Anda di halaman 1dari 42

SMF & Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

TUTORIAL
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

DIARE AKUT
Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Siti Aminah
1810029034

Pembimbing:
dr. Ahmad Wisnu Wardhana, Sp.A

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA, JANUARI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS

DIARE AKUT

Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Anak

Oleh:

Siti Aminah
1810029034

Pembimbing:

dr. Ahmad Wisnu Wardhana, Sp.A

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “ Diare Akut”. Refleksi kasus ini
disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Ahmad Wisnu Wardhana , Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Gastrologi/Hepatologi
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir
kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Maret 2019

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) Diare merupakan masalah


kesehatan yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Penyakit diare
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di dunia. Selain itu
diare adalah penyebab kematian kedua setelah pneumonia pada anak dibawah
lima tahun. Diare dapat berlangsung selama beberapa hari, sehingga tubuh
dapat kehilangan cairan yang penting seperti air dan garam yang diperlukan
untuk kelangsungan hidup. Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare
karena mengalami dehidrasi berat dan kehilangan cairan. Diare merupakan
gangguan Buang Air Besar (BAB) ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari
dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah (RISKESDAS, 2013;
Berhe, Minhret, & Yitayih, 2016).
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak
saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih
sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat.6 Diare akut yang diderita anak balita di negara
berkembang dapat berlanjut dan menetap menjadi diare persisten. Di Indonesia,
diperkirakan 1-9 % pasien diare akut akan berkembang menjadi diare persisten
(RISKESDAS, 2013; Berhe, Minhret, & Yitayih, 2016)..
Banyak hasil diperoleh di bidang penanggulangan diare, namun hingga
kini diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan
balita di negara sedang berkembang. Episode diare setiap tahun di Indonesia
masih berkisar sekitar 60 juta dengan kematiannya sebanyak 200.000-250.000.
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 angka kematian karena
diare merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar yang besarnya
7/1000 penduduk. Angka ini merupakan angka tertinggi diantara semua
penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% penyebab
kematian anak balita disebabkan oleh diare. Dari data-data diatas menunjukkan
bahwa diare pada anak masih merupakan masalah yang memerlukan
penanganan yang komprehensif dan rasional (RISKESDAS, 2013; Berhe,
Minhret, & Yitayih, 2016).

1.2 Tujuan Penulisan


1) Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2) Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang


terdapat langsung pada kasus.
BAB 2
RESUME KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : An. ZAR
Umur : 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Wahab Sjahranie Gang II Sabian, Air Hitam
MRS tanggal 4 Maret 2019

Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. R Nama Ibu : NY. S
Umur : 28 Tahun Umur :23 Tahun
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Maret 2019, di ruang Melati.
Heteroanamnesa oleh ibu kandung pasien.

2.2.1 Keluhan Utama


Diare

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSUD AWS Samarinda dibawa orang tuanya dengan keluhan
diare sejak 1 hari yang lalu. Diare dalam sehari lebih dari 10 kali dengan konsistensi
cair, berwarna kuning kehijauan, ampas sedikit bercampur dengan banyak air dan
disertai lendir dan darah. Darah yang terlihat berupa gumpalan dan terjadi 2 kali saat
BAB. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya muntah lebih dari 5 kali dalam sehari.
Muntah biasanya timbul setiap pasien diberi minum susu. Ibu pasien mengatakan
sekarang anaknya tampak lemas dan menolak untuk minum susu. Keluhan batuk pilek
tidak ada. Selain itu, ibu pasien juga mengeluhkan anaknya demam 1 hari sebelumnya,
naik turun dan tidak diberi obat penurun panas.
2.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu:
Diare 1 bulan yang lalu
2.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada riwayat penyakit asma, DM, hipertensi, dan kelainan jantung di
keluarga.
2.2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Berat badan sekarang : 7 kg
Tinggi badan sekarang : 60 cm
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : Belum bisa
Berdiri : Belum bisa
Berjalan : Belum bisa
Berbicara : Belum bisa
Tumbuh gigi : Belum bisa
2.2.4 Makan dan minum anak
ASI : Tidak
Susu Formula : Sejak lahir-sampai sekarang
Makanan lunak : 5 bulan
Lauk dan Makan Padat : Belum
2.2.5 Pemeliharan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
Obat-obatan yang pernah diminum : Tidak ada
2.2.6 Riwayat Kelahiran
Lahir di : Klinik bidan
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : Aterm
Jenis partus : Pervaginam
2.2.7 Riwayat Imunisasi
Imunisasi

I II III IV Booster I
BCG + //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio + + + /////// /////////
Campak - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT + + + //////////// -
Hepatitis B + + + ////////// -

2.3 Pemeriksaan fisik


Dilakukan pada tanggal 5 Maret 2019
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis GCS: E4V5M6
Tanda Vital
 Frekuensi Nadi : 136 x/menit, nadi kuat angkat
 Frekuensi Napas : 40 x/menit
 Temperatur : 35.8 oC
 SpO2 : 98 %
 Berat badan : 7.000 gram
 Panjang badan : 60 cm

Regio Kepala/Leher

Kepala : Normosefal. Rambut berwarna hitam. Ubun-ubun besar menutup.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter

3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), mata cekung (+/+)

Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : Lidah kotor (-), faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-),

pembesaran tonsil (-/-), gusi berdarah (-).


Leher : Pembesaran KGB (-/-).

Regio Thorax

Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : Pergerakan nafas simetris dekstra = sinistra.

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.

Auskultasi : Vesikuler (+/+). rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara jantung

murmur (-), gallop (-).

Regio Abdomen

Inspeksi : Cembung, distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Distribusi timpani di seluruh abdomen.

Palpasi : Shouffle (+), asites (-), nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali

(-), splenomegali (-) , pembesaran KGB inguinal (-).

Regio Ekstremitas

Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”

2.4 Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan darah lengkap :

Hematologi 14/02/2019 Nilai Rujukan


Leukosit 15.200/µl 3.100-4.300/µl

Hemoglobin 12.3 g/dl 13,4-19,8 g/dl

Hematokrit 36.9% 31,0-41,0%

MCV 72.2 fL 81,0-99,0 fL

MCH 24.1 pg 27,0-31,0 pg

MCHC 33.4 g/dl 33,0-37,0 g/dl

PLT 537.000/µl 150.000-450.000/µl

GDS 103 mg/dL 70-140 mg/dL

Natrium 135 mmol/L 135-155 mmol/L

Kalium 4,0 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L

Chloride 106 mmol/L 98-108 mmol/L

Pemeriksaan Feses (05/03/2019)

Makroskopis
Warna Kuning hijau
Konsistensi Lembek
Darah -
Lendir -
Mikroskopis
Eritrosit 0-2
Leukosit 0-2
Amoeba -
Kista -
Telur cacing -
Sisa amylum -
Sisa lemak -
Diagnosis :

- Diare Akut dengan dehidrasi ringan-sedang

2.6 Penatalaksaan:

IGD:

- Konsul dr. Sp.A

- KAEN 4A 60 cc/hari

- Cefixime 2x30mg (pulv)

- Cek feces lengkap, SE

- Paracetamol drop 3 x 0,6 cc

2.7 Follow Up:

Tanggal Pemeriksaan Terapi

5 Maret S: BAB cair saat subuh 2 A :

2019 kali. Muntah 2 kali. Tidak Diare Akut dehidrasi ringan-sedang

mau minum susu.

O: KU sedang, kesadaran P :

CM, - KAEN 4A 60 cc/hari

Nadi 136x/i, RR 40x/i, - Cefixime 2x30mg (pulv)

Suhu 35,8oC SpO2 98% - Paracetamol drop 3 x 0,6 cc

BB: 7 kg - Zinc 1x1 tab

PB: 60 cm
6 Maret S: BAB sudah tidak cair, A :

2019 berwarna kuning hijau, Diare Akut dehidrasi ringan-sedang

lendir (-). Muntah (-)

O: KU sedang, kesadaran P :

CM, - KAEN 4A 60 cc/hari

Nadi 128x/i, RR 39x/i, - Cefixime 2x30mg (pulv)

Suhu 35,3oC SpO2 98% - Paracetamol drop 3 x 0,6 cc

BB: 7 kg - Zinc 1x1 tab

PB: 60 cm - Rencana pulang


BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologi atau normal (Juffrie, et al.,
2015).
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air dalam tinja melebihi normal (10ml/KgBB/hari) dengan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang
defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal
selama tumbuh kembangnya baik (Chris, 2016).

3.2 Cara Penularan dan Faktor Resiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontal
langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid,
field) (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).
Fakor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang
bururk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis dan cara
penyampihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare anatra lain :
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik
(KEMENKES RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).

3.3 Etiologi
Dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus
yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, &
Mulyani, 2015).
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin. Beberapa penyebab diare akut
yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut :

Penyebab Diare Akut


Golongan Bakteri 1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridum perfringens
5. Clostridum defficile
6. Escherchia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
Golongan Virus 1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus*
8. Cytomegalovirus*
Golongan Parasit 1. Valantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolitica
5. Giardia lamblia
6. Isospora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichiura
Tabel 3.1. Etiologi Penyebab Diare Akut (Nelson, 2015).

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare


akut pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik,
Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada
lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi
dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya
digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung tertunda
telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk (Juffrie, Soenarto, Oswan,
Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk
kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami
atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus
melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang
tidak sempurna (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui
pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta
merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2)
malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa (Juffrie, Soenarto, Oswan,
Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun
penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal.
Kenaikan kerentanan bayi (dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang
dewasa) sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat
berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus,
tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes
nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat
memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah
dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief,
Rosalina, & Mulyani, 2015).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP,
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli
agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir
sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus
sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk
ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua
bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri
(Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).

3.4 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare (Juffrie, Soenarto,
Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015):
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di
usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas,
inflamasi dan imunologi (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
celiac sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan
tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti
Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter.
Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik,
akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan
enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal
membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti
protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin
pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare
osmotik (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare
tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus
mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase,
pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH,
setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose (Juffrie, et al.,
2015; Chris, 2016).
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016) :
a. Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi
vili.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
c. Blood-Borne Secretagogues.
Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel
non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA). Diare
yang disebabkan tumor ini termasuk jarang.5 Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua
enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan
diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas
mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam
empedu dan berbagai penyakit lain (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, et al., 2015; Chris,
2016).
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Berbagai mediator pada reaksi diatas akan menyebabkan luas
permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air (Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).

3.5 Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sitemik bervariasi tergantung pada penyebabnya (Roespandi &
Nurhamzah, 2011; Juffrie, et al., 2015)
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah
bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovlemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi menurut tonisitas plasma dapa beruoa dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa berupa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang
atau dehidrasi berat (Roespandi & Nurhamzah, 2011; Juffrie, et al., 2015).
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, ostemielitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bisa berupa parathesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C. Bouolinum) (Roespandi
& Nurhamzah, 2011; Juffrie, et al., 2015).
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penederita inflammatory
diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada bagian bawah
serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar (Juffrie, Soenarto, Oswan,
Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015).
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas speri ; enterik virus, bakteri yang memprouksi enterotoksin, giardia
dan cryptosporidium (Juffrie, Soenarto, Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani,
2015).
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderia tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena
pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronik sangat penting (Juffrie, Soenarto,
Oswan, Arief, Rosalina, & Mulyani, 2015)

3.6 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak ada lendir dan
darah. Adanya muntah (volume dan frekuensinya). Tanda dehidrasi (rasa
haus, anak rewel/lemah, BAK terakhir). Kencing : biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Apakah juga terdapat
demam atau penyakit penyerta lainnya seperti : batuk, pilek, otitits media,
campak, kejang (Roespandi & Nurhamzah, 2011).
Perlu ditanyakan juga jumlah cairan yang masuk, riwayat makan
minum, penderita sekitar, tindakan yang telah dilakukan ibu selama diare
(memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau Rumah sakit dan obat-
obtan yang diberikan serta riwayat imunisasinya) (Roespandi & Nurhamzah,
2011).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa pada pasien diare adalah
(Roespandi & Nurhamzah, 2011) :
1. Berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan
(Pernapasan cepat dan dalam indikasi adanya asisdosis metabolik) serta
tekanan darah.
2. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi :
a. kesadaran,
b. rasa haus
c. turgor kulit abdomen
d. tanda-tanda lainnya (ubun-ubun besar cekung atau tidak)
e. mata (cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata), bibir, mukosa dan
lidah kering atau basah
3. Pemeriksaan abdomen mendengarkan bising usus lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karen perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara :
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subjeyktif dengan mengunakanWHO, skor Maurice King, kriteria MMWR
dan lain-lain.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya paada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain seperti diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan dareah
lengkap, kultur urin dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih
(Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Pemeriksaan penunjang yang kadang-kadang diperlukan pada diare
akut :
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik
2. Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semu penderita dengan
diare meskipun laboratorium tidak dilakukan.
 Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan
oleh enterotksin virus, protozoa atai disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal.
 Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan oleh infeksi
bakteri yang menghasilkan sitokin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
Histolytica, B. Coli, T. Trichiuria
 Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja
 Tinja berbau busuk didapatkan infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptospordium dan Strongyloides

b. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya
proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas
atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit
PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal (Juffrie, et al., 2015;
Chris, 2016).
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk
mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah
resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu
atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare
yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum
bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja
(Juffrie, et al., 2015; Chris, 2016).
Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk
diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.
hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar.
Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada
tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan
kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista
sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi
tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir
selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati (Juffrie, et al., 2015;
Chris, 2016).

3.7 Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015):

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah,
berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. para
ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolarits yang
lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. Oralit baru ini
adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit
baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut
non-kolera pada anak (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
Perbandingan Oralit Lama dengan Oralit Baru (KEMENKES RI, 2011)

Ketentuan pemberian oralit formula baru:


a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
 Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
 Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran
cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc
untuk anak-anak (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015):
 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah
sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang,
ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta
pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan
berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan
(Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).

4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan
memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora
usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit
disembuhkan (Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited
dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 – 20%)
yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella,
Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya
(Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).

(Nelson, 2016)
5. Nasihat kepada orang tua
Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari
(Kemenkes RI, 2011; Juffrie, et al., 2015).
A. Rencana Terapi A (Diare Akut Tanpa Dehidrasi)
B. Rencana Terapi B (Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang)
C. Rencana Terapi C (Diare Akut Dehidrasi Berat)
BAB 4
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, Anamnesis:
kram perut dan muntah. Pasien dibawa orang tuanya dengan
Penderita dengan diare cair dapat keluhan diare sejak 1 hari yang lalu.
menyebabkan dehidrasi, asidosis Diare dalam sehari lebih dari 10 kali
metabolik dan hypokalemia dengan konsistensi cair, berwarna
Bila terdapat panas kuning kehijauan, ampas sedikit
dimungkinkan karena proses bercampur dengan banyak air dan
peradangan atau akibat dehidrasi. disertai lendir dan darah. Darah yang
Panas badan umum terjadi pada terlihat berupa gumpalan dan terjadi 2
penederita inflammatory diare. kali saat BAB. Ibu pasien juga
Mual dan muntah adalah simptom yang mengeluhkan anaknya muntah lebih dari
non spesifik akan tetapi muntah mungkin 5 kali dalam sehari. Ibu pasien
disebabkan oleh karena organisme yang mengatakan sekarang anaknya tampak
menginfeksi saluran cerna bagian atas lemas dan menolak untuk minum susu.
speri ; enterik virus, bakteri yang Selain itu, ibu pasien juga mengeluhkan
memprouksi enterotoksin, giardia dan anaknya demam 1 hari sebelumnya, naik
cryptosporidium. turun dan tidak diberi obat penurun
Muntah juga sering terjadi pada non panas.
inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri
perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukkan bahwa saluran cerna
bagian atas terkena.
Perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, Pemeriksaan Fisik :
frekuensi denyut jantung dan pernapasan Regio Kepala/Leher
(Pernapasan cepat dan dalam indikasi
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-
adanya asisdosis metabolik) serta
/-), pupil isokor, mata cekung (+/+),
tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda pernafasan cuping hidung (-), mukosa
utama dehidrasi :
bibir kering (-),
1. kesadaran,
Regio Abdomen
2. rasa haus
3. turgor kulit abdomen Inspeksi : Cembung, distensi (-)
4. tanda-tanda lainnya (ubun-ubun
Auskultasi : Bising usus (+) kesan
besar cekung atau tidak)
normal
5. mata (cowong atau tidak, ada atau
tidaknya air mata), bibir, mukosa Perkusi : Distribusi timpani di seluruh
dan lidah kering atau basah
abdomen.
Pemeriksaan abdomen mendengarkan
Palpasi : Shouffle (+), asites (-), nyeri
bising usus lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan tekan empat kuadran (-), hepatomegali
ekstremitas perlu karena perfusi dan
(-), splenomegali (-) , pembesaran KGB
capillary refill dapat menentukan
inguinal (-).
derajat dehidrasi yang terjadi.

Pemeriksaan penunjang yang kadang- Pemeriksaan Penunjang :


kadang diperlukan pada diare akut :
1. Darah
2. Urin
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik
 Tinja yang watery dan tanpa
mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotksin
virus, protozoa atai
disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal.
 Tinja yang mengandung
darah atau mukus bisa
disebabkan oleh infeksi
bakteri yang menghasilkan
sitokin, bakteri enteroinvasif
yang menyebabkan
peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E.
Histolytica, B. Coli, T.
Trichiuria
 Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Hystolitica darah
sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat
garis-garis darah pada tinja
 Tinja berbau busuk
didapatkan infeksi dengan
Salmonella, Giardia,
Cryptospordium dan
Strongyloides
b. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk
mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang
penyebab diare, letak anatomis
serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit yang positif
pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman
invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin.
Rehidrasi bukan satu-satunya strategi Tatalaksana :
dalam penatalaksanaan diare.  KAEN 4A 60 cc/hari
Memperbaiki kondisi usus dan
 Cefixime 2x30mg (pulv)
menghentikan diare juga menjadi cara
untuk mengobati pasien. Untuk itu,  Paracetamol drop 3 x 0,6 cc

Departemen Kesehatan menetapkan lima  Zinc 1x1 tab


pilar penatalaksanaan diare bagi semua
kasus diare yang diderita anak balita.
1. Rehidrasi dengan menggunakan
oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari
berturut-turut
 Anak di bawah umur 6 bulan :
10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan :
20 mg (1 tablet) per hari
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada
indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera.).
5. Nasihat kepada orang tua
Kembali segera jika demam, tinja
berdarah,berulang, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering,
atau belum membaik dalam 3 hari.
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien anak laki-laki An. ZAR. usia 6 bulan
yang didiagnosis dengan Diare Akut, dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai
dengan literatur yang mendukung pada kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Chris, T. (2016). Kapita Selekta Kedokteran (Vol. I). Jakarta: Media Aesculapius.
Juffrie, M., Soenarto, S. S., Oswan, H., Arief, S., Rosalina, I., & Mulyani, N. S.
(2015). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Dalam B. Subagyo, &
N. B. Santoso, Diare Akut (hal. 82-118). Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Roespandi, H., & Nurhamzah, W. (2011). Pedoman pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit. Jakarta: World Health Organization Indonesia.
KEMENKES RI. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Soenarto, Y. (2015). Diare Kronis dan Diare Persisten. Dalam I. D. Indonesia, Buku
Ajar Gastroenterohepatologi. Jakata, Indonesia: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai