Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

SPONDILITIS TB

Disusun Oleh:
Aulia Ulfah 04054821719102
Dwi Nopianti 04054821719103

Pembimbing:
dr. Nyimas Fatimah, Sp.KFR

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus

Judul

AUTISME

Oleh:
Aulia Ulfah 04054821719102
Dwi Nopianti 04054821719103

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
ujianKepaniteraan Klinik di Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Palembang periode 3 Oktober-22 Oktober 2018.

Palembang,Oktober 2018

dr. Nyimas Fatimah, Sp.KFR

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Autisme”sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Rehabilitasi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nyimas
Fatimah, Sp.KFR selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan
kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter
muda dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Oktober 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB II STATUS PASIEN...................................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 15
BAB IV ANALISIS KASUS .................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai


dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan pengulangan tingkah laku, ketertarikan yang dangkal dan obsesif.
Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun
dan pada beberapa kasus pada usia 18 bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke
gangguan ini sebenarnya sudah dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada
bayi usia 8 bulan.
Autisme membawa dampak pada anak dan juga pada keluarga. Dampak
pada anak dapat berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi, status
pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Adapun dampak pada
keluarga adalah timbulnya stress, depresi yang berat pada orang tua dan
pengasuhnya sehingga mempengaruhi keharmonisan keluarga. Oleh karena
gangguan autisme ini bersifat kronik, memerlukan tenaga dan biaya yang tidak
ringan dalam usaha penanggulangannya, dan tidak dapat memberikan garansi
akan tercapainya hasil pengobatan yang diharapkan. Hal ini tentu akan
menimbulkan ketakutan dan pukulan yang luar biasa bagi orang tua bila anaknya
didiagnosis sebagai anak autistik.
Anak dengan autisme memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik
dari orang tuanya, pembimbing, maupun sistem pendidikan dimana anak itu
berada. Anak-anak ini dapat memperoleh keuntungan dari program-program
intervensi apabila terdeteksi dini dan cepat ditangani.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : An. AS
b. Umur : 3 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan :-
e. Alamat : Palembang
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Kunjungan : 9 Oktober 2018
i. No. medrek : 1039482

II. ANAMNESIS
Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita pada tanggal 9 Oktober 2018
di poliRehabilitasi Medik RSMH.
Keluhan Utama : Bicara belum jelas
Keluhan Tambahan : Kurang konsentrasi/kontak mata
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke poli rehabilitasi medik dengan keluhan bicara belum
jelas. Anak sering mengoceh sendiri, dengan kata-kata yang tidak bisa
dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa sendiri bila memandangi
sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah kata, tidak pernah bisa
membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah
jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain.
Pasien selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka dengan
permainan yang melibatkan bola, selalu bermain sendiri, tidak mau bermain
dengan temannya. Pasien sulit untuk berkonsentrasi, pasien juga belum bisa
bermain permainan yang membutuhkan konsentrasi seperti puzzle,kontak

2
mata kurang, namun bila dipanggil pasien menoleh. Tidak ada keluhan lain
yang diderita oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Anak tidak pernah menderita sakit keras sebelumnya yang
menyebabkan harus sampai dirawat dirumah sakit. Anak juga tidak
pernah sakit rutin yang mengganggu aktivitasnya sehari hari.
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga baik dari keluarga ayah maupun ibu yang
menderita keluhan yang serupa, mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, atau mengalami gangguan mental lainnya.
Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal
• Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan sebanyak 6x
hingga bayi lahir. Ibu juga mengaku sudah mendapatkan suntikan TT
saat kehamilan sebanyak 1x. Ibu mengaku jarang menderita sakit
selama kehamilan, tidak ada riwayat perdarahan selama kehamilan,
tidak ada riwayat trauma saat kehamilan, riwayat minum jamu-jamuan
dan obat tanpa resep diangkal oleh ibu. Obat yang diminum ibu selama
masa kehamilan adalah vitamin dan obat penambah darah.
• Kesan: Riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat Persalinan
• Anak laki laki lahir dari ibu P1A0, hamil 39 minggu lahir spontan di
Klinik palembang, langsung menangis, berat badan lahir 2800 gram,
panjang badan 49 cm, lingkat kepala saat lahir ibu lupa, lingkar dada
saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawan.
• Kesan: Neonatus aterm, lahir normal pervaginam.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
• Ibu membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan mendapat
imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
• Pertumbuhan
 Berat badan lahir 2800 gram, panjang badan 49 cm

3
 Berat badan sekarang 17 kg, tinggi badan 93 cm
• Perkembangan
 Senyum : 5 bulan
 Miring : ibu lupa
 Tengkurap : 5 bulan
 Merangkak : ibu lupa
 Duduk : 9 bulan
 Berdiri : 12 bulan
 Berjalan : 17 bulan
 Berlari : 28 bulan
 Bicara : Belum jelas

PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 92 X/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,6oC
Berat Badan : 17 kg
Tinggi Badan : 93 cm
BMI : 19,6 kg/m2
Cara Berjalan : Tidak ada kelainan

B. Pemeriksaan Fisik Khusus


Kulit : Tidak ada kelainan
Status Psikis : Sikap tidak kooperatif, ekspresi wajah
wajar, perhatian mudah teralihkan.
Nervus kranialis I-XII : Tidak diperiksa.
Kepala : Bentuk normal, normocephali.

4
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor, RC (+/+).
Hidung : Bagian luar tidak ada kelainan, deformitas
(-) deviasi septum (-), selaput lendir
dalam batas normal.
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), liang telinga
kanan dan kiri lapang, nyeri tekan
tragus/aurikula (-).
Mulut : Sianosis (-), arcus faring baik, hiperemis (-
).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-), massa (-).
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal.
Tes Provokasi : Tidak dilakukan

Thorax
Pulmo
Inspeksi :statis : kanan dan kiri simetris
dinamis: pergerakan dinding dada kanan = kiri.
Palpasi : stemfremitus kanan=kiri.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Cor
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : HR: 92x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

5
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, scar (-), spider nevi (-)
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Trunkus
Inspeksi : Simetris, Deformitas (-), Hairy Spot (-),Pelvic Tilt
(-)
Palpasi : Sapsme otot paravertebrae (-), Nyeri Tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal
Tes Provokasi : Tidak Dilakukan

Ekstremitas
Ekstremitas superior:
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-), nodus
herbenden (-)
Palpasi : Nyeri tekan pada bahu kiri (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi:
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis

6
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-180 0-120 0-180 0-120
Adduksi Bahu 180-0 120-0 180-0 120-0
Fleksi bahu 0-180 0-120 0-180 0-120
Extensi bahu 0-60 0-60 0-60 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-0 90-45 90-0 90-45
Eksorotasi bahu (f0) 0-90 0-30 0-90 0-30
Endorotasi bahu (f90) 90-0 90-45 90-0 90-45
Eksorotasi bahu (f90) 0-90 0-30 0-90 0-30
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan 0-70 0-70 0-70 0-70
tangan
Fleksi pergelangan 0-80 0-80 0-80 0-80
tangan
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Penilaian fungsi tangan dalam batas normal.

Ekstremitas Inferior:
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-).

7
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi:
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan 5 5
kaki
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan
kaki
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-125 0-45 0-125 0-45
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30

8
Endorotasi paha 0-40 0-180 0-110 0-180
Adduksi paha 0-30 0-60 0-30 0-60
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi lutut 0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi pergelangan 0-20 0-20 0-20 0-20
kaki
Plantar fleksi pergelangan 0-50 0-50 0-50 0-50
kaki
Inversi kaki 0-35 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Tes Provokasi Sendi Lutut : Tidak Dilakukan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Radiologis : Tidak Dilakukan
Laboratorium : Tidak Dilakukan
Tes CHAT:
Bagian A. Aloanamnesis Apakah anak anda:
1. Senang diayun-ayun atau diguncang-guncang naik-turun (bounced) di
lutut? Tidak
2. Tertarik (memperhatilan) anak lain? Tidak
3. Suka memanjat benda-benda, seperti memanjat tangga? Ya
4. Bisa bermain cilukba, petak umpet? Tidak
5. Pernah bermain seolah-olah membuat secangkir teh menggunakan
mainan berbentuk cangkir dan teko, atau permainan lain? Tidak
6. Pernah menunjuk atau menerima sesuatu dengan menunjukkan jari?
Tidak
7. Pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke sesuatu agar anda melihat
ke sana? Ya

9
8. Dapat bermain dengan mainan yang kecil (mobil mainan atau balok-
balok)?Ya
9. Pernah memberikan suatu benda untuk menunjukkan sesuatu? Ya

Bagian B. Pengamatan
1. Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata dengan)
pemeriksa? Ya
2. Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa menunjuk
sesuatu di ruangan pemeriksaan sambil mengatakan: “Lihat, itu. Ada
bola (atau mainan lain)” Perhatikan mata anak, apakah anak melihat ke
benda yang ditunjuk. Bukan melihat tangan pemeriksa.Tidak
3. Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan gelas/cangkir dan
teko. Katakan pada anak anda: “Apakah kamu bisa membuatkan
secangkir susu untuk mama?” Diharapkan anak seolah-olah membuat
minuman, mengaduk, menuang, meminum. Atau anak mampu bermain
seolah-olah menghidangkan makanan, minuman, bercocok tanam,
menyapu, mengepel dll. Tidak
4. Tanyakan pada anak: “Coba tunjukkan mana ‘anu’ (nama benda yang
dikenal anak dan ada disekitar kita). Apakah anak menunjukkan dengan
jarinya? Atau sambil menatap wajah anda ketika menunjuk ke suatu
benda? Tidak
5. Dapatkah anak anda menyusun kubus/balok menjadi suatu menara?
Tidak

Hasil: penderita tidak bisa melakukan pada no. A1, A2, A4 A5, A6, B2, B3,
B4, B5.Berdasarkan hasil pemeriksaan CHAT didapatkan hasil bahwa anak
ini memiliki resiko tinggi menderita autis.

10
IV. EVALUASI
No. Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1. Struktur dan fungsi Dalam batas normal Dalam batas normal
tubuh
2. Aktivitas Belum bisa bicara, Meningkatkan
mengoceh sendiri kemampuan bicara
dengan bahasa yang sehingga dapat
tidak dimengerti orang berkomunikasi dengan
lain. baik.

Bergerak ke sana- Dengan terapi okupasi


kemari tanpa tujuan. nantinya diharapkan
gerakan anak dapat
bertujuan.

Sulit berkonsentrasi Mampu Berkonsentrasi


dengan baik dan bisa
menyelelesaikan
permainan sepeti puzzle.
3. Partisipasi Pasien tidak memiliki Pasien memiliki
ketertarikan untuk ketertarikan untuk
bermain dengan berinteraksi dan bermain
temannya. dengan temannya.

Kontak mata (-) Kontak mata (+)

V. RESUME
Pasien dibawa ke poli rehabilitasi medik dengan keluhan bicara belum
jelas. Anak sering mengoceh sendiri, dengan kata-kata yang tidak bisa
dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa sendiri bila memandangi
sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah kata, tidak pernah bisa

11
membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah
jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain.
Pasien selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka dengan
permainan yang melibatkan bola, selalu bermain sendiri, tidak mau bermain
dengan temannya. Pasien sulit untuk berkonsentrasi, pasien juga belum bisa
bermain permainan yang membutuhkan konsentrasi seperti puzzle, kontak
mata kurang, namun bila dipanggil pasien menoleh. Tidak ada keluhan lain
yang diderita oleh pasien.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
sakit sedang, tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan regional
thorax, abdomen, thrunkus, dan ekstremitas superior dan inferior dalam
batas normal. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang tes CHAT
dan didapatkan hasilbahwa pasien memiliki resiko tinggi menderita autis.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Autisme
2. ADHD
3. Speech delay

VII. DIAGNOSIS KLINIS


Autisme

VIII. PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Fisioterapi
Terapi panas :-
Terapi dingin :-
Hydro theraphy : Membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang
berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.

12
Okupasi terapi
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan
gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur
sesuai kebutuhan saat itu.

Sensori Integrasi
Pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan,
penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk menghasilkan
respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak menerima
informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga
diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.

Motor Planning
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perencanaan gerak di masa
depan, dengan latihan-latihan melewati rintangan dimedia stabil dan tidak
stabil, serta melakukan gerakan kompleks saat beraktivitas.

Ortotik prostetik
Ortotik : Tidak ada
Prostetik : Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada

Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat
tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal.
Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-
terapi yang lain.

Sosial medik :Memberikan motivasi agar keluarga dan pasien datang terapi
dan latihan secara rutin.

13
Edukasi:
1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa Autisme tidak fatal dan tidak
mempengaruhi harapan hidup normal.
2. Mengurangi makanan yang mengandung kafein dan glutein karena
dapat memicu munculnya gangguan perilaku.
3. Memberikan stimulasi yang sama seperti pada saat di rumah sakit saat
anak berada di rumah.

IX. PROGNOSIS
- Medik : Bonam (bila pasien secara rutin dan teratur melakukan
terapi)
- Fungsional : Bonam (dengan terapi teratur, aktivitas sehari-hari dapat
dilakukan)

X. FOLLOW UP : Tidak dilakukan

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai
dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan
nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang
dangkal dan obsesif. Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari John Hopkins
University yang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami
kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah perilaku.
Anakanak ini menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu,
dengan aktivitas repetitif (berulang-ulang) dan stereotipik (klise) serta
senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain.
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos=diri dan isme=
paham/aliran. Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti
”sendiri” anak autisme seolah-olah hidup didunianya sendiri, mereka
menghindari/tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang
menyendiri.Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks
yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas
imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia tiga tahun.
Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang
tampak bisa sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis
yang sama menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis.
Autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang
dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan
satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.

3.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan
statistik Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan

15
autisme adalah 10%-27% per tahun. National Institute of Mental Health
Amerika (NIMH) memperkirakan antara 2 dan 6 per 1000 orang menderita
autisme. Insiden autisme konsisten di seluruh dunia tapi prevalen laki-laki
empat kali lebih besar daripada perempuan.
UNESCO (2011) melaporkan, tercatat 35 juta orang penyandang autisme
diseluruh dunia. Berarti rata-rata 6 dari 1.000 orang di dunia mengidap
autis.Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, diperkirakan jumlah
anak autisme mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki
dan perempuan adalah 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat.

3.3. ETIOLOGI
Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun
lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi
mengemukakan bahwa apabila 1 keluarga memiliki 1 anak autis maka risiko
untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko
yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak,
lingkungan diduga berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun
anggota keluarga lain dari penderita autisme menunjukkan kerusakan ringan
dalam kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang
repetitif. Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara
empiris.
Secara pasti penyebab autisme tidak diketahui namun autisme dapat
terjadi dari kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu
faktor lingkungan. Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme
YPAC RBS 10 Ada berbagai teori yang menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya autisme yaitu:
a. Teori Biologis
1. Faktor Genetik
Keluarga yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi
dibandingkan populasi keluarga normal. Abnormalitas genetik

16
dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan
sel otak.
2. Prenatal, natal dan post natal
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi yang
terlambat, gangguan pernapasan dan anemia merupakan salah
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya autisme. Kegagalan
pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam
pertumbuhan otak tidak mencukupi karena nutrisi tidak dapat
diserap oleh tubuh, hal ini dapat terjadi karena adanya jamur dalam
lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
3. Neuro Anatomi
Gangguan/fungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang
mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi perdarahan
atau infeksi dapat memicu terjadinya autisme.
4. Struktur dan Biokimiawi Otak dan Darah
Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje mempunyai
kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan
tingginya kandungan dopamin atau upioid dalam darah.

b. Teori Psikososial.
Beberapa ahli (Kanner & Bruno Bettelhem) autisme dianggap
sebagai akibat hubungan yang dingin/tidak akrab antara orang tua ibu
dan anak. Demikian juga orang yang mengasuh dengan emosional
kaku, obsesif tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak
asuhnya menjadi autistik.
c. Faktor Keracunan Logam
Berat Keracunan logam berat dapat terjadi pada anak yang tinggal
dekat tambang batu bara, emas dsb. Keracunan logam berat pada
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan
dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui

17
dalam tubuh anak-anak penderita autism terkandung timah hitam dan
merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
d. Faktor Gangguan Pencernaan, Pendengaran, dan Penglihatan.
Menurut data yang ada 60% anak autistik mempunyai sistem
pencernaan kurang sempurna. Kemungkinan timbulnya autistik karena
adanya gangguan dalam pendengaran dan penlihatan.
e. Autoimun tubuh
Auto imun pada anak dapat merugikan perkembangan tubuhnya
sendiri karena zat – zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh
tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri
pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang
dikembangkan oleh tubuh sendiri yang justru kebal terhadap zat – zat
penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

3.4. PATOFISIOLOGI
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang.
Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu
mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-
fungsi vital dalam tubuh.
Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah
yang berbeda-beda pada otak anak-anak dan orang dewasa yang
menderita autisme. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas
berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak
normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron.
Penyebab terjadinya autisme sangat beraneka ragam dan tidak ada
satupun yang spesifik sebagai penyebab utama dari autisme. Ada indikasi
bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi
yang melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozygot
(kembar identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme;

18
kemungkinan pada dua kembar dizygot (kembar fraternal) hanya sekitar 5-
10% saja.
Sampai sejauh ini tidak adagen spesifik autisme yang teridentifikasi
meskipun baru-baru ini telah dikemukakan terdapat keterkaitan antaragen
serotonin-transporter. Selain itu adanya teori opioid yang mengemukakan
bahwa autisme timbul dari bebanyang berlebihan pada susunan saraf pusat
olehopioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinanbesar adalah eksogen
dan opioid merupakan perombakanyang tidak lengkap dari gluten dan
caseinmakanan. Meskipun kebenarannya diragukan,teori ini menarik
banyak perhatian. Pada dasarnya,teori ini mengemukakan adanya barrier
yang defisien di dalam mukosa usus, di darah-otak(blood-brain) atau oleh
karena adanya kegagalanpeptida usus dan peptida yang beredar dalam
darahuntuk mengubah opioid menjadi metabolit yangtidak bersifat racun
dan menimbulkan penyakit. Barrier yang defektif ini mungkin diwarisi
(inherited) atau sekunder karena suatu kelainan. Berbagai uraian tentang
abnormalitas neural pada autisme telah menimbulkan banyak spekulasi
mengenai penyakit ini. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun, baik teori
anatomis yang sesuai maupun teori patofisiologi autisme atau tesdiagnostik
biologik yang dapat digunakan untukmenjelaskan tentang sebab utama
autisme.Beberapa peneliti telah mengamati beberapaabnormalitas jaringan
otak pada individu yang mengalami autisme,tetapi sebab dari abnormalitas
ini belum diketahui,demikian juga pengaruhnya terhadap perilaku.
Kelainan yang dapat dilihat terbagi menjadi dua tipe, disfungsi
dalamstuktur neural dari jaringan otak dan abnormalitasbiokimia jaringan
otak. Dalam kaitannya denganstruktur otak, pemeriksaan post-mortem otak
dari beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam
sistem limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampus.
Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan
belajar. Peneliti ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye
diserebelum. Dengan menggunakan magnetic resonance imaging, telah
ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu

19
autistik secara nyata lebih kecil dari pada orang normal. Satu dari kedua
daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian.
Didukung oleh studi empiris neurofarmakologis dan neurokimia pada
autisme, perhatian banyak dipusatkan pada neurotransmitter dan
neuromodulator, pertama sistem dopamine mesolimbik, kemudian sistem
opioid endogen danoksitosin, selanjutnya pada serotonin, dan ditemukan
adanya hubungan antara autisme dengankelainan-kelainan pada sistem
tersebut.
Sedangkan dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita
autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan
serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Perlu disinggung bahwa
abnormalitas serotonin ini juga tampak pada penderita down syndrome,
kelainan hiperaktivirtas, dan depresi unipoler. Juga terbukti bahwa pada
individu autistik terdapat kenaikan dari beta-endorphins, suatu substansi di
dalam badanyang mirip opiat. Diperkirakan adanya ketidakpekaan individu
autistik terhadap rasa sakit disebabkan oleh karena peningkatan
kadarbetaendorphinsini.
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak
dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf.
Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar
serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin
(DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.

3.5. GEJALA KLINIS


Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai
abnormalitas tampak sebelum usia3 tahun. Sering ditemukan ciri-ciri yang
tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain. Gradasi
manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang
ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain

20
ada individu yang memiliki sedikit gejala. Adapun ciri gangguan pada
autisme tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gangguan dalam komunikasi


- terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak
dan mimik
- meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
- sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
- meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
- bicara tidak dipakai untuk komunikasi
- bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
- tidak memahami pembicaraab orang lain
- menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu
2. Gangguan dalam interaksi sosial
- menghindari atau menolak kontak mata
- tidak mau menengok bila dipanggil
- lebih asik main sendiri
- bila diajak main malah menjauh
- tidak dapat merasakan empati
3. Gangguan dalam tingkah laku
- asyik main sendiri
- tidak acuh terhadap lingkungan
- tidak mau diatur, semaunya
- menyakiti diri
- melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
- kelekatan pada benda tertentu
- tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari,
manjat-manjat, berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak
tangan, berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.
4. Gangguan dalam emosi
- rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan

21
- tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
- tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya
5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan
- menjilat-jilat benda
- mencium benda-benda atau makanan
- menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu -
tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar

3.6. DIAGNOSIS
Anamnesis
Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria
diagnostik menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.
A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:
a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)
 Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti
kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan
pengaturan interaksi sosial.
 Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
 Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan,
ketertarikan, ataupun keberhasilan dengan orang lain (tidak
ada usaha menunjukkan, membawa, atau menunjukkan
barang yang dia tertarik).
 Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional.
b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)
 Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa
yang diucapkan (tidak disertai dengan mimik ataupun sikap
tubuh yang merupakan usaha alternatif untuk kompensasi).

22
 Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup.
terdapat kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun
mempertahankan percakapan dengan orang lain.
 Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa
idiosinkrasi.
 Tidak adanya variasi dan usaha untuk permainan imitasi
sosial sesuai dengan tingkat perkembangan.
c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari
perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala)
 Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola
ketertarikan stereotipik yang abnormal baik dalam hal
intensitas maupun fokus.
 Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik
yang tidak berguna.
 Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya
mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau
gerakan tubuh yang kompleks).
 Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek.
B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum
umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu:
interaksi sosial; penggunaan bahasa untuk komunikasi sosial;
bermain simbol atau imajinasi.
C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau
gangguan disintegratif (sindrom Heller).

Pemeriksaan Fisik
 Berat badan, tingi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal.
 Anak tidak menjalin interaksi sosial yang memadai seperti kontak
mata kurang atau tidak ada, tidak mau bermain dengan teman.
 Skrining dengan checklist for autism in toddler.

23
Ada beberapa instrumen screening untuk autisme:
1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale),
dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal 1970an, berdasarkan
pengamatan terhadap perilaku. Di dalamnya terdapat 15 nilai skala
yang mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan orang,
penggunaan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, respon
pendengaran, dan komunikasi verbal.
2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening
autisme pada usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-
Cohen pada awal 1990an untuk melihat apakah autisme dapat
terdeteksi pada anak umur 18 bulan. Alat screening ini menggunakan
kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang
lain melalui penilaian dokter yang menangani.
3. Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala screening yang
telah digunakan untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi
kemampuan berkomunikasi dan fungsi sosialnya.

3.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua
disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog,
dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli
terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autisme
adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan
belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan
deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai
yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari
perkembangan anak dengan autisme.
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non
medikamentosa dan medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi

24
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat
berbagai metode penganjaran antara lain metode TEACHC
(Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children) metode ini merupakan
suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan
metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang
sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme.
Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan
seintensif mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi
lain. Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied
Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya sangat tergantung
dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2-5 tahun).
c. Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak
dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.

d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan
terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna.

25
Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi
mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga
diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang
mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti
dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang
direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang
menyakitkan tersebut.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan
keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun
dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal
dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan
lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat
berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling
mendukung. Oleh karena itu, pengolahan keluarga dalam
kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting,
tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat
melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.

2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang
tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau
terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan
medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini
dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi
edukasional, perilaku dan sosial.

26
a) Perilaku destruktif, manajemen terbaik adalah dengan dosis
rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis
alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
 Neuroleptik
- Neuroleptik tipikal potensi rendah  Thioridazin
dapat menurunkan agresifitas dan agitasi.
- Neuroleptik tipikal potensi tinggi Haloperidoldapat
menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan
stereotipik.
- Neuroleptik atipikalRisperidonakan tampak
perbaikan dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.
 Agonis reseptor alfa adrenergik
- Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas,
impulsifitas dan hiperaktifitas.
 Beta adrenergik blocker
- Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas
terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas.
b) Perilaku repetitif
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk
mengatasi perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas
tinggi.
c) Inatensi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan
atensi dan mengurangi destruksibilitas.
d) Insomnia
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin)
dapat mengatasi keluhan ini.
e) Gangguan metabolisme
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan
pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh,

27
keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan
anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam tubuhnya.
Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium
diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki
dengan obat-obatan maupun pengaturan diet.
3.8. PROGNOSIS
Intervensi dini yang tepat dan perogram pendidikan terspesialisasi serta
pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme
tidak fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis
yang dideteksi dini serta langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri
tergantung dari jenis gangguan autistik apa yang diderita dan berapa
umurnya saat terdeteksi dan ditangani sebagai penderita autis.

28
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Pasien laki-laki bernama An. SD berusia 3 tahun, dibawa ke poli rehabilitasi


medik dengan keluhan bicara belum jelas. Anak sering mengoceh sendiri, dengan
kata-kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa
sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah kata,
tidak pernah bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa
mengerti perintah jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain.
Pasien selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka dengan permainan
yang melibatkan bola, selalu bermain sendiri, tidak mau bermain dengan
temannya. Pasien sulit untuk berkonsentrasi, pasien juga belum bisa bermain
permainan yang membutuhkan konsentrasi seperti puzzle, kontak mata kurang,
namun bila dipanggil pasien menoleh. Tidak ada keluhan lain yang diderita oleh
pasien.
Dari hasil anamnesis juga didapatkan keterlambatan riwayat perkembangan
duduk usia 9 bulan, berdiri usia 12 bulan, berjalan usia 17 bulan, berlari usia 28
bulan, dan bicara belum jelas. Pemeriksaan penunjang berupa skrining tes CHAT
jawaban tidak pada pertanyaan A1, A2, A4, A5, A6, B2, B3, B4, B5
- Resiko tinggi menderita autis : tidak pada A5, A7, B2, B3 dan B4
- Kemungkinan gangguan perkembangan lain : jumlah jawaban tidak 3 atau
lebih untuk pertanyaan A1-A4, B6, A8-A9, B1, B5
Pada pasien ini didapatkan kesan resiko tinggi menderita autis.
Diagnosis diperkuat dengan kriteria gangguan autistik menurut ICD-10 dan
DSM IV, dimana hasilnya didapatkan anak ini memiliki 3 gejala interaksi sosial
timbal balik, 2 gejala gangguan komunikasi dan 2 gejala gangguan prilaku.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa an. AS/ laki-laki/ 3 tahun mengalami autisme.
Tatalaksana program rehabilitasi medik pada pasien ini adalah fisioterapi,
okupasi terapi, sensori integrasi, motor planning, terapi wicara, sosial medik, dan
edukasi.

29
Prognosis pada pasien ini dalam segi medik bonam, bila pasien secara rutin
dan teratur melakukan terapi.Secara fungsional bonam,dengan terapi yang teratur
dan aktivitas sehari-hari dapatdilakukan.

30
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, Diagnostik and Statistical Manual of Mental


Disorders, Washington DC.: American Psychiatric Association Publisher.
Azwandi, Yosfan (2005) Mengenal dan Membantu Penyandang Autisma, Jakarta:
Depdiknas.
Belmonte MK, Allen G, Beckel-Mitchener A, Boulanger LM, Carper RA, et al.
Autism and Abnormal Development of Brain Connectivity. The Journal of
Neuroscience 2004; n24(42):9228- 9231.
Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di
Indonesia, (makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2005) Pedoman Implementasi Pendidikan
Inklusif di Provinsi Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat, Levy SE, Mandell DS, Schultz RT. Autism. Lancet 2009;374:1627-
38.
Elliott GR. Autistic Disorder and Other Pervasive Developmental Disorders. In:
Rudolph CD, Rudolph AM. Rudolph’s Pediatrics, 21st ed. McGraw-Hill:
New York, 2003. p498-500.
Garna H, Nataprawira HMD. Autisme Infantil. Dalam: Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran UNPAD, 2005.
Hidayat. (2004), Aplikasi Metode TEACCH dan Multisensori-Fernald dalam
Optimasi Kemampuan Kognitif dan Prilaku Adaptif Anak Autis, (makalah).
Kinsbourne M, Wood FB. Autistic Spectrum Disorders. In: Menkes JH, Sarnat
HB, Maria BL. Child Neurology, 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins:
Philadelphia, 2006. p1112-21.
Maurice C, Green G, Luce S.c. (1996), Behavioral Intervention for Young
Children With Autism, A Manual for Parent and Professionals, Autism-
Texaas. Pro-Ed.
Muhdar Munawar, Wawan, Nur Aziza Alfian, 2011. Model Pendidikan Inklusif
Untuk Anak Autis. Bandung: Dinas Pendidikan Prop. Jabar Bidang PLB.

31
Peeters, Theo, (1998), Autism From Theoritical Understanding to Educational
Intervention, London: Whurr Publisher Ltd.
Pusponegoro, Hartono D, (2003), Pandangan Umum mengenai Klasifikasi
Spektrum Gangguan Autistik dan Kelainan Susunn saraf Pusat (makalah),
Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I
Sasanti, Yuniar, (2003), Masalah Perilaku pada Gangguan Spektrum Autism
(GSA) (makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I
Shah PE, Dalton R, Boris NW. Pervasive Developmental Disorders and
Childhood Psychosis. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders: Philadelphia, 2007.
p133-6.
Smeeth L, Cook C, Fombonne E, Heavey L,Rodrigues LC. MMR Vaccination
and Pervasive Developmental Disorders: A Case- Control Study. Lancet
2004;364:963-69. Frith U. The Neurocognitive Basis of Autism. Trends in
Cognitive Sciences 1997;1(2):73-7.
Seminar Nasional (2001), An Overview of Children Behavior and Development,
Bandung: IDAI.
Sutadi, Rudi,Seminar Sehari Aku Peduli Anakku: Terapi Wicara Pada
Penyandang Autisme dengan Menggunakan Tatalaksana Perilaku, ABCD
Pro, Jakarta, 29 Januari 2000.
Taylor B, Miller E, Farrington CP, Petropoulos MC, FavotMayaud I, et al. Autism
and Measles, Mumps and Rubella Vaccine: No Epidemiological Evidence
for a Causal Association. Lancet 1999;353:2026-29.
Threvarthen, Colwyn, (1999), Children With Autism, Second Edition,
Philadelphia: Jessica Kingsley Publisher.
Volkmar FR, Pauls D. Autism. The Lancet 2003;362:1133-42. Buku Pedoman
Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC RBS 65 Widyawati, Ika;
Simposium Sehari Autisme; Gangguan Perkembangan pada Anak; Yayasan
Autis Indonesia; Jakarta; 30 Agustus 1997.
Wing, Lorna, (1974), Autistik Children A Guide for Parents and Professionals,
New Jersey: The Chitadel Press

32

Anda mungkin juga menyukai