Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)

Oleh :
dr. Abdillah Akbar

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan:


dr. Arief, Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERSHIP


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD Dr. (H.C) Ir. SOEKARNO
BANGKA BELITUNG
2022
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul “Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Dokter Internship Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia di RSUD Dr. (H.C) Ir. Soekarno, Kabupaten Bangka, Kepulauan
Bangka Belitung..
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
penanggung jawab pelayanan pasien dr. Arief, Sp.PD yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan penulis mengucapkan terima
kasih.

Bangka Belitung, Januari 2022

Penulis
ii

DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
BAB III STATUS ORANG SAKIT .................................................................. 11
BAB IV FOLLOWUP ....................................................................................... 18
BAB VDISKUSI KASUS .................................................................................. 21
BAB VI KESIMPULAN.................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kejadian Diabetes Melitus terus meningkat, data dari International Diabetes
Federation menunjukkan pada tahun 2015, 415 juta orang dewasa menderita DM
di dunia dan jumlahnya akan diproyeksikan menjadi 642 juta pada 2040,1 Pada
tahun 2015 Indonesia menempati peringkat tertinggi ke tujuh di dunia. Diabetes
dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia. 2
Komplikasi akut dari diabetes melitus adalah Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan
Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS).3
Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS) adalah kondisi klinis yang
timbul dari komplikasi diabetes mellitus. Masalah ini paling sering terlihat pada
diabetes tipe 2. Won Frerichs dan Dreschfeld pertama kali menggambarkan
gangguan ini sekitar tahun 1880. Mereka menggambarkan pasien dengan diabetes
mellitus dengan hiperglikemia dan glikosuria yang parah tanpa pernapasan
Kussmaul klasik atau aseton dalam urin yang terlihat pada ketoasidosis
diabetikum. Kondisi klinis ini sebelumnya disebut koma hiperglikemik non-
ketotik, sindrom hiperosmolar hiperglikemik non-ketotik dan koma hiperosmolar
non-ketotik (HONK).4
Hyperosmolar Hyperglycaemic State (HHS) adalah komplikasi akut pada
diabetes melitus. Perubahan istilah HHS menjadi HONK (koma hiperosmolar non
ketotik) terjadi karena hiperglikemik hiperosmolar memungkinkan fakta bahwa
beberapa pasien mungkin sangat sakit tetapi tidak koma dan bisa terjadi ketotik
ringan dan asidosis. Angka kematian keseluruhan diperkirakan setinggi 20%,
yaitu sekitar 10 kali lebih besar daripada Ketosidosis Diabetik (KAD). HHS
sering dipersulit oleh infeksi, komplikasi vaskular, kejang, edema serebral, dan
mielinolisis pontine sentral (CPM). 5 HHS merupakan suatu kedaruratan metabolik
yang serius namun jarang ditemui, angkat morbiditas dan mortalitas sangat tinggi
jika tidak ditangani dengan segera dan adekuat. 6 Klinis dan prognosis pada HHS
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu usia, tingkat dehidrasi, dan ada atau
tidaknya penyakit penyerta lainnya.7-9
2

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Hyperosmolar
Hyperglicemic State (HHS)
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS) serta melakukan penatalaksanaan
yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. Manfaat Penulisan


Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang infark
Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Definisi tepat HHS tidak ada tetapi ada fitur karakteristik yang
membedakannya dari keadaan hiperglikemia lain seperti ketoasidosis.
Mendefinisikan HHS dengan osmolalitas saja tidak tepat tanpa
mempertimbangkan fitur klinis lainnya. Diagnosa dapat ditegakkan jika
ditemukan keadaan :5
1. Hipovolemia
2. Hiperglikemia ( ≥ 30 mmol/L atau 540 mg/dL) tanpa tanda hiperketonemia
(7.3 , bikarbonat >15 mmol/L)
3. Osmolaritas ≥ 320 mOsm/Kg.

2.2 Etiologi
Pada anak-anak dan dewasa muda dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2,
penyakit menular dan gangguan pada sistem pernapasan, peredaran darah, dan
genitourinari dapat menyebabkan HHS. Obesitas dan gencarnya konsumsi
makanan kaya karbohidrat telah menyebabkan peningkatan kejadian HHS.10
Hal ini terutama berlaku pada populasi anak-anak di mana insiden diabetes
tipe 2 sedang meningkat. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, HHS paling
sering terlihat pada pasien dengan diabetes tipe 2. Jika diabetes mellitus terkontrol
dengan baik, kemungkinan mengembangkan HHS minimal. Namun, dalam
kondisi tertentu, beberapa faktor mungkin memicu perkembangan HHS. Alasan
paling sering untuk komplikasi ini adalah infeksi. Proses infeksi pada sistem
pernapasan, gastrointestinal, dan genitourinari dapat berperan sebagai faktor
penyebab. Alasan untuk ini adalah kehilangan air yang tidak terlihat dan
pelepasan katekolamin endogen. Sekitar 50% hingga 60% HHS disebabkan oleh
etiologi infeksi.11
Beberapa obat untuk pengobatan penyakit dan kondisi lain pada pasien
lanjut usia dengan diabetes tipe 2 dapat memicu HHS. Contoh obat tersebut
adalah diuretik thiazide, beta-blocker, glukokortikoid, dan beberapa antipsikotik
4

atipikal.12 Gangguan kardiovaskular seperti stroke, angina pektoris, infark


miokard juga dapat memicu respons stres. Hal ini menyebabkan pelepasan
hormon kontraregulasi dengan efek yang dihasilkan dari peningkatan kadar
glukosa darah yang menyebabkan diuresis osmotik dan dehidrasi dengan hasil
akhir menjadi HHS.11

2.3 Patofisiologi
Kejadian HHS dimulai dengan adanya diuresis glukosuria. Glukosuria
menyebabkan gagalnya ginjal dalam mengkonsentrasikan urin. Keadaan ini
semakin diperberat dengan derajat kehilangan cairan. Pada keadaan normal, ginjal
berfungsi mengeliminasi glukosa di batas ambang tertentu. Namun demikian,
penurunan volume intravaskular atau pada penyakit ginjal yang telah ada akan
menurunkan laju filtrasi gromerulus semakin menyebabkan kadar glukosa
meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar
glukosa darah, terlebih jika terdapat resistensi insulin. 13 Pasien HHS jarang
mengalami ketoasidosis. Faktor yang diduga ikut berpengaruh antara lain adalah
keterbatasan ketogenosis karena keadaan hiperosmolar, kadar asam lemak bebas
yang rendah untuk ketogenosis. Ketersediaan insulin yang cukup hanya
menghambat ketogenosis namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia. 3,13
Berkurangnya insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia, penurunan
pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sel lemak serta
ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen dalam otot dan hati dan
terjadi stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenisis menyebabkan
semakin naiknya kadar glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin tidak
tercukupi, maka besarnya kenaikan kadar glukosa darah juga dipengaruhi oleh
status hidrasi dan masukan karbohidrat oral. 3,13
Adanya hiperglikemi mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vascular, dimana
glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan
cairan akan menambah hiperglikemi dan hilangnya volume sirkulasi.
Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti
5

hilangnya cairan intravascular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Adanya


keadaan hiperosmolar akan memicu sekresi hormone anti diuretik dan timbul rasa
haus.3,13
Apabila keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar yang menyebabkan
kehilangan cairan ini tidak diatasi, maka akan timbul dehidrasi dan kemudian
menjadi hipovolemia. Hipovolemia akan menyebabkan hipotensi dan akan
mengakibatkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu
stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, karena telah terjadi gangguan
elektrolit berat dan hipotensi.13

2.4 Diagnosis
2.4.1. Anamnesis
Dalam banyak kasus, ada tumpang tindih yang signifikan dalam tanda dan
gejala yang terlihat pada HHS dan KAD. Dalam anamnesis dan penilaian awal,
perhatian khusus harus difokuskan pada regimen insulin, dosis yang terlewat dari
agen hipoglikemik oral, konsumsi berlebihan diet kaya karbohidrat atau
penggunaan obat secara simultan yang dapat memicu hiperglikemia atau
menyebabkan dehidrasi. Jika proses infeksi mendahului HHS, tanda dan gejala
meliputi:14
1. Demam
2. Malaise
3. Kelemahan umum
4. Takipnea
5. Takikardia
Jika faktor pencetusnya adalah kondisi jantung atau pembuluh darah, tanda
dan gejala akan meliputi:14
1. Nyeri dada
2. Dada sesak
3. Sakit kepala
4. Pusing
5. Palpitasi
6

Presentasi klinis khas pasien HHS adalah peningkatan buang air kecil
(poliuria) dan meningkatkan asupan air (polidipsia). Ini adalah hasil dari stimulasi
pusat rasa haus di otak dari dehidrasi parah dan peningkatan osmolaritas serum.
Kelemahan, malaise, dan lesu juga bisa menjadi bagian dari keluhan. Dehidrasi
parah dari HHS juga dapat mempengaruhi kulit dan sistem integumen. Biasanya,
kulit dan mukosa mulut kering dengan pengisian kapiler yang tertunda. Faktor
pembeda yang paling penting dalam HHS adalah adanya tanda-tanda neurologis.
Penurunan aliran darah otak dari dehidrasi berat dapat menyebabkan: 14
1. Defisit neurologis fokal
2. Gangguan ketajaman visual
3. Delirium
4. Koma
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Pendekatan berbasis sistem diperlukan untuk penilaian fisik. Penampilan
umum pasien dengan HHS umumnya tampak sakit dengan perubahan status
mental. Pada sistem kardiovaskular didapatkan takikardia, ortostatik hipotensi,
nadi lemah dan lemah. Pada sistem pernapasan didapatkan laju pernapasan bisa
normal, tetapi takipnea mungkin ada jika terjadi asidosis berat. Pada kulit
didapatkan pengisian kapiler tertunda, turgor kulit buruk, kekencangan kulit
mungkin tidak ada bahkan pada dehidrasi berat karena obesitas. Pada sistem
genitourinaria didapatkan penurunan produksi urin. Pada Sistem Saraf Pusat
(SSP) didapatkan defisit neurologis fokal, lesu dengan Skor Koma Glasgow yang
rendah dan pada kasus HHS yang parah, pasien mungkin koma. Pemeriksaan
fisik juga harus fokus pada komorbiditas lain yang terkait dengan diabetes
mellitus. Akantosis nigrikans, sariawan mulut, vulvovaginitis, beberapa lesi kulit
pustular mungkin menunjukkan kontrol glikemik yang buruk. Hal ini sangat
penting jika HHS adalah presentasi awal diabetes tipe 2.14
2.4.3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut rekomendasi dari American Diabetic Association dan pedoman
internasional saat ini, HHS didefinisikan oleh kadar glukosa plasma lebih besar
dari 600 mg/dL, osmolaritas efektif plasma lebih besar dari 320 mOsm/L, dan
adanya ketoasidosis yang signifikan.16 Evaluasi HHS memerlukan riwayat rinci
7

dan pemeriksaan fisik. Timbulnya gejala dan faktor pencetus sangat penting untuk
diperoleh dari pasien. Selain itu, studi tambahan juga diperlukan sebagai bagian
dari pemeriksaan diagnostik. Tes pertama di HHS adalah fingerstick untuk
menentukan kadar glukosa serum. Nilainya biasanya antara 600 hingga 1200
mg/dl. Semakin tinggi kadar glukosa, semakin besar osmolaritas serum dan
semakin tinggi derajat dehidrasi. 14
1. Glukosa
Tingkat glukosa harus dipantau setiap jam untuk menjaga terhadap
penurunan mendadak dan drastis, selama pengobatan dengan cairan isotonik dan
insulin. Hal ini untuk mencegah berkembangnya edema serebral yang merupakan
komplikasi yang paling ditakuti baik pada DKA maupun HHS. Risiko edema
serebral lebih tinggi pada HHS.14
2. Hemoglobin A1C
Ini adalah ukuran kontrol glikemik jangka panjang dan merupakan alat yang
berguna dalam penilaian diabetes mellitus awitan baru. 14
3. Osmolaritas Serum
Osmolaritas serum sangat tinggi pada HHS. Berkisar antara 320 -
400mOsm/kg sangat umum di HHS. Osmolaritas serum normal adalah sekitar 280
- 290 mOsm/kg. Osmolaritas serum yang lebih tinggi dikaitkan dengan perubahan
tingkat kesadaran dan pada akhirnya dapat menyebabkan koma.14
4. Elektrolit
Tingkat natrium sangat rendah (pseudohiponatremia). Keadaan
hiperglikemik menciptakan gradien osmotik yang menarik air dari ruang
intraseluler ke ruang ekstraseluler. Tingkat natrium yang benar biasanya dihitung
dengan menggunakan rumus:14
Natrium Terkoreksi = Natrium terukur + (((Glukosa serum - 100)/100) x 1,6)
Tingkat kalium mungkin tinggi atau rendah. Tingkat insulin yang rendah
dapat menyebabkan perpindahan kalium ekstraseluler. Namun, karena kehilangan
urin terus-menerus, total kalium tubuh rendah baik pada HHS maupun DKA.
Perhatian harus diberikan untuk menghindari koreksi agresif hipokalemia pada
HHS karena penurunan laju filtrasi glomerulus akibat dehidrasi. 15
8

Bikarbonat biasanya mendekati normal pada HHS, sekitar 8 sampai 12


mmol/L karena produksi badan keton minimal dibandingkan dengan DKA dimana
kadar bikarbonat biasanya sangat rendah. Kesenjangan anion pada HHS normal
atau mendekati normal. Sebaliknya, anion gap biasanya di atas 12 mmol/L pada
DKA. Gap anion ditentukan dengan rumus:14
(Na + K) - (Cl + HC0)
Jika celah anion tinggi pada HHS, biasanya karena produksi asam laktat dari
hipoperfusi jaringan dan penurunan sirkulasi. 14
Tingkat magnesium mungkin rendah HHS. Hiperfosfatemia sering terjadi
pada HHS terutama jika rhabdomiolisis merupakan komplikasi. Ini sebagai akibat
dari kerusakan jaringan otot. Pemberian insulin dan hidrasi dengan cairan dapat
menurunkan tingkat fosfor karena didorong kembali ke dalam sel. Beberapa fosfor
juga diekskresikan oleh ginjal saat perfusi organ akhir meningkat. Ketonemia
sangat minim pada HHS. Elektrolit harus dipantau secara serial setiap 2 sampai 3
jam dalam pengelolaan HHS.14
5. Analisa Gas Darah Arteri
Peran gas darah adalah untuk menentukan tingkat asidosis. Pada HHS, pH
biasanya di atas atau sekitar 7,30 pCO2 mungkin rendah karena hiperventilasi.
Pada KAD, pH serum biasanya jauh lebih rendah berkisar antara 6,8 sampai
sekitar 7,2 pada presentasi awal. Asidosis pada HHS terutama akibat dehidrasi dan
perfusi organ akhir yang terganggu. Gas darah arteri harus dipantau setiap 2
sampai 3 jam di HHS.14
6. Fungsi Ginjal
Tingkat BUN dan kreatin biasanya meningkat yang mencerminkan azotemia
prarenal. Saat hidrasi dan terapi insulin dimulai, nilai-nilai ini biasanya akan turun
dan akhirnya menjadi normal.14
7. Enzim Serum
Tingkat enzim serum seperti kreatinin kinase, aldolase, transaminase
biasanya tinggi akibat hemokonsentrasi dan dehidrasi. 14
8. Darah Lengkap
Sel darah putih mungkin tinggi karena respons stres atau akibat proses
infeksi yang memicu HHS. Dalam kebanyakan kasus, kadar hemoglobin dan
9

hematokrit meningkat. Jika jumlah putih meningkat, kultur darah, kultur urin, dan
rontgen dada mungkin diperlukan untuk menemukan sumber infeksi.14
9. Analisis Urin
Berat jenis urin tinggi pada HHS. Glikosuria dan ketonuria juga biasanya
didapatkan.14

2.5. Tatalaksana
Pengobatan HHS memerlukan pendekatan multidisiplin. Konsultasi dengan
ahli endokrinologi dan spesialis perawatan intensif dianjurkan. Resusitasi yang
tepat dengan memperhatikan prinsip Airway, Breathing, Circulation (ABC) harus
dimulai. Pasien dengan HHS dapat datang dengan perubahan status mental
sebagai akibat dari penipisan cairan yang signifikan dan penurunan perfusi
serebral. Aturan praktis yang baik adalah mengamankan jalan napas jika skor
koma Glasgow kurang dari 8.14
Hidrasi agresif dengan cairan isotonik dengan penggantian elektrolit adalah
praktik standar dalam pengelolaan HHS. Bolus cairan awal 15 sampai 20 ml/kg
diikuti dengan kecepatan infus 200 sampai 250 ml/jam adalah kecepatan yang
direkomendasikan untuk orang dewasa. Pada pasien anak, infus harus berjalan
sekitar dua kali tingkat pemeliharaan. Hidrasi dengan cairan isotonik telah terbukti
membantu mengurangi jumlah hormon kontraregulasi yang diproduksi selama
HHS. Penggunaan ini saja dapat mengurangi glukosa serum sekitar 75 sampai 100
mg/jam. Kalium serum pada HHS biasanya tinggi, tetapi total kalium tubuh
rendah akibat pergeseran ekstraseluler dari kekurangan insulin. Penggantian
kalium harus dimulai ketika kalium serum antara 4 hingga 4,5 mmol/L. 15
Hindari pemberian insulin drip pada tahap awal pengobatan karena dapat
menyebabkan penurunan cepat kadar glukosa serum yang menyebabkan edema
serebral. Dianjurkan untuk mencoba menjaga kadar glukosa sekitar 300 mg/dL
untuk mencegah perkembangan edema serebral. Pada pediatri, rehidrasi dan
koreksi elektrolit dalam jangka waktu yang lebih lama, 48 jam dapat membantu
dalam pencegahan edema serebral.15,16 Penatalaksanaan HHS dapat dlihat pada
gambar 1.
10

Gambar 1. Tatalaksana HHS6


2.6. Prognosis
Secara umum, mortalitas secara keseluruhan rendah dan biasanya
disebabkan oleh penyakit yang mendasari yang menyebabkan krisis
hiperglikemik. Pasien lanjut usia yang datang dengan koma berat dan hipotensi
memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang lebih
muda.14

2.7. Komplikasi
Kelainan elektrolit sebagai akibat pengobatan HHS cukup sering terjadi.
Perawatan perlu dilakukan untuk memastikan pemantauan yang sering dan
menghindari efek samping yang merugikan. Gangguan elektrolit yang umum
termasuk hipokalemia dan hipoglikemia. Edema serebral adalah komplikasi yang
ditakuti tetapi jarang terjadi pada HHS. Ini lebih sering terjadi pada populasi anak-
anak dan terjadi karena penurunan kadar glukosa yang cepat. 14
11

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. CMW
No. CM : 03-59-95
Tanggal Lahir/Umur : 31-12-1958/63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Budha
Alamat : Desa Kayu Besi, RT 002/001
Tanggal Pemeriksaan : 15 Januari 2022

3.2. Anamnesis
 Alloanamnesis Autoanamnesis
Keluhan Utama : Kenjang kelonjotan sebelah kanan
Keluhan Tambahan : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. (H.C) Ir. Soekarno rujukan dari RS Siloam
Hospitals Bangka Belitung dengan keluhan kejang kelonjotan sebelah kanan.
Kejang dirasakan tiba-tiba saat menonton TV sekitar pukul 19.30 WIB. Kejang
berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Pada saat selesai kejang didapatkan
kesadaran menurun. Keluhan demam, nyeri kepala, mual, muntah dan sesak
napas disangkal. Pasien memiliki riwayat pingsan sekitar 2 minggu yang lalu.
Saat pingsan diketahui gula darah pasien sekitar 220 mg/dl.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi, kolesterol, asam urat dan DM yang tidak terkontrol.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan
penyakit jantung.
Riwayat Penggunaan Obat :
Glibenklamid, simvastatin, amlodipin, allupurinol, antinyeri dan antibiotik.
12

3.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital
Tekanan Darah : 144/79 mmHg
Nadi : 102x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,6 °C
SpO2 : 100% NK 2 lpm
Status General
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP : R-2 cmH2O
Dinding toraks:
Anterior Posterior
Inspeksi Statis dan dinamis: simetris, Statis dan dinamis: simetris,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Nyeri (-), SF kanan = SF kiri Nyeri (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi Sonor (+/+) Sonor (+/+)
Auskultasi Vesikuler (+/+), ronki (-/-), Vesikuler (+/+), ronki (-/-),
whezing (-/-) whezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi kordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS IV linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS V linea parasternal destra
Batas jantung kiri ICS IV linea aksillaris anterior sinistra
Auskultasi : S1>S2, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, jejas (-), distensi (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), asites (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik normal
13

Ekstremitas : Akral dingin, CRT < 2 detik.


Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (+) (+)
Pucat (-) (-) (-) (-)
Ulkus (-) (-) (+) (+)

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Elektrokardiograf (15 Januari 2022)

Interpretasi Rekaman EKG :


Irama : Sinus takikardi Kompleks QRS : Normal
Rate : 115 x/menit Durasi QRS : 0,09 s
Gelombang P : Normal Q patologis : Tidak ada
Durasi P : 0,08 s Segmen ST : Normal
Interval PR : 0,142 s Gelombang T : Normal
Axis QRS : Left Axis Deviation
Kesan EKG : Sinus takikardi, HR 115 bpm, LAD
14

Laboratorium
Nilai
Jenis pemeriksaan 15/01/2022 16/01/2022 Satuan
Rujukan
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 12,9* 10,5* 4–11 g/dL
Hematokrit 36* 29* 45–55 %
Eritrosit 4,08 3,4* 4,7–6,1 106/mm3
Leukosit 15,5* 14,4* 4,5–10,5 103/mm3
Trombosit 525* 346 150–450 103/mm3
MCV 88 87 80–100 Fl
MCH 32 31 27–31 Pg
MCHC 36 36 32–36 g/dL
RDW 12,4 12,6 11,5–14,5 %
MPV 8 7,2–11,1 Fl
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1 %
Eosinofil 0 0–4 %
Netrofil Batang 1 2–6 %
Netrofil Segmen 73* 50–70 %
Limfosit 22 20–40 %
Monosit 4 2–8 %
IMUNOSEROLOGI
Diabetes
Glukosa darah 870* 387* <200 mg/dl
sewaktu
HbA1c 13,2* 13,6* <6,5 %
Fungsi Hati
SGOT 53* ≤ 32 U/L
SGPT 46* ≤ 33 U/L
Ginjal-Hipertensi
Ureum 40 17–49 mg/dl
Kreatinin 0,84 0,51–0,95 mg/dl
Elektrolit
Natrium 136 140 136–146 mmol/L
Kalium 3,8 3,0* 3,5–5,1 mmol/L
Klorida 94 101 95–105 mmol/L
ANALISIS GAS DARAH
pH 7,28* 7,49* 7,35–7,45
pCO2 44,0 38,1 35,0–45,0 mmHg
pO2 90,2 141,2* 83–108 mmol/L
tCO2 19,7* 30,7* 22–30 mmol/L
HCO3 20,2* 29,5* 21–28 mmol/L
SO2 96,7 98,5* 95-98 mmol/L
15

𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 (𝑚𝑔/𝑑𝑙) 𝑢𝑟𝑒𝑢𝑚 (𝑚𝑔/𝑑𝑙)


Osmolaritas darah (15 Januari 2022) = 2(Na + K) + +
18 6
870 40
= 2(136+3,8) + +6
18

= 279,6 + 48,4 + 6,7


= 334,7 mOSM/l
Anion Gap (15 Januari 2022) = (K+Na) – (Cl+CO2)
= (3,8+136) – (94+19,7)
= 139,8 – 113,7
= 26,1

Foto Thoraks (15 Januari 2022)

Kesan :
- Kardiomegali dengan kongesti ringan corakan vaskular kedua paru
- Bronkopneumonia di pericardial paru kiri
16

CT-Scan Kepala Tanpa Kontras (15 Januari 2022)

Kesan :
- Tidak terdapat perdarahan/infark/SOL intrakranial yang bermakna, masih
mungkin terdapat TIA
- Senile cerebral atrofi

2.5 Diagnosa
1. HHS
2. DM
3. Hipertensi

2.6 Tatalaksana
Terapi Farmakologi
IGD :
1. Asering 500 cc sampai 6 L di stop
2. IVD Asering 20 gtt/i
17

3. Inj. Novorapid 12-12-12 IU


4. Inj. Cefoperazon 1 g/8 jam
5. Lansoprazol 30 mg/ 24 jam
6. Nicardipin standby
Ruangan :
1. IVFD Asering 20 gtt/i
2. Inj. Cefaporerazone 1 g/8 jam IV
3. Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam IV
4. Novorapid 12-12-12 IU
5. Levemir 10 IU
6. Furosemide 1 x 40 mg PO
7. Amlodipin 1 x 10 mg PO
8. Valsartan 1 x 80 mg PO

Non Farmakologi
1. Diet DM-B

2.7 Monitoring
1. Kondisi umum dan tanda vital
2. Pemeriksaan DL, HbA1c, GDS serial, GDP, G2PP, BUN, serum kreatinin,
kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
18

BAB IV
FOLLOW UP

Tabel 4.1. Follow Up Pasien 16/01/2022


TGL S O A P
16/01/ Kejang (-), KU : Sedang - HHS - O2 3 l/i via n.c
2022 lemas (+), GCS : E4M5V6 - DM Tipe - Kocor 500 cc
mulut pahit TD :160/100 mmHg II Asering (sampai
Pukul (+) HR : 109 x/i - Hipertensi 6 L lalu di stop
13.00 RR : 20 x/i stage II - IVFD Asering
SpO2: 100 20 tpm
Kepala : Mata anemis - Nicardipin
(-/-), ikterik (-/-) standby
Leher: TVJ R-2 - Inj. Novorapid
cmH2O 12-12-12 IU
Thorax : - Inj.
 Cor : S1 S2 reguler, Cefoperazon 1
murmur (-), gallop (- g/8 jam
) - Inj. Lansoprazol
 Pulmo: SP: 30 mg/ 24 jam
vesikuler, ST: - Pasang DC
ronkhi basah basal (- - Pasang NGT
/-) - Rawat HCU
Abdomen: Soepel,
BU(+)N
Ekstremitas: Akral
dingin, edema
pretibial (+/+), ulkus
(+) di ekstremitas
inferior
19

Tabel 4.2. Follow Up Pasien Tanggal 17/01/2022


TGL S O A P
17/01/ lemas (+), KU : Sedang - HHS - O2 3 l/i via n.c
2022 mulut pahit GCS : E4M5V6 - DM Tipe - IVFD Asering
(+) TD :170/100 mmHg II 20 tpm
Pukul HR : 109 x/i - Hipertensi - Inj. Novorapid
13.00 RR : 20 x/i stage II 12-12-12 IU
SpO2: 100 - Inj.
Kepala : Mata anemis Cefoperazon 1
(-/-), ikterik (-/-) g/8 jam
Leher: TVJ R-2 - Inj.
cmH2O Lansoprazol
Thorax : 30 mg/ 24 jam
 Cor : S1 S2 reguler,
murmur (-), gallop (-
)
 Pulmo: SP:
vesikuler, ST:
ronkhi basah basal (-
/-)
Abdomen: Soepel,
BU(+)N
Ekstremitas: Akral
dingin, edema
pretibial (+/+), ulkus
(+) di ekstremitas
inferior
20

Tabel 4.3. Follow Up Pasien Tanggal 18/01/2022


TGL S O A P
18/01/ lemas (+), KU : Sedang - HHS - IVFD Asering
2022 mulut pahit GCS : E4M5V6 - DM Tipe 20 gtt/i
(+) TD :170/100 mmHg II - Inj.
Pukul HR : 109 x/i - Hipertensi Cefaporerazone
13.00 RR : 20 x/i stage II 1 g/8 jam IV
SpO2: 100 - Inj. Omeprazole
Kepala : Mata anemis 40 mg/24 jam
(-/-), ikterik (-/-) IV
Leher: TVJ R-2 - Novorapid 12-
cmH2O 12-12 IU
Thorax : - Levemir 10 IU
 Cor : S1 S2 reguler, - Furosemide 1 x
murmur (-), gallop (- 40 mg PO
) - Amlodipin 1 x
 Pulmo: SP: 10 mg PO
vesikuler, ST: - Valsartan 1 x 80
ronkhi basah basal (- mg PO
/-) - Pindah ke
Abdomen: Soepel, Ruangan
BU(+)N
Ekstremitas: Akral
dingin, edema
pretibial (+/+), ulkus
(+) di ekstremitas
inferior
21

BAB V
DISKUSI
TEORI KASUS
HHS lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 Pada kasus, didapatkan
dan sering terjadi pada pasien lanjut usia. Faktor pasien memiliki faktor
pencetus HHS antara lain infeksi resiko yaitu :
(bronkopneumonia, infeksi kencing, 
saluran Riwayat DM yang
sepsis), penyakit vaskular akut (penyakit sere- baru diketahui
brovaskular, infark miokard akut, emboli paru),  Usia lanjut
trauma, luka bakar, hematom subdural, kelainan Faktor pencetus pada
gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis pasien karena DM yang
akut, obstruksi intestinal), obat-obatan (diuretik, tidak terdiagnosis.
steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon,
interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol,
dopamin, dobutamin, dan terbutalin). Faktor
predisposisi terjadinya HSS paling umum adalah
infeksi pada 40-60% pasien, dan infeksi yang
paling sering adalah bronkopneumonia.11
Manifestasi klinis :3 Pada kasus :
 Rasa lemah - Kejang fokal
 Gangguan penglihatan - Lemah
 Kaki kejang - Penurunan kesadaran
Diagnosa :14 Pada kasus :
 Anamnesis  Berdasarkan anamnesis
Pasien HHS biasanya datang dengan keluhan rasa dijumpai adanya
lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang, keluhan kejang, rasa
dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, lemah dan penurunan
namun lebih jarang jika dibandingkan dengan kesadaran.
KAD. Kadang, pasien datang dengan disertai  Berdasarkan
keluhan saraf, disorientasi, hemiparesis, kejang pemeriksaan fisik
atau koma. ditemukan kelainan
berupa pasien tampak
22

 Pemeriksaan fisik sakit berat dan terdapat


Penampilan umum pasien dengan HHS umumnya penurunan kesadaran
tampak sakit dengan perubahan status mental. berupa delirium. pada
Pada sistem kardiovaskular didapatkan takikardia, kardiovaskular
ortostatik hipotensi dan nadi lemah. Pada sistem didapatkan takikardi.
pernapasan didapatkan laju pernapasan bisa Pada kulit didapati
normal, tetapi takipnea mungkin ada jika terjadi akral dingin.
asidosis berat. Pada kulit didapatkan pengisian  Dari hasil laboratorium
kapiler tertunda, turgor kulit buruk, kekencangan pada tanggal 15 Januari
kulit mungkin tidak ada bahkan pada dehidrasi 2022 didapatkan kadar
berat karena obesitas. Pada sistem genitourinaria glukosa darah 840
didapatkan penurunan produksi urin. Pada Sistem mg/dl, osmolaritas
Saraf Pusat (SSP) didapatkan defisit neurologis plasma sebesar 334,7
fokal, lesu dengan Skor Koma Glasgow yang mOSM/l dan nilai
rendah dan pada kasus HHS yang parah, pasien anion gap 26,1 dan pH
mungkin koma. 7,28.
 Hasil Laboratorium
HHS didefinisikan oleh kadar glukosa plasma
lebih besar dari 600 mg/dL, osmolaritas plasma
lebih besar dari 320 mOsm/L dan tidak adanya
ketoasidosis yang signifikan.
Penatalaksanaan6,15  O2 3 l/i via n.c
 Cairan  Kocor 500 cc Asering
Langkah pertama dan terpenting dalam HHS (sampai 6 L lalu di stop
adalah penggantian cairan yang agresif, dimana  IVFD Asering 20 tpm
dimulai dengan memperhatrikan perkiraan defisit  Nicardipin standby
cairan. Pada awalnya sebaiknya diberikan normal  Inj. Novorapid 12-12-
saline per jam. 12 IU
 Elektrolit  Inj. Cefoperazon 1 g/8
Jika kosentrasi kalium awal < 3,3 mEq per L, jam
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium  Inj. Lansoprazol 30
(2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai mg/ 24 jam
23

tercapai kosentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per


L). jika kosentrasi kalium lebih besar dari 5 mEq
per L, kosentrasi harus diturunkan sampai dibawah
5 mEq per L, namun sebaiknya kosentrasi kalium
harus dimonitor per dua jam. Jika kosentrasi awal
kalium 3,3 – 5,0 mEq per L, maka 20 – 30 mEq
kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan
intravena yang diberikan.
 Insulin
Jika terdapat ketonaemia yang
signifikan (> 1 mmol/L), ini
menunjukkan hipoinsulinemia relatif dan
insulin harus dimulai pada saat awal. Jika
ketonaemia yang signifikan tidak
ada (<1 mmol/L) jangan mulai insulin.
Penggantian cairan saja dengan larutan
natrium klorida 0,9% akan
menghasilkan tingkat gula darah yang
turun. Pengobatan insulin sebelum
penggantian cairan yang adekuat dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskular
ketika air keluar dari ruang
intravaskular, dengan hasil penurunan
volume intravaskular. Dosis insulin yang
dianjurkan adalah infus insulin IV tingkat tetap
yang diberikan pada 0,05 unit per kg per jam.
Penurunan glukosa pada kecepatan
hingga 5 mmol/L per jam adalah ideal
dan, setelah gula darah berhenti turun
setelah resusitasi cairan awal, penilaian
kembali asupan cairan dan evaluasi
fungsi ginjal harus dilakukan. Insulin
24

dapat dimulai pada titik ini, atau, jika


sudah ada, laju infus meningkat 1 unit/
jam.
 Identifikasi dan Atasi Faktor Penyebab
Terapi antiobiotik dianjurkan untuk diberikan pada
pasien yang dicurigai infeksi. Terapi antibiotik
dianjurkan sambil menunggu hasil kultur pada
pasien lanjut usia dan pada pasien hipotensi.
Berdasarkan penelitian peningkatan kosentrasi C-
reaktif protein dan IL-6 merupakan indikator awal
sepsis pada pasien HHS.
25

BAB VI
KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan
Os perempuan berusia 63 th, didiagnosa dengan HHS + DM Tipe II +
Hipertensi Tage II dan diberi pengobatan :
 IVFD Asering 20 gtt/i
 Inj. Cefaporerazone 1 g/8 jam IV
 Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam IV
 Novorapid 12-12-12 IU
 Levemir 10 IU
 Furosemide 1 x 40 mg PO
 Amlodipin 1 x 10 mg PO
 Valsartan 1 x 80 mg PO
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenjun, Fan. Epidemiology in diabetes mellitus and cardiovascular disease.


Cardiovascular Endocrinology & Metabolism; 2017.

2. World Health Organization. Diabetes angka dan fakta; 2016.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu


penyakit dalam jilid II. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

4. Pasquel FJ, Umpierrez GE. Hyperosmolar hyperglycemic state: a historic


review of the clinical presentation,diagnosis, and treatment. Diabetes Care.
2014 Nov;37(11):3124-31. [PMC free article: PMC4207202] [PubMed:
25342831]

5. Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group. The management of


the hyperosmolar hyperglycaemic state (HHS) in adults with diabetes. NHS;
2012.

6. Liverpool Hospital. Guideline management of hyperosmolar hyperglycemic


state. NSW Government; 2016.

7. Wachtel TJ, Silliman RA, Lamberton P. Predisposing factors for the


diabetic hyperosmolar state. Arch Intern Med. 1988 Mar;148(3):747.
[PubMed: 3341875]

8. Wachtel TJ, Silliman RA, Lamberton P. Prognostic factors in the diabetic


hyperosmolar state. J Am Geriatr Soc. 1987 Aug;35(8):737-41. [PubMed:
3611564]

9. Wachtel TJ, Silliman RA, Lamberton P. Predisposing factors for the


diabetic hyperosmolar state. Arch InternMed. 1987 Mar;147(3):499-501.
[PubMed: 3827427]

10. McDonnell CM, Pedreira CC, Vadamalayan B, Cameron FJ, Werther GA.
Diabetic ketoacidosis, hyperosmolarity and hypernatremia: are high-
carbohydrate drinks worsening initial presentation? Pediatr Diabetes. 2005
Jun;6(2):90-4. [PubMed: 15963036]

11. Semarawima, G. Status hiperosmolar hiperglikemik: Rumah Sakit Umum


Pusat Sanglah Denpasar Bali; 2017.
27

12. Ananth J, Parameswaran S, Gunatilake S. Side effects of atypical


antipsychotic drugs. Curr Pharm Des.2004;10(18):2219-29. [PubMed:
15281897]

13. Setyoahadi, B. dkk. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan penyakit dalam


(emergency in internal medicine). Volume I. Jakarta : Internal Publishing;
2012.

14. Adeyinka A, Kondamudi NP. Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic


Coma. [Updated 2021 Nov 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482142/

15. Scott, A. Management of hyperosmolar hyperglycaemic state in adults with


diabetes: Diabetes UK and the Association of British Clinical Diabetologist;
2015.

16. Francisco J. Guillermo E. Umpierrez. Hyperosmolar Hyperglycemic State:


A Historic Review of the Clinical Presentation, Diagnosis, and Treatment:
American Diabetes Association; 2014

Anda mungkin juga menyukai