Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

STOMATITIS APHTOUS RECURRENT MINOR

OLEH:
Ayu Anisah Reghina, S.KG
1813101020076

DOSEN PEMBIMBING:
drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si
drg. Sri Rezeki, Sp.PM
Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM
drg. Nurul Husna
drg. Sarinah Rambe
drg. Amanda Sawitri

DEPARTEMEN PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019

Universitas Syiah Kuala


Universitas Syiah Kuala
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu syarat pengerjaan Requirement Kepaniteraan
Klinik Bagian Penyakit Mulut pada Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang sedang berjalan di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Universitas Syiah Kuala. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada:
1. drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si selaku kepala bagian dan instruktur
klinik bagian Penyakit Mulut;
2. drg. Sri Rezeki, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
3. Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM selaku instruktur klinik bagian
Penyakit Mulut;
4. drg. Nurul Husna selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
5. drg. Sarinah Rambe selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
6. drg. Amanda Sawitri selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
Kepada keenam instruktur klinik yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran dalam mengarahkan penulis sejak awal kunjungan pasien hingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang
Penyakit Mulut.

Banda Aceh, Juli 2019

Penulis

Universitas Syiah Kuala


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I LAPORAN KASUS............................................................................ 1


1.1. Status Ilmu Penyakit Mulut....................................................... 1
1.2. Anamnesa.................................................................................. 1
1.3. Riwayat Penyakit Sistemik....................................................... 2
1.4. Kebiasaan Buruk....................................................................... 2
1.5. Pemeriksaan Ekstra Oral........................................................... 2
1.6. Pemeriksaan Intra Oral.............................................................. 3
1.7. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 4
1.8. Masalah Klinis.......................................................................... 4
1.9. Diagnonis.................................................................................. 4
1.10 Rencana Perawatan................................................................... 5
1.11 Status Kontrol............................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 8


2.1. Stomatitis Aphthous Recurrent................................................. 7
2.1.1. Definisi.......................................................................... 8
2.1.2. Etiologi dan Patogenesis............................................... 8
2.1.3. Gambaran Klinis........................................................... 9
2.1.4. Histopatologi................................................................. 11
2.1.5. Perawatan dan Prognosis............................................... 12
2.2. Diagnosis Banding.................................................................... 12
2.2.1. Lesi Sekunder Herpes ................................................... 13
2.2.2. Traumatic Ulser............................................................. 14
2.2.3. Behcet’s Syndrome....................................................... 18

BAB 3 PEMBAHASAN.................................................................................. 21

BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

ii

Universitas Syiah Kuala


BAB 1
LAPORAN KASUS

1.1. Status Ilmu Penyakit Mulut


Operator : Ayu Anisah Reghina
NIM : 1813101020076

Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019


Nomor Rekam Medik : S6068/19
Nama Pasien : SM
Usia : 18 tahun
Alamat : Desa Meunasah Manyang, Pagar Air, Aceh
Besar
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
No. Hp : 0853 7332 xxxx

1.2. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan adanya sariawan pada bagian dalam bibir
bawah yang muncul secara tiba-tiba sejak 7 hari yang lalu. Sariawan tersebut
berjumlah 1, berwarna putih kekuningan, dan berukuran 5x2 mm. Pasien
mengaku ukuran sariawan awalnya kecil dan kemudian membesar. Pasien pernah
mengalami sariawan sebelumnya tetapi lokasinya berbeda. Pasien mengaku
sariawannya mengganggu dan terasa sakit ketika makan dan minum. Sariawan
tersebut belum pernah diberikan obat sebelumnya. Pasien mengaku sedang
banyak pikiran karena tuntutan kuliah. Pasien sedang tidak mengalami mestruasi.
Pasien suka makan buah tapi tidak suka makan sayur. Pasien memiliki alergi
makanan terhadap ayam dan seafood. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah
tergigit atau terbentur sikat gigi dan sariawan tersebut tidak pernah terdapat di
bagian tubuh lain. Pasien tidak mengalami demam, nyeri sendi, dan sakit kepala.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan sedang tidak mengkonsumsi obat-

Universitas Syiah Kuala


2

obatan. Pasien pernah melakukan perawatan gigi yaitu pencabutan gigi. Pasien
menyikat gigi dua kali sehari, yaitu pada saat mandi pagi dan malam sebelum
tidur menggunakan pasta gigi merek Pepsodent. Pasien tidak menyikat lidah,
menggunakan obat kumur, dan benang gigi. Pasien merupakan seorang tamatan
siswa SMA yang sedang tes perkuliahan. Pasien merupakan anak ke 3 dari 5
bersaudara. Ayah pasien seorang kepala sekolah dan ibunya seorang ibu rumah
tangga. Akses ke pelayanan kesehatan dari tempat tinggalnya terjangkau.

1.3. Riwayat Penyakit Sistemik


a. Penyakit Jantung : Diakui / Disangkal
b. Hipertensi : Diakui / Disangkal
c. Diabetes Melitus : Diakui / Disangkal
d. Kelainan Darah : Diakui / Disangkal
e. Penyakit Hepar : Diakui / Disangkal
f. HIV/AIDS : Diakui / Disangkal
g. Kelainan Pernafasan (PPOK, TB, Pneumoni) : Diakui / Disangkal
h. Kelainan GIT : Diakui / Disangkal
i. Penyakit Ginjal : Diakui / Disangkal
j. Penyakit Kelainan : Diakui / Disangkal
k. Atopsi (Asma, eksim, alergi) : Diakui / Disangkal
l. Alergi : Diakui / Disangkal
m. Kontrasepsi : Diakui / Disangkal
n. Lain-lain : Diakui / Disangkal

1.4. Kebiasaan Buruk


a. Menyirih : Diakui / Disangkal
b. Minuman Beralkohol : Diakui / Disangkal
c. Merokok : Diakui / Disangkal

1.5. Pemeriksaan Ekstra Oral


a. Kelenjar Limfe
 Submandibula Kanan : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -

Universitas Syiah Kuala


3

 Submandibula Kiri : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -


 Submental : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
 Servikal Kanan : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
 Servikal Kiri : Teraba +/ - lunak/kenyal/keras sakit +/ -
b. Bibir : TAK
c. Wajah : Simetri/ asimetri TAK
d. Sirkum Oral : TAK
e. Lain-lain : TAK

1.6. Pemeriksaan Intra Oral


a. Mukosa Bukal : Fordyce granule :+/-
: Cheek biting :+/-
: Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 4x1 mm (kanan), 8x2 mm (kiri),
berbatas jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan
dan kiri sepanjang bidang oklusal
b. Mukosa Labial : Terdapat lesi ulser berwarna putih kekuningan
dikelilingi haloeritema, berjumlah 1, berukuran
5x2 mm, berbentuk irregular, dan berbatas jelas

Gambar 1.1. Lesi Stomatitis Aphthous Recurrent pada mukosa labial

c. Palatum Durum : Torus palatinus :+/-


d. Palatum Molle : TAK

Universitas Syiah Kuala


4

e. Dorsum Lidah : Warna coating : putih tipis pada 1/3 posterior


: TAK
f. Ventral Lidah : TAK
g. Dasar Mulut : TAK
h. Gingiva : Hiperemi dan udem. OHIS = 0,9 (baik)
i. Saliva : Konsistensi cair Halitosis : +/ -
j. Lain-lain : - Gigi 16, 26, 27, 36, 37, 47 : karies email (D3)
- Gigi 13, 14, 31, 41 : malposisi

1.7. Pemeriksaan Penunjang


Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang

1.8. Masalah Klinis


1) Mukosa Labial : Terdapat lesi ulser berwarna putih kekuningan
dikelilingi haloeritema, berjumlah 1,
berukuran 5x2 mm, berbentuk irregular, dan
berbatas jelas
2) Mukosa Bukal : Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 4x1 mm (kanan), 8x2 mm (kiri),
berbatas jelas, bilateral pada mukosa bukal
kanan dan kiri sepanjang bidang oklusal
3) RA/RB : Plak dan kalkulus, OHIS = 0,9 (baik)
4) 16, 26, 27, 36, 37, 47 : Karies email (D3)
5) 13, 14, 31, 41 : Malposisi gigi

1.9. Diagnosis
1) Mukosa Labial : Stomatitis Aphthous Recurrent (SAR) Minor
Diagnosis Banding : Traumatic Ulcer, Behcet’s Syndrom, Lesi
Sekunder Herpes
2) Mukosa Bukal : Linea Alba
Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) RA/RB : Gingivitis kronis lokalisata

Universitas Syiah Kuala


5

4) 16, 26, 27, 36, 37, 47 : Karies email (D3)


5) 13, 14, 31, 41 : Malposisi gigi

1.10. Rencana Perawatan dan Perawatan


1. K.I.E
 Komunikasikan kepada pasien bahwa sariawan mungkin disebabkan
karena sedang banyak pikiran
 Komunikasikan kepada pasien terdapat karang gigi di rahang atas dan
bawah serta instruksikan pasien untuk membersihkan karang giginya
ke dokter gigi
 Instruksikan kepada pasien untuk menambal gigi yang berlubang ke
dokter gigi
 Edukasikan pasien untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan
menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pagi sesudah sarapan dan malam
sebelum tidur dan instruksikan pasien untuk menyikat lidah
 Instruksikan pasien untuk menggunakan obat sesuai instruksi, yaitu
bersihkan dulu sariawan dengan kassa basah dan dikeringkan dengan
kassa kering. Kemudian, oleskan kenalog selapis tipis pada sariawan
dengan cotton bud sebanyak 2 kali sehari
2. RA/RB : pro scalling
3. 16, 26, 27, 36, 37, 47 : pro konservasi (GIC)
4. 13, 14, 31, 41 : pro orthodonti

Universitas Syiah Kuala


6

1.11. Status Kontrol


Kunjungan II (Tanggal 25 Juni 2019)
a. Anamnesis
Pasien datang ke RSGM untuk kontrol sariawannya. Pasien mengaku
sariawannya sudah sembuh dan tidak sakit lagi. Pasien mengaku menggunakan
obat kenalog 2 kali sehari dengan cara membersihkan sariawan dengan kassa
basah, lalu dikeringkan dengan kassa kering. Kemudian, dioleskan obat pada
daerah sariawan. Pasien mengaku berhenti menggunakan obat saat rasa sakit
sudah hilang. Pasien mengaku menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pagi setelah
makan dan malam sebelum tidur.

b. Masalah Klinis
1) Mukosa Labial : Lesi ulcer healing
2) Mukosa Bukal : Terdapat lesi plak putih berbentuk irregular,
berukuran 4x1 mm (kanan), 8x2 mm (kiri),
berbatas jelas, bilateral pada mukosa bukal kanan
dan kiri sepanjang bidang oklusal
3) RA/RB : Plak dan kalkulus, OHIS = 0, 9 (baik)
4) 16, 26, 27, 36, 37, 47 : Karies email (D3)
5) 13, 14, 31, 41 : Malposisi gigi

Gambar 1.2. Lesi Stomatitis Aphthous Recurrent healing pada saat control

Universitas Syiah Kuala


7

c. Diagnosis
1) Mukosa Labial : Stomatitis Aphthous Recurrent healing
Diagnosis Banding : Traumatic Ulcer, Behcet’s Syndrom, Lesi
Sekunder Herpes
2) Mukosa Bukal : Linea Alba
Diagnosis Banding : Frictional Hyperkeratosis, Leukoplakia
3) RA/RB Gingivitis kronis lokalisata
4) 16, 26, 27, 36, 37, 47 : Karies email (D3)
5) 13, 14, 31, 41 : Malposisi gigi

d. Rencana Perawatan
1. K.I.E
 Komunikasikan kepada pasien bahwa sariawannya sudah sembuh
 Instruksikan pasien untuk membersihkan karang gigi dan menambal gigi
yang berlubang ke dokter gigi
 Instruksikan pada pasien untuk tetap mengkonsumsi sayur dan buah
dengan rutin
 Edukasikan pasien untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan
menyikat gigi 2 kali sehari, yaitu pagi sesudah sarapan dan malam
sebelum tidur dan instruksikan pasien untuk menyikat lidah
 Edukasikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan
periksa kesehatan gigi dan mulut secara rutin 6 bulan sekali ke dokter
gigi
2. RA/RB : pro scalling
3. 16, 26, 27, 36, 37, 47 : pro konservasi (GIC)
4. 13, 14, 31, 41 : pro orthodonti

Universitas Syiah Kuala


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stomatitis Aphtous Ulcer


2.1.1. Definisi
Stomatitis Aphthous Recurrent (SAR) adalah penyakit inflamsi non
infeksius dan idiopatik yang dikarakteristikkan dengan adanya ulser yang
berulang (recurrent) pada mukosa oral pasien dengan tidak adanya tanda-tanda
lain dari penyakit sistemik.1,2 SAR merupakan penyakit oral mukosa yang
prevelensinya bervariasi pada setiap populasi antara 5-66% dengan prevelensi
rata-rata 20%.3

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab RAS masih belum diketahui secara pasti karena penyebabnya
tampak berbeda-beda pada setiap orang. Ada beberapa faktor predisposisi yang
diduga dapat menjadi pemicu timbulnya RAS yaitu faktor genetik, hematologic
atau abnormalitas imun, dan factor lokal (trauma dan merokok), defisiensi nutrisi,
pengaruh hormon, agen infeksi, stress, trauma, dan alergi. Walaupun penyebabnya
tidak diketahui, pengrusakan mukosa terjadi karena reaksi imunologik yang
dimediasi oleh sel T dengan produksi tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Factor
ini adalah sitokin inflamasi mayor dan berfungsi dalam membantu penargetan
epitelium permukaan untuk pengrusakan oleh sel T (CD8+). Bukti dari
pengrusakan mukosa oral yang dimediasi oleh sel T ini kuat, tapi penyebab
awalnya sulit dipahami dan sebagian besar sangat bervariasi.1,3
RAS memiliki kecenderungan untuk terjadi pada individu dengan
hubungan keluarga, misalnya kedua orang tuanya memiliki riwayat RAS.
Berdasarkan penelitian Ship, pasien dengan orangtua positif RAS memiliki
kemungkinan 90% untuk terjadinya RAS, sedangkan pasien dengan orang tua
tanpa RAS hanya memiliki kemungkinan 20% untuk terjadinya lesi.3 Defisiensi
nutrisi khususnya serum zat besi, asam folat dan vitamin B12 dilaporkan meningkat
pada 20% pasien yang mengalami RAS. Defisiensi zat besi biasanya diakibatkan
oleh haemorrhage kronis (dan saluran gastrointestinal atau genitourinary).

Universitas Syiah Kuala


9

Defisiensi asam folat dihubungkan dengan pola makan, malabsorpsi atau obat-
obatan (alkohol, antikonvulsan, carbamazepine dan beberapa obat sitotoksik).
Defisiensi vitamin B12 muncul pada vegetarian, pernicious anemia, setelah
gastrektomi dan penderita Crohn‘s disease. Pada pasien yang mengalami
defisiensi vitamin B12 dan asam folat, pemulihan defisiensi akan mempercepat
penyembuhan ulser.4,5 Pasien dengan sindrom malabsorpsi sekunder seperti celiac
desease (gluten-sensitive enteropathy) juga dilaporkan mengalami ulser aphthous.1
Beberapa pasien mengalami eksaserbasi ulserasi pada saat stress seperti
ketika mengahadapi ujian.4 Pasien dengan penghentian merokok, dapat terjadi
RAS pada beberapa kasus diduga berkaitan dengan mukosa barier yang
berkolerasi terhadap trauma pada mukosa oral. Orang yang berhenti merokok
akan menyebabkan menurunnya perlindungan mukosa barier yang dihubungkan
dengan menigkatnya trauma.3 Pada wanita, RAS dihubungkan dengan
menurunnya level progesteron pada fase luteal dan siklus menstruasi.1,3,6
Hubungan siklus menstruasi dengan RAS ditunjukkan oleh tingginya penderita
RAS pada wanita dibandingkan pria. Pengaruh ini dapat disebabkan oleh fluktuasi
kadar estrogen dan progesterone. Barier mukosa merupakan hal penting dalam
mencegah terjadinya SAR dan dapat menjelaskan bahwa SAR lebih sering terjadi
pada mukosa non keratin. Ketika barier mukosa meningkat, maka risiko terjadinya
SAR menurun, dan sebaliknya.3

2.1.3. Gambaran Klinis


SAR sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dengan persentase
80% dan individu yang terkena dilaporkan mengalami ulser pertama pada usia
sebelum 30 tahun. Ada tiga bentuk aphthous ulcer, yaitu aphthous ulcer minor,
mayor, dan herpetiform.3

1. Minor Aphtous Ulcerations


Pasien yang mengalami SAR minor hanya sedikit mengalami rekurensi
dan lesi individual menunjukkan durasi yang paling singkat dibandingkan dua tipe
SAR lainnya. Ulser hampir selalu muncul pada mukosa nonkeratin dan diawali
dengan makula eritema yang berkaitan dengan gejala prodromal seperti rasa

Universitas Syiah Kuala


10

terbakar, gatal, atau tersengat. Ulser berwarna putih kekuningan dengan membran
fibrinopurulen yang dapat dilepas yang dikelilingi oleh halo eritema. Diameter
ulser antara 3-10 mm dan dapat sembuh tanpa scar dalam 7-14 hari.3

Gambar 2.1. Minor Aphtous Ulcerations

2. Major Aphtous Ulcerations


SAR mayor lebih besar dibandingkan SAR minor dan menunjukkan durasi
paling lama (minggu sampai bulan). Ulserasi juga lebih dalam dibandingkan tipe
minor, diameter dari 1-3 cm. Lesi ini dapat sembuh dalam 2 sampai 6 minggu dan
menimbulkan scar. Jumlah lesi juga bervariasi dari 1 sampai 10. Area permukaan
oral manapun bisa terkena, tetapi mukosa labial, palatum lunak, dan tonsillar
fauces adalah lokasi yang paling sering terlibat. Onset terjadinya aphthous mayor
setelah pubertas dan berlanjut hingga 20 tahun atau lebih.3

11

Gambar 2.2. Mayor Aphtous Ulcerations


3. Herpetiform Aphtous Ulcerations

Universitas Syiah Kuala


Tipe ini menunjukkan jumlah lesi yang paling banyak dan paling sering
terjadi rekurensi. Lesi individual biasanya kecil, diameter 1 sampai 3 mm dan
dapat mencapai jumlah 100 lesi. Karena lesi ini kecil dan berjumlah banyak, lesi
superfisial mirip dengan infeksi HSV primer sehingga sulit dibedakan dengan
herpetiform. Lesi individual bergabung menjadi ulser irregular yang lebih besar.
Ulserasi sembuh dalam 7 sampai 10 hari. Rekurensi sering terjadi pada kasus ini.
Lokasi yang paling sering terlibat adalah mukosa bergerak nonkeratin tetapi
mukosa intraoral lain juga bisa terlibat. Cenderung terjadi pada wanita dan onset
terjadinya pada masa dewasa.3

Gambar 2.3. Herpetiform Aphtous Ulcerations

2.1.4. Gambaran Histopatologis


Gambaran histopatologis RAS tidak begitu khas. Lesi ulseratif awal
menunjukkan zona sentral ulserasi yang ditutupi oleh membran fibrinopurulen.
Pada area ulserasi yang dalam, jaringan lunak menunjukkan vaskularitas
meningkat dan campuran sel inflamasi yang berinfiltrasi yang mengandung
limfosit, histiosit dan leukosit polimorfonuklear. Epitel pada margin lesi
menunjukkan spongiosis dan sejumlah sel mononuklear pada sepertiga basilar.
Terlihat limfosit bercampur dengan histiosit pada jaringan ikat superfisial dan
dikelilingi pembuluh darah yang lebih dalam.3
Biopsi biasanya tidak diperlukan karena tampilan klinis SAR terlihat jelas.
Pada gambaran histopatologi tidak terlihat tampilan mikroskopik yang spesifik
dan tidak ada predominan dari limfosit CD4. Secara histologi, SAR tidak
memiliki gambaran mikroskipik yang spesifik. Namun, jika ada infeksi yang

Universitas Syiah Kuala


12

terlibat, gambaran mikriskopik akan terlihat sama pada ketiga tipe SAR.
Ditemukan sel mononuclear di jaringan submukosa dan perivaskular pada tahap
preulseratif. Sejumlah limfosit CD8 pada tahap ulser selanjutnya. Makrofag dan
sel mast juga terlibat.1,6

Gambar 2.4. Gambaran histopatologi SAR.

2.1.5. Perawatan dan Prognosis


Sebagian besar pasien dengan RAS ringan dapat atau tidak menerima
perawatan karena lesi self limiting atau dapat sembuh sendiri. Pada kasus ringan,
pemberian bland mouth rinse seperti sodium bikarbonat dicampur dengan air
hangat untuk menjaga kebersihan mulut. Untuk menghilangkan nyeri dan durasi
ulser dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta
menggunakan obat kumur seperti klorheksidin atau triklosan. Namun, untuk kasus
yang parah dapat diberikan steroid sistemik untuk kontrol rasa nyeri. Dosis
prednison yang rendah sampai sedang (20-40 mg per hari selama 1 minggu,
diikuti dengan setengah dari dosis awal pada minggu selanjutnya) untuk periode
jangka pendek sangat efektif. Obat-obatan yang dapat mengurangi jumlah atau
ukuran SAR mayor adalah colchicine, pentoxifylline, dapsone, dan thalidomide.2,6
Lesi individual dapat diinjeksi dengan triamcinolone acetonide atau 0.05%
13
clobetasol propionategel atau 0.05% halobetasol propionateointment.
Triamcinolonetablet juga dapat dilarutkan langsung di atas lesi.3
Antibiotik dapat digunakan dalam perawatan SAR dengan hasil cukup
sampai baik. Tetrasiklin yang digunakan secara topikal sering memberikan hasil

Universitas Syiah Kuala


yang baik. Selain efek antibakterinya, tetrasikllin juga mempercepat
penyembuhan ulser melalui inhibisi lokal matrix metalloproteinase (MMP). Dosis
tetrasiklin untuk perawatan SAR meliputi 250 mg kapsul tetrasiklin dicampur
dengan 30 mL air hangat lalu dikumur beberapa menit. Ini dilakukan 4 kali sehari
selama 4 hari. Hasil yang terbaik dapat dicapai jika obat kumur ini digunakan
pada hari pertama ulser muncul atau ketika dalam tahap prodromal.6

2.2. Diagnosis Banding


2.2.1. Lesi Sekunder Herpes
a. Definisi
Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) merupakan suatu kondisi adanya
erupsi vesikel pada kulit dan mukosa. Infeksi ini terjadi dalam dua bentuk, yaitu
primer (sistemik) dan sekunder (lokal). Recurrent intra oral herpes merupakan
infeksi sekunder akibat rekurensi virus HSV-1 yang tetap mengalami fase laten
pada ganglion saraf.4

a. Etiologi
Setelah infeksi primer, HSV-1 akan mengalami fase laten pada trigeminal
ganglion. Selama fase laten tersebut, tidak ada produksi virus serta tidak ada
MHC, antigen, serta tidak ada respon sel T. Virus dapat mengalami reaktivasi dan
dilepaskan ke saliva. Reaktivasi virus dapat menuju area lain dari nervus
trigeminus ke permukaan epitel kemudian mengalami replikasi dan terjadinya
erupsi vesikoulseratif. Lesi biasanya terbatas pada bibir atau ulserasi intraoral
karena sistem imun telah tersensitasi terhadap antigen HSV serta tidak adanya
gejala sistemik.1 Pemicunya antara lain cahaya matahari, stress, dan
imunosupresi.4

c. Gambaran Klinis
Kebanyakan lesi herpes sekunder terdapat pada vermillion border dan kulit
sekitarnya yang disebut herpes labialis. Lesi diawali oleh adanya rasa sakit,
terbakar, gatal atau geli dan dimulai dengan tipe lesi makula yang menjadi papula

Universitas Syiah Kuala


14

serta vesikel dalam 48 jam. Selanjutnya akan menjadi pustular dan scab selama 72
hingga 96 jam. Lesi tersebut dapat sembuh tanpa scar.1
Lesi recurrent intra oral herpes biasanya terdapat pada palatum keras dan
gingiva. Lesi dimulai dengan pembentukan vesikel berukuran 1 hingga 3 mm
yang dapat ruptur menyebabkan terbentuknya sekelompok daerah erythematous
yang menyebar dengan area sentral berwarna kekuningan pada ulserasi yang dapat
sembuh pada 7 hingga 10 hari.1,3

d. Perawatan
Perawatan untuk herpes labialis adalah pemberian acyclovir ointment in
polyethilene glycol yang merupakan formulasi inisial untuk terapi topikal. Pada
pasien immunocompromised dapat diberikan penciclovir cream. Selain itu, dapat
pula diberikan Acyclovir tabler 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari. Perawatan
untuk recurrent intraoral herpes antara lain pemberian obat kumur klorheksidin
dengan atau tanpa acyclovir.3

2.2.2. Traumatic Ulcer


a. Definisi
Traumatik ulser adalah lesi yang sering terjadi pada mukosa oral akibat
trauma mekanik, kimia, iatrogenik, dan termal.3

b. Etiologi
Injuri akut dan kronis pada mukosa mulut yang biasa terjadi. Ulserasi
dapat menetap dalam jangka waktu yang panjang, tetapi biasanya dapat sembuh
dalam beberapa hari. Lesi traumatik ini dapat ditemukan pada pasien dengan
disautonomia familial, yaitu gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan
merasakan sakit. Pada bayi dapat terjadi pula ulserasi sublingual serupa yang
disebut Riga-Fede disease sebagai akibat trauma mukosa kronis dari gigi sulung
15
anterior yang berdekatan dan sering berhubungan dengan proses menyusui. Ini
merupakan variasi dari ulserasi eosinofilik traumatik.1,3,6
Terdapat sumber iritasi yang berdekatan pada kebanyakan kasus traumatic
ulcer, biasanya berhubungan dengan kebiasaan menggigit bibir atau pipi,

Universitas Syiah Kuala


disfungsi motorik, kebersihan rongga mulut yang buruk, gigi yang rusak, protesa
lepasan yang tidak baik, dan iritasi dari restorasi yang tidak sesuai. 1,3,6 Ulserasi
juga dapat terjadi oleh karena faktor iatrogenik, yaitu akibat pemindahan cotton
roll yang melekat, tekanan negatif dari saliva ejector, dan mukosa terkena
instrumen secara tidak sengaja.6 Ulserasi juga dapat disebabkan oleh bahan kimia
dikarenakan asiditas ataupun alkalinitasnya dapat berperan sebagai iritan lokal
maupun kontak alergen, seperti pada penggunaan aspirin untuk mengurangi sakit
gigi, medikamen gigi karies, khususnya yang mengandung etsa, fenol, serta
hidrogen peroksida 30%. Ulser juga dapat disebabkan oleh luka bakar termal, baik
oleh makanan atau disebabkan oleh bahan cetak termoplastik, material compound
yang dipanaskan, atau sendok cetak buatan, serta akibat terapi radiasi dan
kemoterapi.6 Presentasi klinis sering menunjukkan penyebabnya, tetapi banyak
kasus menyerupai karsinoma sel skuamosa ulseratif awal. Biopsi perlu dilakukan
untuk mengeksklusi hal tersebut dalam kondisi ini.3

c. Gambaran Klinis
Mukosa bukal, bibir, dan lidah merupakan area yang paling sering terjadi
traumatik ulser yang mudah terlukai oleh gigi. 1,3 Lesi pada palatum, gingiva, dan
lipatan mukobukal dapat terjadi akibat sumber iritasi lainnya.3,6

Gambar 2.5. Lesi Traumatik Ulser

Lesi akut biasanya muncul sebagai area eritema yang dikelilingi membran
fibrinopurulen kuning yang dapat sembuh dalam 7 hingga 10 hari apabila
penyebabnya dihilangkan.3,5 Lasi kronis memiliki batas putih hiperkeratosis
terlipat berbatasan dengan area ulserasi dengan rasa nyeri yang minimal atau tidak

Universitas Syiah Kuala


16

ada.3,6 Penyembuhannya biasanya dalam waktu yang lama dan gambaran klinisnya
menyerupai karsinoma dan ulser infeksius.6
Ulserasi eosinofilik biasa terjadi tetapi jarang dilaporkan. Lesi dapat terjadi
pada individu dari berbagai usia yang didominasi oleh laki-laki. Kondisi ini terjadi
pada bibir, gingiva, lidah, mukosa bukal, dasar mulut, dan palatum dengan ukuran
mencapai 1-2 cm. Lesi dapat berlangsung dari 1 minggu hingga 8 bulan. Ulserasi
tampak sangat mirip dengan traumatic ulcer sederhana, tetapi terkadang jaringan
granulasi proliferatif di bawahnya dapat menghasilkan lesi yang mirip dengan
granuloma pyogenik.1 Riga-Fede disease biasanya muncul berhubungan dengan
gigi bayi antara usia 1 minggu dan 1 tahun,3 Area yang paling umum dijumpai
adalah permukaan ventral anterior lidah, walapun dapat pula mengenai permukaan
dorsal. Lesi pada bagian ventral berkaitan dengan insisivus anterior mandibula
dan lesi pada permukaan dorsal berkaitan dengan insisivus rahang atas. 1,3 Ulser
yang terjadi dapat asimtomatik dan bertahan hingga berbulan-bulan. Gambaran
yang mirip dengan penyakit Riga-Fede disease dapat menjadi temuan awal dalam
berbagai kondisi neurologis seperti Disautonomia Familial (sindrom Riley-Day),
sindrom Tourette, sindrom Lesch-Nyhan, penyakit Gaucher, Cerebral Palsy, atau
ketidakmampuan merasakan nyeri.3 Ulserasi eosinofilik atipikal biasanya terjadi
pada orang dewasa yang sebagian besar kasus ditemukan pada pasien yang
berusia lebih dari 40. Lidah merupakan area yang paling sering terkena, namun
dapat juga mengenai bibir, gingiva, lipatan mukobukal, mukosa bukal, dan
mukosa alveolar.3

d. Gambaran Histopatologis
Traumatik ulser ditutupi oleh membran fibrinopurulen yang terdiri dari
fibrin bercampur dengan neutrofil.3,7 Membran fibrinopurulen bervariasi
ketebalannya dan dekat dengan epitel permukaan yang normal atau sedikit
hiperplasia dengan atau tanpa hiperkeratosis. Dasar ulser terdiri dari jaringan
17
granulasi yang mengandung campuran infiltrat inflamasi limfosit, histiosit,
neutrofil, dan terkadang, sel plasma.3,7
Polanya sangat mirip pada pasien dengan ulserasi eosinofilik. Namun,
infiltrasi inflamasi meluas ke jaringan yang lebih dalam hingga ke serabut skeletal

Universitas Syiah Kuala


dan menunjukkan lapisan limfosit dan histiosit bercampur dengan eosinofil1,3,6
Terdapat degenerasi otot yang berhubungan dengan jumlah eosinofil dan sel yang
menyerupai mononuklear histiosit.1 Jaringan ikat vaskular pada bagian dalam
ulserasi dapat menjadi hiperplastik dan menyebabkan elevasi permukaan. 3
Ulserasi eosinofilik atipikal menunjukkan banyak gambaran ulserasi eosinofilik
traumatik, tetapi jaringan yang lebih dalam digantikan oleh proliferasi seluler
yang tinggi oleh sel-sel limforetikular yang besar. Sel atipikal besar bercampur
dengan limfosit dan eosinofil. Beberapa peneliti menunjukkan sel-sel tersebut
menjadi limfosit T yang sebagian besar bereaksi dengan CD30.3

e. Perawatan dan Prognosis


Traumatik ulser yang diketahui sumber penyebabnya harus dihilangkan.
Jika terdapat rasa sakit, perawatan topikal lebih menguntungkan seperti
kortikosteroid topikal.1 Dyclonine HCL atau hydroxypropyl cellulose film dapat
diaplikasikan untuk mengurangi rasa sakit sementara. 1 Namun, penggunaan
kortikosteroid dalam penanganan traumatik ulser masih kontroversial. Beberapa
dokter menyatakan penggunaan obat tersebut dapat menunda penyembuhan. 1
Namun, peneliti lain melaporkan keberhasilan kortikosteroid (misalnya
penggunaan injeksi steroid intralesional) untuk mengobati traumatic ulcer
kronis.1,3 Kontrol rasa sakit sementara juga dapat dihilangkan dengan anestesi
topikal (lidokain kental) atau penggunaan lapisan pelindung.1,3 Jika penyebabnya
tidak jelas, atau jika lesi tidak merespon terapi yang diberikan hingga periode dua
minggu, maka biopsi insisi diindikasikan. Penyembuhan yang cepat setelah
dilakukan biopsi merupakan gambaran khas ulserasi eosinofilik tanpa adanya
rekurensi.1,3,6 Debridement luka juga sering memicu penyembuhan menyeluruh
seperti menggunakan obat kumur natrium bikarbonat dengan air hangat, walaupun
sepertiga kasus terjadi rekurensi.1,6 Penggunaan nightguard pada gigi bawah juga
dapat membantu mengurangi trauma pada saat tidur.1
Pencabutan gigi sulung anterior telah terbukti dapat menyembuhkan
ulserasi pada kasus Riga-Fede disease, tetapi giginya harus dipertahankan apabila
stabil. Pengikisan mamelon insisal, penutupan gigi dengan komposit atau film
selulosa, pembuatan pelindung, atau penghentian menyusui telah dicoba dengan
keberhasilan yang bervariasi.3

Universitas Syiah Kuala


2.2.3. Behcet’s Syndrome
a. Definisi
Behcet’s syndrome pertama kali dikenalkan oleh dermatologis Hulusi
Behcet yang berasal dari Turki sebagai triad symptoms yaitu ulser oral rekuren,
ulser genital rekuren, dan keterlibatan mata.1 Behcet’s syndrome merupakan
penyakit inflamasi multisistem yang jarang terjadi (gastrointestinal,
kardiovaskular, ocular, CNS, sendi, paru-paru, kulit) yang mana SAR merupakan
tanda yang selalu ada. Meskipun manifestasi oral relatif kecil, keterlibatan area
lain khususnya mata dan CNS dapat menjadi hal yang serius.4

b. Etiologi
Penyebab kondisi ini awalnya tidak diketahui, meskipun mekanisme
penyakit ini merupakan disfungsi imun berupa gambaran vaskulitis. Sindrom
Behcet mengalami faktor predisposisi genetik, khususnya frekuensi adanya
antigen human leukosit HIA-B51. Beberapa faktor lain juga diduga adanya
keterlibatan virus.4 Behcet’s syndrome merupakan vaskulitis sistemik yang
dikarakteristikkan dengan hiperaktivitas neutofil dengan peningkatan kemotaksis
dan sitokin inflamatori IL-8 dan IL-17, dengan TNF-α memainkan peran besar.1

c. Gambaran Klinis
Lesi Behcet’s syndrome biasanya mengenai rongga mulut (insidensi
100%), genital (62% kasus), dan mata dengan insiden tertinggi terdapat pada
dewasa muda antara 25-40 tahun.1 Regio lain atau sistem organ lainnya jarang
16
terlibat. Arthritis rekuren pada lengan, kaki, dan lutut dapat saling berhubungan.
Manifestasi pada kardiovaskular merupakan hasil dari vaskulitis dan thrombosis.
Lesi pada kulit meliputi papula eritematous, vesikel, pustula, pyoderma,
19
folliculitis, dan lesi mirip eritema nodosum. Manifestasi oral tampak adanya ulser
yang menyerupai SAR. Ulser biasanya seperti bentuk SAR minor. Perubahan
ocular ditemukan pada sebagian pasien dengan sindrom Behcet. Uveitis,
konjungtivitis, dan retinitis terjadi pada proses inflamasi yang lebih sering terjadi.
Lesi genital berupa lesi ulser dan menyebabkan sakit dan
ketidaknyamanan. Nyeri pada ulser dapat terjadi di sekeliling anus. Inflamasi usus

Universitas Syiah Kuala


dan gangguan neurologis juga terjadi pada beberapa pasien.4 Keterlibatan mata
dijumpai pada 70-85% kasus dan paling sering terjadi pada pria. Temuan yang
paling sering terlihat adalah uveitis posterior, konjungtivitis, ulserasi kornea,
papilledema, dan arteritis. Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) jarang terjadi,
namun jika terjadi berhubungan dengan prognosis buruk. Pasien dengan
keterlibatan SSP menunjukkan beberapa perubahan seperti mengalami paralisis
dan demensia parah.3

Gambar 2.3. Ulser oral dan Behcet’s syndrome konjungtivitis.6

d. Gambaran Histopatologis
Limfosit T lebih menonjol pada lesi ulser sindrom Behcet. Namun,
infiltrasi neutrophil tampak di dalam dinding pembuluh darah (vaskulitis).
Dukungan imunopatologis juga berperan mendukung target vaskular pada kondisi
ini yang berasal dari immunoglobulin dan komplemen pada dinding pembuluh
darah.4

e. Perawatan
Tidak ada standar terapi sindrom Behcet.4 Ulserasi oral dan genital
biasanya responsif terhadap kortikosteroid topikal poten atau intralesional atau
tacrolimus topikal. Pada kasus yang parah, terapi tersebut dikombinasikan dengan
colchicine atau dapsone. Pasien yang tidak responsif terhadap perawatan awal
sering memberikan hasil yang baik terhadap pemberian thalidomide, methotrexate
dosis rendah, kortikosteroid sistemik, atau infliximab (antibodi anti TNF-α).3
Pasien dengan keterlibatan mata atau sistem saraf pusat membutuhkan terapi yang
lebih agresif, seperti kombinasi agen immunosupresif dan immunomodulator
sistemik (contoh: kortikosteroid, siklosporin, azathioprine, interferon α2a,

Universitas Syiah Kuala


siklofosfamid).1 Prognosis baik jika tidak ada penyakit sistem saraf pusat atau
komplikasi vaskular yang signifikan.3

Universitas Syiah Kuala


BAB 3
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan diagnosis Stomatitis Aphthous


Recurrent (SAR) Minor. Dari hasil anamnesa diketahui pasien datang dengan
keluhan adanya sariawan pada bagian dalam bibir bawah yang muncul secara tiba-
tiba sejak 7 hari yang lalu. Sariawan tersebut berjumlah 1, berwarna putih
kekuningan, dan berukuran 5x2 mm. Pasien mengaku ukuran sariawan awalnya
kecil dan kemudian membesar. Pasien pernah mengalami sariawan sebelumnya
tetapi lokasinya berbeda. Pasien mengaku sariawannya mengganggu dan terasa
sakit ketika makan dan minum. Sariawan tersebut belum pernah diberikan obat
sebelumnya. Pasien mengaku sedang banyak pikiran karena tuntutan kuliah.
Pasien sedang tidak mengalami mestruasi. Pasien suka makan buah tapi tidak suka
makan sayur. Pasien memiliki alergi makanan terhadap ayam dan seafood. Pasien
mengaku sebelumnya tidak pernah tergigit atau terbentur sikat gigi dan sariawan
tersebut tidak pernah terdapat di bagian tubuh lain. Pasien tidak mengalami
demam, nyeri sendi, dan sakit kepala. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit
dan sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral ditemukan lesi ulser berwarna putih kekuningan dikelilingi
haloeritema, berjumlah 1, berukuran 5x2 mm, berbentuk irregular, dan berbatas
jelas lesi. Berdasarkan literatur, tampilan klinis dari SAR adalah ulser berwarna
putih kekuningan dikelilingi halo erythema. Ulser umumnya muncul pada mukosa
nonkeratin seperti mukosa labial dan bukal yang paling sering terlibat.4 Lesi dapat
diklasifikasikan sebagai RAS minor karena berukuran antara 3-10 mm. Dapat
sembuh tanpa scar dalam 7-14 hari.1 Penyebab dari SAR tidak diketahui namun
diduga berhubungan dengan reaksi imunologi yang dimediasi sel T. selain itu
terdapat beberapa faktor lain yang diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
SAR seperti alergi, predisposisi genetik, perubahan hormon, faktor imun,
defisiensi nutrisi, non-perokok, stress dan trauma.2
Pada kasus ini, pasien diberikan KIE bahwa sariawan muncul dikarenakan
mungkin pasien sedang banyak pikiran. Pasien diberikan medikasi obat Kenalog

21

Universitas Syiah Kuala


22

in Orabase yang digunakan 2 kali sehari dengan cara dibersihkan dulu sariawan
dengan kassa basah dan dikeringkan dengan kassa kering, kemudian dilanjutkan
dengan mengoleskan obat menggunakan cotton bud untuk mengurangi gejala dan
keluhan nyeri pada pasien. Pasien juga disarankan agar mengkonsumsi buah dan
sayur-sayuran untuk mempercepat penyembuhan Pada kunjungan kedua terlihat
lesi sudah sembuh dan tidak meninggalkan scar.

Universitas Syiah Kuala


BAB 4
KESIMPULAN

Pasien berinisial SM berumur 18 tahun berjenis kelamin perempuan


didiagnosis dengan Stomatitis Aphthous Recurrent minor. Pasien diobati dengan
Kenalog in Orabase. Obat tersebut digunakan sebagai obat oles yang digunakan 2
kali sehari. Pasien juga diberikan theragram untuk menambah asupan vitamin
yang dikonsumsi sehari sekali. Pasien juga diinstruksikan memperbanyak
konsumsi buah dan sayuran. Pasien juga diberikan edukasi untuk menjaga
kebersihan gigi dan mulut. Pada saat kontrol, lesi sudah sembuh dan tidak terasa
sakit lagi serta kemerahan di sekitar lesi telah hilang.

23

Universitas Syiah Kuala


DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg, Glick. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed.
2008. p.37, 59-60, 73-7
2. Coleman, GC, Nelson JF. Ptinciples of Oral Diagnosis. 1st ed. Missori:
Mosby. 1993. p.340
3. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders. 2002. p.303-8, 219-220
4. Scully, Crispian. Oral & Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. 3rd ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2013. p.226-32,
302-7.
5. Cawson, RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine. 8th ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2008. p.220-25.
6. Regezi J, Sciubba JJ, Richard C.K J. Oral Pathology Clinical Pathologic
Correlation. 4th ed. Missouri: Elsevier Saunders. 2003. p.1, 3-6, 22-6, 37-41,
42
7. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Little and Falace’s Dental
Management of the Medically Compromised Patient. St.Louis: Elsevier.
2013. p. 176-7.

24

Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai