KASUS
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
STATUS ASMATIKUS
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
STATUS ASMATIKUS
Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tutorial kasus
dengan judul “Status Asmatikus”. Tulisan ini disusun sebagai tugas kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.2 Tujuan Penulisan
5
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 April 2019, di ruang Melati.
Heteroanamnesis oleh ibu kandung pasien.
2.2.1 Keluhan Utama
Sesak
6
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD AWS Samarinda dengan keluhan sesak sejak
pukul 24.00 malam, sesak muncul mendadak dan dirasakan semakin memberat.
Saat di IGD pasien telah di nebu sebanyak 3 kali namun sesak belum berkurang.
Sebelumnya pasien batuk pilek 2 hari SMRS dan demam satu hari setelah batuk
pilek. Batuk yang dirasakan berdahak namun dahak tidak dapat keluar. Ibu pasien
sudah membawa pasien ke dokter umum dan diberikan obat batuk puyer dan
antibiotik sirup, namun batuk belum berkurang dan muncul keluhan sesak. Sesak
baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Keluarga pasien yaitu ayah kandung
mempunyai riwayat asma, kambuh terutama jika terpapar udara dingin. Tidak ada
keluhan seperti kejang, penurunan kesadaran, mual ataupun muntah. BAK dalam
batas normal, berwarna kuning muda. BAB juga dalam batas normal, tidak ada
BAB cair, berwarna kehitaman, disertai lender ataupun darah.
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
7
Berdiri : 1 tahun 2 bulan
Berbicara : 1 tahun
2.2.9 Imunisasi
Status imunisasi (BCG, polio, campak, DPT, dan hepatitis B) lengkap.
8
Temperatur 36,8o C
Kepala/leher
Rambut : Warna hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+)
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah kotor (-), faring hiperemis(-), mukosa bibir basah
(+), pembesaran tonsil (-/-), perdarahan mukosa gusi (-),
mimisan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
Thorax
Paru: Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris,
retraksi supra sternum (-), retraksi
supraclavicula (-),
Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing(+/+), stridor (-)
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5
Perkusi : Normal pada batas jantung
Auskultasi : S1S2 kesan normal, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, scar (-)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness(-), asites (-)
Auskultasi: Bising usus (+) kesan normal.
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, lembap (-/-), edema (-/-), CRT <2”
Ekstremitas inferior : Akral hangat, lembap (-/-), edema (-/-), CRT <2”
9
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
GDS 90
10
b. Pemeriksaan Foto Thorax AP (21/04/19)
11
Hasil Follow Up
12
NAC 160 mg (3 x 1
A: Asma bronkial
13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak
responsif dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian
nebulasi B agonis (bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon
yang baik. Serangan pada status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai
yang berat tergantung dari tingkat obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi pada saluran pernapasan.
Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas, retensi dari
karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2
Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat
reversible, umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
dan secara klinis dapat pulih secara normal.7
3.2 Etiologi
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi
oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga,
bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih
14
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini
dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (usia > 35 tahun).
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik.
Suhu dingin
Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam
dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara
dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks
bronkokonstriksi)
15
3.3 Epidemiologi
Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih
20 juta kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak.
Peningkatan insidens kasus asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan
industrialisasi. Dari hipotesis higienis, perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan
masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan insidens kasus asma. Pada
bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-anak yang lebih
tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki dan
perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2
3.4 Patogenesis
Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah
sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen,
16
infeksi, excercise, dsb. Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam
tubuh akan direspon oleh makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell
(APC) yang kemudian akan diproses didalam sel APC dan selanjutnya alergen
tersebut akan dipresentasikan ke sel limfosit T dengan bantuan molekul-molekul
Major Histocompatibility Complex ( MHC class II), maka limfosit T akan
membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi, berdiferensiasi
dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan mempengaruhi
dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi lainnya
untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE).
Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada
dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi.
Apabila alergen serupa masuk kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada
sel mast yang tersensitisasi dan kemudian akan terjadi degradasi dinding dan
degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin,
prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan menyebabkan kontraksi
dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi mukus, dan
aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi
yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2
17
Later inflammatory response
18
mediator utama yangmengakibatkan spasme otot polos bronkus,reaksi ini
terjadi sangat cepat dan berakhir setelah 1-2 jam. Reaksi dapat
menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat menetap.
3. Fase subakut/kronik.
Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol
berhubungan dengan inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase
subakut, reaksi inflamasi merupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasi
eosinofil dan sel mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF (
Platelet Activating Factor) yang dihasilkan sel mast, basofil dan makrofag
yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa
bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat.
Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat
menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.
19
Riwayat penyakit atau gejala : 9
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari
atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian
cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada
malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering
didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat
dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya
sifat-sifat asma. 5
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan
obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator,
sangat mungkin merupakan bentuk asma. 9
3.6 Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Anamnesis penting dilakukan
secara rinci dan lengkap mulai dari keluhan, onset, dan faktor resiko yang
dimiliki. Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan
mencari resiko untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula
dengan simptom yang ringan seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran
pernafasan yang semakin memburuk, respiratory distress, termasuk retraksi,
penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa berbicara satu atau
dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan takikardia
dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-
anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang
lama dan usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia,
hipoventilasi, dan cardiorespiratory arrest.
20
Pemeriksaan umum1,2,3,4
o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara
dengan ayat penuh.
o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung
keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa
ditemukan pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory
failure, di mana sudah terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah
untuk menghasilkan wheezing.
21
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI,
2006)3,4
Pemeriksaan Penunjang
22
1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting
karena penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia.
Keuntungan penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak
invasive, menunjukkan monitoring yang berterusan, dan merupakan
indikator yang baik untuk hipoksemia akibat gangguan ventilasi/perfusi
mismatch.
2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk
memonitor kadar kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati
status asmatikus bisa menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah
bisa menyebabkan peningkatan transien dari kalium.
3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-
agonis, seperti epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat
penyimpanan yang tidak baik, hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak
yang lebih muda.
4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan
karbondioksida didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia
dan hipoksemia. Serta untuk mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau
alkalosis dengan mengukur Ph dan HCO3-.
5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan
ada infeksi bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan
kortikosteroid bisa mengubah komposisi dari sel darah putih dengan
meningkatkan hitung sel darah putih perifer.
6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan
penyakit. Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah aliran
puncak ekspirasi (APE), Volume kapasitas paksa (FVC), Volume ekspirasi
selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak flow merupakan suatu
pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada anak yang
cukup berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa
memperparah penyakit yang dideritainya.1
7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan.
Tujuannya untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat
23
dilakukan dengan histamine, metakolin,beban lari, udara dingin, uap air,
allergen. Hipereaktivitas bronkus positip aliran puncak ekspirasi (APE),
Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun > 15% dari nilai uji
provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan
tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi
bronkodilator naik >15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi
tidak perlu dilakukan.1
PEMERIKSAAN RADIOLOGI2
Sindrom aspiraasi
Bronkiektasis
Cystic fibrosis
Cedera inhalasi
Limfadenopati
Infeksi RSV
Trakeomalasia
3.8 Penatalaksanaan
24
perawatan terhadap seseorang anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang
intensif dengan medikasi dan intervensi lingkungan. Rawat inap di rumah sakit
merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien rawat jalan. Penanganan
pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2
Oksigen
Beta-agonis inhalasi
Kortikosteroid
25
Antikolinergik
26
- Selanjutnya, aminofilin dosisi rumatan diberikan sebesar 0,5-1
mg/kgBB/jam.
- Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam,
sampai dengan 24 jam.
10. Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian per oral.
11. Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama
24-48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik
rawat jalan dalam 24-48 jam untuk evaluasi ulang tata laksana.
12. Ancaman henti napas, hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen
(kadar PaO2 < 60 mmHg dan.atau PaCO2 > 45 mmHg). Pada ancaman henti
napas diperlukan ventilasi mekanik.
a. Asidosis respiratorik
Ventilasi diperbaiki
Pemberian Na Bikarbonat
PENANGANAN LANJUT
27
Pasien yang dirawat di rumah sakit2
o Pasien kelelahan
o Kesadaran menurun
28
Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan
terhadap pasien yang pernah dirawat di ICU pediatrik karena status
asmatikus yang parah adalah sangat penting untuk mengoptimalkan hasil
jangka panjang dan kualitas hidup dan meminimalkan episode eksaserbasi
asma parah.
Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan
asma yang berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.
Pindah ruangan2
Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke
ruangan yang biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut:
29
3.9 Komplikasi
1. Cardiac arrest
3. Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik
3.10 Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 9
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–
10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata
46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan timbul pada masa
kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat
(6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti
sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9
Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila
dilakukan penanganan yang tepat dan cepat. 2
30
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Kasus
Asma memiliki gambaran klinis yang tidak Pasien datang dengan keluhan:
khas dan beratnya penyakit yang sangat
Sesak muncul mendadak dan
bervariasi, dari anamnesis dapat ditemukan :
dirasakan semakin memberat.
bronkodilator.
31
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
32
sangat penting, terutama untuk Ht : 35.4
memonitor kadar kalium serum. Nilai Plt : 246.000
GDS : 90
pH yang rendah bisa menyebabkan
Na : 143
peningkatan transien dari kalium. K : 4.1
o Kadar glukosa serum bisa meningkat Cl : 108
akibat stress, penggunaan agen beta-
agonis, seperti epinefrin, dan
Foto thoraks AP (21/04/19):
penggunaan kortikosteroid. Namun,
Gambaran bronchovascular pattern
akibat penyimpanan yang tidak baik,
meningkat dengan air bronchogram
hipoglikemia bisa terjadi pada anak-
(+)
anak yang lebih muda.
Kesan: asma bronkial
o Pemeriksaan analisa gas darah untuk
infeksi sekunder/bronchitis
mengukur kadar oksigen dan
karbondioksida didalam darah yang
mengindikasikan terjadinya hipoksia
dan hipoksemia. Serta untuk
mengetahui apakah telah terjadi
asidosis atau alkalosis dengan
mengukur Ph dan HCO3-.
o Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan
pada anak-anak dengan presentasi yang
atipikal atau yang tidak berespon
terhadap terapi. Pada anak-anak yang
sudah diketahui menderita asma,
pemeriksaan foto thoraks dilakukan
jika curiga menderita pneumonia,
pneumothoraks, pseudomediastinum
atau atelektasis yang signifikan.
33
Penatalaksanaan
Teori Kasus
Oksigen Nebu ventolin 1 resp +
pulmicort ½ resp per 4-6 jam
Oksigenasi digunakan untuk
O2 nasal kanul 2 lpm
membantu mengkoreksi ventilasi dan
Dexamethasone 5 mg (ekstra)
perfusi. Bisa diberikan menggunakan
PCT IV 160 mg k/p
nasal kanul atau face mask. Jika
terjadi hipoksemia yang signifikan,
nonbreathing mask bisa digunakan
untuk memberikan sebanyak-
banyaknya 98% oksigen.
Beta-agonis inhalasi
Kortikosteroid
Kortikosteroid seperti
metilprednisolon, prednisolon atau
prednisone, merupakan terapi yang
penting dalam pengobatan status
asmatikus. Digunakan untuk
mengurangi inflamasi salur
34
pernafasan yang berat dan edema
pada asma. Selain itu kortikosteroid
dikatakan membantu meningkat efek
obat beta-agonis.
Antikolinergik
35
BAB 5
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37