Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

FRICTIONAL HYPERKERATOSIS

OLEH:
Salwa Dwini Kariza, S.KG
1913101020028

DOSEN PEMBIMBING:
drg. Sri Rezeki, Sp.PM
Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM
drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si
drg. Yuli Fatzia Ossa, Sp. PM
drg. Nurul Husna
drg. Sarinah Rambe
drg. Amanda Sawitri

DEPARTEMEN PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Requirement Kepaniteraan Klinik Bagian Penyakit Mulut
pada Pendidikan Profesi Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah
Kuala.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. drg. Sri Rezeki, Sp.PM selaku dosen pembimbing dan instruktur klinik;
2. Dr. drg. Liza Meutia Sari, Sp.PM selaku dosen pembimbing dan
instruktur klinik;
3. drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si selaku instruktur klinik sekaligus
kepala bagian Penyakit Mulut;
4. drg. Yuli Fatzia Ossa, Sp. PM selaku instruktur klinik bagian Penyakit
Mulut;
5. drg. Nurul Husna selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
6. drg. Sarinah Rambe selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
7. drg. Amanda Sawitri selaku instruktur klinik bagian Penyakit Mulut;
Kepada ketujuh instruktur tersebut telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan kasus ini. Akhir
kata penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Banda Aceh, Desember 2020

Penyusun

i Universitas Syiah Kuala


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 LAPORAN KASUS............................................................................ 1
1.1 Status Pasien.................................................................................. 1
1.2 Anamnesis...................................................................................... 1
1.3 Riwayat Penyakit Sistemik............................................................ 1
1.4 Kebiasaan Buruk............................................................................ 2
1.5 Pemeriksaan Ekstra Oral................................................................ 2
1.6 Pemeriksaan Intra Oral.................................................................. 2
1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................. 4
1.8 Masalah Klinis............................................................................... 4
1.9 Diagnosis dan Diagnosis Banding................................................. 4
1.10 Rencana Perawatan dan Perawatan............................................... 4
1.11 Status Kontrol (Kunjungan II)...................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 9


2.1 Frictional Hyperkeratosis............................................................... 9
2.1.1 Definisi.................................................................................. 9
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis....................................................... 9
2.1.3 Gambaran Klinis................................................................... 9
2.1.4 Gambaran Histopatologis..................................................... 10
2.1.5 Perawatan.............................................................................. 10
2.2 Diagnosis Banding......................................................................... 11
2.2.1 Linea alba.............................................................................. 11
2.2.2 Leukoplakia.......................................................................... 12
2.2.3 Lichen planus........................................................................ 13

BAB 3 PEMBAHASAN.................................................................................. 18

BAB 4 KESIMPULAN .................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

ii Universitas Syiah Kuala


BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Status Pasien


Operator : Salwa Dwini Kariza, S.KG
NIM : 1913101020028

Tanggal pemeriksaan : 4 November 2020


Nomor rekam medik : D1155/16
Nama pasien : DJG
Tempat/tanggal lahir : Medan, 12 Agustus 1997
Status perkawinan : Belum menikah
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Mahasiswa profesi
No. HP : 082166346XXX

1.2. Anamnesis
Pasien menghubungi operator dengan keluhan adanya bercak putih pada
pipi bagian dalam kiri dan kanan. Pasien menyadari adanya bercak putih tersebut
karena gesekan gigi belakang, pasien tidak tahu pasti kapan tepatnya bercak
tersebut muncul. Pasien mengaku bercak terdapat pada pipi dekat dengan gigi
geraham belakang tidak terasa sakit namun hanya merasa kurang nyaman. Bercak
berbentuk garis yang tidak teratur. Pasien mengaku bercak putih tersebut tidak
mengganggu pengunyahan, menelan ataupun berbicara. Pasien mengaku bercak
putih tersebut menetap.Pasien mengaku bercak putih tersebut tidak pernah diobati
sebelumnya. Pasien mengaku keluarga memiliki keluhan yang sama yaitu
adeknya, pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, dan juga tidak terdapat
bercak yang sama pada bagian tubuh yang lain. Pasien tidak merokok/
mengonsumsi alcohol. Pasien mengaku tidak sering merasa lemas dan kelelahan.
Pasien sering mengonsumsi sayu-sayuran. Bercak tersebut tidak muncul dari
kecil. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit sistemik dan pasien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan tertentu. Perawatan yang pernah dilakukan yaitu

1 Universitas Syiah Kuala


13

pembersihan karang gigi dan pemasangan kawat gigi. Pasien menyikat gigi 2 kali
sehari menggunakan pasta gigi berfluoride, pasien tidak menggunakan obat
kumur. pasien pernah melalukan perawatan ke dokter gigi pasien melakukan
pencabutan gigi 2 tahun yang lalu dan penambalan gigi pada 5 tahun yang lalu.
Pasien merupakan anak laki-laki pertama dari 3 bersaudara, pasien masih dalam
tanggungan orang tua yang orang tuanya. Pasien mengaku tidak memiliki
kebiasaan seperti merokok, menyirih, menggigit pipi/bibir. Pasien mengaku
tempat tinggal dekat dengan akses pelayanan kesehatan.

1.3. Riwayat Penyakit Sistemik


a. Penyakit Jantung : Diakui / Disangkal
b. Hipertensi : Diakui / Disangkal
c. Diabetes Melitus : Diakui / Disangkal
d. Kelainan Darah : Diakui / Disangkal
e. Penyakit Hepar : Diakui / Disangkal
f. HIV/AIDS : Diakui / Disangkal
g. Kelainan Pernapasan (PPOK, TB, Pneumonia) : Diakui / Disangkal
h. Kelainan GIT (Gastritis) : Diakui / Disangkal
i. Penyakit Ginjal : Diakui / Disangkal
j. Penyakit Kelainan : Diakui / Disangkal
k. Atopi (asma, eksim, alergi) : Diakui / Disangkal
l. Alergi (makanan, obat, logam) : Diakui / Disangkal
m. Hamil : Diakui / Disangkal
n. Kontrasepsi : Diakui / Disangkal
o. Lain-lain : Diakui / Disangkal
1.4. Kebiasaan Buruk
a. Menyirih : Diakui / Disangkal
b. Minuman Beralkohol : Diakui / Disangkal
c. Merokok : Diakui / Disangkal
1.5. Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Kelenjar Limfe
- Submandibula Kanan : Teraba + / - lunak/keras/kenyal Sakit +/ -

Universitas Syiah Kuala


13

Kiri : Teraba + / - lunak/keras/kenyal Sakit +/ -


- Submental : Teraba + / - lunak/keras/kenyal Sakit +/ -
- Servikal Kanan : Teraba +/ - lunak/keras/kenyal Sakit +/ -
Kiri : Teraba +/ - lunak/keras/kenyal Sakit +/ -
b. Bibir : TAK
c. Wajah : Simetri/ asimetri
d. Sirkum Oral : TAK
e. Lain-lain : TAK

1.6. Pemeriksaan Intra Oral


1. Mukosa Bukal : Fordyce Granule (-)
Cheek biting(-)
: Lesi berupa plak putih berbentuk ireguler,
berukuran 4x6 mm berbatas jelas, lokasi terdapat pada mukosa bukal kiri
region gigi 26.

Gambar 1. Lesi plak berwarna putih tidak dapat diseka, berbentuk irregular, berjumlah 2
pada mukosa bukal kanan berukuran 6x2 mm (Gambar kanan) dan 5x2 mm pada mukosa
bukal kiri serta berbatas jelas (Gambar kiri)

2. Mukosa Labial : TAK


3. Palatum Durum : Torus palatinus (-)
4. Palatum Molle : TAK
5. Lidah (dorsum dan ventral) : Dorsum: TAK
Ventral: TAK
6. Dasar Mulut : TAK

Universitas Syiah Kuala


13

7. Gingiva : Udem, hiperemi, dan kalkulus


8. Saliva : konsistensi cair
Halitosis: +/ -
9. Lain-lain : gigi 46 : karies D6 (son (-))
gigi 37 : karies D4
gigi 47 : kariesD3
gigi 38 dan 48 : karies D2
gigi 83 : Persisten
gigi 44 : hilang
gigi 21,33,42,45,43 :malposisi
1.7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

1.8. Masalah Klinis


1. mukosa labial : Mukosa bukal = Lesi plak berwarna putih tidak dapat
diseka, berbentuk irregular, berjumlah 2 pada mukosa bukal kanan berukuran 6x2
mm dan 5x2 mm pada mukosa bukal kiri serta berbatas jelas
2. RA/RB : Udem, hiperemi, dan kalkulus
3. Gigi 46 : karies D6 (son (-))
4. Gigi 37 : karies D4
5. Gigi 47 : kariesD3
6. Gigi 38 dan 48 : karies D2
7. Gigi 83 : Persisten
8. Gigi 44 : hilang
9. Gigi 21,33,42,45,43 :malposisi

1.9. Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Mukosa bukal kanan dan kiri
Diagnosis : Frictional hykeratosis
Diagnosis banding : Leukoplakia
Linea alba
Lichen planus
2. RA/RB : Gingvitis kronis generalisata

Universitas Syiah Kuala


13

1.10. Rencana Perawatan dan Perawatan


4 November 2020
1. KIE (Komunikasi, Instruksi, Edukasi)
 Komunikasikan kepada pasien bahwa bercak putih tersebut dikarenakan
gesekan antara gigi belakang dengan pipi bagian dalam. bercak putih
tersebut tidak berbahaya dan dapat hilang.
 Edukasikan kepada pasien untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut
yaitu dengan menyikat gigi 2 kali sehari pagi setelah sarapan dan malam
sebelum tidur serta menyikat lidah setelah menyikat gigi, sikat gigi yang
digunakan yaitu sikat gigi yang lembut dan tidak terlalu keras dengan pasta
gigi yang tidak mengandung SLS (Sodium Laureth Sulfate). Lakukan
pemeriksaan gigi dan mulut ke dokter gigi 6 bulan sekali.
2. RA/RB: Gingivitis kronis generalisata  pro scalling
3. Gigi 46 : nekrosis pulpa  pro konser
4. Gigi 37 : karies dentin  pro konser
5. Gigi 38,47, dan 48 : karies email  pro konser
6. Gigi 44 : edentulous  pro prosto
7. Gigi 83 : Persisten  pro BM
8. Gigi 21,33,42,45,43 :malposisi  pro orto

1.11. Status Kontrol


Kunjungan II (11 November 2020)
a) Anamnesis
Pasien datang untuk melakukan kontrol bercak putih dibagian pipi
sebelah kiri dan kanan setelah 7 hari kunjungan pertama. Pasien mengaku
sudah tidak ada keluhan pada bercak putih di pipi bagian belakang tersebut.
Pasien mengaku sudah mengganti pasta gigi yang tidak mengandung
deterjen. Pasien sudah mengikuti instruksi untuk makan lebih hati-hati.
Pasien menyikat gigi dua kali sehari pagi setlah sarapan dan malam sebelum
tidur. Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pasien mengaku
bahwa akses pelayanan kesehatan dapat dijangkau dari rumah pasien.
Tambahan pasien 3 hari yang lalu datang ke praktek dokter gigi untuk

Universitas Syiah Kuala


13

melakukan perawatan saluran akar dan tidak ada keluhan mengenai


perawatannya.

b) Masalah Klinis
1. Mukosa bukal : Lesi plak berwarna putih, berbentuk irregular,
berjumlah 2 pada mukosa bukal kiri berukuran 4x2 mm dan 6x2
mm pada mukosa bukal kanan serta berbatas jelas
2. Gingiva RA/RB : udem, hiperemi, kalkulus supragingiva
3. Gigi 46 : karies D6
4. Gigi 37 : karies D4
5. Gigi 47 : karies D3
6. Gigi 38 dan 48 : karies D2
7. Gigi 83 : persistensi
8. Gigi 44 : hilang
9. Gigi 21,33,45,43 : malposisi

Gambar 2. Lesi plak putih (healing on process)

c) Diagnosis
1. Mukosa bukal kiri kanan :
Diagnosis : frictional hyperkeratosis
Diagnosis banding : lichen planus, leukoplakia, white sponge
nevus
2. Gingiva RA/RB : gingivitis kronis generalisata
3. Gigi 46 : nekrosis pulpa
4. Gigi 37 : karies dentin
5. Gigi 38, 47, dan 48: karies email
6. Gigi 83 : persistensi
7. Gigi 44 : hilang
8. Gigi 21,33,45,43 : malposisi

Perawatan dan Rencana Perawatan


1. KIE
 Komunikasikan kepada pasien bahwa bercak putih yang terdapat pada pipi

Universitas Syiah Kuala


13

merupakan hasil gesekan gigi belakang dengan mukosa bagian dalam,


bercak tersebut tidak berbahaya dan dapat hilang dengan dilakukan
pencabutan gigi geraham belakang sebelah kirinya
 Instruksikan kepada pasien agar lebih hati-hati saat makan/ mengunyah
 Edukasikan kepada pasien agar tetap menjaga oral hygine dengan sikat
gigi 2x sehari dan periksa kedokter gigi setiap 6 bulan sekali
2. Gingiva RA/RB : Gingivitis Kronis Generalisata  pro perio (scaling)
3. Gigi 46 : nekrosis pulpa  pro konser
4. Gigi 37 : karies dentin  pro konser
5. Gigi 38,47, dan 48 : karies email  pro konser
6. Gigi 44 : edentulous  pro prosto
7. Gigi 83 : Persisten  pro BM
8. Gigi 21,33,42,45,43 :malposisi  pro orto

Universitas Syiah Kuala


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Frictional Hyperkeratosis


2.1.1. Definisi
Frictional hyperkeratosis dikenal juga dengan istilah focal hyperkeratosis,
focal hyperparakeratosis, dan physiologic hyperkeratosis (gesekan) adalah lesi
putih yang berhubungan dengan abrasi atau gesekan kronis dan berulang pada
mukosa oral.1 Hal ini secara klinis dikarakteristikkan sebagai lesi putih
hiperkeratotik atau lesi putih tanpa elemen kemerahan, biasanya diamati pada area
mukoasa oral yang mudah terkena trauma.2

2.1.2. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab frictional hyperkeratosis adalah abrasi ringan yang berkelanjutan
pada membran mukosa oleh iritan seperti kebiasaan menggigit pipi, gigi tajam,
dan gigi tiruan.2,3 Protective hyperkeratosis merupakan lesi putih yang dihasilkan
oleh iritan dan reaksi ini merupakan respon fisiologis terhadap trauma minor.4,5
Faktor predisposisi yang berhubungan dengan frictional hyperkeratosis, yaitu
trauma berulang dari gigi, alat dental, makanan, merokok, dan konsumsi
alkohol.2,5

2.1.3. Gambaran Klinis


Frictional hyperkeratosis umumnya terjadi pada area yang sering terkena
trauma, seperti bibir, tepi lateral lidah, mukosa bukal sepanjang bidang oklusal,
dan tepi tulang alveolar pada pasien edentulous.4,6,7 Tampilan dari lesi ini berwarna
putih homogeny, asimptomatik, berbatas jelas, lokasinya dekat dengan sumber
gesekan, dan menetap.1 Awalnya, lesi berwarna putih pucat kemudian menebal
dan menjadi lebih putih dan terkadang permukaannya kasar.3 Pasien disarankan
untuk menghentikan kebiasaan penyebabnya, seperti gigi tajam atau gigi tiruan
yang kasar harus dihaluskan. Lesi akan sembuh atau berkurang intensitasnya dari
waktu ke waktu apabila etiloginya dihilangkan.1

9 Universitas Syiah Kuala


13

Gambar 2.1. Lesi frictional hyperkeratosis pada pasien yang menghisap pipi1

2.1.4. Gambaran Histopatologi


Hiperkeratosis merupakan perubahan mikroskopis yang utama dari lesi ini.4
Epitelium mengalami hiperplastik sedang dengan lapisan sel granular yang
menonjol dan terjadi penebalan hiperkeratosis tanpa displasia.3 Terdapat pula sel
inflamasi kronis pada jaringan ikat sekitarnya.1,4

Gambar 2.2. Gambaran histopatologi pada frictional hyperkeratosis1

2.1.5. Perawatan
Aspek penting dalam manajemen frictional hyperkeratosis adalah
pemberian informasi kepada pasien karena lesi ini merupakan lesi jinak yang tidak
membutuhkan perawatan. Lesi frictional hyperkeratosis ini membutuhkan
observasi berkala. Eliminasi sumber iritasi dapat dilakukan dan reevaluasi lesi
pada 1 hingga 2 minggu.1

2.2. Diagnosis Banding

Universitas Syiah Kuala


13

2.2.1. Linea Alba


a. Definisi dan Etiologi
Linea alba adalah garis putih homogen yang merupakan perubahan yang
sering terjadi pada mukosa bukal yang ditandai dengan adanya penebalan
fisiologis dari epitelium mukosa sebagai respon terhadap gaya gesekan dari
kebiasaan menggigit, menghisap pipi, tekanan, iritasi friksi, atau sucking trauma
dari permukaan fasial gigi. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh horizontal
overlap yang tidak baik atau restorasi yang tidak rata pada permukaaan gigi.1

b. Gambaran Klinis
Lesi linea alba terlihat sebagai garis putih horizontal sepanjang bidang
oklusal pada mukosa bukal yang biasanya bilateral dengan lebar yang bervariasi
dan dapat terlihat scalloped (bergerigi) yang menyerupai konfigurasi gigi pada
area tersebut. Linea alba terlihat lebih jelas di sekitar gigi posterior.1

Gambar 2.3. Gambaran klinis dari linea alba.3

c. Gambaran Histopatologis
Biopsi jarang dilakukan, namun akan terlihat hyperorthokeratosis yang
melapisi mukosa oral yang normal apabila dilakukan biopsi. Terkadang terdapat
edema interseluler pada epitelium dan pada jaringan ikat yang melapisinya
terdapat inflamasi kronis ringan.1

d. Perawatan

Universitas Syiah Kuala


13

Perawatan tidak dibutuhkan untuk kasus linea alba dan regresi spontan
dapat terjadi. Sebaliknya, dapat dilakukan identifikasi dan eliminasi faktor
penyebabnya.1

2.2.2. Leukoplakia
a. Definisi
Leukoplakia adalah istilah klinis yang pengindikasi patch atau plak putih
dari mukosa oral yang tidak dapat diseka dan tidak bisa dikarakteristikkan secara
klinis sebagai penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan lesi prekanker yang
frekuensi transformasinya menjadi ganas besar.3

b. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi dikaitkan dengan penggunaan
tembakau, penyalahgunaan alcohol, trauma, infeksi Candida albicans, nutrisi,
anemia defisiensi zat besi, dan Human Papiloma Virus (HPV).3

c. Gambaran Klinis
Tiga gambaran klinis yang dikenali, yaitu homogeneous (sering terjadi),
bintik-bintik (tidak terlalu sering), dan verrucous (jarang). Lesi verrucous dan
bintik-bintik memiliki resiko malignant menjadi homogeneous. Biasa terjadi pada
orang dengan usia lebih dari 40 tahun.3

Gambar 2.4. Tampilan klinis dari leukoplakia

Universitas Syiah Kuala


13

Sering terjadi pada lidah, mukosa bukal, dasar mulut, gingiva, bibir bawah,
palatum, ridge maksila, dan retromolar jarang terjadi. Lesi putih samar pada dasar
yang terinflamasi. Penampilan jaringan normal hingga putih definitif. Lesi kasar
atau keras, bercelah atau pecah-pecah, dan lesi verrucous (seperti kutil).1,2,3

d. Gambaran Histopatologi
Pemeriksaan mikroskop, leukoplakia dikarakteristikkan sebagai lapisan
keratin tebal dari permukaan epitel (hyperkeratosis), dengan atau tanpa lapisan
spinosus yang menebal (acanthosis). Beberapa kasus leukoplakia menunjukkan
permukaan hyperkeratosis dengan menampilkan atrofi atau penipisan dari epitel
yang mendasarinya. Lapisan keratin dapat terdiri dari parakeratin
(hyperparakeratosis), orthokeratin (hyperorthokeratin), atau kombinasi keduanya.
Dengan parakeratin, tidak ada lapisan sel granular. Dengan orthokeratin, epitel
menunjukkan lapisan sel granular dan nuclei hilang di dalam lapisan keratin.3,8

e. Perawatan
Biopsi diindikasikan untuk mendiagnosis histopatologinya. Hilangkan
etiologi yang dapat menyebabkan leukoplakia. Pembuangan lesi sempurna dengan
eksisi bedah, electrocautery, cryosurgery, atau ablasi laser. Terapi retinoid telah
mengurangi atau mengeliminasi beberapa lesi leukoplakia.1

2.2.3. Lichen Planus


a. Definisi
Lichen planus adalah penyakit mukokutan kronik yang penyebabnya
belum diketahui secara pasti dengan lesi oral paling sering terjadi pada wanita
berusia antara 30 dan 60 tahun.8 Umumnya mempengaruhi antara 0,2% dan 2%
dari populasi. Lichen planus yang terdapat di mukosa mulut, biasanya timbul lesi
putih bilateral yang kadang-kadang disertai ulser. Terkadang, penyakit ini terasa
nyeri dan persisten sehingga adanya kemungkinan hubungannya dengan
karsinoma sel skuamosa.1

b. Etiologi

Universitas Syiah Kuala


13

Walaupun penyebab lichen planus belum diketahui secara pasti, umumnya


dianggap sebagai proses yang dimediasi secara imunologis yang secara
mikroskopis menyerupai reaksi hipersensitivitas. Penyebabnya diinisiasi oleh
bahan dental, obat-obatan, stress, dan agen infeksi.1 Di beberapa negara, infeksi
hepatitis C dianggap berkontribusi.8
Mekanisme pemicu yang tepat masih belum jelas, tetapi lichen planus
tampaknya merupakan kelainan yang diperantarai T limfosit. Infiltrat T limfosit
yang dominan menunjukkan kerusakan imunologis yang dimediasi sel pada epitel
dan sejumlah besar kelainan imunologis telah dilaporkan. Meskipun tidak
mungkin untuk menunjukkan mekanisme humoral atau limfositotoksik, infiltrat
sebagian besar terdiri dari T limfosit. Jumlah sel CD8 dapat meningkat dengan
perkembangan penyakit.8 Induksi sitokin TH1 tampaknya menjadi peristiwa awal
dan penting dalam proses ini. Beberapa sitokin yang diyakini bertanggung jawab
atas molekul adhesi yang diregulasi adalah tumor necrosis factor-alpha (TNF-α),
interleukin-1, dan interferon α. Sumber dari sitokin ini diperkirakan adalah
kumpulan makrofag, faktor XIIIa-dendrosit positif, sel Langerhans atau limfosit.1

c. Gambaran Klinis
Lichen planus adalah penyakit yang lebih sering terkena pada wanita dan
jarang terkena pada anak-anak. Tingkat keparahan penyakit sering paralel dengan
tingkat stress pasien, walapun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hanya
stress yang menyebabkan kondisi ini tetapi dapat menjadi faktor pengubah dalam
beberapa kasus.1
Bentuk reticular merupakan jenis yang paling umum dalam rongga mulut
yang ditandai dengan banyak garis keratotik putih yang saling bertautan atau
disebut wickham striae yang menghasilkan pola berbentuk lingkaran atau berenda.
Area yang paling sering terlibat adalah mukosa bukal. Striae ini terjadi secara
khas dalam pola simetris pada mukosa bukal secara bilateral, kadang juga terdapat
pada lidah dan lebih jarang pada gingiva dan bibir.1

Universitas Syiah Kuala


13

Gambar 2.6. Oral lichen planus dengan bentuk retikular pada mukosa bukal

Bentuk plak dari lichen planus cenderung menyerupai leukoplakia secara


klinis tetapi memiliki distribusi multifokal. Plak seperti itu umumnya berkisar dari
sedikit lebih tinggi hingga halus dan rata. Area utama yang terkena adalah dorsum
lidah dan mukosa bukal.1

Gambar 2.7. Oral lichen planus dengan bentuk plak pada dorsum lidah

Bentuk eritematosa atau atrofi lichen planus muncul sebagai bercak merah
dengan striae putih yang sangat halus. Dapat juga muncul bersamaan dengan jenis
reticular atau erosif. Area keratinisasi dengan area atrofi bervariasi. Pasien
biasanya mengeluh adanya sensasi terbakar, sensitivitas, dan ketidaknyamanan.
Bentuk erosi lichen planus biasanya ada area pusat lesi mengalami ulserasi. Plak
atau pseudomembran fibrinous menutupi ulser. Pemeriksaan yang teliti biasanya
menunjukkan perifer striae keratotik di lokasi erosi bersama dengan eritema.1

Universitas Syiah Kuala


13

Gambar 2.8. Oral lichen planus dengan bentuk erosif pada labial dan mukosa bukal

Varian bulosa merupakan bentuk lichen planus yang jarang ditemukan.


Kisaran bula berkisar dari beberapa milimeter hingga sentimeter. Bula seperti itu
umumnya mudah ruptur dan meninggalkan ulser yang nyeri. Lesi biasanya terlihat
pada mukosa bukal, terutama di daerah posterior dan inferior yang berdekatan
dengan molar kedua dan ketiga. Lesi lebih jarang terjadi pada lidah, gingiva, dan
aspek dalam bibir. Area keratotik retikular atau lurik harus terlihat dengan varian
lichen planus ini.1 Pada kulit, lichen planus ditandai oleh adanya papul pruritus
yang kecil, violaceous, polygonal, dan rata pada permukaan flekson lengan bawah
dan permukaan tibialis anterior. Lesi kulit telah dilaporkan pada 20% hingga 60%
pasien dengan lichen planus oral. 1

Gambar 2.9. Lichen planus cutaneus


d. Gambaran Histopatologis
Pada pemeriksaan mikroskopis lichen planus ditemukan hiperkeratosis,
vakuolisasi lapisan basal dengan keratinosit apoptosis, dan infiltrat limfofagositik
pada antarmuka jaringan penghubung epitel. Seiring waktu, epitel mengalami
perbaikan bertahap, menghasilkan ketebalan yang berkurang.1 Di dalam epitel

Universitas Syiah Kuala


13

terdapat peningkatan jumlah sel Langerhans (seperti yang ditunjukkan oleh


imunohistokimia), mungkin memproses dan menyiapkan antigen ke sel T yang
berdekatan. Badan ovoid eosinofilik diskrit yang mewakili keratinosit apoptosis
dicatat pada zona basal.1 Imunofluoresensi langsung menunjukkan adanya
fibrinogen di zona membran basal pada 90% hingga 100% kasus. Meskipun
imunoglobulin dan faktor komplemen dapat ditemukan juga, mereka jauh lebih
jarang daripada deposit fibrinogen.1

e. Perawatan
Oral lichen planus umumnya tidak dapat disembuhkan, namun ada
beberapa obat yang dapat memberikan kontrol yang memuaskan. Kelompok obat
yang paling berguna dalam pengelolaan lichen planus adalah kortikosteroid
karena kemampuannya memodulasi peradangan dan respons imun. Aplikasi
topikal dan injeksi steroid lokal telah berhasil digunakan dalam mengendalikan,
tetapi tidak menyembuhkan penyakit ini. Dalam keadaan di mana gejalanya parah,
steroid sistemik dapat digunakan untuk manajemen awal.
Penambahan terapi antifungal ke rejimen kortikosteroid biasanya
meningkatkan hasil klinis. Ini kemungkinan merupakan hasil dari eliminasi
pertumbuhan C. albicans sekunder pada jaringan yang terlibat lichen planus.
Antijamur juga mencegah pertumbuhan berlebih C. albicans yang mungkin terkait
dengan penggunaan kortikosteroid topikal. Aplikasi inhibitor kalsineurin topikal
seperti tacrolimus dan pimecrolimus dapat digunakan dalam kasus-kasus yang
resisten terhadap steroid, walaupun responsnya cenderung kurang dibandingkan
dengan steroid topikal.1 Karena efek antikeratinizing dan imunomodulasi mereka,
analog vitamin A sistemik dan topikal (retinoid) telah digunakan dalam
pengelolaan lichen planus. Kombinasi steroid sistemik, steroid topikal, inhibitor
kalsineurin, dan retinoid dapat digunakan dengan beberapa keberhasilan.1

Universitas Syiah Kuala


13

BAB 3
PEMBAHASAN

OS laki laki usia 23 tahun dengan keluhan adanya bercak putih pada pipi
bagian dalam kiri dan kanan. Pasien menyadari adanya bercak putih tersebut karena
gesekan gigi belakang, pasien tidak tahu pasti kapan tepatnya bercak tersebut
muncul. Pasien mengaku bercak terdapat pada pipi dekat dengan gigi geraham
belakang tidak terasa sakit namun hanya merasa kurang nyaman. Bercak
berbentuk garis yang tidak teratur. Pasien mengaku bercak putih tersebut tidak
mengganggu pengunyahan, menelan ataupun berbicara. Pasien mengaku bercak
putih tersebut menetap.Pasien mengaku bercak putih tersebut tidak pernah diobati
sebelumnya. Pasien mengaku keluarga memiliki keluhan yang sama yaitu
adeknya, pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, dan juga tidak terdapat
bercak yang sama pada bagian tubuh yang lain. Pasien tidak merokok/
mengonsumsi alcohol. Pasien mengaku tidak sering merasa lemas dan kelelahan.
Pasien sering mengonsumsi sayu-sayuran. Bercak tersebut tidak muncul dari
kecil. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit sistemik dan pasien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan tertentu. Perawatan yang pernah dilakukan yaitu
pembersihan karang gigi dan pemasangan kawat gigi. Pasien menyikat gigi 2 kali
sehari menggunakan pasta gigi berfluoride, pasien tidak menggunakan obat
kumur. pasien pernah melalukan perawatan ke dokter gigi pasien melakukan
pencabutan gigi 2 tahun yang lalu dan penambalan gigi pada 5 tahun yang lalu.
Pasien merupakan anak laki-laki pertama dari 3 bersaudara, pasien masih dalam
tanggungan orang tua yang orang tuanya. Pasien mengaku tidak memiliki
kebiasaan seperti merokok, menyirih, menggigit pipi/bibir. Pasien mengaku
tempat tinggal dekat dengan akses pelayanan kesehatan.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral ditemukan adanya lesi plak putih di mukosa bukal kanan
dan kiri, berwarna putih, berbatas jelas, berbentuk ireguler, berjumlah 2,
berukuran 4x2 mm dan 6x2mm. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis,
pasien didiagnosis Frictional Hyperkeratosis. Frictional Hyperkeratosis
merupakan lesi yang terjadi karena adanya gesekan atau gesekan kronis terhadap
permukaan mukosa mulut.

Universitas Syiah Kuala


13

Penyebab dari frictional hyperkeratosis adalah abrasi ringan yang


berkelanjutan pada membran mukosa oleh iritan seperti gigi tajam, kebiasaan
menggigit pipi dan gigi tiruan.

Universitas Syiah Kuala


13

BAB 4
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Pasien berinisial DJG usia 23 tahun berjenis kelamin laki-laki didiagnosis
Frictional hyperkeratosis. Perawatan yang diberikan kepada pasien berupa
pencabutan gigi geraham belakang sebelah kanan dan kirinya. Pasien datang
untuk kontrol 1 minggu kemudian namun lesi belum hilang dikarenakan masa
pandemic jadi untuk melakukan perawatan pencabutan gigi ditunda.

Universitas Syiah Kuala


13

DAFTAR PUSTAKA

1. Regezi, JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology: clinical pathologic
correlation. 6th ed. p.82-3, 91-5.
2. Greenberg, Martin S, Michael Glick, Jonathan AS. Burket’s Oral Medicine.
11th ed. Hamilton: BC Decker Inch. 2008. p.102.
3. Neville, BW, Douglas DD, Carl MA, Jerry EB. Oral Maxillofacial
Pathology. 3rd ed. USA: Saunders Elsevier. 2008.p.286-87, 388-96, 401-2.
4. Coleman, GC, Nelson JF. Ptinciples of Oral Diagnosis. 1st ed. Missori:
Mosby. 1993. p.64,280, 298-99.
5. Scully, Crispian. Oral & Maxillofacial Medicine: The Basis of Diagnosis and
Treatment. 3rd ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2013. p.189, 201,
286.
6. Cawson, RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine. 8th ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. 2008. p.252.
7. Gandolfo, S, Crispian S, Marco C. Oral Medicine. Philadelpia: Elsevier.
2006. p.97.
8. Bruch, JM, Treister, NS. Clinical Oral Medicine and Pathology. London:
Humana Press. 2010. p.43, 121.

Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai