi. Ada beberapa jenis gips (Suzzane
C.Smeltzer, 2001: 2282 :
a. Gips lengan pendek
Memanjang dari bawah, siku sampai lipatan telapak tangan,
melingkar erat di dasar ibu jari. Bila ibu jari dimasukkan,
dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.
b. Gips lengan panjang
Memanjang dari seetinggi lipat ketiak di sebelah proksimal lipatan
telapak tangan, siku biasanya diimobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
c. Gips tungkai pendek
Memanjang dari baawah lutut sampai dasar jari kaki. Kaki dalam
sudut tegak lurus pada posisi netral.
d. Gips tungkai panjang
Memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki. Lutut harus sedikit fleksi.
e. Gips berjalan
Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat. Bisa
disertai telapak untuk berjalan.
f. Gips tubuh
Melingkar di batang tubuh
g. Gips spika
Melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstrimitas
(gips spika tunggal atau ganda)
h. Gips spika bahu
Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu, dan siku
i. Gips spika pinggul
Melingkari batang tubuh dan satu ekstrimitas bawah; dapat gips
spika tunggal atau ganda

5. KOMPLIKASI
a. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen dapat terjadi apabila terjadi peningkatan
tekanan jaringan dalam rongga yang terbatas (missal: gips,
kompartemen otot) yang akan memperburuk peredaran darah dan
fungsi jaringan dalam rongga yang tertutup tadi.
b. Luka tekan (dekubitus)
Tekanan gips pada jaringan lunak mengakobatkan anoksia
jaringan dan ulkus. Ekstrimitas bawah yang merupakan tempat
paling rentan terhadap tekanan adalah tumit, punggung kaki, kaput
fibula, dan permukaan anterior patella. Pada ekstrimitas atas,
tempat tekanan utama terletak pada epikondilus medialis humeri
dan prosesus stiloideus ulnae. Umumnya pasien dengan luka tekan
mengeluh nyeri dan rasa kencang di tempat itu. Bila tekanan tidak
dihilangkan, daerah yang nekrotik akan meleleh, menodai gips, dan
mengeluarkan bau. Ketidaknyamanan mungkin tidak dirasakan
ketika ulkus sedang terjadi. Kehilangan jaringan yang ekstensif
dapat terjadi bila tanda dan gejala ulkus tekanan tidak terpantau dan
tidak dilaporkan.
c. Sindrom disuse
Selama digips, pasien diajari untuk menegangkan atau
melakuakan kontraksi otot (missal kontraksi otot isometric) tanpa
menggerakan bgian itu, ini dapat membantu mengurangi atrofi otot
dan memeperatahankan kkuatan otot. Pasien dengan gips di
tungkai, diminta “meluruskan” lutut. Pasien dengan gips di lengan
didorong untuk “mengepalkan” tangan. Latihan penegangan otot
(missal: latihan penegangan otot kuadrisep dan gluteus) penting
untuk menjaga otot yang penting untuk untuk berjalan.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

FRAKTUR DENGAN PEMASANGAN GIPS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, alamat, nomor telepon, usia dan tanggal lahir, tempat lahir,
suku, jenis kelamin, agama, kewarganegaraan, tanggal wawancara,
pemberi informasi.
2. Keluhan utama (KU)
Tidak dapat melakukan pergerakan , nyeri, lemah dan tidak dapat
melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami fraktur, dimana dan bagaimana
terjadinya sehingga mengalami fraktur, anggota mana yang mengalami
fraktur. Klien yang fraktur akan mengeluh nyeri pada daerah tulang yang
patah dan pada jaringan yang lunak yang mengalami luka sehingga dengan
adanya nyeri klien tidak dapat menggerakan anggota badannya yang
terkena fraktur. Nyeri dirasakan bisa pada saat bergerak saja atau terus-
menerus. Akibat tidak bisa bergerak yang disebabkan karena nyeri akan
menyebabkan klien tidak dapat memenuhi ADL-nya secara maksimal.
4. Riwayat masa lalu
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami suatu
penyakit yang berat atau penyakit tertentu yang memungkinkan akan
berpengaruh pada kesehatan sekarang.
5. Riwayat medis keluarga
Perlu diketahui untuk menentukan apakah dalam keluarga ada penyakit
keturunan atau penyakit-penyakit karena lingkungan yang kurang sehat
yang berdampak negative pada seluruh anggota keluarga termasuk pada
klien sehingga memungkinkan untuk memperberat penyakitnya.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada kien yang immobilisasi perlu dilihat dalam hal : keadaan
umumnya meliputi penampilan , postur tubuh, kesadaran, dan gaya
bicara, karena klien yang diimobilisasikan
b. Aktivitas dan istirahat.
- Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terlena.
c. Sirkulasi.
- Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi cedera.
- Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
- Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambatm pucat pada bagian yang terkena.
d. Neurosensori.
- Kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot.
- Kebas atau kesemutan.
- Deformitas lokal; pemendekan, rotasi, krepitasi, terlihat
kelemahan atau hilang fungsi.
e. Nyeri/kenyamanan.
- Nyeri berat tiba-tiba.
- Spasme setelah imobilisasi.
f. Keamanan.
- Pedarahan, laserasi kulit.
- Pembengkakan lokal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal
c. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan adanya gips, pembengkakan
jaringan, kemungkinan kerusakan saraf
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
e. Ketakutan berhubungan dengan penggunaan dan pengangkatan gips

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN (INTERVENSI)


a. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik
Tujuan : ketidaknyamanan yang dirasakan pasien tidak ada atau
minimal
KH : Anak tidak menunjukan bukti-bukti ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan minor dapat ditoleransi

INTERVENSI RASIONAL
Kaji skala tingkat nyeri Memberikan pengukuran subjetif
dan kuantitatif tentang intensitas
nyeri
Bila perlu batasi aktivitas Untuk mencegah nyeri
yang melelahkan
Beri posisi yang nyaman, Untuk menyokong area dependen
bisa menggunakan bantal
Hindari penggunaan bedak Substansi ini mempunyai
atau lotion di bawah gips kecenderungan untuk
menggumpal dan menimbulkan
iritasi

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


muskuloskeletal
Tujuan : pasien mempertahankan penggunaan otot pada area yang
tidak sakit
KH :
1) Ekstermitas yang tidak sakit tetap mempertahankan tonus
otot yang baik
2) Anak melakukan aktivitas yang sesuai dengan usia dan
kondisi anak
INTERVENSI RASIONAL
Dorong untuk ambulasi Untuk meningkatkan
sesegera mungkin mobilisasi
Sokong lengan yang di gips Untuk menopang beban berat
dengan ambin/mitela (sling) badan
Ajarkan penggunaan alat
mobilisasi seperti kruk untuk
kaki yang di gips
Dorong aktivitas bermain dan Untuk melatih otot yang tidak
pengalihan sakit
Dorong anak untuk Untuk mempertahankan
menggunakan sendi-sendi di fleksibilitas dan fungsi sendi
atas dan di bawah gips

c. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan adanya gips,


pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf
Tujuan :
1. Pasien tidak mengalami kerusakan neurologis atau
sirkulasi
2. Pasien mempertahankan integritas gips
3. Pasien tidak mengalami cedera fisik
KH :
1. Jari kaki/ jari tangan hangat, merah muda, sensitif dan
menunjukan pengisian kailer yang segera
2. Gips mengering dengan cepat, tetap bersih dan utuh
3. Anak tetap bebas dari cedera

INTERVENSI RASIONAL
Tinggikan ekstermitas Untuk menurunkan
yang di gips pembengkakan, karena
meninggikan ekstermitas
meningkatkan aliran darah vena
Rawat gips basah dengan Kerenaa penekanan akan
telapak tangan, hindari menyebabkan area tekan
menekan gips dengan
ujung jari (gips plester)
Jangan menutup gips yang Untuk engeringkannya dari
masih basah dalam keluar
Jangan mengeringkan gips Karena dapat terjadi luka bakar
dengan kipas pemanas dan gips hanya akan kering
atau pengering dibagian luar tetapi tidak
dibagian dalam
Posisikan bokong lebih Untuk mencegah urin mengelir
rendah dari bahu selama ke gips pada bagian punggung
toileting
Jaga agar jalur ambulasi Untuk mencegah pasien jatuh
tetap bersih

d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips


Tujuan : pasien tidak mengalami iritasi kulit
INTERVENSI RASIONAL
Pastikan bahwa semua tepi gips halus Untuk mencegah
dan bebas dari proyeksi pengiritasi, kikir trauma kulit
atau lapisi tepi gips tersebut bila perlu
Jangan membiarkan anak atau orang lain
memasukan sesuatu ke dalam gips
Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih
dan bebas dari iritan
Lindungi gips selama mandi, kecuali jika Kulit dapat teriritasi
gips sintetik tahan terhadap air akibat adanya air di
dalam gips
Setelah gips dilepas, rendam dan basuh Gips akan mengeras
kulit dengan perlahan dengan kulit
terdeskuamasi dan
sekresi sebasea

e. Takut berhubungan dengan penggunaan dan pengangkatan gips


Tujuan : Pasien mendapatkan dukungan yang adekuat selama
pemasangan dan pengangkatan gips
KH : Anak menjalani prosedur pemasangan dan pengangkatan gips
dengan distres minimal dan kerjasama
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan apa yang akan dilakukan dan apa
yang dapat dilakukan anak
Untuk membantu
Jelaskan apa yang akan dialamai anak menghilangkan rasa
takut dan
selama pengangkatan gips, kebisingan
mendorong
gergaji, sensasi geli karena getaran, kerjasama
ketidakmungkinan cedera karena prosedur
Menunjukan keamanan gergaji pada diri Untuk
sendiri atau orang lain menghilangkan rasa
takut kulit terpotong
BAB IV

TINJAUAN KASUS

Pengkajian

a. Data Pasien

Nama : An. S

MR : 193255

Masuk ke RS : 13-05-2021

Tanggal Lahir : 23-8-2017

Umur : 3 tahun

Jenis kelamin   :L

Agama : Islam

Alamat : raya

b. Pengkajian Riwayat Kesehatan

 Riwayat kesehatan dahulu

Keluarga pasien mengatakan belum pernah menderita penyakit yang

sama dengan hari ini

 Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak ada yang menderita penyakit patah

tulang

 Riwayat penyakit sekarang


Ibu pasien mengatakan tadi pagi mengalami kecelakaan dan mengalami

patah tulang pada tangan sebelah kiri. Ibu pasien mengatakan anaknya

menangis kesakitan pada tangannya dan tidak bisa digerakkan.

 Riwayat psikososial

Anak tampak rewel, selalu minta digendong

 Riwayat pemakaian obat

Saat terjadi kecelakaan ibu pasien lang membawa ke rumah sakit

c. Pola Fungsional
 Pola persepsi dan penanganan Kesehatan
Saat terjadi kecelakaan ibu pasieng langsung membawa ke rumah sakit
 Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien makan 3 kali sehari, tidak ada pantangan makanan dan tidak ada
alergi makanan
 Pola eliminasi
Pasien BAB 1x perhari, warna kuning kecoklatan. BAK dalam batas
normal
 Pola aktivitas/olahraga
Sebelum terjadi kecelakaan ibu pasien mengatakan anaknya selalu aktif
bermain bersama teman-temannya. Pola istirahat/tidur
 Higiene
Pasien mandi 2x per hari
 Pemeriksaan fisik
S: 38 C, N: 124x/m, rr 28x/m
 Pemeriksaan Penunjang
Hb: 12,0 Leukosit: 16.100, trombosit: 189.000.
Foto rongent terlihat fraktur pada tangan sebelah kiri
d. Analisa Data

DS: ibu pasien mengatakan anaknya kesakitan pada tangan sebelah kiri

DO: Pasien tampak rewel, terlihat bengkak pada tanagn sebelah kiri
e. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik


2. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
f. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik


Tujuan : ketidaknyamanan yang dirasakan pasien tidak ada atau
minimal
KH : Anak tidak menunjukan bukti-bukti ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan minor dapat ditoleransi

INTERVENSI RASIONAL
Kaji skala tingkat nyeri Memberikan pengukuran subjetif
dan kuantitatif tentang intensitas
nyeri
Bila perlu batasi aktivitas yang Untuk mencegah nyeri
melelahkan
Beri posisi yang nyaman, bisa Untuk menyokong area dependen
menggunakan bantal
Hindari penggunaan bedak atau lotion Substansi ini mempunyai
di bawah gips kecenderungan untuk
menggumpal dan menimbulkan
iritasi

2. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips


Tujuan : pasien tidak mengalami iritasi kulit

KH :  semua tepi gips halus rapi

- gips tidak basah


- tampak anak tidak menggaruk tangan yang terpasang
gips

INTERVENSI RASIONAL
Pastikan bahwa semua tepi gips halus Untuk mencegah
dan bebas dari proyeksi pengiritasi, kikir trauma kulit
atau lapisi tepi gips tersebut bila perlu
Jangan membiarkan anak atau orang lain
memasukan sesuatu ke dalam gips
Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih
dan bebas dari iritan
Lindungi gips selama mandi, kecuali jika Kulit dapat teriritasi
gips sintetik tahan terhadap air akibat adanya air di
dalam gips
Setelah gips dilepas, rendam dan basuh Gips akan mengeras
kulit dengan perlahan dengan kulit
terdeskuamasi dan
sekresi sebasea
g. Implementasi

No Tanggal/Jam Tindakan Catatan Perkembangan


DX
1 Sabtu Mengkaji skala nyeri S :
secara komprehensif1.  Ibu pasien mengatakan
13-05-2021
termasuk lokasi,
Jam 08.45 Wib karakteristik, durasi, anaknya merasa kesakitan
frekuensi, kualitas ketika tangannya dibuat
dan faktor presipitasi
(PQRST) gerak tetapi sedikit tidak
  mengObservasi rewel
reaksi nonv erbal dari
ketidaknyamanan 2.  ibu pasien mengatakan
 Memberikan posisi anaknya bias tidur tanpa
nyaman dengan
mengganjal bantal digendong
 menggunakan teknik O :
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui 1.     - Ekspresi wajah ketika
pengalaman nyeri melakukan mobilisasi pada
pasien
tangan terlihat kesakitan
2.     - Posisi tidur miring ke
kanan dengan tangan yang
sakit diganjal bantal
3.      A : Tujuan belum berhasil.
P : Lanjutkan intervensi.
2 Sabtu  Memastikan tepi gips S : ibu pasien mengatakan
13-05-2021 terlihat rapi
 Memastikan kondisi anaknya tidak menggaruk
Jam 08.45 Wib
gips tidak basah tangannya yang terpasang
 Menjaga kulit tetap
bersih gips
 Menjaga anak agar
tidak memasukkan O : gips terlihat rapi dan
benda apapun
kedalam gips tidak basah

A : A : Tujuan sudah berhasil.


P : intervensi dipertahankan

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma yang mengakibatkan fraktur dapat merusak jaringan lunak
disekitar fraktur, mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler
atau organ-organ penting lainnya.
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi: fraktur terbuka, fraktur
tertutup, dan fraktur komplit serta fraktur tidak komplit. Penatalaksanaan
pada fraktur bervariasi sesuai dengan jenis fraktur. Cara penatalaksanaannya
mencakup reduksi terbuka, traksi, pemasangan gips, dan remodeling.
Analgesik diberikan untuk menghilangkan ras sakit, jenis dan dosisnya
bergantung pada intensitas nyeri anak.

Anda mungkin juga menyukai