Anda di halaman 1dari 4

LEMBAR TUGAS MANDIRI

“PENYEBAB DAN PATOFISIOLOGI FRAKTURA”


Maya Dorothea, 1206245241

A. PENDAHULUAN

Fraktura atau patah tulang adalah keadaan ketika tulang kehilangan kontinuitasnya,
atau patah. Tulang dapat patah sepenuhnya (complete fracture) atau hanya sebagian
(incomplete fracture), dan dapat patah terbuka (open fracture) dan tertutup (closed fracture).
Penyebab patahnya tulang dapat bermacam-macam, namun pada umumnya penyebab
fraktura adalah trauma. Fraktura dapat terjadi pada siapa saja, mulai dari anak-anak hingga
orang dewasa.1,2

B. MATERI

PENYEBAB FRAKTURA
Penyebab terjadinya trauma dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain karena
terluka atau trauma, stres atau tekanan yang terus menerus, dan fraktura patologis atau tulang
mengalami keabnormalan.1
Pada fraktur karena terluka atau trauma, tulang terkena gaya yang berlebihan dan tiba-
tiba, baik langsung maupun tidak langsung, yang melebihi kekuatan tulang.1
Tulang yang patah karena gaya langsung yang kuat dan tiba-tiba akan mengalami
patah pada tempat dimana gaya tersebut mengenai tulang tersebut. Jaringan lunak di sekitar
tulang juga akan mengalami kerusakan.1
Pada tulang yang patah dengan gaya tidak langung, tempat patahnya tulang jauh dari
tempat gaya tersebut mengenai tulang. Kerusakan jaringan pada daerah sekitar patahnya
tulang dapat dihindari.1
Patah tulang biasanya disebabkan oleh dua gaya atau lebih. Bentuk patahnya tulang
juga berbeda-beda berdasarkan arah gaya yang diterima. Oleh karena itu, pada hasil
pemeriksaan radiologi, dapat dilihat arah gaya yang dominan berperan dalam patahnya tulang
tersebut. Akan tetapi, hal ini hanya berlaku untuk tulang panjang karena pada tulang lain
misalnya tulang vertebrae, apabila terkena gaya yang berlebihan akan berubah bentuk
menjadi tidak beraturan.1
(a) (b) (c) (d)

23.1 Mechanism of injury Some fracture patterns suggest the causal mechanism: (a) spiral pattern (twisting);
(b) short oblique pattern (compression); (c) triangular ‘butterfly’ fragment (bending) and (d) transverse pattern
(tension). Spiral and some (long) oblique patterns are usually due to low-energy indirect injuries; bending and
transverse patterns are caused by high-energy direct trauma.
Gambar 1: Bentuk Patah berdasarkan Arah Gaya1

Patah tulang karena stres atau tekanan yang terus menerus biasanya terjadi pada atlet
dan penari yang mengutamakan ketahanan. Biasanya, patah tulang akibat stres yang terus
menerus ini terjadi akibat pembebanan berlebihan terhadap tulang. Pada tulang yang terus
menerus diberikan tekanan, tulang akan mempercepat proses remodeling untuk mencapai
kekuatan yang sama dengan otot, karena kekuatan otot lebih cepat berkembang dibandingkan
dengan tulang. Terkadang, karena otot berkembang pesat, atlet merasa dirinya mampu untuk
meningkatkan intensitas latihan, padahal kekuatan tulangnya belum memadai. Ketika ia
memaksakan diri untuk menambah intensitas latihan, proses resorbsi tulang lebih cepat
daripada replacement, sehingga tulang lebih mudah untuk patah dan dapat patah sewaktu-
waktu.1,2
Pada patah tulang karena patologis, tulang sangat mudah patah karena abnormalitas
struktur yang membuat tulang tersebut lebih rapuh dari normal. Oleh karena itu, dengan
tekanan yang normal, orang tersebut dapat mengalami patah tulang. Kondisi-kondisi
patologis yang dapat menyebabkan hal ini antara lain osteoporosis, osteogenesis imperfecta,
tumor, dan pada Paget’s disease.1,2
PATOFISIOLOGI PATAH TULANG ATAU FRAKTURA
Ketika terjadi patah tulang, tulang akan berusaha memperbaiki dirinya sendiri dengan
mengaktivasi proses yang terjadi pada embriogenesis. Hal ini diatur oleh ekspresi gen yang
berinteraksi secara molekuler, biokimia, biomekanik dan histologis.3
Setelah terjadinya patah tulang, sel-sel tulang mati dan pecahnya pembuluh darah
mengakibatkan hematoma yang mengisi celah pada bagian tulang yang patah dan sekitarnya.
Darah yang membeku membentuk benang-benang fibrin yang membantu menutup tempat
fraktura dan membentuk kerangka untuk sel-sel inflamasi, pembentukan fibroblast dan
pembuluh darah kapiler. Pada saat yang bersamaan, sel-sel inflamasi dan trombosit akan
mengeluarkan PDGF (Platelet-Derived Growth Factor), TGF-β, FGF dan interleukin
sehingga sel-sel osteoprogenitor teraktivasi dan menstimulasi aktivitas osteoklas dan
osteoblast. Pada akhir minggu pertama, terbentuk jaringan-jaringan yang mengikat ujung-
ujung tulang yang patah. Jaringan ini disebut soft-tissue callus atau procallus.3
Sel-sel mesenkim di sekitar jaringan tulang tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel
kondrogenik dan sel osteogenik. Sel-sel ini kemudian membentuk tulang dan tulang rawan
fibrokartilago dan hialin. Sel-sel tulang rawan yang baru terbentuk ini kemudian mengalami
endochondral ossification atau penulangan endokondral, menyambungkan trabekula-
trabekula yang diendapkan oleh sel osteoprogenitor di bawah periosteum. Sambungan ini
disebut callus. Callus sudah lebih kuat dari procallus dan dapat menahan beban sampai besar
beban tertentu.3
Setelah itu, terjadi proses konsolidasi, dimana tulang yang jaringannya belum
sempurna menjadi lebih sempurna. Sel-sel yang berperan dalam proses ini adalah sel
osteoblast dan osteoklas. Osteoklas akan membersihkan sisa-sisa patahan tulang di sepanjang
lokasi patah tulang dan osteoblast akan mengisi celah karena patah tersebut dengan tulang
baru. Proses ini dapat terjadi berbulan-bulan hingga tulang dapat menahan beban normal
kembali.1
Proses yang terakhir adalah proses remodeling. Proses ini terjadi ketika seluruh celah
telah tertutup dengan tulang yang padat dengan sempurna. Meskipun begitu, dapat terlihat
penebalan lamella pada bagian yang dulunya patah.1

C. KESIMPULAN
Kaitan LTM saya dengan pemicu adalah, pada pemicu anak laki-laki tersebut
mengalami patah tulang atau fraktura di bagian lengan bawah kirinya, yang disebabkan
karena kecelakaan. Patah tulang yang demikian dapat digolongkan menjadi patah tulang
akibat trauma atau luka, yaitu karena gaya yang terlalu kuat dan tiba-tiba yang diterima anak
tersebut pada lengannya sehingga lengannya tersebut patah. Fungsi lengan kiri bawah anak
tersebut dapat kembali secara optimal apabila tubuhnya mampu merespon patah tulang
tersebut dengan baik dan dengan dibantu perawatan dari dokter yang menangani.

Referensi:

1) Solomon L., Warwick D., Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures.
9th ed. Liverpool: Hodder Arnold; 2010.
2) Corwin E.J. Handbook of Pathophysiology. 3 rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008.
3) Kumar V., Abbas A.K., Fausto N., Aster J.C. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Diseases. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010.

Anda mungkin juga menyukai