Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

VESIKOLITIASIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim

Oleh:

Mohan Babu Ramaloo, S.Ked


04084821820049

Pembimbing:
dr. Ali Hanafiah, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUD H. M. RABAIN MUARA ENIM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

VESIKOLITIASIS

Oleh:

Mohan Babu Ramaloo, S.Ked


04084821820049

Laporan kasus ini telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian / Departemen Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim dan
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 29 Juli – 7 Oktober 2019.

Muara Enim, September 2019

dr. Ali Hanafiah, Sp.B

ii
KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan karena penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul ”Vesikolitiasis”.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Ali Hanafiah, Sp.B
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim dan RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Muara Enim, September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I . PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB II. STATUS PASIEN................................................................................................. 2
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 9
BAB IV. ANALISIS KASUS ............................................................................................. 21
KESIMPULAN ................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Batu saluran kemih merupakan masa keras yang terbentuk
di sepanjang saluran kemih (ginjal,ureter,kandung kemih, maupun uretra) akibat pengkristalan
dalam urin. Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis dan sering dipermasalahkan baik
dari segi kejadian (insidens), etiologi, pathogenesis maupun dari segi pengobatan. Peningkatan
prevalensi batu saluran kemih menimbulkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) serta
beban ekonomi.

Hampir semua kepustakaan yang membahas batu saluran kemih menunjukkan bahwa
penderita batu saluran kemih paling banyak diderita oleh pria dibandingkan dengan wanita
dengan perbandingan 3 sampai 4 : 1, dan komposisi batu terbanyak adalah batu kalsium
oksalat, pada usia rata-rata 40 sampai 60 tahun. Penyakit batu saluran kemih merupakan
penyakit yang bisa mengalami kekambuhan, rata- rata kekambuhan terjadi 50% dalam 5 tahun
dan 70% dalam 10 tahun. Data kandungan/komposisi zat yang terdapat di batu sangat penting
untuk upaya pencegahan kemungkinan timbulnya kekambuhan penyakit ini.

Vesikolitiasis merupakan kondisi dimana terdapat batu atau material kalsifikasi di dalam
buli-buli. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat stasis urin tanpa kelainan anatomi, striktur,
infeksi ataupun adanya benda asing di dalam urin. Adanya batu pada traktus urinarius bagian
atas tidak menjadi factor predisposisi terbentuknya batu buli-buli. Vesikolitiasis bukan
merupakan penyebab umum penyakit tetapi vesikolitiasis dapat memberikan suatu kondisi
tidak nyaman dan gejala spesifik. Pada umumnya komposisi batu terdiri dari batu infeksi
(struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Penderita biasanya mengeluh dysuria,
nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.

Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012, penegakan diagnosis dan


tatalaksana vesikolitiasis berstandard SKDI 3A yang mana lulusan dokter umum mampu
membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. N
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Umur : 86 tahun
4. Alamat : Muara Enim
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Tanggal MRS : Selasa, 10 September 2019

B. ANAMNESIS
 Keluhan utama: Penderita mengeluh sulit BAK
 Keluhan Tambahan: Nyeri saat BAK
 Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak ± 3 bulan SMRS, penderita mengeluh kencingnya tidak puas dan perlu mengedan
saat buang air kecil disertai nyeri di daerah suprapubik. Pada saat buang air kecil
awalnya lancar kemudian pancaran menjadi lemah dan terputus-putus. Pada akhir
buang air kecil pasien merasa tidak puas, masih ada yang tersisa. Selain itu penderita
juga sering mengeluh nyeri saat buang air kecil. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin hebat saat diakhir buang air kecil. Penderita mengaku sering bolak balik ke
WC.BAK berdarah (-). Penderita tidak mengeluh nyeri pinggang. Tidak pernah merasa
panas atau terbakar pada alat kelamin saat buang air kecil. Penderita juga menyangkal
pernah buang air kecil berpasir. Penderita menyangkal sulit menahan berkemih.
Menyangkal riwayat trauma di perut bagian bawah,panggul ataupun di alat kelamin
Penderita berobat ke RS Rabain Muara Enim.
 Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat batu saluran kemih : disangkal
Riwayat operasi Rahim 1 tahun yang lalu.
 Riwayat keluarga: Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami sakit seperti ini.

2
 Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah melakukan pengobatan terkait nyeri dan
kesulitan buang air kecil.
 Riwayat kebiasaan: Pasien mengaku jarang minum air.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tekanan darah : 110/80 mmHg
c. Nadi : 88 kali/menit reguler, isi dan tegangan cukup
d. Laju pernapasan : 19 kali/menit
e. Suhu : 36,4oC

2. Status Lokalis
a. Kepala
1. Mata : Dalam batas normal
2. Mulut : Mukosa bibir kering
3. Telinga : Fungsi pendengaran baik
b. Leher :Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
 Paru
Inspeksi : Statis kanan = kiri simetris
Dinamis kanan = kiri simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor (+/+) Batas paru-hepar normal
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama regular

3
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, skar operasi (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Ballotement ginjal (-,-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+), normal

e. Regio Supra Pubis


- Inspeksi: Bulging (+), bekas operasi (-)
- Palpasi: Tegang(-), nyeri tekan suprapubic (+)

f. Regio Flank
Dekstra
Inspeksi : datar, bulging (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), Nyeri ketok sudut costoverterbrae (-)

Sinistra
Inspeksi: Datar, bulging (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-), Nyeri ketok sudut costovertebrae tidak ada (-)
g. Genitalia dan anus : Tidak terpasang kateter
h. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG : PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 14,3 12-16 g/dl

Leukosit 6,37 4000-10.000 mm3

Hematokrit 42,0 37-47 %

Diff Count :
NEUT% 45,5 50-70 %
LYMPH% 29.7 20-40 %
MONO% 10,5 2-8 %

4
EO% 14,0 1-3 %
BASO 0,3 %

Trombosit 268 150-450 mm2

PEMERIKISAAN RADIOLOGI: BNO ABDOMEN

Kesan: Sugestif vesikolithiasis ukuran ± 2 x 1,5 cm.

Post Operasi Vesikolitotomi didapatkan batu berukuran 1x 1,5cm.

E. DIAGNOSIS KERJA
Vesikolitiasis

5
F. TATALAKSANA
1. Diberikan edukasi terhadap pasien bahwa terapi definitif vesikolitiasis adalah
dengan tindakan bedah yang harus dilakukan secepatnya dengan tujuan untuk
menghilangkan batu dan menghindari komplikasi yang bisa terjadi.
2. Informed consent untuk dilakukan tindakan pembedahan  pasien setuju 
persiapan operasi.
3. Rencana operasi
Persiapan
a. Pemeriksaan laboraturium darah rutin
b. Rontgen thoraks
c. EKG
d. Konsul PDL dan anestesi
4. Rawat inap di rumah sakit
- Puasa pre-operasi
- IVFD xx gtt /menit
- Injeksi Antibiotik 2 x 1(IV)
-Injeksi Analgektik 2 x 1 (IV)
5. Operasi Vesikolitotomi
6. Perawatan post-operasi:
- IVFD xx gtt/ menit
- Injeksi Antibiotik 2 x 1 (IV)
- Injeksi Analgektik 2 x 1 (IV)
- Mobilisasi yang benar
7. Kontrol rawat jalan: 1 minggu setelah dipulangkan dari rumah sakit untuk
mengevaluasi luka operasi dan nyeri post operasi.

G. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam

Follow Up
12 September 2019 (06.30)
S: nyeri di daerah luka operasi

6
O:
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 85 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,4°C
Status Lokalis Regio Suprapubis
- Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup kassa kering, terpasang drain
tampak darah 10 c.c
- Palpasi : Nyeri tekan (+)
A: Vesikolitiasis Post Op Vesikolitotomi hari-1
P:
 IVFD xx gtt/menit
 Injeksi Antibiotik 2 x 1 (IV)
 Injeksi Analgetik 2 x 1 (IV)

13 September 2019 (06.30)


S: nyeri di daerah luka operasi berkurang
O:
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 75 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 19 x/menit
Suhu : 36,2°C
Status Lokalis Regio Suprapubis
- Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup kassa kering, terpasang drain
tampak darah 10 c.c
- Palpasi : Nyeri tekan (+) berkurang
A: Vesikolitiasis Post Op Vesikolitotomi hari-2
P:
 IVFD xx gtt/menit

7
 Injeksi Antibiotik 2 x 1 (IV)
 Injeksi Analgetik 2 x 1 (IV)

H. EDUKASI
1. Jaga kebersihan luka operasi yang benar
2. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka operasi.
3. Mobilisasi yang benar

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI VESIKA URINARIA
Vesika urinaria atau kandung kemih merupakan reservoir. Terdapat variasi dalam
ukuran, bentuk, posisi dan hubungan, tergantung kandungan isi dan organ sekitarnya. Ketika
kosong, terletak lebih rendah dari pelvis tetapi jika distensi akan mengembang
anterosuperior ke dalam rongga perut. Ketika kosong, bentuknya agak tetrahedral dan
memiliki basis (fundus), leher, puncak, unggul dan dua permukaan inferolateral.
Dasar (fundus) dari kandung kemih berbentuk segitiga dan terletak posteroinferior.
Pada wanita berkaitan erat dengan dinding vagina anterior, pada laki-laki berhubungan
dengan rektum meskipun dipisahkan dari rektum oleh kantong rectovesical dan batas bawah
dibatasi oleh vesikel seminalis dan vas deferens di setiap sisi. Di daerah segitiga antara vas
deferens, kandung kemih dan rektum dipisahkan hanya oleh fasia rectovesical, umumnya
dikenal sebagai fasia Denonvillier.
Leher buli-buli adalah wilayah terendah dan juga yang paling tak berubah. Tempatnya
sekitar 3-4 cm di belakang simphisis pubis bagian bawah. Leher buli-buli adalah orifisium
uretra interna dan dapat berubah posisinya dengan berbagai kondisi kandung kemih dan
rektum. Pada laki-laki leher bersandar dan dalam kontinuitas langsung dengan dasar prostat,
pada wanita berhubungan dengan fasia pelvis, yang mengelilingi uretra bagian atas.

Gambar: Anatomi Vesika Urinaria

9
Apex buli-buli pada kedua jenis kelamin berhadapan langsung dengan simfisis pubis.
Ligamentum umbilikalis median naik ke arah dinding perut anterior dari apex buli-buli ke
umbilikus, tertutup oleh peritoneum untuk membentuk lipatan umbilikalis median.

Permukaan superior segitiga dibatasi oleh batas lateral dari apex buli-buli ke pintu
masuk ureter dan dengan batas posterior, yang bergabung menjadi satu. Pada laki-laki
permukaan superior benar-benar tertutup oleh peritoneum, jika terjadi ekstensi akan sedikit
ke pangkalan dan terus ke arah posterior ke dalam kantong rectovesical dan anterior ke
dalam lipatan umbilical median. Hal ini berhubungan dengan kolon sigmoid dan gulungan
ileum terminal. Pada wanita permukaan superior sebagian besar tertutup oleh peritoneum,
yang tercermin posterior ke uterus pada tingkatan os interna (yaitu persimpangan badan
rahim dan leher rahim), untuk membentuk kantong vesikouterina. Bagian posterior dari
permukaan superior, tanpa peritoneum, dipisahkan dari serviks supravaginal oleh jaringan
fibroareolar.

Pada laki-laki, masing-masing permukaan inferolateral dipisahkan anterior dari pubis


dan ligamen puboprostatic oleh ruang retropubik. Pada wanita hubungan mirip, kecuali
bahwa ligamen pubovesical menggantikan ligamen puboprostatic. Permukaan inferolateral
tidak tercakup oleh peritoneum.

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian


mengeluarkannya melalui uretradalam mekanisme berkemih (miksi). Dalam menampung

10
urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa
sekitar 300 – 450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula Koff adalah:

Kapasitas buli-buli = [ Umur (tahun) + 2] x 30 ml

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.Namun pada


perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.

Gambar. Vaskularisasi Vesika Urinaria pada Laki-laki dan Perempuan

11
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis.Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,n.splanchnicus imus,
dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

Gambar. Persyarafan Vesica Urinaria

DEFINISI
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone. Batu
buli-buli atau vesikolitiasis adalah massa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas material
mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat
terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir. Pada
orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum)
sedang pada anak-anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Komponen yang
terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk
yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar.
Kadangkala juga merupakan batu yang mulitipel.

EPIDEMIOLOGI

Banyak terjadi pada laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan 3:1. Batu saluran
kencing mempunyai kecenderungan untuk kambuh lebih besar, oleh karena itu penting
memeriksa secermat mungkin agar diketahui penyebab dan jenis batunya untuk menentukan
pencegahan selanjutnya.

Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5% dan terutama
diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%. Beberapa faktor

12
risiko terjadinya batu kandung kemih: obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi
saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih. Di
Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa daerah yang
termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet
rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.

ETIOLOGI

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik).3,4

a. Faktor Intrinsik
 Herediter (keturunan)  Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk
jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki
risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi
mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan yang
sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan
dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih
terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu.
 Umur  Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria,
insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk wanita,
tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif
konstan selama beberapa dekade berikutnya.
 Jenis Kelamin  Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan

b. Faktor Ekstrinsik
 Geografi  Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit
batu saluran kemih.
 Iklim dan temperatur

13
 Asupan air  Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
 Diet  Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
 Pekerjaan  Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life

PATOFISIOLOGI
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu
yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat
menyebabkan penyempitan atau striktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika
sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar
sehingga membentuk batu. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di
saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian
dijadikan dalam beberapa teori:

A. Teori inti (nukleus)


Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap larut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh
suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut di dalam urin, laju
aliran urin dalam saluran kemih.

B. Teori matrix
Matrix organik yang berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
C. Teori inhibitor kristalisasi

14
Beberapa substansi dalam urin menghambat terjadi kristalisasi, konsentrasi
yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi. Ion
magnesium (Mg2+) dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan
dengan oksalat akan membentuk garam magnesiun oksalat sehingga jumlah oksalat
yang akan berikatan dengan kalsium (Ca2+) membentuk kalsium oksalat menurun
D. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu
jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada
lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan
kalsium.
E. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.

Komposisi Batu:
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat dan
kalsium fosfat (75%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) 15%, asam urat (7%), sistin
(2%) dan lainnya (silikat, xanthin) 1%.

A. Batu Kalsium
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran
kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
 Hiperkalsiuri
Kadar kalsium dalam urin >250-300 mg/24 jam. Penyebab terjadinya
hiperkalsiuri antara lain:
 Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus.
 Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalui tubulus ginjal.
 Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi tulang.
 Hiperoksaluri
Ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai
pada pasien yang mengalami gangguan pada usus setelah menjalani

15
pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya
akan oksalat, seperti: teh, kopi, soft drink, kokoa, arbei, sayuran berwarna hijau
terutama bayam
 Hipositraturia
Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat
sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
 Hipomagnesuria
Di dalam urin, magnesium bereaksi dengan oksalat atau fosfat sehingga
menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.

B. Batu Struvit (batu infeksi)


Terbentuknya batu ini karena ada infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah kuman golongan pemecah urea (Proteus, Klebsiellla, Pseudomonas,
Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi
suasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, sehingga memudahkan
membentuk batu MAP.

C. Batu Asam Urat


Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout,
mieloproliferatif, terapi antikanker, dll. Sumber asam urat berasal dari diet yang
mengandung purin. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah
urin yang terlalu asam, dehidrasi dan hiperurikosuri.

D. Batu Sistin, Xanthin dan Silikat


Kebanyakan terjadinya batu buli pada laki-laki usia tua didahului oleh BPH. BPH
menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli-buli. Pada saat
buli-buli berkontraksi untuk miksi, divertikel tidak ikut berkontraksi, sehingga akan ada
stasis urin di dalam divertikel yang lama kelamaan mengalami supersaturasi dan dapat

16
membentuk batu. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi.

Gejala obstruksi Gejala iritasi

 Hesitansi  Frekuensi
 Pancaran miksi  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuri
 Menetes setelah miksi

DIAGNOSIS

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Pasien dengan batu vesika kadang bersifat asimptomatik, tetapi gejala khas batu buli
adalah kencing lancar tiba-tiba terhenti dan menetes dengan disertai rasa sakit yang
menjalar ke ujung penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki kemudian urine dapat
keluar lagi pada perubahan posisi; perasaan tidak enak sewaktu berkemih; gross hematuri
terminal. Rasa sakit diperberat saat sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang
tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh
kesakitan menangis, menarik-narik penis atau menggosok-gosok vulva, miksi mengedan
sering diikuti defekasi atau prolapsus ani. Jika terjadi infeksi ditemukan tanda cyistisis,
kadang-kadang terjadi hematuria.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, adanya
nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi atau teraba adanya urin yang banyak (bulging),
hanya pada batu yang besar dapat diraba secara bimanual. Pada pemeriksaan buli-buli
diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan/operasi di
suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli
atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi
dapat ditentukan batas atas buli-buli.

b. Pemeriksaan Penunjang

17
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

1. Urine
a. pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk
batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu
asam urat.
b. Sedimen: sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi
infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
c. Biakan Urin: Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
d. Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
a. Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
b. Lekosit terjadi karena infeksi.
c. Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

3. Radiologis
Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-opasitas beberapa jenis batu
saluran kemih:
 BNO
Melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutan radio-opasitas
beberapa jenis batu saluran kemih.

Jenis batu Radioopasitas


Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak

18
Gambar. A. Foto polos abdomen menunjukan adanya batu vesika. B. Batu vesika setelah
diangkat.

• IVP

Mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak terlihat di BNO,
menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi divertikel, indentasi prostat.

 USG
Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis, pembesaran
prostat.

19
PENATALAKSANAAN

Batu buli-buli dapat dikeluarkan dengan cara konservatif, litotripsi maupun


pembedahan terbuka.

Konservatif

Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5mm, karena diharapkan batu
dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi
air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang
dengan pemberian simpatolitik dan berolahraga secara teratur. Adanya batu struvite
menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotic. Batu struvit
tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan
pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohdiroxamic acid. Ini untuk
menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin. Pengobatan yang elektif
untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi
supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila PH urin
menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus
disertai makanan alkaslis, batu asam urat diharapakan larut. Potassium sitrat (polycitra K,
Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi
pilihan. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan
bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300mg per
hari, baik diberikan setelah makan.

Litotripsi

Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan
kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu
kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau
dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya
gelombang kejut (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat
memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui
air dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan
keluar bersama kemih.

20
Terapi pembedahan

Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau
bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan suatu
indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang
hebat sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya.

1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan


dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat nya menjadi fragmen
yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan
dapat berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik
dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk dewasa juga
digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk
membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan
bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang
ditimbulkan oleh debris pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy/ Vesikolititomi: tehnik ini digunakan untuk memindah batu
dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira-
kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan
batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan
kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian
penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di
rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter.

21
Gambar 5: Suprapubic Cystostomy

Preventif dan Promotif


1. Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak sehingga
urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan batu asam urat
dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran 6,5-7,
mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan menimbulkan hiperkalsiuria pasien
dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin setiap pag
2. Hindari kebiasaan menahan buang air kecil, buang air kecil normalnya setiap 4 jam
atau 6 kali per hari.
3. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
4. Aktivitas yang cukup dan olahraga teratur.

BAB IV
ANALISIS KASUS

22
Berdasarkan hasil anamnesis penderita mengeluh sulit buang air kecil dan mengedan
saat buang air kecil dan pasien harus mengedan saat buang air kecil disertai nyeri di daerah
suprapubik 3 bulan SMRS. Pada saat buang air kecil awalnya lancar kemudian pancaran
menjadi lemah dan terputus-putus. Pada akhir buang air kecil pasien merasa tidak puas,
masih ada yang tersisa. Selain itu penderita juga sering mengeluh nyeri saat buang air kecil.
Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin hebat saat diakhir buang air kecil. Penderita
mengaku sering bolak balik ke WC.
Dari hasil anamnesis diatas, menandakan adanya masalah pada traktus urinarius pasien
kemungkinan pada kandung kemih yang dapat menyebabkan sumbatan atau trauma pada
mukosa saluran kemih antara lain adalah batu,tumor, infeksi, atau trauma. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan dari bulging pada regio suprapubik dan terdapat nyeri tekan suprapubik. Dari
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi BNO didapatkan Sugestif vesikolithiasis
ukuran ± 2 x 1,5 cm.
Menurut teori gejala khas pada batu buli-buli adalah Pasien dengan batu vesika kadang
bersifat asimptomatik, tetapi gejala khas batu buli adalah kencing lancar tiba-tiba terhenti dan
menetes dengan disertai rasa sakit yang menjalar ke ujung penis, skrotum, perineum, pinggang
sampai kaki kemudian urine dapat keluar lagi pada perubahan posisi; perasaan tidak enak
sewaktu berkemih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan vesika urinaria tampak
penuh pada inspeksi, adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi atau teraba adanya urin
yang banyak (bulging), hanya pada batu yang besar dapat diraba secara bimanual. Dari teori
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dapat didukung bahwa pasien
menderita Vesikolitiasis dan terapi definitif adalah dengan operasi vesikolitotomi yaitu
pengangkatan batu buli-buli dengan operasi.

23
KESIMPULAN
Ny.N usia 86 tahun mengalami vesikolitiasis dan ditatalaksana melalui tindakan
pembedahan yaitu vesikolitotomi dengan tujuan untuk membuang batu di buli-buli serta
meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ratu, G., Badji, A., Hardjoeno. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboratorium
Patologi Klinis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory
12(3): 114 117. 2006
2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi: 3. Malang: Sagung Seto, 2011.
85-99.
3. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :3. Jakarta: EGC.
2008. 872-879
4. Wim de Jong. Bab 3 : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
5. Sabiston, David C, dr. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. 1995
6. Staf pengajar ilmu bedah UI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Bina Rupa
Aksara.2010.
7. Purnomo, B.B. 2011. Dasar-dasar Urologi; Edisi Ketiga, Jakarta: Sagung Seto.
8. SjamsuHidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
9. Charles, F, et al . Schwart’z Manual of Surgery. Eight Edition. USA. Medical
Publishing Division. Mc Graw-Hill, 2006.
10. Reksoprodjo, Soelarto, dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1995.
11. Saladin. Anatomy Physiology the Unity of Form and Function. Philladelpia:
McGrawhill. 2003. 879-908.
12. Waugh A, Grant A. Anatomy and Physiology in Health and Illnes. Churcill
Livingstone. London 2002. 339-358.

25

Anda mungkin juga menyukai