Anda di halaman 1dari 51

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Oleh:
Marini Suryati 04084841820004
Nurul Hayatun Nufus 04054821820150
Tri Legina Oktari 04054821719113
Mohan Babu Ramaloo 04084821820049
Aulia Hajar Muthea 04054821820021

Pembimbing :
dr. Hj. Mariatul Fadillah, MARS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
Pendahuluan

Outline Tinjauan Pustaka

Analisis Kasus
BAB I
Pendahuluan
Pendahuluan
• Pembangunan kesehatan  Investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
• Permasalahan pembangunan kesehatan  Masalah kesehatan
lingkungan  Didominasi oleh permasalahan sanitasi lingkungan yang
didasari oleh sosial budaya dan perilaku masyarakat.
• Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)  Pendekatan yang
digunakan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat.
Pendahuluan
• Prinsip dari pelaksanaan STBM 
meniadakan subsidi untuk fasilitas
sanitasi dasar dengan pokok
kegiatan menggali potensi yang ada
di masyarakat untuk membangun
sarana sanitasi sendiri dan
mengembangkan solidaritas sosial
sehingga tercapai kondisi Open
DefecationFree (ODF).

• Kondisi ODF ditandai dengan 100%


masyarakat telah mempunyai akses
BAB di jamban sendiri, tidak adanya
kotoran di lingkungan mereka, serta
mereka mampu menjaga
kebersihan jamban. (Permenkes No.
3 Tahun 2014).
Pendahuluan
• Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 Tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat  Indikator outcome dari
program STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit
berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

• Dengan masih banyaknya masalah kesehatan yang timbul akibat masalah


sanitasi maka sangat perlu untuk mengetahui bagaimana cara menjaga
sanitasi yang baik untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah adalah
upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk mewujudkan
lingkungan yang bersih dan sehat.

STBM juga merupakan pendekatan, strategi dan program untuk


merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan  tidak buang air besar
sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum
dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar dan
mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman  rangkaian
kegiatan sanitasi total  pilar STBM.
Program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) menuju Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan
proses dari Program Nasional yang di
tuang pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
852/Menkes/SK/IX/2008 Tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
Tujuan umum  memicu masyarakat sehingga dengan
kesadarannya sendiri mau menghentikan kebiasaan buang air besar
di tempat terbuka pindah ke tempat tertutup dan terpusat.

Tujuan khusus:
1. Meningkatkan ketrampilan petugas provinsi/kabupaten
melaksanakan pelatihan pemicuan dan pemantauan STBM, dan
meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan kader desa
melakukan pemicuan dan paska pemicuan.
2. Melakukan pemicuan dan kelanjutan paska pemicuan
masyarakat dusun/RW sampai terjadi desa SBS.
3. Untuk mendapatkan dukungan dan komitmen pemerintah daerah
serta SKPD diprovinsi, kabupaten dan kecamatan serta
pemerintah desa untuk melaksanakan pemicuan dan paska
pemicuan STBM, serta kegiatan pemasaran sanitasi.
4. Memperbaiki akses masyarakat terhadap pelayanan, peralatan
dan material sanitasi serta pembiayaan.
5. Memperbaiki sistem dan penyelenggaraan pemantauan dan
evaluasi program STBM.
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS)

Target yang harus dicapai  status Desa ODF (Open Defecatoin


Free) yaitu kondisi desa yang seluruh masyarakatnya telah
melakukan buang air besar di jamban.

Parameter desa ODF antara lain:


1. Semua rumah tangga mempunyai jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
2. Semua sekolah yang berada di wilayah tersebut
mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan
dan program perbaikan hygiene.
3. Semua sarana jamban digunakan dan dipelihara.
4. Lingkungan tempat tinggal bebas dari kotoran manusia.
Langkah yang ditempuh untuk ODF:

a. Tahap perencanaan, meliputi:


• Advokasi kepada pemangku kepentingan secara
berjenjang  tujuannya agar diperolehnya komitmen dan
dukungan dalam upaya kesehatan baik berupa kebijakan,
tenaga, dana, saran, kemudahan, keikutsertaan dalam
kegiatan maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan
dan suasana.
• Identifikasi masalah  Identifikasi masalah dilakukan
dengan menemukan suatu kesenjangan antara apa yang
diharapkan atau yang telah direncanakan.
Analisis situasi  langkah yang sangat diperlukan dalam
suatu proses perencanaan karena jika dilakukan dengan
tepat maka kita dapat mendefinisikan masalah sesuai
dengan realita yang kita harapkan.
• Penyiapan fasilitator  tugas utama fasilitator adalah
mempersiapkan dan melakukan pemicuan kepada masyarakat 
maka diperlukan tenaga fasilitator yang handal, trampil dan
memahami prinsip fasilitasi yang benar  melalui seleksi dan
pelatihan  pelatihan bagi pelatih (Training Of Trainers) dan
pelatihan bagi fasilitator.
• Peningkatan kapasitas kelembagaan  proses pemahaman lebih
lanjut mengenai kebijakan nasional AMPL, STBM dan pilar Stop
BABS  Sasaran kerjasama: lembaga/institusi (Pemerintah dan
Non Pemerintah) yang mempunyai kaitan langsung dengan
program STBM  program pembangunan dapat tercapai .

b. Tahap pemicuan, 10 langkah:


1) Pengantar pertemuan  Leader fasilitator menyampaikan
tujuan dari kedatangan tim fasilitator: belajar tentang kebiasaan
masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan
menyampaikan dengan tegas bahwa kegiatan ini tanpa subsidi.
2) Pencairan suasana  menciptakan suasana akrab antara
fasilitator dengan komunitas sehingga setiap individu dalam
komunitas bisa terbuka/ jujur tentang kondisi lingkungan
mereka
3) Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi  Leader
fasilitator menanyakan beberapa pertanyaan yang dapat
menarik perhatian komunitas untuk mengeluarkan suaranya.
4) Pemetaan sanitasi  pemetaan sederhana yang dilakukan oleh
komunitas untuk mengetahui lokasi atau peta BABS (lokasi
rumah, batas kampong, jalan desa, lokasi kebun, sawah, kali,
lapangan, rumah penduduk, serta lokasi BABS).
5) Transect walk  memicu rasa jijik  mengajak masyarakat
untuk menganalisis keadaan sanitasi secara langsung di
lapangan dengan menelusuri lokasi pemicuan dari tempat yang
satu ke tempat yang lain.
6) Menghitung volume kotoran tinja  menghitung bersama
jumlah kotoran manusia yang dihasilkan dapat membantu
mengilustrasikan betapa besarnya permasalahan sanitasi.
7) Alur kontaminasi  penentuan alur kontaminasi yang dilakukan
oleh komunitas menggunakan media gambar sketsa kontaminasi
dari kotoran ke mulut. Tim fasilitator memberikan kebebasan
kepada komunitas dalam menyusun alur kontaminasi.
8) Simulasi air yang terkontaminasi  tim fasilitator menggunakan
rambut ditempelkan ke tinja yang dianalogikan seperti kaki lalat
yang hinggap di tinja. Kemudian rambut dicelupkan ke air
minum. Tim fasilitator memicu rasa jijik ke peserta dengan
meminta mereka untuk meminum air tersebut.
9) Diskusi dampak (sakit, malu, takut, dosa)  setelah dilakukan
langkah sebelumnya, tim fasilitator mengajak diskusi dengan
komunitas berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat membakar
rasa sakit, malu, takut dan dosa. Pertanyaan mengenai kemana
mereka BAB keesokan hari, siapa saja yang akan mandi di sungai
yang banyak orang BAB.
10) Menyusun rencana program sanitasi  memfasilitasi
masyarakat untuk menyusun rencana kerja kegiatan  mulai dari
membentuk kelompok kegiatan sanitasi (disebut KOMITE) 
mencatat semua rencana individu tiap keluarga untuk
menghentikan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka
sesuai dengan komitmen mereka. Gambar peta pada saat
pemetaan disalin dalam kertas.

c. Pasca pemicuan
Tim fasilitator melakukan pendampingan untuk menjaga komitmen
komite mengenai rencana pembangunan sarana sanitasi  memantau
perkembangan perubahan perilaku, bimbingan teknis dengan
menyampaikan tangga sanitasi dan opsi teknologi. Pendampingan
dilaksanakan selambat- lambatnya 5 hari setelah pemicuan. Selain
kepada komite, tim fasilitator juga mengadvokasi sasaran tidak langsung
yaitu kepala desa dan perangkatnya. Pendampingan dilakukan hingga
desa mencapai kondisi ODF. Desa yang telah mencapai status ODF akan
mendapatkan sertifikasi dan penghargaan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Tujuan jangka panjang  untuk berkontribusi


terhadap penurunan kasus diare pada anak balita di
Indonesia.

5 waktu kritis CTPS:


1. sebelum makan
2. sesudah makan
3. setelah BAB atau kontak dengan kotoran
4. setelah mengganti popok bayi, dan
5. sebelum memberikan makan bayi.
Prinsip-prinsip dalam CTPS :

• Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.


• Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang
menyebabkan kematian ratusan ribu anak-anak di Indonesia
setiap tahunnya.
• Waktu-waktu penting CTPS adalah setelah ke WC dan
sebelum menyentuh makanan (mempersiapan, memasak,
menyajikan, menyuapi makanan dan makan);
• CTPS adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling
“cost-effective”; dan,
• Untuk meningkatkan perilaku CTPS memerlukan pendekatan
pemasaran sosial yang berfokus pada si pencuci tangan dan
motivasi yang mendorongnya.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAM-RT)

Suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan


pemanfaatan air minum dan air yang
digunakan untuk produksi makanan dan
keperluan oral lainnya.

Tujuan  untuk mengurangi kejadian


penyakit yang ditularkan melalui air minum.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT)

Aktivitas manusia menghasilkan sampah  sampah yang tidak


dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai gangguan dan
masalah kesehatan.

Dampak sampah tidak dikelola dengan baik :


• Dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit;
• Sampah akan menarik binatang, yang dapat
menyebarluaskan penyakit, seperti misal lalat, kecoa , dan
tikus (termasuk anjing);
• Penyakit-penyakit yang berkaitan erat dengan sampah yang
tidak dikelola dengan benar antara lain : demam berdarah,
disentri, thypus, dan lain-lain
Prinsip pengelolaan
sampah pada tingkat
rumah tangga 
3 R (Reduce, Reuse,
Recycle)
5. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (SPAL)

Tujuan  terlindunginya masyarakat dari penyakit


dan atau gangguan kesehatan terhadap bahan-
bahan pencemar pada limbah yang tidak di kelola
dengan benar dari rumah agar tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
Dampak limbah rumah tangga yang dikelola tidak
baik:
• menjadi tempat perindukan vector penyakit;
• limbah cair dapat menarik binatang-binatang
yang dikenal dalam aspek kesehatan dapat
menyebarluaskan penyakit, seperti: lalat, kecoa,
tikus, dll;
• penyakit-penyakit yang berkaitan erat dengan
limbah yang tidak dikelola dengan benar, antara
lain: demam berdarah, disentri, thypus, dan lain-
lain;
Penanganan limbah cair :
1. Limbah cair harus dibuang pada sarana pengolahan air
limbah (SPAL) yang dapat dibuat oleh masing-masing rumah
tangga;
2. Bentuk SPAL dapat berupa sumuran ataupun saluran dengan
ukuran tertentu;
3. Sumuran atau saluran tersebut diberi bahan-bahan yang
dapat berfungsi untuk menyaring unsur yang terkandung
dalam limbah cair;
4. Bahan tersebut disusun dengan formasi urutan sebagai
berikut:
• Batu belah ukuran diameter 5-10 cm;
• Ijuk;
• Batu belah diameter 10-15 cm.
Penanganan limbah cair :
1. Limbah cair harus dibuang pada sarana pengolahan air
limbah (SPAL) yang dapat dibuat oleh masing-masing rumah
tangga;
2. Bentuk SPAL dapat berupa sumuran ataupun saluran dengan
ukuran tertentu;
3. Sumuran atau saluran tersebut diberi bahan-bahan yang
dapat berfungsi untuk menyaring unsur yang terkandung
dalam limbah cair;
4. Bahan tersebut disusun dengan formasi urutan sebagai
berikut:
• Batu belah ukuran diameter 5-10 cm;
• Ijuk;
• Batu belah diameter 10-15 cm.
STBM dilaksanakan melalui pemberdayaan
masyarakat dimana masyarakat sadar, mau
dan mampu untuk melaksanakan sanitasi
total yang timbul dari dirinya sendiri, bukan
melalui paksaan. Melalui cara ini diharapkan
perubahan perilaku tidak terjadi pada saat
pelaksanaan program melainkan
berlangsung seterusnya.
Peran dan Tanggung Jawab
Pemangku Kepentingan STBM

RT/Dusun/Kampung:
• Mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi (gotong
royong).
• Memonitor pekerjaan di tingkat masyarakat.
• Menyelesaikan permasalahan/konflik masyarakat.
• Mendukung/memotivasi masyarakat lainnya, setelah
mencapai keberhasilan sanitai total (ODF) di lingkungan
tempat tinggalnya.
• Membangun kapasitas kelompok pada lokasi kegiatan STBM.
• Membangun kesadaran dan meningkatkan kebutuhan.
• Memperkenalkan opsi-opsi teknologi
Pemerintah Desa:

• Membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal


dari kader-kader desa, Para Guru, dan sebagainya untuk
memfasilitasi gerakan masyarakat. Tim ini mengembangkan
rencana desa, mengawasi pekerjaan mereka dan
menghubungkan dengan perangkat desa.
• Memonitor kerja kader pemicu STBM dan memberikan
bimbingan yang diperlukan.
• Mengambil alih pengoperasian dan pemeliharaan (O&M)
yang sedang berjalan dan tanggungjawab ke atas.
• Memastikan keberadilan di semua lapisan masyarakat,
khususnya kelompok yang peka.
Pemerintah Kecamatan:

• Berkoordinasi dengan berbagai lapisan Badan Pemerintah


dan memberi dukungan bagi kader pemicu STBM.
• Mengembangkan pengusaha lokal untuk produksi dan
suplai bahan serta memonitor kualitas bahan tersebut.
• Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat
tinggal.
• Memelihara database status kesehatan yang efektif dan
tetap ter-update secara berkala.
Kabupaten Pemerintah:

• Mempersiapkan rencana kabupaten untuk


mempromosikan strategi yang baru.
• Mengembangkan dan mengimplementasikan kampanye
informasi tingkat kabupaten mengenai pendekatan yang
baru.
• Mengkoordinasikan pendanaan untuk implementasi
strategi STBM.
• Mengembangkan rantai suplai sanitasi di tingkat
kabupaten.
• Memberikan dukungan capacity building yang diperlukan
kepada semua institusi di kabupaten.
Pemerintah Provinsi:

• Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait


tingkat Provinsi dan mengembangkan program terpadu
untuk semua kegiatan STBM.
• Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait
dengan STBM.
• Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan
memberikan bimbingan yang diperlukan kepada tim
Kabupaten.
• Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang
telah ada dalam strategi STBM.
• Mengorganisir pertukaran pengetahuan/pengalaman
antar kabupaten.
Pemerintah Pusat:

• Berkoordinasi dengan berbagai instansi/lembaga terkait


tingkat Pusat dan mengembangkan program terpadu
untuk semua kegiatan STBM.
• Mengkoordinasikan semua sumber pembiayaan terkait
dengan STBM.
• Memonitor perkembangan strategi nasional STBM dan
memberikan bimbingan yang diperlukan kepada tim
Provinsi.
• Mengintegerasikan kegiatan higiene dan sanitasi yang
telah ada dalam strategi STBM.
• Mengorganisir pertukaran pengetahuan atau pengalaman
antar kabupaten dan/ provinsi serta antar negara.
PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014  3 komponen strategi
penyelenggaraan (STBM) yang saling mendukung satu dengan yang
lain  Komponen Sanitasi Total

Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka
proses pencapaian 5 (lima) Pilar STBM tidak maksimal.
Menurut Notoatmodjo (2015), partisipasi
masyarakat adalah ikut sertanya seluruh
anggota masyarakat dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan masyarakat
tersebut.

Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan


berarti keikutsertaan seluruh anggota
masyarakat dan memecahkan masalah
kesehatan mereka sendiri.
Dalam program ini masyarakat dilibatkan dalam suatu
aktivitas. Keadaan ini dapat memberi stimulasi, sehingga
terjadi partisipasi. Partisipasi selanjutnya menimbulkan
interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul
pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sehingga timbul
kesadaran tentang keadaan dirinya tersebut atau terjadi
realisasi. Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian
menimbulkan keinginan ataupun dorongan untuk
berubah, yakni mengubah keadaannya yang jelek
menjadi baik. Keadaan inilah yang menunjukkan motif
pada diri seorang telah terbentuk. Atas dasar motif
inilah akan terjadi perubahan perilaku.
BAB III
KESIMPULAN
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah upaya
menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk mewujudkan
lingkungan yang bersih dan sehat. STBM yang diterapkan meliputi
lima pilar yaitu:
PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014, strategi penyelenggaraan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 3 (tiga)
komponen yang saling mendukung satu degan yang lain yaitu:
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling
environtment)
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply
improvement)

Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka
proses pencapaian 5 (lima) Pilar STBM tidak maksimal. Tiga
strategi ini disebut Komponen Sanitasi Total.
BAB IV
ANALISIS KASUS
ANALISIS
ANALISIS KASUS
KASUS
Di suatu Desa Lumpatan Musi Banyuasin, pada kalangan masyarakat yang hidup di
dekat aliran sungai, masih sangat banyak yang melakukan aktivitas sehari – hari dan
memenuhi kebutuhan hidupnya dari sungai tersebut. Salah satu aktivitas yang sering
mereka lakukan adalah, mencuci pakaian di sungai, dan membilasnya dengan air sungai
tersebut. Tak sedikit dari mereka menjadikan air sungai sebagai sumber mata air untuk
kehidupan mereka seperti memasak, mandi, dan diolah menjadi air minum. Disamping
hal tersebut, mereka juga melakukan melakukan buang air besar di jamban umum yang
dibangun di tepian aliran sungai.
Banyak masyarakat yang tinggal di daerah tersebut mengabaikan kondisi kesehatan
yang akan memburuk dengan kebiasaan yang salah tersebut. Hal ini harus menjadi
perhatian untuk para tenaga kesehatan juga aparatur dan tokoh masyarakat beserta
masyarakat itu sendiri untuk memperbaiki sanitasi di lingkungan tempat tinggal mereka
dengan harapan bahwa kehidupan mereka akan menjadi lebih layak dan sehat.
Beberapa penyakit yang sering timbul di wilayah tersebut adalah diare dan gatal
gatal. Hal ini sangat erat kaitannya dengan sumber air yang mereka gunakan yang sudah
tercemar dengan limbah kehidupan sehari – hari. Melihat kondisi ini, gerakan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) harus secepatnya dilaksanakan untuk mencegah
pertumbuhan penyakit ini semakin memburuk.
ANALISIS KASUS
5 pilar sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM) :
1. Stop buang air besar di
sembarangan tempat (STOP
BABS)
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan air minum dan
makanan dirumah tangga (PAM-
RT)
4. Pengelolan sampah rumah tangga
dengan benar (PSRT)
5. Pengelolaan limbah cair rumah
tangga dengan aman (SPAL)
ANALISIS KASUS
ANALISIS KASUS
ANALISIS KASUS
ANALISIS KASUS
ANALISIS KASUS
ANALISIS KASUS
Metode STBM yang digunakan adalah dengan Alur Penularan Penyakit
metode pemicuan. Setiap lokasi pemicuan dilaksanakan
oleh satu tim pemicuan yang terdiri dari Lead facilitator,
facilitator, content recorder, process facilitator dan
Pemetaan
environment setter. Kegiatan pemicuan dilakukan secara
bertahap, yaitu :
1. Pra pemicuan, Transect Walk
Observasi wilayah, persiapan teknis menyusun tim,
berdiskusi dengan masyarakat dan stake holder.
2. Saat pemicuan  Lihat Diagram Pemicuan STBM Alur Kontaminasi
3. Pasca pemicuan
Setelah dilakukan pemicuan, masyarakat menuliskan
komitmen-komintmen untuk melakukan perubahan Simulasi oral kontaminasi
yang di tulis. Tulisan komitmen ini akan menjadi
dokumen fasilitator untuk melakukan pendampingan Focus Grup Discussion
dan advokasi. Dokumen komitmen masyarakat
ditingkat dusun ini akan dibawa ke tingkat Puskesmas
untuk pendampingan. Skorsing pemetaan dan
penilaian
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai