Anda di halaman 1dari 20

Fraktur Tulang Pada Kecelakaan Lalu

Lintas
Pendahuluan
Fraktur tulang/ patah tulang merupakan kecelakaan yang bisa diakibatkan oleh
banyak hal. Tidak hanya karena kecelakaan atau perihal lain yang lebih ekstrem
bisa juga karena cidera dalam aktifitas sehari-hari (terjatuh), cidera ringan yang
dilakukan terus-menerus (misalnya pada penari balet, petinju, dll) atau juga bisa
dikarenakan hal yang patologis/ sudah adanya riwayat penyakit lain dan masih
banyak lagi yang memungkinkan bisa terjadinya fraktur pada tulang. Namun dari
sekian banyak, kecelakaan lalu lintas merupakan hal tersering yang dapat
memungkinkan terjadinya fraktur pada tulang. Efek dari kecelakaan juga tidak
hanya fraktur saja, karena dapat disertai kemungkinan-kemungkinan lain yang
mengalami cidera atau syok. Pada perihal ini yang akan dibahas apabila
terjadinya fraktur pada tulang pasca kecelakaan lalulintas.

FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas (diskontinuitas) atau
deformasi jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (tenaga berlebihan yang melebihi kekuatan tulang). 1-3 Hal-hal
yang menyebabkan fraktur pada tulang juga tidak selalu oleh karena trauma
yang berat, kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila
tulangnya sendiri terkena penyakit.1 Selain itu juga, pada trauma ringan yang
terus-menerus juga dapat mengakibatkan fraktur pada tulang, berdasarkan ini
maka dikenal berbagai jenis fraktur :
-

Fraktur spontan/ patologik


Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami
proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma
multiple, kista tulang, osteomielitis, dll. Trauma ringan saja sudah dapat
menimbulkan fraktur.
Fraktur stress/ fatique
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus-menerus,
misalnya fraktur March pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet,
fraktur fibula pada pelari jaraka jauh, dll.
Fraktur disebabkan trauma yang berat
Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada
berbagai faktor, misalnya :
Besar/ kuatnya trauma
Trauma langsung/ tidak langsung
Umur penderita
Lokasi fraktur
Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur
pada tulang yang disertai dislokasi sendi, yang disebut raktur dislokasi. 1
Trauma dapat bersifat:

Eksternal : tertabrak, jatuh, dll.


Internal : kontraksi otot yang kuat dan mendadak seperti pada
serangan epilepsi, tetanus, renjatan listrik, keracunan striknin, dll.
Trauma ringan tetapi terus-menerus.

Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkoknya.


Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. 2
Beberapa tipe fraktur yang menjelaskan keadaan fraktur, antara lain 1,2 :
1. Komplit/ tidak komplit
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua kortek tulang.
b. Fraktur Tidak Komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti :
Hairline fracture (patah retak rambut).
2

2.

3.

4.

5.

Buckle fracture atau Torus fracture, bila terjadi lipatan dari


satu kortek dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya,
biasanya pada distal radius anak-anak.
Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung
b. Garis patah oblique : trauma angulasi
c. Garis patah spiral : trauma rotasi
d. Fraktur kompresi : trauma aksial/ fleksi pada tulang spongiosa atau
garis pada vertebra
e. Fraktur impresi : biasa terjadi pada tengkorak
f. Fraktur avulsi : trauma tarikan/ traksi otot pada insersinya di tulang,
misalnya fraktur patella
g. Fraktur Greenstick pada anak-anak
h. Fraktur epifisis dengan separasi
Jumlah garis patah
a. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
b. Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal
c. Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang
berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur cruris, dan
fraktur tulang belakang.
Bergeser/ tidak bergeser
a. Fraktur undisplacet (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi tidak
bergeser, periosteumnya masih utuh.
b. Fraktur displacet (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen
fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi :
Dislokasi adlongitudinam cum contrasetionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
Dislokasi adaxim (pergeseran yang membentuk sudut).
Dislokasi adLatus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauhi).
Terbuka/ tertutup
a. Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur Terbuka (open/ compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit
yang terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :
Derajat I
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblique, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang

Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas,
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/ flap/ avulsi; atau fraktur
segmental/ sangat kominutif yang disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif.
Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa harus melihat kerusakan jaringan lunak.
6. Komplikasi- tanpa komplikasi, bila ada harus disebut. Komplikasi dapat
berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma atau
akibat pengobatan.
Pada penderita fraktur dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan radiologik
untuk melihat posisi, letak dari fraktur yang dialaminya. Secara klinis ada atau
diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan.
Sebaiknya dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat
2 proyeksi yang saling tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya
1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat jelas dan
pasti. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada
fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal. Pemeriksaan radiologi
selanjutnya adalah untuk kontrol : 1

Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila


dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen
intrameduler (terkadang pen dapat menembus tulang) plate dan screw
(kadang screw bisa lepas)
Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur :
Pembentukan callus
Konsolidasi
Remodeling : terutama pada anak-anak
Adanya komplikasi

Dalam pemeriksaanpun terkadang juga dapat ditemui komplikasi pada fraktur


yang dapat dilihat pada foto roentgen umumnya, ialah :

Osteomielitis, terutama pada fraktur terbuka


Necrosis avaskular, hilangnya/ terputusnya supply darah pada suatu
bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut. Sesuai
dengan anatomi vaskular, maka necrosis avaskular pascatrauma sering
terjadi pada kaput femoris, yaitu pada fraktur collum femoris, pada
naviculare manus, dan talus.
Non-union, biasanya karena imobilisasi tidak sempurna. Juga bila ada
interposisi jaringan diantara fragmen-fragmen tulang radiologis terlihat
4

adanya sklerosis pada ujung-ujung fragmen sekitar fraktur dan garis patah
menetap. Pembentukan kalus dapat terjadi sekitar fraktur, tetapi garis
patah menetap.
Delay-union, umumnya terjadi pada:
Orang-orang tua karena aktifitas osteoblas menurun
Distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik,
misalnya traksi terlalu kuat atau fiksasi internal kurang baik
Defisiensi vitamin C dan D
Fraktur patologik
Adanya infeksi
Mal-union, disebabkan oleh reposisi fraktur yang kurang baik, timbul
deformitas tulang.
Atrofi Sudeck, suatu komplikasi yang relatif jarang pada fraktur
ekstremitas, yaitu adanya disuse osteoporosis yang berat pada tulang
distal dari fraktur disertai pembengkakan jaringan lunak dan rasa nyeri.

Seperti pembahasan sebelumnya, bahwasannya fraktur terdapat banyak faktor


penyebabnya, namun dalam kehidupan sehari-hari yang tersering adalah akibat
kecelakaan lalulintas. Fraktur pada keadaan ini yang tersering adalah fraktur dan
dislokasi pada sendi panggul dan femur.
Dislokasi sendi panggul :

Dislokasi posterior : paling sering


Dislokasi anterior : jarang, akibat abduksi berlebihan
Dislokasi central : dengan fraktur asetabulum.

Fraktur dislokasi sendi panggul :


Fraktur asetabulum dibagi menjadi 4 tipe, yaitu;

Fraktur
Fraktur
Fraktur
Fraktur

rima posterior
pars ilio-iskial
transversal
pars ilio-pubik

Kaput femoris cenderung mengalami subluksasi atau dislokasi pada masingmasing tipe diatas. Selain itu juga dapat terjadi fraktur kollum femoris, terutama
pada orang-orang tua dan yang tulangnya porotik. Bila fraktur intrakapsuler, hal
ini sering mengakibatkan necrosisi avaskuler kaput femur karena terputusnya
aliran darah ke kaput femur. Pembentukan kallus pada fraktur kollum femur
biasanya sedikit. Penentuan konsolidasi terutama didasarkan adanya kontinuitas
trabekula melalui garis fraktur. 1
Klasifikasi fraktur collum femur 4

1.

Fraktur ekstrakapsuler (mis. Fraktur intertrochanter)


Fraktur intrakapsuler
Mekanisme fraktur
Fraktur intrakapsuler ini dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct)
dan trauma tak langsung (indirect);
5

Trauma langsung (direct)


Biasanya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayor langsung terbentur dengan keras (jalanan)

Trauma tak langsung (indirect)


Disebabkan gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah. Karena kepala femur terikat kuat dengan ligament
didalam acetabulum oleh ligament iliofemoral dan kapsul sendi,
mengakibatkan fraktur di daerah collum femur. Pada dewasa
muda apabila terjadi fraktur intrakapsuler (collum femur) berarti
traumanya cukup hebat. Sedangkan kebanyakan pada fraktur
collum ini (intrakapsuler), kebanyakan terjadi pada wanita tua
(60 tahun ke atas) dimana tulangnya sudah mengalami
osteoporotik. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya
ringan, misalnya terpeleset di kamar mandi.
Pada umumnya dikepustakaan pembagian klasifikasi fraktur
collum femur berdasarkan:
Lokasi anatomi, terbagi menjadi 3,
Fraktur subcapital
Fraktur transcervical
Fraktur basis collum femur
Arah sudut garis patah terbagi menurut Pauwel:
Tipe I
: sudut 300
Tipe II
: sudut 500
Tipe III : sudut 700
Dislokasi atau tidak dari fragmentnya, terbagi menurut
Garden:
Garden I : incomplete (impacted)
Garden II
: fraktur collum femur tanpa
dislokasi
Garden III
: fraktur collum femur dengan
sebagian dislokasi
Gardem IV
: fraktur collum femur dengan
dislokasi total

Pemeriksaan fisik
Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat/ tabrakan.
Sebaliknya, jika pada usia tua biasa traumanya ringan (kepleset dikamar mandi).
Penderita juga tak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada panggul. Posisi
panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya
perpendekan dari tungkai yang cedera. Paha dalam posisi abduksi, fleksi, dan
eksorotasi. Pada palpasi sering ditemukan adanya haematoma dipanggul. Pada
tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang
tidak begitu hebat. Posisi tungkai masih tetap dalam posisi netral.
Pemeriksaan radiologi
Proyeksi anteroposterior dan lateral terkadang diperlukan axial. Pada proyeksi
anteroposterior kadang-kadang tak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus
6

ini yang impacted). Untuk ini diperlukan ditambah dengan pemeriksaan proyeksi
axial.
Terapi
Impacted fraktur
Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada daerah collum femur
dibanding fraktur tulang ditempat lain. Pada collum femur-periostenumnya
sangat tipis sehingga daya osteogenesisnya sangat kecil, sehingga seluruh
penyambungan fraktur collum femur boleh dikata tergantung pada pembentukan
callus endosteal. Lagipula aliran darah yang melewati collum femur pada fraktur
collum femur terjadi kerusakan. Lebih-lebih lagi terjadinya haemathrosis akan
menyebabkan aliran darah sekitar fraktur tertekan alirannya. Maka mudah
dimengerti apabila terjadi fraktur intrakapsuler dengan dislokasi akan terjadi
avaskuler necrosis.
Penanggulangan
Impacted fraktur
Pada fraktur, collum femur yang benar-benar impacted dan stabil maka
penderita masih dapat berjalan untuk beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit
sedikit pada daerah panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 34 minggu kemudian diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat
selama 8 minggu. Kalau pada X-ray foto impacted-nya kurang kuat ditakutkan
terjadi disimpacted, penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal
fixation. Operasi yang dikerjakan untuk impacted fractur biasanya dengan
multipin teknik percutaneus.
Dislokasi fraktur collum femur
Penderita harus segera dirawat di RS, tungkai yang sakit dilakukan pemasangan
tarikan kulit (skin traction) dengan Buck-extension. Dalam waktu 24-48 jam
dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal
fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan reposisi tertutup dengan
salah satu cara yaitu: menurut Leadbetter. Penderita terlentang dimeja operasi.
Asisten memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan
kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit aduksi paha ditarik ke atas,
kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan
abduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakukan test. Palm heel test, tumit kaki yang
cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan
abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi berhasil
dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan teknik multipin
percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi sampai 3 kali,
dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi terbuka setelah tereposisi dilakukan
internal fiksasi. Macam-macam alat internal fiksasi antara lain :
-

Knowless pin
Cancellous screw
7

Plate

Pada fraktur collum femur penderita tua (> 60 tahun) penanggulangannya agak
berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip
penanggulangan: do nothing dalam arti tidak dilakukan tindakan internal fiksasi,
caranya penderita dirawat, dilakukan skin traksi 3 minggu sampai rasa sakitnya
hilang. Kemudian penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat
(cruth). Kalau penderita bersedia dilakukan operasi, akan digunakan prinsip
pengobatan do something yaitu dilakukan tindakan operasi arthroplasty dengan
pemasangan prothese Austine Moore.
Komplikasi
-

Avaskular nekrosis
Non-union
Infeksi

Manifestasi klinis2
Pada pasien muda biasanya mempunyai riwayat kecelakaan berat, sedangkan
pasien tua biasanya hanya riwayat trauma ringan, misalnya terpeleset. Pasien
tak dapat berdiri karena sakit pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi
dan endorotasi. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi, dan eksorotasi,
kadang juga terjadi pemendekan. Pada palpasi sering ditemukan adanya
hematoma dipanggul. Pada tipe impaksi biasanya pasien masih bisa berjalan
disertai sakit yang tidak begitu hebat. Tungkai masih tetap dalam posisi netral.
2.

Fraktur intertrochanter femur

Merupakan fraktur antara trochanter mayor dan trochanter minor femur.


Fraktur ini termasukfraktur ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada orang tua,
terutama pada wanita (diatas umur 60 tahun). Biasanya trauanya ringan, jatuh
kepleset, daerah pangkal paha kebentur lantai. Hal ini dapat terjadi karena pada
wanita tua, tulang sudah mengalami osteoporotik post menopause. Pada orang
dewasa dapat terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan
tinggi (tabrakan motor).
Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang dibuat oleh para ahli, tetapi yang banyak dianut di
banyak negara yaitu klasifikasi dari Evan-Massie, yang terbagi menjadi 2 :
-

Stabil
I.
Garis
II.
Garis
Unstabil
III.
Garis
IV.
Garis

fraktur intertrochanter-undisplaced
fraktur intertrochanter displaced menjadi varus
fraktur comminutiva dan displaced varus
fraktur intertrochanter dan subtrochanter

Gejala klinis

Biasanya penderita wanita tua dengan riwayat setelah jatuh kepleset, penderita
tak dapat jalan. Pada pemeriksaan kaki yang cedera dalam posisi external rotasi.
Tungkai yang cedera lebih pendek. Pada pangkal paha sakit dan bengkak.
Pemeriksaan radiologi
Dengan proyeksi anteroposterior dan lateral denga roentgen foto dapat
ditentukan stabil dan tidak stabil jenis patahnya.
Penanggulangan
Umunya fraktur trochanter mudah menyambung kembali karena daerah
trochanter kaya akan askularisasi.

Non-operatif
Dengan balance traksi umumnya memerlukan waktu 12-16 minggu. Pada
penderita yang sudah tua di atas 60 tahun penanggulangannya dengan traksi
akan menimbulkan penyulit yaitu terjadi komplikasi berupa pneumonia
hipostatik,
bronchopnuemonia,
dekubitus,
emboli
paru,
thrombosis
arterifemoralis untuk menghindari hal tersebut di atas dipilih cara yang lain
dengan jalan operatif. Teknik operasi tergantung tipe frakturnya stabil atau tidak
stabil. Pada fraktur yang tidak stabil dilakukan tindakan medialisasi menurut
Dimon dan Hughston baru dilakukan internal fiksasi dengan alat internal fiksasi
di antaranya dengan Jewett nail atau angle blade plate (Ao). Pada tipe stabil
tidak perlu dilakukan medialisasi langsung dilakukan internal fiksasi dengan alat
Jewett nail dan angle blade plate (Ao).
3.

Fraktur subtrochanter femur

Ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari trochanter minor.
Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi pada orang
tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan (jatuh kepleset). Dan pada
orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang dipakai diantaranya :
-

Klasifikasi Zickle
Klasifikasi Scinshaemer
Klasifikasi Fielding & Magliato, merupakan klasifikasi yang sederhana dan
mudah dipahami, yaitu:
Tipe 1
: garis fraktur satu level dengan trochanter minor
Tipe 2
: garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
Tipe 3
: garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas
trochanter minor

Pemeriksaan fisik
9

Tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi eksternal (eksorotasi) di
daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.
Radiologi
Dibuat proyeksi anterioposterior dan lateral. Pada fraktur subtrochanter dimana
trochanternya masih utuh biasanya kedudukan fragment bagian atas dalam
posisi abduksi dan fleksi, sedangkan fragment distal dalam posisi adduksi.
Abduksi karena tarikan dari otot-otot abduktor. Fleksi karena tarikan otot
iliopsoas dan adduksi karena otot adductor magnus.
Penanggulangan
Non-operatif
Dengan melakukan skeletal traksi dan system balance dengan posisi tungkai
bagian distal dibuat abduksi dan fleksi.
Operatif
Ini banyak kelemahannya yaitu morbiditas lama dan mortalitas yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi tersebut diatas dilakukan penanggulangan operasi dengan
melakukan open reduksi dan pemasangan internal fiksasi dengan menggunakan
alat, diantaranya:

Angle blade plate (Ao)


Jewett nail
Sliding compression screw
Zickel nail

Komplikasi

3.

Mal-union
Non-union
Fraktur batang femur (dewasa)
Mekanisme trauma
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Biasanya terjadi karena
trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau
jatuh dari ketinggian. Kebanyakan dialami oleh penderita laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan pendarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock. 4 fraktur batang
femur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah
tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter, subtrokanter, suprakondilus
biasanya memerlukan tindakan operatif. 2
Klasifikasi fraktur

10

Terbagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang


patah, yaitu:

Tertutup (seperti pada penjelasan diatas)


Terbuka (seperti pada penjelasan diatas)

Pemeriksaan klinik
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan
tanda functiolaesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat). Nyeri tekan,
nyeri gerak, tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi
anterior, rotasi (exo/endo). Tungkai bawah, ditemukan adanya
perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada pemeriksaan
harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan
robeknya ligament dari daerah lutut. Kecuali itu juga diperiksa keadaan
saraf sciatica dan arteri dorsalis padis.2,4
Radiologi
Cukup 2 proyeksi AP dan LAT. Dalam pembuatan foto harus mencakup 2
sendi (panggul dan lutut).

Penanggulangan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan skin traksi dengan
metode Buck extension. Atau dilakukan dulu pemakaian Thomas splint,
tungkai ditraksi dalam keadaan extensi. Tujuan skin traksi untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut jaringan
lunak sekitar daerah yang patah. Setelah dilakukan traksi kulit dapat
dipilih pengobatan non operatif atau operatif. 4
Non-operatif
Dilakukan skeletal traksi. Yang sering digunakan ialah methode Perkin dan
methode balance skeletal traction.4

Methode Perkin
Digunakan apabila fasilitas peralatan terbatas. Alat yang
diperlukan:
Steinman pin
Tali
Beban katrol
Penderita tidur terlentang. 1-2 jari dibawah tuberositas tibia,
dibor dengan Steinman pin, dipasang staple, ditarik dengan
tali.paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan
sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk callus yang cukup
kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan
ekstensi dan fleksi.
Methode balance skeletal traction
11

Diperlukan alat-alat yang lebih banyak:


- Thomas splint
- Pearson attachment
- Steinman pin
- Tali
- Katrol
- Beban
- Frame
- Stapler
Penderita tidur terlentang 1-2 jari dibawah tuberositas tibia
dibor dengan Steinman pin, dipasang stapler pada steinman
pin, dipasang stapler pada steinman pin. Paha ditopang dengan
thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh Pearson
attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau
lebih sampai tulangnya membentuk callus yang cukup.
Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif. Kadangkadang untuk mempersingkat waktu rawat setelah ditraksi 8
minggu, kemudian dipasang gips hemispica atau cast bracing.

Operatif
Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary
nail. Terdapat bermacam-macam intramedullary nail untuk femur,
diantaranya :

Kuntscher nail
Sneider nail
Ao nail

Diantara ke 3 nail tersebut yang paling terkenal adalah Kuntscher nail.


Pemasangan intramedullary nail dapat dilakukan secara terbuka dan
tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fascia sampai ke
tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograde. Sedangkan cara
tertutup yaitu tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukkan
melalui ujung trochanter mayor dengan bantuan image intersifier (C.arm).
Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragment bagian
distal. Keuntungannya, tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan
perdarahan terbatas.
Indikasi operatif :
1)
2)
3)
4)
5)

Penanggulangan non operatif gagal


Multiple fraktur
Robeknya arteri femoralis
Patologic fraktur
Orang-orang tua

Komplikasi dini :
Yang segera terjadi dapat berupa, shock dan fat emboli. Fat emboli ini
jarang terjadi.
12

Komplikasi lambat :

Delayed-union
Non-union
Mal-union
Kekakuan sendi lutut
Infeksi

Pada non-union dapat diatasi dengan tandur alih tulang spongiosa


(autogenesus cancellous bone graft). Kekakuan sendi dimana sendi lutut
terbatas gerakkan (ROM O 60 atau <) dapat ditolong melakukan
operasi pembebasan perlengkapan otot-otot quadricep dan patella.
FRAKTUR FEMUR5
Gejala Klinis
Pasien yang mengalami fraktur panggul atau femur mengeluh tidak mampu
menopang berat tubuhnya dan merasa nyeri di regio panggul atau lutut setelah
terjatuh atau mengalami trauma lainnya.
Patofisiologi
Sebagian besar fraktur femur disebabkan oleh trauma berenergi tinggi, seperti
kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan industri, luka tembak, dan terjatuh
dari ketinggian. Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah 1-1,5 L
pada paha, tetapi hal ini tidak terlihat pada peninjauan retrospektif dan
menyebabkan syok hipotensif pada pasien trauma. Fraktur akibat tekanan
(stress fracture) juga terjadi pada femur, tetapi sering kali salah didiagnosis pada
awalnya. Fraktur femur dibedakan menjadi sepertiga proksimal, medial, dan
distal, dan didekskripsikan sebagai transversa, oblik, spiral, dan kominutif.
Fraktur kominutif lebih jauh dibagi lagi menjadi 4 dereajat berdasarkan klasifikasi
Winquist.
Diagnosis
Diagnosis fraktur femur ditegakkan berdasarkan evaluasi radiologik femur, yang
meliputi pandangan anteroposterior dan lateral. Pencitraan, naik lutut maupun
panggul, harus dilakukan. Scan tulang, MRI, atau CT mungkin diperlukan untuk
mendiagnosis fraktur akibat tekanan (stress fracture), karena foto rontgen polos
biasanya tidak menunjukkan apapun selama 10-14 hari setelah cedera.
Pembengkakan dan deformitas terlihat pada pemeriksaan fisik. Pemendekan
tungkai yang terkena sering terjadi. Penting sekali untuk memeriksa nadi
femoral, nadi dorsalis pedis, dan tibialis posterior dan untuk menilai status
neurologik tungkai.
Komplikasi Klinis
Fraktur femur dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan dan dapat
menyebabkan sindroma kompartemen, Nervus iskiadikus atau nervus peroneus
jarang mengalami cedera. Trombosis vena dalam dan embolus paru merupakan
13

komplikasi yang sering terjadi dan memiliki morbiditas dan mortalitas terkait
yang signifikan. Emboli lemak juga dapat terjadi. Arteri femoralis superfisialis
jarang mengalami cedera. Fraktur ulang dan non-union jarang terjadi.
Tata Laksana
Bidai traksi harus digunakan oleh petugas layanan medis emergensi pada
kecurigaan fraktur femur untuk mengurangi risiko cedera neurovaskular. Pakaian
antisyok pneumatik kadang-kadang digunakan untuk membatasi perdarahan.
Hilangnya nadi memerlukan reduksi segera. Nailing intramedular tertutup dan
aniling retrogard adalah teknik-teknik yang paling sering digunakan untuk
memperbaiki fraktur korpus femoris. Fiksator eksternal digunakan untuk fraktur
terbuka kominutif yang berat. Fraktur yang disebabkan oleh luka tembak
ditangani sebagai fraktur tertutup dan tidak memerlukan irigasi dan debridement
dengan tingkat yang sama seperti pada fraktur terbuka.
Penyebab Fraktur Tulang6
Penyebab fraktur tulang yang paling ering adalah trauma, terutama [ada anakanak dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur
traumatik.
Pada
anak,
penganiayaan
harus
dipertimbangkan
ketika
mengevaluasi fraktur, terutama apabila terdapat riwayat fraktur sebelumnya
atau apabila riwayat fraktur saat ini tidak meyakinkan.
Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan
apabila tulang lemah. Hal ini disebut fratur patologis. Fraktur ini sering terjadi
pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor
tulang, infeksi, atau penyakit tulang lainnya.
Frajtur stress dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress, yang juga disebut fraktur
keletihan (fatigue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat
latihan atlet, atau permulaan aktivitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot
meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu dapat merasa mampu
melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang mungkin
tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stress paling sering
terjadi pada individu yang melakukan olah raga daya tahan seperti pelari jarak
jauh. Faktor stress dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respons
terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang
mengalami fraktur stress harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan
di skrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang
Efek Fraktur Tulang
Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak biasanya mengalami kerusakan akibar cedera. Reaksi inflamasi yang
intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah tersebut. Fagositosis
dan pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin terbentuk di tempat
14

patah sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin
segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami remodelling
untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan seara
perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat
apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau
apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan
Gambaran Klinis

Nyeri, biasanya disertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak.
Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan rasa
nyeri. Pada fraktur stres, nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang
dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
Posisi tulang atau ekstermitas yang tidak alami mungkin tampak jelas
Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi
Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadim yang menandakan
kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama
dengan bagian nonfraktr. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat
menandakan sindroma kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak
menyigkirkan gangguan ini
Krepitus (suara gemeretak) daapt terdengar saat tulang digerakkan
karena ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bagi fraktur tulang pada umumnya akibat kecelakaan :

Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memingkinkan pembentukan


hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan
Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi
pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi
dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila
diperlukan pembedahan untuk fiksasi, pin atau sekrup dapat dipasang
untuk mempertahankan sambungan. Traksi dapat diperlukan untuk
mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan.
Imbobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya
dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.

Selain itu juga perlu diperhatikan pada beberapa bagian yang biasanya sering
bermasalah dalam fraktur akibat kecelakaan, antara lain : 7
Pemeriksaan Sendi Pinggul
Periksalah fleksi pinggul dengan mengangkat pada ke atas ke arah dinding
abdomen bawah. Kemudian fleksikan sendi pinggul normal sampai lordosis
lumbal dihilangkan (apabila tangan tidak dapat disisipkan di antara tempat tidur
dan vertebra). Jika bagian paha lain terangkat selama melakukan tes ini,
deformitas fleksi yang terfiksasi ditemukan pada sendi pinggul tersebut yang
15

mencegah ekstensinya yang normal. Ekstensi dapat juga diperiksa dengan


pasien tidur tengkurap dengan mengangkat tungkai yang lurus secara aktif
maupun pasif untuk dievaluasi.
Adduksi pinggul dapat diperiksa dengan menyilangkan masing-masing tungkai
secara bergantian. Abduksi dapat diperiksa dengan meminta pasien untuk
mendorong ke luar masing-masing lututnya sambil melawan tahanan. Cegah
gerakan pelvis yang dapat menggangu pemeriksaan dengan menempatkan
tanga pada krista iliaka pada sisi yang berlawanan dari tungkai yang diperiksa.
Rotasi internal dan eksternal dapat diperiksa ketika pinggul dalam keadaan
fleksi, pada posisi anatomi yang normal, atau pada ekstensi. Rotasi dapat
diperiksa dengan memposisikan tungkai bawah pada sudut tegak lurus terhadap
paha dan kemudian merotasikan paha dengan menggerakkan pergelangan kaki
setengah lingkaran.
Pemeriksaan fisik Sendi Lutut
Cari kelamin muskuloskeletasl, efusi, dan postur sendi. Rasakan suhu sendi,
nyero tekan lokal, dan ada tidaknya krepitasi pada gerakan sendi tersebut atau
gerakan patella. Periksa fleksi, ekstensi, dan rotasi.
Robekan meniskus sendi lutut biasanya terjadi bila sendi lutut secara bersamaan
menahan berat tubuh dan dalam keadaan fleksi. Pemeriksaan akan
memperlihatkan:

Pembengkakan (kejadian cepat bila terjadi perdarahan di dalam sendi)


yang berkurang dalam beberapa hari
Nyeri tekan di atas meniskus yang terkena
Spasme otot di sekitarnya
Nyeri yang berat pada awalnya
Hilangnya ekstensi sendi umum terjadi
Pengecilan otot dapat terjadi kemudian

Tanda McMurray ditemukan pada robekan meniskus posterior. Dengan lutut


pasien dalam keadaan fleksi, pemeriksa memegang tumit dengan salah satu
tangn, dan dengan tangan lainnya, letakkan ibu jari pada salah satu sisi sendi
lutut dengan jari tengah berada berada oada sisi yang lainnya. Memutar tibia
pada femur sewaktu sendi ditarik secara progresif akan menghasilkan bunyi klik
atau seperti hentakan pada posisi tertentu.
Integritas ligamentum crusiatum dapat diperiksa dengan memegang tungkai
bawah dengan lutut dalam posisi fleksi 20 0 dan menentukan jumlah gerakan dan
rasa nyeri ketika tungkai bawah digerakan ke anterior atau ke posterior dengan
tumpuan pada femur (tes Lachman). Pada keadaan normal, seharusnya tidak
ditemukan rasa nyeri atau gerakan yang abnormal.
Pemeriksaan Sendi Lutut dan Tungkai Bawah 8
1. Inspeksi
16

Amati cara berjalan pasien untuk melihat apakah terdapat alairan gerak
yang lancar dan berirama pada saat pasien memasuki ruang periksa. Lutut
harus diekstensikan ketika tumit menyentuh tanah dan difleksikan pada
seluruh fase dalam siklus mengayun dan berdiri. Lakukan pemeriksaan untuk
mengecek kesejajaran dan kontur sendi lutut. Amati setiap atrofi pada
muskulus kuadriceps.
Cari tanda hilangnya cekungan normal di sekitar patela yang merupakan
tanda pembengkakan pada sendi lutut dan kantong suprapatella, perhatikan
setiap gejala pembengkakan lainnya pada sendi lutut atau daerah di
sekitarnya
2. Palpasi
Minta pasien untuk duduk pada tepi meja periksa dengan kedua sendi
lutut berada dalam keadaan fleksi. Dalam posisi ini, smeua patoka tulang
akan terlihat lebih jelas, sedangkan otot, tendon, dan ligamentum menjadi
lebih rileks sehingga lebih mudah di palpasi.
Pertama-tama, tinjau kembali patokan tulang yang penting pada sendi
lutut. Dengan menghadap ke arah sendi lutut, letakkan kedua ibu jari tangan
Anada pada cekungan jaringan lunak di kedua sisi tendon patela. Pada
permukaan medial, gerakkan ibu jari tangan ke atas kemudian ke bawah, dan
kenali kondilus medialis femur serta tepi atas plateau medialis tibia. Telusuri
tendon patela di sebelah distal sampai tuberkulum tibia. Tuberkulum adduktor
berada di sebelah posterior kondilus medialis femur.
Lakukan palpasi ligamentum, tepi meniskus, dna bursa sendi lutut dengan
memberikan perhatian yang khusus pada setiap daerah dengan nyeri tekan.
Rasa nyeri merupakan keluhan utama pada permasalahan sendi lutut, dan
penentuan lokasi struktur yang menyebabkan nyeri amat penting untuk
menghasilkan evaluasi yang akurat. Pada kompartemen patelofemoral,
lakukan palpasi tendon patela dan minta pasien mengekstensikan sendi
lututnya untuk memastikan apakah tendon tersebut intak
Saat pasien berbaring, telentang dan sendi lututnya diekstensikan, dorong
patela ke arah os. Femur yang ada di bawahnya. Minta pasien
mengencangkan m. Kuadriceps ketika patela bergerak ke distal dalam sulkus
troklearis. Periksa apakah terdapat gerakan meluncur yang lancar
(patellofemoral grinding test).
Kini lakukan pemeriksaan untuk menilai kompartemen medial dan lateral
artikulasio tibiofemoralis. Fleksikan sendi lutut pasien hingga sudut 90 o . Kaki
pasien harus diletakkan pada meja periksa. Lakukan palpasi ligamentum
kolateral medialis yang terdapat di antara epikondilus lateralis femur dan
kaput fibula.
Coba untuk meraba setiap penebalan atau pembengkakan pada kavum
suprapatela dan di sepanjang sisi patela. Mulailah 10 cm di atas margo
superior patela dan raba jaringan lunak yang ada di antara ibu jari dan jari17

jari yangan anda. Gerakan tangan anda ke distal dengan langkah-langkah


yang progrsif seraya mencoba mengenali kavum suprapatela. Lanjutkan
palpasi di sepanjang sisi patela. Perhatikan setiap nyeri tekan atau perabaan
yang lebih hangat nyata dibandingkan pada jaringan sekitarnya.
Periksa juga ketiga bursa lain untuk menemukan gejala pembengkakan
atau perabaan seperti spons. Lakukan palpasi pada bursa prepatelaris serta
bursa anserina di sisi posteromedial sendi lutut di antara ligamentum
kolateral medialis dan tendon otot yang berinsersi pada plateau medialis
tibia. Pada permukaan posterior, dengan tungkai dalam keadaan ekstensi,
periksalah permukaan media fosa poplitea.
Berikut adalah tes yang akan membantu dalam mendeteksi cairan di
dalam sendi lutut:

Tanda benjolan (untuk efusi ringan). Dengan sendi lutut dalam


keadaan ekstensi, tempatkan tangan kiri di atas sendi lutut dan
lakukan penekanan pada kavum suprapatela dengan menggeser
cairan ke arah bawah. Lakukan pengurutan ke bawah pada
permukaan medial sendi lutut dan kemudian lakukan penekanan
untuk memaksa cairan berpindah ke daerah lateral. Ketuklah sendi
lutut tepat di belakang margo lateral patela dengan menggunakan
tangan kanan.
Tanda balon (untuk efusi yang banyak). Tempatkan ibu jari dan jari
telunjuk tangan kanan pada setiap sisi patela. Dengan tangan kiri
lakukan kompresi kavum suprapatela pada os. Femur. Rasakan
gerakan cairan yang masuk ke dalam rongga di sebelah patela yang
berada di bawah ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
Batolling patela. Untuk menilai efusi yang banyak, Anda dapat pula
menekan kavum supraptela dan melakukan ballote atau gerakan
mendorong patela dengan tiba-tiba ke arah os. Femur. Amati aliran
balik cairan efusi ke dalam kavum suprapatela

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasa dilakukan dalam menunjang kemungkinan-kemungkinan
terjadinya fraktur dan adanya dislokasi, yaitu : 9
Film Polos
Merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem skeletal.
Gambar harus selalu diambil dalam 2 proyeksi (anteroposterior lateral).
Artrografi
Pada p[rosedur ini, kontras dan udara disuntikkan ke dalam persendian seperti
sendi lutut, panggul, siku, bahu, pergelangan tangan, dan temporomandibula
untuk mendiagnosis kelainan loose bodies, ligamen, dan kartilago. Teknik ini
dapat diikuti dengan pemindaian CT atau MRI untuk mengevaluasi sendi lebih

18

jauh, Naun demikian, MRI tanpa kontras kini merupakan modalitas yang lebih
disukai pada mayoritas kasus.
Ultrasonografi
Berguna dalam pemeriksaan :
1. Panggul neonatus untuk mengetahui dislokasi kongenital
2. Lesi jaringan lunak, absesm dan massa
3. Efusi pada persendian
CT
CT bertujuan:
1. Penilaian tumor tulang sebelum pembedahan, walaupun saat ini MRI
merupakan teknik yang lebih disukai
2. Evaluasi fraktur tertentu seperti fraktur acetabulum dan kalkaneus;
rekonstruksi pada bidang yang berbda membantu ahli bedah tulang untuk
menilai fraktur dan kebutuhan fiksasi internal
3. Pemeriksaan kolumna spinalis
MRI
Walaupun tulang tidak dapat divisualisasikan secara adekuat akibat sinyal yang
kurang, sumsum di dalam tulang kanselosa akan menghasilkan gambaran yang
sangat jelas. MRI membantu pemeriksaan tumor tulang, massa jaringan lunak,
kolumna spinalis, dan sendi. MRI sangat sensitif pada trauma kartilago, otot,
ligamen, dan tendon, dan kini memiliki peran diagnostik yang penting pada
struktur-struktur ini.
Kesimpulan

Daftar Pustaka
19

1. Subbagian Radiodiagnostik, Bagian Radiologi FKUI. Radiologi diagnostik.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h. 31-3, 46
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.h. 354-6
3. Schwartz SI. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2003.h. 657
4. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo; 2002.h. 537-43
5. Greenberg. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Penerbit Erlangga. Jakarta,
2008.h. 516-7
6. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. Jakarta : EGC, 2009.h. 336-9
7. Welsby PD. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.
175-7
8. Bickley LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik. Ed 8. Jakarta : EGC, 2009.h.521-4
9. Patel PR. Lecture Notes : Radiologi. Penerbit Erlangga. Jakarta, 2007.h.
192-4

20

Anda mungkin juga menyukai