Anda di halaman 1dari 38

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak
lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks. Biasanya patahan
itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh, keadaan
ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), kalau kulit atas salah satu dari rongga
tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang cenderung
untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

ETIOLOGI FRAKTUR

Tulang bersifat relative rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1) Peristiwa trauma tunggal


2) Tekanan yang berulang-ulang
3) Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur akibat trauma

Sebagian besar fraktur terjadi karena adanya kekuatan tiba-tiba yang besar yang dapat
terjadi direk atau indirek.

Direct Force dapat menyebabkan patahnya tulang dan kerusakan pada jaringan soft
tissue. Pukulan direk biasanya dapat menyebabkan patahnya tulang secara transverse
atau terbentuk garis patahan seperti kupu-kupu (butterfly fragmen).

Indirek force dapat menyebabkan tulang patah pada bagian distal dari arah tekanan.

1
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

Walaupun sebagian besar fraktur terjadi karena kombinasi tekanan (twisting, bending,
compressing, tension), pola X-ray biasanya memperlihatkan mekanisme yang paling
dominan:

 Twisting menyebabkan fraktur spiral


 Compression menyebabkan fraktur oblik
 Bending menyebabkan fraktur dengan bentuk triangular (butterfly fracture)
 Tension bisanya menyebabkan fraktur transverse, pada situasi yang sama dapat
terjadi avulsi pada fragmen kecil pada tulang pada titik masuknya ligament atau
tendon.

Fraktur kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang- ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula
atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentera yang jalan berbaris
dalam jarak jauh.

Fraktur Patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tilang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

JENIS FRAKTUR

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis
fraktur dibagi atas beberapa kelompok yang jelas.

Fraktur lengkap

Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Kalau fraktur bersifat
melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi, kalau bersifat

2
oblik atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi sekalipun tulang
itu dibebat. Pada fraktur impaksi fragmen- fragmen terikat erat Bersama-sama dan
garis fraktur itu tak jelas. Fraktur kominutif adalah fraktur dengan lebih dari dua
fragmen, karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik.

Fraktur tak lengkap

Dalam keadaan ini tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum tetap
menyatu. Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung (seperti ranting
hijau yang dipatahkan, ini ditemukan pada anak-anak, yang tulangnya lebih elastis
daripada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya mudah dan penyembuhannya
cepat. Fraktur kompresi terjadi bila tulang yang bersepon mengerut. Ini terjadi pada
orang dewasa, terutama dalam badan vertebra. Kalau tidak dioperasi seketika itu,
reduksi tidak dapat dilakukan dan tidak dapat dihindarkan adanya deformitas sisa.

KLASIFIKASI FRAKTUR

a. Berdasarkan penyebab

1) Non- Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan


patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.

2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak
langsung.

b. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan dan sekitar


1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compound fracture) fraktur terbuka merupakan suatu
fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit
sehingga terjadi kontaminasi sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
Luka pada kulit dapat berupa tusukan yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru
atau trauma langsung (from without).

c. Berdasarkan bentuk patahan tulang

3
Gambar. Beberapa bentuk patahan tulang.

1) Transversal; adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

4
2) Spiral; adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.

3) Oblik; adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

4) Segmental; adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darah.

5) Kominuta; adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya


keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

6) Greenstick; adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur
jenis ini sering terjadi pada anak – anak.

7) Fraktur impaksi; Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR


Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi,
penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus berespon terhadap
pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan pembidaian
hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan
nyeri dan menjamin penyatuan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat
pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010)
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan
fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur merusak
pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah
dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak,
tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas.

5
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi
pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah,
kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).

2. Inflamasi dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi
akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem
sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot. Sejumlah
besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan.
Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru
pada area tersebut.

3. Pembentukan kalus Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik


dan osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan
pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini
terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal
bersama pulau‒pulau tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada
permukaan periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur
termineralisasi menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur
menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.

4. Konsolidasi Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas


osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan
pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut.
Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini
berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban dengan normal.

5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped
dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d).

6
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union) Proses penyatuan langsung


tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi fraktur benar‒benar
dilakukan imobilisasi dengan menggunakan plate, tidak dapat memicu kalus. Namun,
pembentukan tulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen.
Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor
tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar (gap
healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi tulang lamelar,
gap yang lebar pertama tama akan diisi dengan tulang anyaman, yang selanjutnya
dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar. Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah
cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa
adanya fase pertengahan atau contact healing (Solomon et al., 2010).

Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect) memiliki keuntungan


antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan tulang, dengan
peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari hukum Wolff.
Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus berarti tulang
akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena,
implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat menyebabkan osteoporotik dan
tidak sembuh total sampai implan dilepas (Solomon et al., 2010).

7
FAKTOR YANG MENGANGGU PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Imobilisasi yang tidak cukup
 Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan
persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.
 Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan didalam
lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas
yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan
kalus. Hal ini berlaku utuk patah tulang yang ditangani gips maupun traksi.
2. Infeksi
 Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat.
 Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat
menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses
penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat
menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang. Penyebab
yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau
karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru
merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler

8
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis
bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

FAKTOR YANG MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN FRAKTUR.


1. Imobilisasi fragmen tulang
2. Kontak fragmen tulang maksimal
3. Asupan darah yang memadai (dengan syarat imobilisasi yang baik)
4. Nutrisi yang baik
5. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
6. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic
7. Potensial listrik pada patahan tulang
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu
penyembuhan pada anak secara kasar ½ waktu penyembuhan pada dewasa.

TATALAKSANA
Management injuri yang paling awal adalah dengan melakukan primary survey
(sekuens ABCD) pada pasien saat datang pertama kali. Terutama pasien dengan
mekanisme injury yang dicurigai dapat menyebabkan multiple trauma, dan pasien yang
datang dalam keadaan tidak sadar.

9
A. Primary Survey

Airway + C-Spine Control


Airway secara inisial dibuka dengan manuever chin lift dan jaw thrust, dan jaga kepala
dalam posisi netral. Apabila terdapat darah, saliva atau muntah, maka segera lakukan
suction. Apabila dengan menggunakan teknik tersebut airway tetap inadekuat maka
segera pasang Oropharyngeal airway (OPA) atau Nasopharyngeal airway (NPA) untuk
mencegah jatuhnya lidah yang dapat menyebabkan obstruksi faring. NPA dapat
digunakan pada pasien dengan gag reflex yang positif, namun penggunaannya harus
hati-hati pada pasien yang dicurigai mengalami fraktur basal. Apabila manuever ini
tidak berhasil dapat digunakan alat seperti Laryngeal Mask Airway (LMA). Intubasi
dapat dilakukan pada pasien dengan reflex protektif (-). Pada pasien dengan
mekanisme injury yang dapat menyebbakan multiple trauma atau cedera pada bagian
bahu, leher dan kepala maka dilakukan pemasangan collar splinting.

Breathing

Apabila patensi jalan napas tercapai, maka dilanjutkan dengan breathing. Apabila
breathing sudah adekuat, diberikan hyperoksigenasi dengan menggunakan non-
rebreathing mask (NRM) dengan aliran oksigen 15L/m, dengan oksigen mendekati
85%. Apabila dicurigai breathing inadekuat dapat digunakan bag-valve-mask (BVM)
dengan reservoir dan oksigen 15L/m. Adekuasi oksigenasi harus dinilai melalui
asessmen klinis seperti warna bibir untuk mendeteksi sianosis atau dengan
menggunakan pulseoksimeter. Adekuatnya ventilasi dapat dinilai melalui ekspansi
dinding dada dan suara napas, atau dengan menggunakan elektronik endtidal carbon
dioxide (EtCO2) monitor, apabila alat supraglottic airway atau tracheal tube telah
terpasang.

Menghilangnya suara napas, mengindikasikan adanya pneumothorax atau


haemothoraks apabila diasosiasikan dengan deviasi trakea dan hyper-resonansi
(hipersonor pada perkusi hemithorax), maka telah terjadi tension pneumothoraks.
Tension pneumothoraks merupakan life-threatening injury yang memerlukan

10
dekompresi segera dengan menggunakan large-bore (14 gauge) intravenous kanula
melalui ICS 2 linea midklavikularis. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothoraks menjadi simple pneumothoraks, definitive treatment pada simple
pneumothoras adalah dengan memasang wide-bore chest drain pada ICS 5 anterior dari
linea mid aksilaris, dengan drain dihubungkan dengan Heimlich-type valve. Open
pneumothoraks dapat ditutup dengan occlusive dressing.

Positive-pressure ventilation dapat menyebabkan terjadinya konversi dari simple


pneumothoraks menjadi tension pneumothoraks, dalam keadaan seperti ini simple
thoracostomy dapat dilakukan pada ICS 5 anterior dari linea mid clavicularis.
Thoracostomy dilakukan dengan membuat insisi 3cm secara horizontal diatas iga ke 6
anterior dari linea midaksilaris, diseksi jaringan subcutaneous dengan spencer wells
forceps sampai rongga dada terbuka.

Circulation
Perdarahan eksternal dikontrol dengan penekanan langsung dan elevasi ekstremitas
bawah jika memungkinkan. Bila memungkinkan wide-bore cannula dipasang pada
vena yang besar atau akses intraoseus. Infuse cepat dengan volume cairan yang besar
dapat meningkatkan BP dengan menggunakan cairan kristaloid.

Disability

Asessmen yang cepat pada pemeriksaan neurologis adalah dengan menilai Glasgow
Coma Scale (GCS) dan ukuran pupil pada pasien yang dicurigai mengalami cedera
kepala.

11
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010

Exposure/environment

Membuka seluruh pakaian pasien untuk memperhatikan adanya trauma lain yang
terjadi, serta mengkondisikan agar pasien tidak mengalami hipotermi.

B. Secondary Survey

- AMPLE History

- Head to Toe Examination

Pada fraktur pemeriksaan lokal/orthopedi dengan menggunakan Look, Feel and Move

1. Look

 Kulit meliputi warna kulit dan tekstur kulit


 Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo dan ligament, jaringan
lemak, fascia dan kelenjar limfe.
 Tulang dan sendi
 Sinus dan jaringan parut
o Bandingkan dengan bagian yangs ehat
o Perhatikan posisi anggota gerak
o KU penderita
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Tanda anemia karena perdarahan
 Luka pada kulit dan jaringan lunak serta bone expose
 Ekstravasasi darah subkutan
 Deformitas berupa angulasi, rotasi dan shortening
 Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma lain
 Kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi

12
2. Feel

 Temperatur setempat
 Nyeri tekan, bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakn jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
 Krepitasi
 Pemeriksaan vascular pada distal trauma berupa palpasi arteri
 Refilling arteri pada kuku, warna kulit bagian distal daerah trauma
 Neurologic state (sensori dan motorik bagian distal)
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
 Jaringan lunak untuk menilai spasme otot dan atrofi otot

3. Pergerakan (move)

Penilaian Range of Motion secara aktif untuk menilai otot dan secara pasif untuk
menilai sendi.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

 Darah rutin
 Fungsi ginjal
 Fungsi Hati
 AGD

2. Foto Rontgen (X-ray)

Pemeriksaan dengan Rule of Two :

 Dua posisi proyeksi : antero-posterior dan lateral. Jika keadaan pasien tidak
memungkinkan, dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya
memerlukan proyeksi khuuss misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur femur
proksimal atau humerus proksimal

13
 Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai sendi diatas dan sendi dibawah
bagian yang mengalami fraktur
 Dua anggota gerak terutama pada anak-anak
 Dua kali (two occasion) sebelum dan setelah dilakukan manajemen pada
fraktur.

PRINSIP DAN TATALAKSANA PADA FRAKTUR

1. Recognition

 Menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :
 Kerusakan pada jaringan lunak
 Mekanisme trauma
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan

2. Reduction

Mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula. Restorasi fragmen dilakukan


untuk mendapatkan posisi sefisiologis mungkin

 Mengembalikan alignment
 Mengembalikan posisi
 Mengembalikan panjang

3. Retaining

Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi fraktur). Hal ini
akan menghilangkan spasme otot pada ektremitas yang sakit.

14
4. Rehabilitation

Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota gerak yang sakit agar dapat berfungsi
semaksimal mungkin.

PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi


serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.

a. Reduksi fraktur

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung pada
sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali


keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah dengan
menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan solid
terjadi.

3) Traksi

Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth (2005),
traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi spasme
otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi
meliputi: a) Traksi kulit: Buck traction, Russel traction, Dunlop traction b) Traksi
skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan menggunakan pin metal atau

15
kawat. Beban yang digunakan pada traksi skeletal 7-kilogram sampai 12-kilogram
untuk mencapai efek traksi.

b. Imobilisasi fraktur

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan


dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan
implant logam.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga diri.

Metode pengobatan fraktur tertutup:

1. Konservatif

 Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, dengan memberikan sling pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
 Imobilisasi dengan bidai eksterna, biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau bidai dari plastic dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips, diindikasikan pada fraktur untuk pertolongan pertama
 Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi dengan cara
traksi kulit dan tulang
 Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan menggunakan
alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown bohler, bidai Thomas

16
dnegan Pearson Knee flexion attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap
dan imobilisasi.

Indikasi:

- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup dengan manipulasi


dan imobilisasi serta mencegah tindakan operatif
- Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang di tungkai bawah
yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding dan rotasi yang
dapat menimbulkan union, nonunion, malunion dan delayed union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang panjang
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran
serta tidak stabil

Traksi

Pengertian Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani
fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam
untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur
femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang
lebih besar (Smeltzer & Bare, 2002).

Jenis Traksi

Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan fraktur, yaitu:
a) Skin Traksi Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak
dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban tidak lebih dari

17
lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu karena dapat
menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al, 2009). Adapun beberapa jenis skin traksi
menurut Smeltzer & Bare (2002). antara lain:

1. Traksi buck

Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan
pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi
buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggul sebelum
dilakukan fiksasi dengan intervensi bedah.

2. Traksi Russell

Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah.

3. Traksi Dunlop

Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.

4. Traksi kulit Bryant

Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya
lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan
berat.

b) Skletal Traksi

Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk
menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih dari empat
minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta mengontrol rotasi dari
fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan steinmann pins (2-4,8mm) atau

18
kirschner wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh densitas tulang serta
kekuatan tarikan yang dibutuhkan (Anderson et al, 2009). Beberapa tempat
pemasangan pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus,
trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat.

Komplikasi

Komplikasi fraktur dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Komplikasi awal

1) Syok

Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang sangat
vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari trauma
khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.

2) Emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan
memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.

3) Compartment Syndrome

Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan
isi kompartemen karena perdarahan atau edema.

4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati


intravaskular.

19
b. Komplikasi lambat

1) Delayed union, malunion, nonunion

Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari
penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.

2) Nekrosis avaskular tulang

Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang
mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.

3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan
pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan
fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan
mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat.

Terapi pada fraktur tertutup


Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif.
Terapi konservatif
a. Proteksi saja Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragüen yang minimal
atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan yang baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

20
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen
distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
d. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara
ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit
lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak- anak waktu
dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana
tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

Gambar 5. Traksi

Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.

21
1. Reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang
fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh
dengan batangan logam di luar kulit.
2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen
direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan
pemasangan pen secara operatif.

Terapi operatif dengan membuka frakturnya


1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna / ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation) fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang
panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan
ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna
yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa
dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini
mengundang resiko infeksi tulang.

Gambar 6. Fiksasi Interna

22
Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis 
dilakukan pada fraktur kolum
femur.
Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan
dalam kerangka kerja terpadu.Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam
(golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Tindakan reposisi terbuka (di ruang operasi):


1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.

23
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neurovascular
vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau
perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
9. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period
untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan
fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan
agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya
dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung
(split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan

24
A. Anatomi Tulang

1. Anatomi Tulang

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:

1. Tulang panjang

Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, ulna dan humerus, dimana
daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis efifisis
disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan
adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik
yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
berkembang pada daerah lempeng efifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.

2. Tulang pendek

Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.

3. Tulang pipih

Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scavula dan

tulang pelvis. (Rasjad Chairuddin, 2009).

Secara makroskop terdiri dari: (1) substantia compacta dan (2) substantia
spongiosa. Pada os Longum substantia compacta berada di bagian tengah dan
makin ke ujung tulang menjadi semakin tipis. Pada ujung tulang terdapat substantia
spongiosa, yang pada pertumbuhan memanjang tulang membentuk cavitis
medullaris. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisan profunda
disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus, ujung tulang
berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk persendiaan dengan tulang
lainnya. Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut diaphysis, ujung
tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian diantara keduanya
disebut metaphysis, tempat peartumbuhan memanjang dari tulang (peralihan antara
cartilago menjadi osseum) (Buranda Theopilus, 2011).

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi
oleh periostenum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang,

25
memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang
dewasa. ( Rasjad Chairuddin, 2009)

a. Anatomi Radius

Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk roda,
letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (=fossa
articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies
articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan
incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di
sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus radii di
bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo
anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar ke
arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk
incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh
tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi (Buranda
Theopilus, 2011).

b. Anatomi Ulna

Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (=
incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan
trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal

26
incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya
terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis. di bagian lateral dan
incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii.
Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus
ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo
interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput
ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di
bagian dorsal terdapt processus styloideus serta silcus m. extensoris carpi ulnaris.
Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius
(Buranda Theopilus, 2011).

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh
ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi
radioulnar yang diperkuat oleh ligament radioulnar, yang mengandung
fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini
sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.

27
Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau
bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi
radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna
dihubungkan oleh otot antara tulang, yaitu otot supinator, m. pronator teres, m.
pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah
tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.

MEKANISME CEDERA

Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah sangat sering terjadi dalam kecelakaan
lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan fraktur spiral
dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan langsung atau daya
tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada tingkat yang sama.
Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-otot yang melekat pada
radius, otot itu adalah biseps dan otot supinator pada sepertiga bagian atas, pronator
teres pada sepertiga pertengahan, dan pronator quadratus pada sepertiga bagian bawah.
Perdarahan dan pembengkakan kompartemen otot pada lengan bawah dapat
meyebabkan gangguan peredaran darah.

28
DIAGNOSIS
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem
skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi. (11)
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya
sangat rentan.
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
 Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
 Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
 Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks. (5)
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral
view. Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak bersilangan,
serta posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi anatomi). Sinar
datang dari arah depan sehingga disebut AP (Antero-Posterior) (12)
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk
menilai sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan
untuk menilai kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk menilai
permukaan artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi anatomis).(13)
Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada fraktur
radius dan ulna:
 Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak
pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri saat lengan
bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk untuk
mendiagnosisnya.

 Fraktur Leher Radius


Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan
mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak

29
atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada
leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada fraktur ini
kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.
 Fraktur Diafisis Radius
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X
 Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi
radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah
dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat
terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau
terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian
bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan
pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.(1,14,15)

Gambar 6. Fraktur Galeazzi


(dikutip dari referensi 6)
2) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi di
korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal

30
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas
“garpu-makan malam” (dinner-fork). Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur
pada prosesus styloideus ulna. (14)
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi ke
posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial. Dapat
bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees
dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung
bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal (1,6)

3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan,
tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau
dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang
memberikan gambaran deformitas “sekop kebun” (garden spade). (1,6,14)

Gambar 7. Fraktur Colles dan fraktur Smith


(Dikutip dari referensi 6)

31
Gambar 8. Gambaran radiologi fraktur Smith
(dikutip dari referensi 16)

Gambar 9. Gambaran radiologi fraktur Colles


(dikutip dari referensi 16)

4) Fraktur Lempeng Epifisis


Fraktur Lempeng Epifisis merupakan fraktur pada tulang panjang di daerah
ujung tulang pada dislokasi sendi serta robekan ligamen.(21)
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi
dalam 5 tipe :(21)

32
Gambar 10. Klasifikasi Salter Harris
(dikutip dari referensi 20)

Paling umum adalah tipe II, dengan fragmen metafisis triangular terlihat di
dorsal.(20)

- Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-
sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini
terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir
dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup
mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak.
Prognosis biasanya baik bila direposisisdengan cepat.(21)

33
Gambar 11. Cedera Salter Harris tipe I
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk
suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurson-
Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat.
Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi pada anak-anak
yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap
utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu
sulit kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis
biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.(21)

Gambar 12. Cedera Salter Harris tipe II pada tulang radius ulna

34
(dikutip dari referensi 20)

- Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur
mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis
lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya
ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-
artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.

Gambar 13. Cedera Salter Harris tipe III atau Tillaux fracture
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan
sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis dan berlanjut pada
sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis humeri
pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna
dilakukan karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila
reduksi tidak dilakuakn.

35
Gambar 14. Cedera Salter Harris tipe IV
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan
pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu
sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara radiologik
tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau
seluruh lempeng pertumbuhan.

Gambar 15. Cedera Salter Harris tipe V

36
(dikutip dari referensi 20)

5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat
jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal
dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput
radius.(14)

Gambar 16. Fraktur Monteggia


(dikutip dari referensi 6)

37
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan. (22)

Gambar 17. Gambaran CT Scan Fraktur Radius Ulna


(dikutip dari referensi 23)

38

Anda mungkin juga menyukai