DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak
lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks. Biasanya patahan
itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh, keadaan
ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), kalau kulit atas salah satu dari rongga
tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang cenderung
untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
ETIOLOGI FRAKTUR
Tulang bersifat relative rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
Sebagian besar fraktur terjadi karena adanya kekuatan tiba-tiba yang besar yang dapat
terjadi direk atau indirek.
Direct Force dapat menyebabkan patahnya tulang dan kerusakan pada jaringan soft
tissue. Pukulan direk biasanya dapat menyebabkan patahnya tulang secara transverse
atau terbentuk garis patahan seperti kupu-kupu (butterfly fragmen).
Indirek force dapat menyebabkan tulang patah pada bagian distal dari arah tekanan.
1
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010
Walaupun sebagian besar fraktur terjadi karena kombinasi tekanan (twisting, bending,
compressing, tension), pola X-ray biasanya memperlihatkan mekanisme yang paling
dominan:
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang- ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula
atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentera yang jalan berbaris
dalam jarak jauh.
Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tilang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
JENIS FRAKTUR
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis
fraktur dibagi atas beberapa kelompok yang jelas.
Fraktur lengkap
Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Kalau fraktur bersifat
melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi, kalau bersifat
2
oblik atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi sekalipun tulang
itu dibebat. Pada fraktur impaksi fragmen- fragmen terikat erat Bersama-sama dan
garis fraktur itu tak jelas. Fraktur kominutif adalah fraktur dengan lebih dari dua
fragmen, karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik.
Dalam keadaan ini tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum tetap
menyatu. Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung (seperti ranting
hijau yang dipatahkan, ini ditemukan pada anak-anak, yang tulangnya lebih elastis
daripada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya mudah dan penyembuhannya
cepat. Fraktur kompresi terjadi bila tulang yang bersepon mengerut. Ini terjadi pada
orang dewasa, terutama dalam badan vertebra. Kalau tidak dioperasi seketika itu,
reduksi tidak dapat dilakukan dan tidak dapat dihindarkan adanya deformitas sisa.
KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Berdasarkan penyebab
2) Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak
langsung.
3
Gambar. Beberapa bentuk patahan tulang.
1) Transversal; adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
4
2) Spiral; adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
3) Oblik; adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4) Segmental; adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darah.
6) Greenstick; adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur
jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
7) Fraktur impaksi; Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
5
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi
pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah,
kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).
2. Inflamasi dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi
akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem
sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot. Sejumlah
besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan.
Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru
pada area tersebut.
5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada
beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped
dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d).
6
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010
7
FAKTOR YANG MENGANGGU PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Imobilisasi yang tidak cukup
Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan
persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut di imobilisasi.
Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan didalam
lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas
yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat merangsang perkembangan
kalus. Hal ini berlaku utuk patah tulang yang ditangani gips maupun traksi.
2. Infeksi
Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat.
Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat
menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga proses
penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.
3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak
Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat
menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang. Penyebab
yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau
karena tonus dan tarikan otot.
4. Gangguan perdarahan setempat
Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru
merupakan syarat mutlak penyatuan fraktur.
5. Trauma lokal ekstensif
6. Kehilangan tulang
7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
8. Keganasan lokal
9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)
10. Radiasi (nekrosis radiasi)
11. Nekrosis avaskuler
8
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasyang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
jelek sehingga mengalami kematian maka akan menghambat penyembuhannya.
12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis
bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)
13. Usia (lansia sembuh lebih lama)
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
TATALAKSANA
Management injuri yang paling awal adalah dengan melakukan primary survey
(sekuens ABCD) pada pasien saat datang pertama kali. Terutama pasien dengan
mekanisme injury yang dicurigai dapat menyebabkan multiple trauma, dan pasien yang
datang dalam keadaan tidak sadar.
9
A. Primary Survey
Breathing
Apabila patensi jalan napas tercapai, maka dilanjutkan dengan breathing. Apabila
breathing sudah adekuat, diberikan hyperoksigenasi dengan menggunakan non-
rebreathing mask (NRM) dengan aliran oksigen 15L/m, dengan oksigen mendekati
85%. Apabila dicurigai breathing inadekuat dapat digunakan bag-valve-mask (BVM)
dengan reservoir dan oksigen 15L/m. Adekuasi oksigenasi harus dinilai melalui
asessmen klinis seperti warna bibir untuk mendeteksi sianosis atau dengan
menggunakan pulseoksimeter. Adekuatnya ventilasi dapat dinilai melalui ekspansi
dinding dada dan suara napas, atau dengan menggunakan elektronik endtidal carbon
dioxide (EtCO2) monitor, apabila alat supraglottic airway atau tracheal tube telah
terpasang.
10
dekompresi segera dengan menggunakan large-bore (14 gauge) intravenous kanula
melalui ICS 2 linea midklavikularis. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothoraks menjadi simple pneumothoraks, definitive treatment pada simple
pneumothoras adalah dengan memasang wide-bore chest drain pada ICS 5 anterior dari
linea mid aksilaris, dengan drain dihubungkan dengan Heimlich-type valve. Open
pneumothoraks dapat ditutup dengan occlusive dressing.
Circulation
Perdarahan eksternal dikontrol dengan penekanan langsung dan elevasi ekstremitas
bawah jika memungkinkan. Bila memungkinkan wide-bore cannula dipasang pada
vena yang besar atau akses intraoseus. Infuse cepat dengan volume cairan yang besar
dapat meningkatkan BP dengan menggunakan cairan kristaloid.
Disability
Asessmen yang cepat pada pemeriksaan neurologis adalah dengan menilai Glasgow
Coma Scale (GCS) dan ukuran pupil pada pasien yang dicurigai mengalami cedera
kepala.
11
Sumber : Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9 th 2010
Exposure/environment
Membuka seluruh pakaian pasien untuk memperhatikan adanya trauma lain yang
terjadi, serta mengkondisikan agar pasien tidak mengalami hipotermi.
B. Secondary Survey
- AMPLE History
Pada fraktur pemeriksaan lokal/orthopedi dengan menggunakan Look, Feel and Move
1. Look
12
2. Feel
Temperatur setempat
Nyeri tekan, bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakn jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi
Pemeriksaan vascular pada distal trauma berupa palpasi arteri
Refilling arteri pada kuku, warna kulit bagian distal daerah trauma
Neurologic state (sensori dan motorik bagian distal)
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
Jaringan lunak untuk menilai spasme otot dan atrofi otot
3. Pergerakan (move)
Penilaian Range of Motion secara aktif untuk menilai otot dan secara pasif untuk
menilai sendi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Darah rutin
Fungsi ginjal
Fungsi Hati
AGD
Dua posisi proyeksi : antero-posterior dan lateral. Jika keadaan pasien tidak
memungkinkan, dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya
memerlukan proyeksi khuuss misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur femur
proksimal atau humerus proksimal
13
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai sendi diatas dan sendi dibawah
bagian yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak terutama pada anak-anak
Dua kali (two occasion) sebelum dan setelah dilakukan manajemen pada
fraktur.
1. Recognition
2. Reduction
Mengembalikan alignment
Mengembalikan posisi
Mengembalikan panjang
3. Retaining
Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi fraktur). Hal ini
akan menghilangkan spasme otot pada ektremitas yang sakit.
14
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota gerak yang sakit agar dapat berfungsi
semaksimal mungkin.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung pada
sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah dengan
menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan solid
terjadi.
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth (2005),
traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi spasme
otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi
meliputi: a) Traksi kulit: Buck traction, Russel traction, Dunlop traction b) Traksi
skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan menggunakan pin metal atau
15
kawat. Beban yang digunakan pada traksi skeletal 7-kilogram sampai 12-kilogram
untuk mencapai efek traksi.
b. Imobilisasi fraktur
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga diri.
1. Konservatif
Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, dengan memberikan sling pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
Imobilisasi dengan bidai eksterna, biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau bidai dari plastic dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips, diindikasikan pada fraktur untuk pertolongan pertama
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi dengan cara
traksi kulit dan tulang
Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan menggunakan
alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown bohler, bidai Thomas
16
dnegan Pearson Knee flexion attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap
dan imobilisasi.
Indikasi:
Traksi
Pengertian Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani
fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam
untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur
femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang
lebih besar (Smeltzer & Bare, 2002).
Jenis Traksi
Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan fraktur, yaitu:
a) Skin Traksi Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak
dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban tidak lebih dari
17
lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu karena dapat
menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al, 2009). Adapun beberapa jenis skin traksi
menurut Smeltzer & Bare (2002). antara lain:
1. Traksi buck
Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan
pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi
buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggul sebelum
dilakukan fiksasi dengan intervensi bedah.
2. Traksi Russell
Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi
pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah.
3. Traksi Dunlop
Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
lengan bawah dalam posisi fleksi.
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya
lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan
berat.
b) Skletal Traksi
Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk
menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih dari empat
minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta mengontrol rotasi dari
fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan steinmann pins (2-4,8mm) atau
18
kirschner wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh densitas tulang serta
kekuatan tarikan yang dibutuhkan (Anderson et al, 2009). Beberapa tempat
pemasangan pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus,
trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat.
Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ yang sangat
vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai akibat dari trauma
khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang dilepaskan
memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan ukuran
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan
isi kompartemen karena perdarahan atau edema.
19
b. Komplikasi lambat
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari
penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati. Tulang yang
mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan
pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan
fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan
mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat.
20
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen
distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
d. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara
ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit
lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak- anak waktu
dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana
tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
Gambar 5. Traksi
Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
21
1. Reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang
fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh
dengan batangan logam di luar kulit.
2. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen
direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan
pemasangan pen secara operatif.
22
Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya fraktur femur.
2. Excisional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
dilakukan pada fraktur kolum
femur.
Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan
dalam kerangka kerja terpadu.Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian
anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan
reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam
(golden period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
23
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neurovascular
vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau
perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
9. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period
untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan,
biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan
kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan
fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan
agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya
dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung
(split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan
24
A. Anatomi Tulang
1. Anatomi Tulang
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, ulna dan humerus, dimana
daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis efifisis
disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan
adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik
yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
berkembang pada daerah lempeng efifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scavula dan
Secara makroskop terdiri dari: (1) substantia compacta dan (2) substantia
spongiosa. Pada os Longum substantia compacta berada di bagian tengah dan
makin ke ujung tulang menjadi semakin tipis. Pada ujung tulang terdapat substantia
spongiosa, yang pada pertumbuhan memanjang tulang membentuk cavitis
medullaris. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisan profunda
disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus, ujung tulang
berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk persendiaan dengan tulang
lainnya. Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut diaphysis, ujung
tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian diantara keduanya
disebut metaphysis, tempat peartumbuhan memanjang dari tulang (peralihan antara
cartilago menjadi osseum) (Buranda Theopilus, 2011).
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi
oleh periostenum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang,
25
memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang
dewasa. ( Rasjad Chairuddin, 2009)
a. Anatomi Radius
Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk roda,
letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (=fossa
articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies
articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan
incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di
sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus radii di
bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo
anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar ke
arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk
incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh
tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi (Buranda
Theopilus, 2011).
b. Anatomi Ulna
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (=
incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan
trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal
26
incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya
terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis. di bagian lateral dan
incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii.
Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus
ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo
interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput
ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di
bagian dorsal terdapt processus styloideus serta silcus m. extensoris carpi ulnaris.
Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius
(Buranda Theopilus, 2011).
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh
ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi
radioulnar yang diperkuat oleh ligament radioulnar, yang mengandung
fibrokartilago triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini
sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat.
27
Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau
bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi
radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna
dihubungkan oleh otot antara tulang, yaitu otot supinator, m. pronator teres, m.
pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah
tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.
MEKANISME CEDERA
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah sangat sering terjadi dalam kecelakaan
lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan fraktur spiral
dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan langsung atau daya
tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada tingkat yang sama.
Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-otot yang melekat pada
radius, otot itu adalah biseps dan otot supinator pada sepertiga bagian atas, pronator
teres pada sepertiga pertengahan, dan pronator quadratus pada sepertiga bagian bawah.
Perdarahan dan pembengkakan kompartemen otot pada lengan bawah dapat
meyebabkan gangguan peredaran darah.
28
DIAGNOSIS
Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem
skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi. (11)
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya
sangat rentan.
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
Garis fraktur: garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
Pembengkakan jaringan lunak: biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
Iregularis kortikal: sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks. (5)
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral
view. Posisi ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak bersilangan,
serta posisi lengan bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi anatomi). Sinar
datang dari arah depan sehingga disebut AP (Antero-Posterior) (12)
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk
menilai sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan
untuk menilai kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk menilai
permukaan artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi anatomis).(13)
Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada fraktur
radius dan ulna:
Fraktur Kaput Radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak
pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadang-kadang terasa nyeri saat lengan
bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk untuk
mendiagnosisnya.
29
atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada
leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada fraktur ini
kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi.
Fraktur Diafisis Radius
Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X
Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi
radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah
dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat
terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau
terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral.
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian
bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan
pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.(1,14,15)
30
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas
“garpu-makan malam” (dinner-fork). Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur
pada prosesus styloideus ulna. (14)
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi ke
posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial. Dapat
bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees
dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung
bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal (1,6)
3) Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan,
tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau
dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang
memberikan gambaran deformitas “sekop kebun” (garden spade). (1,6,14)
31
Gambar 8. Gambaran radiologi fraktur Smith
(dikutip dari referensi 16)
32
Gambar 10. Klasifikasi Salter Harris
(dikutip dari referensi 20)
Paling umum adalah tipe II, dengan fragmen metafisis triangular terlihat di
dorsal.(20)
- Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-
sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini
terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir
dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup
mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak.
Prognosis biasanya baik bila direposisisdengan cepat.(21)
33
Gambar 11. Cedera Salter Harris tipe I
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk
suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurson-
Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat.
Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi pada anak-anak
yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap
utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu
sulit kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis
biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.(21)
Gambar 12. Cedera Salter Harris tipe II pada tulang radius ulna
34
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur
mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis
lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya
ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-
artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka dan fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.
Gambar 13. Cedera Salter Harris tipe III atau Tillaux fracture
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan
sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan epifisis dan berlanjut pada
sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis humeri
pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna
dilakukan karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek bila
reduksi tidak dilakuakn.
35
Gambar 14. Cedera Salter Harris tipe IV
(dikutip dari referensi 20)
- Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan
pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu
sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena secara radiologik
tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau
seluruh lempeng pertumbuhan.
36
(dikutip dari referensi 20)
5) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat
jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal
dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput
radius.(14)
37
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya pendarahan. (22)
38