TUTORIAL
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
DIARE AKUT
Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Siti Aminah
1810029034
Pembimbing:
dr. Ahmad Wisnu Wardhana, Sp.A
REFLEKSI KASUS
DIARE AKUT
Oleh:
Siti Aminah
1810029034
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “ Diare Akut”. Refleksi kasus ini
disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Ahmad Wisnu Wardhana , Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Gastrologi/Hepatologi
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir
kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Maret 2019, di ruang Melati.
Heteroanamnesa oleh ibu kandung pasien.
I II III IV Booster I
BCG + //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio + + + /////// /////////
Campak - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT + + + //////////// -
Hepatitis B + + + ////////// -
Regio Kepala/Leher
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter
Mulut : Lidah kotor (-), faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-),
Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Regio Abdomen
Palpasi : Shouffle (+), asites (-), nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali
Regio Ekstremitas
Makroskopis
Warna Kuning hijau
Konsistensi Lembek
Darah -
Lendir -
Mikroskopis
Eritrosit 0-2
Leukosit 0-2
Amoeba -
Kista -
Telur cacing -
Sisa amylum -
Sisa lemak -
Diagnosis :
2.6 Penatalaksaan:
IGD:
- KAEN 4A 60 cc/hari
O: KU sedang, kesadaran P :
PB: 60 cm
6 Maret S: BAB sudah tidak cair, A :
O: KU sedang, kesadaran P :
3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologi atau normal (Juffrie, et al.,
2015).
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air dalam tinja melebihi normal (10ml/KgBB/hari) dengan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang
defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal
selama tumbuh kembangnya baik (Chris, 2016).
3.3 Etiologi
Dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus
yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, &
Mulyani, 2015).
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin. Beberapa penyebab diare akut
yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut :
3.4 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare (Juffrie, Soenarto,
Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015):
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di
usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas,
inflamasi dan imunologi (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
celiac sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan
tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti
Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter.
Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik,
akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan
enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal
membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti
protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin
pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare
osmotik (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare
tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus
mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase,
pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH,
setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose (Juffrie, et al.,
2015; Chris, 2016).
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016) :
a. Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi
vili.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
c. Blood-Borne Secretagogues.
Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel
non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA). Diare
yang disebabkan tumor ini termasuk jarang.5 Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua
enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan
diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas
mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam
empedu dan berbagai penyakit lain (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, et al., 2015; Chris,
2016).
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Berbagai mediator pada reaksi diatas akan menyebabkan luas
permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
3.6 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak ada lendir dan
darah. Adanya muntah (volume dan frekuensinya). Tanda dehidrasi (rasa
haus, anak rewel/lemah, BAK terakhir). Kencing : biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Apakah juga terdapat
demam atau penyakit penyerta lainnya seperti : batuk, pilek, otitits media,
campak, kejang (Roespandi & Nurhamzah, 2011).
Perlu ditanyakan juga jumlah cairan yang masuk, riwayat makan
minum, penderita sekitar, tindakan yang telah dilakukan ibu selama diare
(memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau Rumah sakit dan obat-
obtan yang diberikan serta riwayat imunisasinya) (Roespandi & Nurhamzah,
2011).
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa pada pasien diare adalah
(Roespandi & Nurhamzah, 2011) :
1. Berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan
(Pernapasan cepat dan dalam indikasi adanya asisdosis metabolik) serta
tekanan darah.
2. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi :
a. kesadaran,
b. rasa haus
c. turgor kulit abdomen
d. tanda-tanda lainnya (ubun-ubun besar cekung atau tidak)
e. mata (cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata), bibir, mukosa dan
lidah kering atau basah
3. Pemeriksaan abdomen mendengarkan bising usus lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karen perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara :
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subjeyktif dengan mengunakanWHO, skor Maurice King, kriteria MMWR
dan lain-lain.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya paada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain seperti diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan dareah
lengkap, kultur urin dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih
(Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Pemeriksaan penunjang yang kadang-kadang diperlukan pada diare
akut :
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik
2. Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semu penderita dengan
diare meskipun laboratorium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan
oleh enterotksin virus, protozoa atai disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan oleh infeksi
bakteri yang menghasilkan sitokin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
Histolytica, B. Coli, T. Trichiuria
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja
Tinja berbau busuk didapatkan infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptospordium dan Strongyloides
b. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya
proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas
atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit
PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal (Juffrie, et al., 2015;
Chris, 2016).
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk
mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah
resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu
atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare
yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum
bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja
(Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk
diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.
hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar.
Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada
tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan
kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista
sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi
tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir
selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati (Juffrie, et al., 2015;
Chris, 2016).
3.7 Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015):
4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan
memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora
usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit
disembuhkan (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited
dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 – 20%)
yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella,
Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya
(Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
(Nelson, 2016)
5. Nasihat kepada orang tua
Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari
(Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
A. Rencana Terapi A (Diare Akut Tanpa Dehidrasi)
B. Rencana Terapi B (Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang)
C. Rencana Terapi C (Diare Akut Dehidrasi Berat)
BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, Anamnesis:
kram perut dan muntah. Pasien dibawa orang tuanya dengan
Penderita dengan diare cair dapat keluhan diare sejak 1 hari yang lalu.
menyebabkan dehidrasi, asidosis Diare dalam sehari lebih dari 10 kali
metabolik dan hypokalemia dengan konsistensi cair, berwarna
Bila terdapat panas kuning kehijauan, ampas sedikit
dimungkinkan karena proses bercampur dengan banyak air dan
peradangan atau akibat dehidrasi. disertai lendir dan darah. Darah yang
Panas badan umum terjadi pada terlihat berupa gumpalan dan terjadi 2
penederita inflammatory diare. kali saat BAB. Ibu pasien juga
Mual dan muntah adalah simptom yang mengeluhkan anaknya muntah lebih dari
non spesifik akan tetapi muntah mungkin 5 kali dalam sehari. Ibu pasien
disebabkan oleh karena organisme yang mengatakan sekarang anaknya tampak
menginfeksi saluran cerna bagian atas lemas dan menolak untuk minum susu.
speri ; enterik virus, bakteri yang Selain itu, ibu pasien juga mengeluhkan
memprouksi enterotoksin, giardia dan anaknya demam 1 hari sebelumnya, naik
cryptosporidium. turun dan tidak diberi obat penurun
Muntah juga sering terjadi pada non panas.
inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri
perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukkan bahwa saluran cerna
bagian atas terkena.
Perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, Pemeriksaan Fisik :
frekuensi denyut jantung dan pernapasan Regio Kepala/Leher
(Pernapasan cepat dan dalam indikasi
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-
adanya asisdosis metabolik) serta
/-), pupil isokor, mata cekung (+/+),
tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda pernafasan cuping hidung (-), mukosa
utama dehidrasi :
bibir kering (-),
1. kesadaran,
Regio Abdomen
2. rasa haus
3. turgor kulit abdomen Inspeksi : Cembung, distensi (-)
4. tanda-tanda lainnya (ubun-ubun
Auskultasi : Bising usus (+) kesan
besar cekung atau tidak)
normal
5. mata (cowong atau tidak, ada atau
tidaknya air mata), bibir, mukosa Perkusi : Distribusi timpani di seluruh
dan lidah kering atau basah
abdomen.
Pemeriksaan abdomen mendengarkan
Palpasi : Shouffle (+), asites (-), nyeri
bising usus lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan tekan empat kuadran (-), hepatomegali
ekstremitas perlu karena perfusi dan
(-), splenomegali (-) , pembesaran KGB
capillary refill dapat menentukan
inguinal (-).
derajat dehidrasi yang terjadi.
Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien anak laki-laki An. ZAR. usia 6 bulan
yang didiagnosis dengan Diare Akut, dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai
dengan literatur yang mendukung pada kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chris, T. (2016). Kapita Selekta Kedokteran (Vol. I). Jakarta: Media Aesculapius.
Juffrie, M., Soenarto, S. S., Oswan, H., Arief, S., Rosalina, I., & Mulyani, N. S.
(2015). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Dalam B. Subagyo, &
N. B. Santoso, Diare Akut (hal. 82-118). Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Roespandi, H., & Nurhamzah, W. (2011). Pedoman pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit. Jakarta: World Health Organization Indonesia.
KEMENKES RI. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Soenarto, Y. (2015). Diare Kronis dan Diare Persisten. Dalam I. D. Indonesia, Buku
Ajar Gastroenterohepatologi. Jakata, Indonesia: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.