Anda di halaman 1dari 31

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran Gizi & Tumbuh Kembang


Universitas Mulawarman

PERAWAKAN PENDEK
(STUNTING)

oleh:
Nur Indah Tri Widya Putri (1710029004)

Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

ii
Tutorial Klinik
Gizi & Tumbuh Kembang

Perawakan Pendek
(Stunting)

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak

Menyetujui,
Pembimbing

dr. William S. Tjeng, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
JANUARI, 2018

iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................ 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 5
2.1 Definisi Stunting ....................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 5
2.3 Penyebab Stunting .................................................................................... 7
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting ..................................... 8
2.5 Diagnosis ................................................................................................... 9
2.6 Tata laksana .............................................................................................. 13
2.7 Penilaian Stunting secara Antropometri ................................................... 15
2.8 Dampak Stunting ...................................................................................... 17
2.9 Cara Mencegah Stunting ........................................................................... 18
2.10 Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek) .... 22
2.11 Pemfokusan Tenaga Kesehatan ................................................................ 23
2.12 Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting ............................................. 23
Bab 3 Kesimpulan .............................................................................................. 20
Daftar Pustaka .................................................................................................... 21

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat.


Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang
asupan makanan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa zat gizi
tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar
daripada yang diperoleh (Manary dan Solomons, 2009).
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga
melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan (Manary dan
Solomons, 2009). Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi
badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada
pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat
dari gizi yang tidak memadai atau kesehatan.
Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai
potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi
(ACC/SCN, 2000).
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan
sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang
stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan
terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan
fisik dan fungsi mental dan intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell,
2002). Hal ini juga didukung oleh Jackson dan Calder (2004) yang mengatakan
bahwa stunting berhubungan dengan gangguan fungsi kekebalan dan
mengingkatkan risiko kematian.
Retardasi pertumbuhan atau stunting pada anak-anak di negara
berkembang terjadi terutama sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis dan
penyakit infeksi yang mempengaruhi 30 persen dari anak-anak usia di bawah lima
tahun (UNSCN, 2004).
Stunting berhubungan dengan perkembangan yang buruk pada anak dan
berakibat berkurangnya pengetahuan serta prestasi sekolah dibandingkan dengan
anak-anak yang normal. Stunting dapat mengakibatkan terganggunya fungsi

1
kognitif, terganggunya proses metabolisme dan terjadinya penurunan
produktivitas (Branca dan D’Acapito, 2005).
Status gizi diartikan sebagai keadaan gizi seseorang yang diukur atau
dinilai pada satu waktu. Penilaian atau pengukuran terhadap status gizi dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Supariasa, Bakri & Fajar,
2001). Salah satu cara penilaian atau pengukuran status gizi adalah secara
antropometri yaitu penilaian status gizi berdasarkan berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Penilaian status gizi ini bertujuan untuk menentukan klasifikasi status gizi.
Ada beberapa klasifikasiumum status gizi yang digunakan, di antaranya adalah
klasifikasi WHO dengan indikator yang digunakan, meliputi BB/TB, BB/U dan
TB/U (WHO, 2011).
Menurut Kemenkes 2010 bahwa standar antropometri penilaian status gizi
anak, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan munurut umur (TB/U)
yang merupakan istilahnya adalah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek).
Di dunia, lebih dari 2 juta kematian anak sekolah umur 6-12 tahun
berhubungan langsung dengan gizi buruk terutama akibat stunting dan wasting,
dan sekitar 1 juta kematian akibat kekurangan energi, protein, vitamin A dan zinc.
Satu dari tiga anak berusia 6-12 tahun atau sekitar 178 juta anak yang hidup di
negara miskin dan berkembang mengalami kekerdilan (stunting), 111,6 juta hidup
di Asia dan 56,9 juta hidup di Afrika. Sedangkan menurut data yang dikeluarkan
oleh UNICEF, terdapat sekitar 195 juta anak yang hidup di negara miskin dan
berkembang mengalami stunting (Shashidar, 2009).
Di Asia, angka kejadian stunting tinggi yaitu sekitar 36 persen dengan
prevalensi kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan. Di Asia Selatan,
setengah dari jumlah total anak di bawah 5 tahun mengalami stunting, dimana
sekitar 61 juta dari total anak di bawah 5 tahun yang mengalami stunting terjadi di
India dan di negara Sub Sahar Afrika 35 persen anak sekolah mengalami stunting
(UNICEF, 2010).

2
Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini
berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia
masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting
tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi
kependekan pada anak umur 6-12 tahun di Indonesia adalah 35,6 persen yang
terdiri dari 15,1 persen sangat pendek dan 20 persen pendek, masih tidak jauh
berbeda dengan pada anak balita. Prevalensi kependekan pada kelompok umur 6-
12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun masih tinggi yaitu masih di atas 30,0
persen, tertinggi pada umur 6-12 tahun yaitu 35,6 persen dan terendah pada
kelompok umur 16-18 tahun yaitu 31,2 persen (Riskesdas, 2010).
Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia terutama
di kawasan timur Indonesia menunjukkan peningkatan angka kejadian stunting,
yang prevalensi anak pendek dan sangat pendek (TB/U) di atas prevalensi
nasional yaitu 39,4 persen pada hasil Riskesdas 2007 dan meningkat pada hasil
Riskesdas 2010 sebesar 49,2 persen meskipun persentase kejadian stunting di
provinsi Papua Barat masih lebih rendah dibandingkan dengan provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), tetapi peningkatan angka kejadian stunting di provinsi
Papua Barat lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) (Riskesdas, 2010).
Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak
mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat
gizi makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008).
Zat gizi makro merupakan zat gizi yang menyediakan energi bagi tubuh
dan diperlukan dalam pertumbuhan, termasuk di dalamnya adalah karbohidrat,
protein dan lemak. Sedangkan zat gizi mikro merupakan zat gizi yang diperlukan
untuk menjalankan fungsi tubuh lainnya, misalnya dalam memproduksi sel darah
merah, tubuh memerlukan zat besi. Termasuk di dalamnya adalah vitamin dan
mineral (Malnutrition, Internasional Institute for Population Sciences, 2000).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja
tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab stunting
yaitu asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi

3
dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air)
riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan riwayat penyakit (UNICEF, 2007).

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stunting
Stunting merupakan istilah para nutrisi untuk penyebutan anak yang
tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting
(tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui
defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi
referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan
umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan
anak – anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang
kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak
yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan
sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk
gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier
yang gagal untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang
buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak yang
kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.

2.2 Epidemiologi
Satu dari tiga anak di Negara berkembang dan miskin mengalami stunted,
dengan jumlah kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan yang mencapai
46 % disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38 %, sedangkan secara keseluruhan

5
angka kejadian stunted di Negara miskin dan berkembang mencapai 32 %.
Stunting ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang terjadi dalam
jangka waktu yang lama dan frekuensi menderita penyakit infeksi. Akibat dari
stunting ini meliputi perkembangan motorik yang lambat, mengurangi fungsi
kognitif, dan menurunkan daya berpikir.
Menurut Martorell et al. (1995), stunting postnatal terjadi mulai usia 3
bulan pertama kehidupan, suatu kondisi dimana terjadi penurunan pemberian ASI,
makanan tambahan mulai diberikan dan mulai mengalami kepekaan terhadap
infeksi. Pendapat lain yang dikemukankan oleh Hautvast et al. (2000), kejadian
stunting bayi 0-3 bulan kemungkinan lebih disebabkan genetik orangtua
sedangkan pada usia 6-12 bulan lebih diakibatkan oleh kondisi lingkungan.
(Astari, Nasoetion & Dwiriani, 2006).
Gambar 2.3 menyajikan prevalensi pendek (stunting) menurut provinsi
dan nasional. Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 persen,
yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007
(36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat
pendek dan 19,2 persen pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek
menunjukkan penurunan, dari 18,8 persen tahun 2007 dan 18,5 persen tahun
2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi
19,2 persen pada tahun 2013. (Riskesdas, 2013).
Terdapat 20 provinsi di atas prevalensi nasional dengan urutan dari
prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu:(1) Nusa Tenggara Timur, (2)
Sulawesi Barat, (3) Nusa Tenggara Barat, (4) Papua Barat, (5) Kalimantan
Selatan, (6) Lampung, (7) Sulawesi Tenggara, (8) Sumatera Utara, (9) Aceh, (10)
Kalimantan Tengah, (11) Maluku Utara, (12) Sulawesi Tengah, (13) Sulawesi
Selatan, (14) Maluku, (15) Papua, (16) Bengkulu, (17) Sumatera Barat, (18)
Gorontalo, (19) Kalimantan Barat dan (20) Jambi. (Riskesdas, 2013).
Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek
sebesar 30 – 39 persen dan serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (WHO 2010).
Sebanyak 14 provinsi termasuk kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk
kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut adalah: (1) Papua, (2) Maluku, (3)
Sulawesi Selatan, (4) Maluku Utara, (5) Sulawesi Tengah, (6) Kalimantan

6
Tengah, (7) Aceh, (8) Sumatera Utara, (9) Sulawesi Tenggara, (10) Lampung,
(11). Kalimantan Selatan, (12). Papua Barat, (13). Nusa Tenggara Barat, (14).
Sulawesi Barat dan (15) Nusa Tenggara Timur. (Riskesdas, 2013).

Gambar 2.1 Kecenderungan prevalensi status gizi TB/U <-2 SD menurut provinsi,
Indonesia 2007, 2010, dan 2013 (Sumber: Riskesdas, 2013)

2.3 Penyebab Stunting


Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu
proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak
dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang
gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan
kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang,
dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit

7
untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya
stunted (Allen and Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja
seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor
utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut:
a. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air).
b. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
c. Riwayat penyakit.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting


Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain
kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek
pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted
meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun
pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar
gizi dan kesehatan.
Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan
pengaruhnya antara lain sebagai berikut:
a. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted
yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam
perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal.
Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih
sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal
ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya
dimasa yang akan datang.
b. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir

8
rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare
berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-
anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan
rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga
banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia
lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak
usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita
dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan
produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan
BBLR. Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal
saat melahirkan.

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien dengan perawakan pendek
(stunting):
- Riwayat kelahiran dan persalinan, meliputi juga berat dan panjang lahir
(untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan janin terhambat)
- Pola pertumbuhan keluarga (baik pertumbuhan linier maupun pubertas)
- Riwayat penyakit kronik dan obat-obatan (misalnya steroid)
- Riwayat asupan nutrisi maupun penyakit nutrisi sebelumnya
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan (untuk sindrom)
- Data antropometri yang ada sebelumnya (untuk melihat pola pertumbuhan
linier)
- Data antropometri kedua orangtua biologisnya (untuk menentukan potensi
tinggi genetik)

Gambar 2.2 Potensi Tinggi Genetik

9
2.5.2 Pemeriksaan fisis
- Terutama pemeriksaan antropometri berat badan dan tinggi badan serta
lingkar kepala
- Ada tidaknya disproporsi tubuh (dengan mengukur rentang lengan serta
rasio segmen atas dan segmen bawah )
- Menentukan ada tidaknya stigmata sindrom, tampilan dismorfik tertentu,
serta kelainan tulang
- Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (stadium pubertas)
- Pemeriksaan fisis lain secara general
Tabel 2.1 Pemeriksaan Klinis Anak dengan Perawakan Pendek

2.5.3 Variasi Normal Perawakan Pendek Fisiologis


Variasi normal perawakan pendek yang fisiologis yaitu:
1. Familial short stature
Tanda:
- Pertumbuhan selalu di bawah persentil 3
- Kecepatan pertumbuhan normal

10
- Umur tulang (bone age) normal
- Tinggi badan kedua orangtua pendek
- Tinggi akhir di bawah persentil 3
2. Constitutional delay of growth and puberty
Tanda :
- Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama
kehidupan
- Pertumbuhan linier normal atau hampir normal pada saat
prapubertas dan selalu berada di bawah persentil 3
- Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age)
- Maturasi seksual terlambat
- Tinggi akhir pada umumnya normal
- Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang
Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (khusus) pada
anak dengan perawakan pendek
- Tinggi badan di bawah persentil 3 atau – 2SD
- Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25 atau laju pertumbuhan ≤4
cm/tahun (pada usia 3-12 tahun)
Tabel 2.2 Laju Pertumbuhan Normal (Kecepatan Tumbuh)

- Perkiraan tinggi dewasa di bawah mid-parental height

11
Tabel 2.3 Pemeriksaan Penunjang dan Kelainan Klinis

2.5.4 Pemeriksaan Radiologis (Pencitraan)


- Umur tulang (bone age)
Tabel 2.4 Perbedaan (Normal) Usia Kronologis dan Usia Tulang

- Bone survey, CT scan atau MRI, USG kepala pada bayi (atas indikasi)
2.5.5 Skrining penyakit sistemik
- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin
- Laju endap darah
- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat),
kalsium, fosfat, alkali fosfatase
2.5.6 Pemeriksaan Lanjutan
- Fungsi tiroid
- Analisis kromosom (hanya pada wanita)
- Uji stimulasi/provokasi untuk hormon pertumbuhan (harus dilakukan
oleh dokter spesialis endokrinologi anak) apabila fungsi tiroid dan
analisis kromosom normal

12
2.6 Tata laksana
2.6.1 Medikamentosa
Anak dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan
pengobatan, sedangkan untuk anak dengan kelainan patologis, terapi disesuaikan
dengan etiologinya.
2.6.2 Terapi hormon pertumbuhan
Indikasi pemberian hormon pertumbuhan:
- Defisiensi hormon pertumbuhan
- Sindrom Turner
- Anak dengan IUGR (intra uterine growth retardation)/PJT (pertumbuhan
janin terhambat) atau KMK (kecil menurut kehamilan)
- Gagal ginjal kronik
- Sindrom Prader Willi
- Idiopathic short stature
Sebelum terapi dimulai, kriteria anak dengan defisiensi hormon
pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai berikut:
- Tinggi badan di bawah persentil 3 atau – 2SD
- Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25
- Bone age - terlambat >2 tahun
- Kadar GH <10 ng/ml dengan 1 jenis uji provokasi (oleh dokter
endokrinologi anak)
- IGF–I rendah
- Tidak ada kelainan dismorfik, tulang, dan sindrom tertentu
Hormon pertumbuhan diberikan secara subkutan dengan dosis 0,025-0,05
mg/kg/hari untuk defisiensi hormon pertumbuhan dan 0,04-0,08 mg/kg/hari untuk
sindrom Turner dan insufisiensi renal kronik. Hormon pertumbuhan diberikan 6-7
kali per minggu.
2.6.3 Suportif
Sesuai etiologi.
2.6.4 Rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya
Konsultasi psikiatri atau psikologi bila ada gangguan psikis

13
2.6.5 Pemantauan
1. Terapi
Terapi hormon dihentikan bila lempeng epifisis telah menutup atau
respons terapi tidak adekuat. Ciri respons terapi yang tidak adekuat adalah
pertambahan kecepatan pertumbuhan yang lebih kecil dari 2 cm per tahun.
2. Tumbuh kembang
Apabila dijumpai kelainan perawakan pendek yang patologis harap dirujuk
ke divisi Endokrinologi Anak karena pasti pertumbuhan akan terganggu.

Gambar 2.3 Pendekatan Klinis pada (Algoritme Perawakan Pendek)

14
2.7 Penilaian Stunting secara Antropometri
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah
jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur
dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein
dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan
dan berat badan (Gibson, 2005).
Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan
rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan
pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan
jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi
untuk mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median)
populasi referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari
nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain
untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan
perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara
statistik dari pengukuran antropometri.
Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted)
adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada
wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi
kurang dengan stunted sesuai dengan “Cut off point”, dengan penilaian Z-score,
dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U)
Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006).

15
Gambar 2.4 Kurva Pertumbuhan WHO Panjang Badan Menurut Usia 0 Bulan - 5 Tahun
(Laki-laki) (Sumber: WHO)

Gambar 2.5 Kurva Pertumbuhan WHO Panjang Badan Menurut Usia 0 Bulan - 5 Tahun
(Perempuan) (Sumber: WHO)

16
Tabel 2.5 Growth Chart WHO (Sumber: WHO)
Catatan:
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih
normal. Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih
baik jika diukur menggunakan perbandingan beratbadan terhadap panjang /
tinggi atau IMT terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika
makin mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki
gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI
(Integrated Management of Childhood Illness in-service training. WHO,
Geneva, 1997).

2.8 Dampak Stunting


Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga
prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari
pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak
mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic
productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu

17
anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih
pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak
setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek
estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko
meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik
yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie,
2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini
akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu
panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.

2.9 Cara Mencegah Stunting


2.9.1 Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani
masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja
keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s
tahun 2014 tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada
balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan
bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan
tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan
optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah sampai remaja
relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin. Dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada
remaja putri, wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu,
menangani balita yang dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi
stunting, serta terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,

18
artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi,
mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain
itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan
(eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup
gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting
pada balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila
pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau
pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan
penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung,
serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya
beli pangan dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan
dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak
berada dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga
terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak
yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan
cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.
2.9.2 Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi
a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari
pertama kehidupan, yaitu:
- Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik,
sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah
mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan makanan
tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat

19
tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu
harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
- Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6
bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
- Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun
atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia,
imunisasi dasar lengkap.
- Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
rumah tangga.
b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi
- Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya
dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh,
aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses dalam tubuh. Di
samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk
pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar
mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga
kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat
pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu
tambahan vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.
- Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding
dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui
diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berenergi tinggi,
seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk
mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan
kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi

20
pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu
akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %.
Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5
liter (8-10 gelas) air sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum
air buah.
- Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI
adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih
umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara mungkin setelah
melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit
pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong.
Apabila hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi
menyusui,maka payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml
bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari.
- Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi
perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan
sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya.
Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan
kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare
sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh
kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini
berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak
menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna.
dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa
efek samping.

21
2.10 Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)
a. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan
darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain:
ikan teri kering, belut, susu, keju, kacangkacangan.
b. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid
mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan
makanan sumber yodium: ikan laut, udang, dan kerang.
c. Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan
makanan sumber zink: hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
d. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
e. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan
pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah
anemia. Sumber asam folat antara lain: bayam, lobak, kacang-
kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

2.11 Pemfokusan Tenaga Kesehatan


Hal yang menjadi pemfokusan adalah menurunkan prevalensi pendek. Jika
kita berhasil menurunkan prevalensi pendek (TB/U) 1% akan diikuti penurunan
prevalensi berat kurang (BB/U) 0,5%, sehingga pada untuk tahun 2011-2014
dengan penurunan 4% prevalensi balita pendek dapat menurunkan 2% prevalensi
balita berat kurang. Artinya pada tahun 2015, target MDG’s prevalensi balita
pendek sebesar 32% dapat tercapai, karena kita berhasil menurunkan 35,6%
menjadi 31,6%.

22
2.12 Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting
Selama ini pemerintah sudah berusaha mengurangi Gizi buruk, terutama
pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat
yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung
sejumlah inisiatif di tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang
kondusif untuk gizi. Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional
(Scaling Up Nutrition – SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang
pemberian ASI eksklusif, rencana nasional untuk mengendalikan gangguan
kekurangan iodine, panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit
intestinal dan panduan tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di
Klaten, Jawa Tengah.
Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut dan pemberian makan
bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistic untuk menangani gizi
buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria ditangani bersama untuk
mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting) (Laporan Tahunan Unicef
Indonesia, 2012).
Untuk membantu pemerintah dalam melakukan perbaikan gizi pada balita
Stunting, menurut Unicef Indonesia perhatian khusus harus diberikan pada:
Penciptaan dan penguatan mekanisme koordinasi nasional dan daerah
untuk mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dan untuk
melakukan koordinasi dengan sektor-sektor non-gizi.
Pengembangan, pemantauan dan penegakan peraturan nasional untuk
mengawasi pemasaran produk pengganti ASI.
Revisi standar minimal pelayanan kesehatan untuk mencakup aksi-aksi
dan sasaran gizi, seperti aksi-aksi yang berhubungan dengan konseling gizi,
makanan pendamping ASI dan gizi ibu.
Penguatan sistem informasi kesehatan untuk meningkatkan keandalan
data, promosi pengawasan suportif terhadap program kesehatan dan gizi, dan
promosi penggunaan data oleh petugas kesehatan secara terus-menerus untuk
meningkatkan dampak program.

23
Penguatan program fortifikasi pangan nasional dengan memperbarui
standar fortifikasi untuk terigu, pengharusan fortifikasi minyak, dan peningkatan
penegakan legislasi yang ada; tentang iodisasi garam.
Implementasi langkah-langkah untuk merekrut, mengembangkan dan
mempertahankan ahli gizi yang memenuhi syarat, termasuk insentif bagi mereka
yang bekerja di daerah-daerah yang kurang terlayani.

24
BAB 3
KESIMPULAN
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,
atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak
lain seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted
merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan
digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai dan atau kesehatan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang
gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor
yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein,
sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai
dan faktor kemiskinan.
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah
jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur
dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein
dan energi. Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang
lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya
kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek
estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.

25
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil,
artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi,
mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain
itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan
(eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup
gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.

26
DAFTAR PUSTAKA
ACC/SCN & International Food Policy Research Institute (IFPRI). (2000). “4th
Report on The World Nutrition Situation Throughout The Life Cycle”.
Geneva: ACC/SCN in Collaboration with IFPRI.

Branca, F., & D’Acapito, P. (2005). Encylopedia of Human Nutrition


(Seasonality). Editor: Caballero, B., Allen, L., & Prentice, A., Elsevier
Academic Press. Page. 117.

Jackson, A., & Calder, P. C. (2004). ”Handbook of Nutritiona and Immunity


(Servere Undernutrition and Immunity). M. Eric Gershwin, M. E. Nestel,
P., & Keen, C. L. (Ed). Humana Press. 77.

Kurva Pertumbuhan WHO. IDAI. http://www.idai.or.id/professional-


resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who

Laporan Tahunan Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef


Indonesia. Oktober 2012. Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian
Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.

Manary, M. J., dan Solomons, N. W. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat, Gizi


dan Perkembangan Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan
Public Health Nutrition Editor. Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J.
M., & Arab, L. Blackwell Publishing Ltd, Oxford.

Pudjiadi, Antonius H., Badriul Hegar, Setyo Handryastuti, Nikmah Salamia Idris,
Ellen P. Gandaputra, dan Eva Devita Harmoniati. 2009. Pedoman
Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). BADAN PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

27
Supariasa, N., Bakri, B., Fajar, I. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

UNICEF. (2007). Progress for Children : Stunting, Wasting, and Overweight.


http://www.unicef.org/progressforchildren/2007n6/index_41505.htm.

UNICEF. Progress for Children. 2007. Available at:


http://www.unicef.org/publications/files/Progress_For_Children_No_6_Re
vised.pdf

UNSCN. (2004). “Fifth Report on The World Nutrition Situation”. Geneva: SCN.

WHO. (2011). “WHO Child Growth Standars”. Geneva

28

Anda mungkin juga menyukai