Anda di halaman 1dari 30

KATARAK KONGENITAL

Oleh:
Suci Fahlevi Masri, S.Ked 04054821517002
Fitri Heriyati Pratiwi, S.Ked 04054821517004
Wenny Oktalisa, S. Ked 04054821517001
Sintia Eka A, S. Ked 04084811416027
Annisa Nanda Putri, S.Ked 04084811416028
M. Agung Wijaksana 04054821517008
Ryan Aquario, S.Ked 04084811416039

Pembimbing:
Dr. H. Ibrahim, Sp.M (K)

DEPARTEMEN KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan di setiap langkah
penyusunan referat ini sehingga atas izinNya laporan kasus yang berjudul
“Katarak Kongenital”. Laporan kasus ini dibuat dengan maksud sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 15 Juni- 22 Juli 2015
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, penulis memperoleh banyak
dukungan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dr. H. Ibrahim, Sp.M(K) selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan laporan kasus ini.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada para residen, teman-teman
dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan
kasus ini. Penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun
penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak guna penyempurnaan laopran kasus ini. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Juli 2015

Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

berjudul

Katarak Kongenital

oleh:

Suci Fahlevi Masri, S.Ked 04054821517002


Fitri Heriyati Pratiwi, S.Ked 04054821517004
Wenny Oktalisa, S. Ked 04054821517001
Sintia Eka A, S. Ked 04084811416027
Annisa Nanda Putri, S.Ked 04084811416028
M. Agung Wijaksana 04054821517008
Ryan Aquario, S.Ked 04084811416039

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15
Juni- 22 Juli 2015

Palembang, Juli 2015

Dr. H. Ibrahim , Sp.M (K)

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB II. STATUS PASIEN .................................................................................. 3

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8

BAB IV. ANALISIS KASUS .............................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat menganggu tajam
penglihatan. Bila lensa tidak jernih, maka tidak semua cahaya dapat masuk ke
dalam mata atau cahaya dapat terpecah oleh katarak.1
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada
tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak
yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan
yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung
pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu
penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat
berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit, dibagian depan atau perifer
lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit.2
Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan
katarak kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.
Sedangkan di Inggris,kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak
kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran. Untuk di Indonesia
sendiri belum terdapat data mengenai katarak kongenital, tetapi angka kejadian
katarak kongenital di negara berkembang lebih tinggi.3
Katarak kongenital dapat diturunkan secara herediter, akibat adanya
infeksi saat hamil seperti rubella, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, diabetes mellitus, hipoparatiroidism, dan histoplasmosis.
Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-
penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokomia, lensa ektopik, dysplasia retina dan megalo kornea. Selain itu dapat
diakibatkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil, radiasi ion saat
kehamilan, dan kelainan metabolik. Namun hamper 50% dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.4
Penulisan makalah Long case ini bertujuan untuk membahas kasus katarak
kongenital serta mengetahui serta memahami tentang penyakit katarak kongenital,
epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, mampu menegakkan diagnosis
dan penatalaksanaan katarak kongenital.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : An. DA
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ilir Timur, Palembang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sumatera
Tanggal Pemeriksaan : 6 Juli 2015

2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Timbul bintik putih pada mata kanan sejak lahir

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak pasien lahir, ibu pasien mengaku terdapat bintik putih di
bagian tengah pada mata pasien. Ibu pasien tidak langsung membawa
ke dokter, karna menganggap akan hilang sendiri. Namun setelah
pasien berusia 7 bulan, ibu pasien mulai khawatir karena bintik mata
kanan tersebut, lama kelamaan makin terlihat. Ibu pasien juga
megeluhkan pasien kurang respon dengan sekitar dan mata kanan
pasien seringkali terlihat tidak fokus. Mata merah (-), berair-air (-),
nyeri (-) dan kotoran mata (-). Anak terlihat rewel saat berada di
cahaya terang. Ibu pasien kemudian membawa pasien berobat ke
puskesmas dan disarankan untuk berobat ke RS.

3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat demam sebelumnya disangkal
 Riwayat alergi obat disangkal
 Riwayat cidera pada mata sebelumnya disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

e. Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran Anak


 Kontrol kehamilan teratur ke puskesmas.
 Lahir spontan, ditolong bidan, preterm 32 minggu, lahir langsung
menangis dengan BBL 1800 gram.
 Riwayat ibu demam disertai timbul ruam kulit maupun sakit cacar
saat hamil muda disangkal.
 Riwayat sakit selama kehamilan disangkal
 Riwayat sering makan lalapan disangkal.
 Riwayat sering makan daging yang belum masak disangkal.
 Riwayat mengonsumsi obat-obatan selama masa kehamilan
disangkal.
 Riwayat menderita penyakit kencing manis saat kehamilan
disangkal
 Riwayat memelihara atau sering kontak dengan hewan berbulu
disangkal.

f. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


 Terdapat keterlambatan bicara
 Status imunisasi lengkap

4
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 102 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,7
Status Gizi : Normoweight

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/∞ PSB Fiksasi benda (+)
Tekanan P=n+0 P=n+0
intraocular

KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
Mikrokornea diameter 5 mm diameter 9 mm
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil B, C, RC(+), Ø 3mm B, C, RC(+), Ø3mm
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
Segmen

5
Posterior
Refleks RFOD (-) RFOS (+)
Fundus
Papil Sulit dinilai Bulat, batas tegas, warna
merah normal,
c/d 0,3, a/v 2:3
Makula Sulit dinilai Refleks fovea (+)
Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

4. Pemeriksaan Penunjang
- USG Orbita
- Pemeriksaan Lab ( Darah lengkap, Imunoserologi TORCH)

5. Diagnosa Banding
-

6. Diagnosis Kerja
Katarak Kongenital OD

7. Tatalaksana
 Informed:
Menjelaskan kepada kedua orang tua pasien bahwa:
1. Terdapat kekeruhan lensa pada mata kanan anak yang
menyebabkan mata menjadi putih, kekeruhan lensa terjadi
sejak lahir.
2. Diperlukan tindakan operasi untuk mengambil lensa mata yang
telah mengalami katarak dengan bius umum dan menjelaskan
risiko yang akan terjadi
3. Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini
4. Menjelaskan pencegahan agar menggunakan alat pelindung
mata dan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

6
 Rujuk ke spesialis mata, pro aspirasi lensa dengan anestesi umum

5. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

6. Follow-Up
(Follow-Up tanggal 27 Juli 2015)
S : (-)
O : Sens : compos mentis
Nadi : 103 x/m
RR : 25x/m
T : afebris
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/∞ PSB Fiksasi benda (+)
Tekanan P=n+0 P=n+0
intraocular

7
KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
Mikrokornea diameter 5 mm diameter 9 mm
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil B, C, RC(+), Ø 3mm B, C, RC(+), Ø3mm
Lensa Keruh, Shadow test (-) Jernih
Segmen
Posterior
Refleks RFOD (-) RFOS (+)
Fundus
Papil Sulit dinilai Bulat, batas tegas, warna
merah normal,
c/d 0,3, a/v 2:3
Makula Sulit dinilai Refleks fovea (+)
Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

A : Katarak Kongenital OD

P : Pro aspirasi lensa dengan anestesi umum

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan di
bungkus oleh kapsula transparent. Lensa bergantung pada aqueous humor untuk
menutrisi dan menjaganya tetap jernih. Lensa terletak diantara iris dan vitreus.
Untuk berada di posisinya, dibantu oleh Zonula Zinn, serat kuat yang berasal dari
badan siliar. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, kortex, dan nukleus.5

Gambar 2.1 Struktur Normal Lensa


(Lens and Cataract.American Academy of Ophtalmology)

1. Kapsul
Kapsul lensa berbentuk elastis dan terdapat membran basal
transparan yang terbentuk dari kolagen tipe IV pada sel-sel epitel. Kapsul
berisi substansi lensa dan dapat berubah bentuk saat perubahan akomodasi.

9
Lapisan terluar dari kapsul lensa adalah lamella zonular, yang merupakan
tempat menempelnya serat zonular. Kapsul lensa ini paling tebal berada
pada daerah pre-equator dan paling tipis pada posterior pole.

2. Epitel Lensa
Epitel ini adalah lapisan tunggal dari sel kuboid yang terletak jauh
pada kapsul anterior. Di daerah ekuator, sel ini berubah menjadi kolumnar,
yang secara aktif membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi
untuk membentuk serat lensa baru. Tidak ada epitel posterior, sel-sel ini
digunakan untuk mengisi kavitas sentral dari vesikel lensa selama
pembentukan lensa.
3. Nukleus dan Korteks
Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan
terus berdiferensiasi untuk membentuk serat-serat lensa baru sehingga
serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus bagian sentral.
Sedangkan serat-serat muda yang kurang padat berada disekeliling nukleus
menyusun korteks lensa. Serat lensa matur adalah sel yang telah
kehilangan nukleusnya. Serat lensa ini tersusun rapat sebagai nukleus dan
korteks lensa.
Bagian yang paling tua adalah bagian sentral yang terdiri dari
nukleus embrionik dan nukleus fetal yang terbentuk saat dalam janin dan
menetap di tengah lensa. Serat terbaru yang berada di lapisan paling luar
akan membentuk korteks lensa.

2.1.2 Embriologi Lensai


Pembentukan lensa kristalina manusia dimulai sangat dini pada fase
embriogenesis. Saat usia kehamilan 25 minggu, 2 evaginasi lateral yang disebut
vesikel optik, terbentuk dari diencephalon. Vesikel optik membesar dan
memanjang ke samping. 6

10
Gambar 2.2: Tahapan Perkembangan Lensa Manusiaii

1. Placode Lensa
Sel-sel ektoderm yang melapisi vesikel optic menjadi kolumnar
pada sekitar 27 hari kehamilan. Area ini disebut placode lensa. Growth

11
factor dan bone morphogenetic protein (BMP) dibutuhkan untuk
pembentukan placode lensa dan formasi lensa selanjutnya.
2. Pit Lensa
Pit lensa muncul pada 29 hari kehamilan sebagai lekukan dari
placode lensa. Pit lensa mendalam dan menginvaginasi untuk membentuk
vesikel lensa
3. Vesikel Lensa
Setelah pit lensa terus menginvaginasi, sel-sel yang
menghubungkannya ke permukaan ektoderm yang berdegenerasi dan
terjadi kematian sel (apoptosis) sehingga memisahkan sel lensa dari
permukaan ektoderm. Sel kuboid terbungkus di kapsul lensa disebut
vesikel lensa. Saat 30 hari kehamilan, vesikel lensa terbentuk dengan
diameter 0,2 mm
4. Serat lensa primer dan nukleus embrionik
Sel di lapisan posterior dari vesikel lensa berhenti membelah dan
mulai untuk memanjang. Ketika memanjang, sel tersebut mulai mengisi
lumen dari vesikel lensa. Saat usia kehamilan 40 hari, tidak ada lagi lumen
dari vesikel lensa. Sel yang memanjang disebut serat lensa primer. Saat
sel-sel serat itu matur, nukleus dan organel-organel yang tertutup membran
mengalami degradasi, suatu proses yang mengurangi penghamburan
cahaya. Serat lensa primer membuat nukleus embrionik yang akan
menempati area sentral dari lensa pada orang dewasa.
5. Serat Lensa Sekunder
Setelah berproliferasi, sel epitel di dekat ekuator lensa memanjang
untuk membentuk serat lensa sekunder. Bagian anterior dari setiap serat
lensa yang berkembang memanjang ke depan di bawah epitel lensa
mengarah ke bagian anterior lensa. Bagian posterior dari setiap serat lensa
yang berkembang memanjang ke belakang mengarah bagian posterior
lensa. Hal ini terus terbentuk lapis demi lapisnya. Karena setiap sel serat
sekunder terpisah dari kapsulnya, nukleus dan organel-organel yang

12
tertutup membran menghilang. Terbentuknya serat lensa sekunder yang
membentuk nukleus fetal yaitu antara 2 sampai 8 bulan kehamilan.
6. Sutura Lensa dan Nukleus Fetal
Saat serat lensa tumbuh ke anterior dan posterior, sebuah pola
muncul dimana akhir dari serat bertemu dengan akhir dari ujung serat yang
timbul di bagian yang berlawanan dari lensa, didekat bagian anterior dan
posterior. Pola asosiasi sel ini disebut sutura. Sutura berbentuk Y
ditemukan saat 8 minggu kehamilan, dengan membentuk huruf Y di
anterior dan huruf Y terbalik di posterior.
7. Tunika Vaskulosa Lentis
Saat usia kehamilan 1 bulan, arteri hyaloid, yang masuk ke dalam
mata dan diskus optikus, bercabang untuk membentuk jaringan kapiler,
tunika vaskulosa lentis, di permukaan posterior dari kapsul lensa.
8. Zonula Zinni
Bukti ekssperimental menduga bahwa serat zonular disekresikan
oleh epitel siliaris, meskipun bagaimana serat ini masuk ke dalam kapsula
lensa tidak diketahui. Serat zonular mulai berkembang di akhir bulan
ketiga kehamilan.

2.2 Katarak Kongenital


Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang muncul saat lahir.
Katarak kongenital tidak progresif dan tidak signifikan secara visual, tetapi dapat
menghasilkan gangguan penglihatan yang parah.6

2.2.1 Morfologi Katarak Kongenital


Katarak kongenital bisa bilateral maupun unilateral. Mereka dapat
diklasifikasikan berdasarkan morfologinya, etiologinya, kehadiran dari gangguan
metabolik yang spesifik, atau terkait anomali okular ataupun sistemik. Umumnya
sebagian anak yang mengalami katarak kongenital adalah bagian dari suatu
sindroma atau penyakit lainnya (contohnya katarak hasil dari sindroma rubella
kongenital), sebagian diturunkan secara langsung dan sebagiannya lagi berasal

13
dari penyebab yang tidak diketahui. Gangguan metabolik cenderung lebih sering
terkait dengan katarak bilateral. Kongenital katarak muncul dalam berbagai
bentuk morfologi, termasuk lamellar, polar, sutural, korona, serulen, nuklear,
kapsular, komplit dan membranosa. Masing-masing kategori tersebut mencakup
tingkah keparahan.7
1. Lamellar
Salah satu katarak kongenital, lamellar atau zonular adalah tipe
yang paling sering ditemukan. Karakteristiknya adalah bilateral dan
simetris, dan efeknya pada tajam penglihatan bervariasi dengan ukuran
dan densitas dari kekeruhan. Katarak lamellar bisa diturunkan sebagai sifat
dominan autosomal. Di banyak kasus, bisa saja didapat dari pengaruh
toksik yang berpindah saat perkembangan lensa embrionik. Semakin awal
pengaruh toksik ini muncul, semakin kecil dan dalam katarak lamellar
yang dihasilkan.
Katarak lamellar adalah kekeruhan dari lapisan spesifik atau zona
dari lensa. Secara klinis, katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh yang
mengelilingi tengah yang lebih jernih dan dengan sendirinya dikelilingi
oleh lapisan dari korteks yang jernih. Dilihat dari atas, katarak lamellar
memiliki konfigurasi disk-shaped. Seringkali, kekeruhan akuata tambahan
di dalam korteks melewati equator dari katarak lamellar. Kekeruhan
horseshoe-shaped ini disebut riders.
2. Polar
Katarak polar adalah kekeruhan lensa yang melibatkan korteks
subkapsular dan kapsul dari bagian anterior dan posterior lensa. Katarak
polar anterior biasanya kecil, bilateral, simetris, kekeruhannya tidak
progresif sehingga tidak mengganggu penglihatan. Seringkali diwariskan
dalam pola dominan autosomal. Katarak polar anterior kadang terlihat
berkaitan dengan kelainan okular lainnya, termasuk mikroptalmus,
membran pupil persisten dan anterior lentikonus. Biasanya tidak
memerlukan pengobatan tetapi seringkali menyebabkan anisometropia.

14
Katarak polar posterior biasanya menyebabkan lebih banyak
gangguan penglihatan daripada katarak polar anterior karena cenderung
lebih besar dan posisinya lebih dekat ke titik nodal mata. Katarak polar
posterior biasanya stabil tapi terkadang progresif. Bisa familial ataupun
sporadis. Katarak polar posterior sporadis biasanya bilateral dan
diturunkan dalam suatu pola autosomal dominan. Katarak polar posterior
sporadis seringkali unilateral dan dapat melibatkan sisa-sisa dari tunika
vaskulosa lentis atau dengan abnormalitas dari kapsul posterior seperti
lentikonus atau lentiglobus.
3. Sutural
Katarak sutural adalah kekeruhan pada sutura Y nukleus fetal.
Biasanya tidak mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini memiliki cabang-
cabang yang terlihat. Bilateral dan simetris, katarak sutural biasanya
diturunkan dalam pola autosomal dominan.
4. Korona
Dinamakan katarak koroner karena terususun atas sekelompok
kekeruhan club-shaped yang tersusun di sekeliling ekuator lensa seperti
mahkota atau korona. Hal tersebut tidak dapat dilihat kecuali pupil sedang
dilatasi, dan biasanya tidak mempengaruhi tajam penglihatan. Katarak
korona biasanya diturunkan dengan pola autosomal dominan.
5. Serulen
Katarak serulen adalah kekeruhan kecil berwarna kebiruan yang
berada di korteks lensa, sering disebut blue-dot cataracts. Tidak progresif
dan biasanya tidak menyebabkan gejala visual.
6. Nuklear
Katarak kongenital nuklear adalah kekeruhan dari nukleus
embrionik sendiri atau dari nukleus embrionik dan nukleus fetal. Biasanya
bilateral, dengan derajat keparahan spektrum luas. Kekeruhan lensa bisa
melibatkan seluruh nukleus atau terbatas pada lapisan di dalam nukleus.
Mata dengan katarak kongenital nuklear cenderung mikropthalmis.

15
7. Kapsular
Katarak kapsular adalah kekeruhan kecil pada epitel lensa dan
kapsul lensa anterior. Berdiferensiasi dari katarak anterior polar dengan
tonjolan ke ruang anterior. Katarak kapsular biasanya tidak menganggu
penglihatan
8. Komplit
Katarak komplit artinya kekeruhan pada seluruh serat lensa.
Refleks merah menutupi seluruhnya, dan retina tidak bisa terlihat
menggunakan oftalmoskop secara langsung ataupun tidak langsung.
Banyak katarak bisa jadi subtotal saat lahir dan secara ceoar memburuk
menjadi katarak komplit. Katarak komplit bisa unilateral atau bilateral, dan
menyebabkan gangguan penglihatan yang parah.
9. Membranosa
Katarak membranosa muncul saat protein lensa terarbsorbsi dari
lensa utuh atau lensa yang mengalami trauma, memungkinkan kapsul
lensa anterior dan posterior berfusi menjadi membran putih yang padat.
Hasilnya kekeruhan dan penyimpangan lensa biasanya menyebabkan
disabilitas penglihatan yang signifikan.
10. Rubella
Infeksi maternal dengan virus rubella, bisa menyebabkan
kerusakan fetal, terutama jika infeksi terjadi saat trimester I kehamilan.
Manifestasi sistemik dari rubella kongenital melipui defek kardiak, tuli
dan retardasi mental.
Katarak akibat sindroma rubella kongenital memiliki karakteristik
adanya kekeruhan nuklear berwarna putih seperti mutiara. Terkadang
seluruh lensa menjadi keruh (katarak komplit), dan korteks bisa mencair.

2.2.2 Etiologi Katarak Kongenital


Katarak kongenital bisa unilateral atau bilateral. Katarak kongenital dapat
diklasifikasikan berdasarkan morfologi, etiologi genetik, gangguan metabolik
spesifik dan anomali okular yang terkait. Umumnya sekitar satu per tiga dari

16
katarak kongenital akibat dari suatu sindroma atau penyakit (katarak akibat
sindroma rubella kongenital). Satu per tiga lainnya adalah idiopatik. Penyakit
metabolik cenderung lebih sering berkaitan dengan katarak bilateral.8

2.2.3 Patogenesis Katarak Kongenital


Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak
lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Katarak
ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat gangguan metabolisme jaringan lensa pada
saat bayi masih di dalam kandungan. 9

17
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi akibat defek kongenital,
salah satu kelainan herediter sebagai akibat infeksi prenatal. Katarak
kongenital terutama terdapat di nukleus lensa yaitu nukleus fetal atau nukleus
embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik, atau di polus
anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada
katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada saat lensa dibentuk.
Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal. Hal ini merupakan
kelainan kongenital. Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir.
Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya
seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk
katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik
lensa, juga saat terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut.9
Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil saja sehingga
tidak menutupi pupil, maka penglihatannya bisa baik dengan cara
memfokuskan penglihatan di sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup
katarak seluruhnya maka penglihatannya tidak akan normal dan fiksasi yang
buruk akan mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.10

2.2.4 Diagnosa Katarak Kongenital


 Evaluasi
Semua bayi baru lahir harus menjalani skrining mata, termasuk
evaluasi red reflexes. Retinoskopi melalui pupil anak yang tidak dilatasi
membantu untuk menilai potensi visual signifikan dari sebuah kekeruhan
axial lensa. Kekeruhan sentral atau distorsi kortikal disekitarnya lebih
besar dari 3 mm dapat di asumsikan sebagai visual signifikan.
 Riwayat
Riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat tumbuh kembang anak
dan penyakit sistemik dapat menimbulkan katarak kongenital.
Pemeriksaan slit lamp pada anggota keluarga dapat mengungkapkan

18
kekeruhan lensa yang tidak terdiagnosis. Tidak terlihat secara visual tapi
dapat mengindikasikan adanya keturunan pada katarak.
 Fungsi Visual
Pada anak kurang dari 2 bulan, refleks fiksasi normal belum
terbentuk. Namuan tidak adanya refleks fiksasi pada bayi dengan katarak
belum tentu adalah sesuatu yang normal. Umumnya, kekeruhan kapsul
anterior tidak signifikan secara visual kecuali mengoklusi seluruh pupil,
memnutupi red reflexes. Kekeruhan lensa posterior atau sentral yang lebih
dari 3 mm biasanya menggangu penglihatan. Strabismus pada katarak
unilateral dan nistagmus pada katarak bilateral mengindikasikan bahwa
adanya gangguan penglihatan. Meskipun tanda-tanda ini juga
mengindikasikan bahwa waktu yang optimal untuk penatalaksanaannya
telah berlalu, pembedahan masih dapat memberikan perbaikan yang
signifikan.
Pada bayi usia lebih dari 2 bulan, penilaian klinis dari perilaku
fiksasi, preferensi fiksasi dan parahnya oklusi memberikan bukti tambahan
tentang signifikansi visual pada katarak. Untuk katarak bilateral, sebuah
penilaian perilaku penglihatan bersama dengan observasi dari keluarga di
rumah, membantu menentukan level fungsi visual.
 Pemeriksaan Okular
Pemeriksaan slit-lamp dapat membantu mengklasifikasikan
morfologi katarak dan memeriksa abnormalitas dari kornea, iris, lensa dan
bilik mata. Bila masih dapat melihat segmen posterior, pemeriksaan dari
diskus optikus, retina, dan fovea harus dilkukan. Bila tidak dapat terlihat
lagi, B-scan ultrasonography dapat membantu menilai segmen posterior.11

2.2.5 Penatalaksanaan Katarak Kongenital


Katarak dapat mempengaruhi penglihatan tergantung dengan usia dan
derajat keparahan katarak. Jika katarak nya ringan dan visus bayi tidak
terpengaruh, maka tindakan bedah belum diperlukan. Namun visus bayi harus
tetap dikontrol untuk memastikan bahwa perkembangan penglihatan

19
berlangsung normal. Jika katarak ringan terjadi hanya pada satu mata,
sebaiknya kita menutup mata yang satunya untuk mencegah terjadinya
ambliopia.
Jika katarak yang lebih parah muncul saat kelahiran, anak tersebut dapat
menjadi ambliopia jika tidak segera di lakukan tindakan pembedahan dalam
usia 3 bulan pertama. Hal itu dikarenakan bagian visual dari otak berkembang
sangat cepat setelah beberapa bulan pertama setelah lahir. Berikut ini adalah
macam-macam teknik pembedahan katarak :12

1. Lensektomi
Dalam sebuah lensektomi, kebanyakan lensa (meliputi kapsul posterior)
dan vitreus anterior di ekstraksi. Hal ini membuat axis penglihatan bersih
secara permanen. Meskipun, hal tersebut dilakukan oleh mesin vitrektomi.
Dimasukkan kedalam kornea. Lalu mengekstraksi kapsul anterior lensa
dengan vitrektor, meninggalkan tepi kapsul lensa yang intak. Lensa
diaspirasi, lalu kapsul posterior dan anterior vitreous diekstraksi
menggunakan pemotongdari vitrektor. Jika saja sebuah tepi kapsul yang
intak tetap dipertahankan, hal tersebut memungkinkan untuk memasukkan
sebuah IOL saat pembedahan atau dikemudian hari sebagai prosedur
kedua.

2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)


Prosedur teknik pembedahan yaitu membuat alur yang dilanjutkan
insisi ketebalan kornea penuh sebesar 6-10 mm dari jam 10 sampai jam 14
pada superior limbus, kemudian dilakukan kapsulotomi (membuka kapsul
anterior) dengan cara seperti bukaan kaleng. Pengeluaran massa lensa dan
korteks lensa katarak dikeluarkan secara utuh, aspirasi, irigasi sampai
bersih. Pada teknik ini kapsul posterior lensa dipertahankan sehingga
memungkinkan dilakukannya pemasangan IOL.

20
2.2.6 Komplikasi
Setiap anak yang tidak dilakukan kapsulektomi posterior, kapsul tersebut
akan berkembang menjadi keruh. Hal ini dapat diobati dengan membuat
sebuah bukaan didalam kapsul dengan laser atau jarum. Alternatif lain , kapsul
posterior dan vitreous anterior dapat di ekstraksi dengan sebuah vitrektor. Jika
kapsul dibuka tanpa mengeluarkan vitreus, kekeruhan mungkin akan rekuren
pada anterior hyaloid face. Strabismus, Ambliopia dan nistagmus dapat terjadi
akibat bayi berusaha mencari sinar. Kehilangan penglihatan satu mata dari
peningkatan kekeruhan kapsul akan menjadi asimptomatis dan bisa dideteksi
hanya dengan pemeriksaan yang reguler .
Komplikasi lanjut seperti glaukoma, infeksi mata, ablasio retina mungkin
terjadi setelah bedah sekitar 2 % dari kasus. Glaukoma mungkin timbul
setelah lensektomi, sebagian jika di ekstraksi pada minggu pertama
kehidupan.12
Glaukoma ini sangat susah untuk diobati dan frekuensi nya mengarah pada
kebuataan. Menunda operasi sampai bayi berumur 3-4 bulan membuat visus
mata tidak sampai 6/6 namun dapat menurunkan risiko glaukoma.

2.2.7 Prognosis
Prognosis penglihatan adalah bagus setelah operasi. Di Kenya, 47% mata
mencapai visus6/18 atau lebih baik dan hanya 5% kurang dari 6/60. Hampir
semua anak katarak yang melakukanoperasi dapat bersekolah dengan
normal.Ekstraksi sebuah katarak kongenital merupakan suatu prosedur yang
aman dan efektif. Anak-anak membutuhkan tindak lanjut untuk rehabilitasi
penglihatan mereka. Kebanyakan anak-anak mempunyai tingkat "lazy
eye/mata malas" (amblyopia) sebelum pembedahan. Seorang dengan unilateral
katarak kongenital, 40% mencapai visus 20/60 atau lebih baik. Sedangkan
seorang dengan bilateral katarak kongenital 70% mencapai visus 20/60
atau lebih baik. Prognosis menjadi lebih buruk bila melibatkan penyakit mata
atau sistemik lainnya.13

21
BAB IV
ANALISIS KASUS

Kekeruhan pada lensa yang terjadi sejak lahir dikenal dengan istilah
katarak kongenital. Katarak kongenital dapat terjadi unilateral atau bilateral
dengan bentuk serta lokasi yang berbeda-beda. Pada pasien, terdapat katarak
unilateral karena hanya terjadi pada satu mata yakni mata kanan.
An. DA, laki-laki, 2 tahun, dengan keluhan utama timbul bintik putih pada mata
kanan sejak lahir.Berdasarkan alloanamnesis dengan orangtua pasien, didapatkan
keterangan bahwa sejak pasien lahir, sudah terdapat bintik putih di bagian tengah
pada mata kanan pasien. Ibu pasien tidak langsung membawa ke dokter, karna
menganggap bintik putih tersebut akan hilang sendiri. Namun setelah pasien
berusia 7 bulan, ibu pasien mulai khawatir karena bintik tersebut lama kelamaan
mata kanan makin terlihat. Ibu pasien juga megeluhkan pasien kurang respon
dengan sekitar dan mata kanan pasien seringkali terlihat tidak fokus. Mata merah
(-), berair-air (-), nyeri (-) dan kotoran mata (-). Anak terlihat rewel saat berada di
cahaya terang. Ibu pasien kemudian membawa pasien berobat ke puskesmas dan
disarankan untuk berobat ke RS.
Pemeriksaan fisik umum pasien dalam batas normal. Status
ophthalmologikus mata kanan terdapat visus 1/∞ PSB, TIO didapatkan P=n+0,
lensa keruh, shadow test (-) serta segmen posterior sulit dinilai. Mata kiri
didapatkan visus fiksasi benda (+), dan TIO didapatkan P=n+0,
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama yang menunjukkan
keadaan katarak kongenital, karena terdapat bintik putih (leukokoria). Mata
merah (-), berair-air (-), nyeri (-) dan kotoran mata (-). Anak terlihat rewel saat
berada di cahaya terang.
Status opthalmologikus mata kanan juga menunjang diagnosis katarak
kongenital, yang ditandai dengan ditemukannya penglihatan pasien yang menurun
dengan visus okuli dekstra 1/∞ PSB, lensa keruh, shadow test (-) serta segmen
posterior sulit dinilai.

22
Atas dasar anamnesis dan pemeriksaan status oftalmologis, ditegakkan
diagnosa katarak kongenital okuli dekstra. Untuk mendukung diagnosa, dilakukan
pemeriksaan penunjang USG orbita dan pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, serta immunoserologis TORCH) . Pemeriksaan USG Orbita dilakukan
untuk menilai segmen posterior pada mata pasien karena segmen posterior pasien
tidak dapat dinilai melalui funduskopi karena terdapat kekeruhan lensa.
Pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan immunoserologis TORCH
dilakukan untuk mengetahui apakah katarak kongenital pada pasien disebabkan
oleh infeksi TORCH.
Sehingga berdasarkan diagnosis tersebut, terapi yang diberikan adalah
informed mengenai penyakit yang diderita, yang mana kekeruhan lensa pada mata
kanan anak yang menyebabkan mata menjadi putih, kekeruhan lensa terjadi sejak
lahir. Informed mengenai tindakan operasi untuk mengambil lensa mata yang
telah mengalami katarak dengan bius umum dan menjelaskan risiko yang akan
terjadi, serta menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini. Setelah
dilakukan informed, pasien dirujuk ke spesialis mata untuk dilakukan pro aspirasi
lensa dengan anestesi umum.
Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah bonam. Quo ad functionam pada
mata kanan pasien adalah dubia, karena apabila tidak ditangani dengan cepat dan
tepat dapat terjadi kebutaan pada pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Allen, L. 2013. Congenital Cataract. Cambridge University Hospital NHS


Foundation Trust. Available at:
http://www.cuh.org.uk/sites/default/files/publications/PIN2319_congenital
_cataract_v3_0.pdf.

2. Aldy, F. 2012. Katarak Kongenital. USU International Repository.


Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345689/33624/3/Chapter%20II.pdf

3. Bashour, M. 2014. Congenital Cataract. Medscape. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview#a0199.

4. Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 205-207.

5. Snell R, S, Lemp MA. Clinical Anatomy ofthe Eye.. Boston: Blackwell;


2006:197-204.

6. American Academy of Ophthalmology. 2012. Embryology. Lens and


Cataract. San Fransisco. Page 25-30

7. Piatigorsky, J. 1981. Lens differentiation in vertebrates: A review of


cellular and molecular features. Available at:
http://www.eyecalcs.com/DWAN/pages/v1/v1c074.html

8. American Academy of Ophthalmology. 2012. Embryology. Lens and


Cataract. San Fransisco. Page 34-39

9. Allen, L. 2013. Congenital Cataract. Cambridge University Hospital NHS


Foundation Trust. Available at:

24
https://www.louiseallen.com/LAPP%20Assets/Docs/PIN221_cataract.pdf

10. Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

11. American Academy of Ophthalmology. 2012. Childhood Cataracts and


Other Pediatric Lens Diorders. Pediatric Ophtalmology and Strabismus.
San Fransisco. Page 251-253.

12. Yorston, D. 2004. Surgery for Congenital Cataract. International Centre


of Eye Health. Available at : Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705722/

13. American Academy of Ophthalmology. 2012. Childhood Cataracts and Other


Pediatric Lens Diorders. Pediatric Ophtalmology and Strabismus. San Fransisco.
Page 260.

14. Fecarota, C. 2012. Congenital Cataract. Available at :


http://www.rnib.org.uk/eyehealth/eyeconditions/conditionsac/Pages/conge
nital_cataracts

25
26

Anda mungkin juga menyukai