Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS ILMIAH

KEJANG DEMAM

Oleh :
dr. Fajriati Syamsi

Pembimbing :
dr. Gitta Reno Cempako Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : dr. Fajriati Samsi A.Tadda
Laporan Kasus : Kejang Demam

Adalah benar telah menyelesaikan laporam kasus ilmiah yang berjudul Kejang
Demam dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing

Jakarta, Desember 2021


Supervisor Pembimbing

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

Dalam laporan kasus ini penulis melakukan pembahasan mengenai “Kejang


Demam”. Kami sangat menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini belum
mencapai sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa
saran dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan selanjutnya. Baik
yang kami tulis sendiri atau orang lain.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi


keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.

Jakarta, Desember 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................2
KATA PENGANTAR.........................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS …………………………………………………7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................15
A. Definisi.........................................................................................................15
B. Epidemiologi.................................................................................................15
C. Etiologi..........................................................................................................16
D. Patofisiologi..................................................................................................17
E. Klasifikasi.....................................................................................................18
F. Manifestasi Klinis.........................................................................................18
G. Diagnosis .....................................................................................................20
H.Tatalaksana....................................................................................................21
I. Komplikasi....................................................................................................25
J. Prognosis.......................................................................................................26
K. Edukasi.........................................................................................................26
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28

4
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam salah satu penyebab kejang tersering pada anak. 1 dari setiap 25

anak dalam populasi umum akan mengalami kejang demam setidaknya sekali selama

masa kanak-kanak mereka. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada

suhu rektal diatas 38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya

gangguan elektrolit atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi

pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Anak-anak yang mengalami kejang demam

biasanya tidak memiliki kelainan neurologis yang signifikan baik sebelum dan setelah

kejang.1

Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya

sekali berulangnya kejang demam. Kejang demam berulang di defenisikan sebagai

kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar.

Kejang demam berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam. Dari

anak-anak yang mengalami kejang demam, 14 - 24% mengalami kejang demam

berulang dalam 24 jam.1

Kejang atau tidak kejang adalah masalah yang sering terlihat di klinik setiap

hari. Praktisi umum atau dokter anak harus dapat membedakan kejang atau tidak

kejang, dan memberikan perawatan yang benar, Banyak penyakit yang dapat

5
menyebabkan kejang, contoh ensefalitis, meningitis, cedera otak, neoplasma

otak, masalah sirkulasi darah ke otak, ketidakseimbangan

elektrolit, gangguan metabolisme, penyakit degeneratif, atau hiperpireksia. Dari

banyak penyakit atau kondisi yang bisa menyebabkan kejang, dalam hal ini

yang dibahas adalah kejang demam dan pengobatan kejang, kebanyakan kasus

menunjukkan pengobatan kejang yang sering tidak memada.2

BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien:
Nama : An. MK
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 3 tahun, 4 bulan
BB : 12 kg
TB : 94 cm

6
Alamat : Jl. Nirbaya, RT 17 RW 02, Makasar, Jakarta Timur
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Pelajar
Nomor rekam medis : 06-96-46
Pembiayaan : BPJS Kesehatan
Tanggal masuk : 15/11/2021
Waktu : 11.00 wib
II. Anamnesis:
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak perempuan, usia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RSU
Adhyaksa pukul 11.00 wib dengan keluhan kejang, frekuensi 1x dirumah
pukul 22.00 wib, durasi <5 menit, kelonjotan (+) seluruh badan, mata
mendelik ke atas, tangan dan kaki menjadi kaku, setelah kejang pasien
sadar dan menangis. Sebelum kejang, ada demam (+) sejak 2 hari yang
lalu yang tidak turun dengan obat penurun panas hingga 38oC. Kemudian
ibu pasien membawa ke klinik karena demam tinggi, dan diberikan obat
lewat dubur. Mimisan (-), gusi berdarah (-), Batuk (-), pilek (-), nyeri
tenggorokan(-), mual (-), muntah (-), Riwayat muntah (+) 1 hari yll
frekuensi 1 kali isi makanan, sesak (-). BAB cair sejak pukul 05.30 pagi,
frekuensi 6 kali, warna kuning, ampas (-), berbau (+), lendir (+), darah (-).
BAK lancar, warna kuning, nyeri bak (-). Pasien masih mau makan dan
minum namun sedikit.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya karena panas : Tahun 2019 rawat inap di
RSUA selama 3 hari perawatan.

7
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (-)
Riwayat epilepsi : (-)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : sehat
Ibu : sehat
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 2x/ 1 bulan
Trimester III : 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan : tidak ada
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah.
G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3100 gram dan panjang 45
cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia
kehamilan 38 minggu.
H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat
imunisasi.

I. Imunisasi

8
J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan

Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial

9
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
L. Riwayat Makan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI
dan ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari
biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian
kiri kanan.

2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil,
dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya
sekali sehari satu potong (siang hari).

3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan
sayur hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI
jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.

4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa


dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi
menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang.
Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

III. Pemeriksaan fisik


Keadaan Umum
Keadaan umum : Sedang
Derajat kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Kesan gizi baik
Tanda vital
BB : 12 kg

10
TB : 94 cm
Nadi : 130 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 38,5º c (per axiler)
Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup.
Kepala : Bentuk normocephal, rambut hitam sukar dicabut,
distribusi merata, UUB sudah menutup.
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya
(+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring
hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak
membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah: SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri

11
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral dingin Sianosis
- -
- -

--
--

Oedem Wasting
- -
- -

--
--

ADP teraba kuat


CRT <2”
Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Baik
44
+44
++
+

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)


R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)

12
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 11 November 202


LABORATORIUM DARAH

Hemoglobin 10,4 g/dL (N: 10,7-14,7 g/dL)

Hematokrit 32% (N: 31-43%)

Eritrosit 5.3 juta/uL (N: 3,7-5,7 juta/uL)

Leukosit 12940/uL (N: 5500-15500/uL)

Trombosit 413000/uL (N: 229000-553000/uL)

MCV 60 fL (N: 73-101 fL)

MCH 20 pg (N: 23-31 pg)

KIMIA KLINIK

GDS 103 mg/dL (N: 70-160 mg/dL)

Na+ 132 mEq/L (N: 135-155 mEq/L )N: 135-155

K+ 4,3 mEq/L (N: 3,5-5 mEq/L)

Cl- 105 mEq/L (N: 98-108 mEq/L)

V. Diagnosis:
1.) Kejang Demam Sederhana
2.) GEA tanpa dehidrasi
VI. Penatalaksanaan:
Terapi

13
1. IVFD KaEN 3B 1000 ml/24 jam
2. Diazepam 3x2,5 mg/p.o (48 jam)
3. Zinc 1x20 mg
4. Oralit 120 ml tiap mencret
5. Paracetamol syr 120 ml 3x7.5cc
6. Ibuprofen 100 ml 3x 6cc
7. Acc rawat inap
8. Swab Antigen dan PCR diruangan
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Awasi timbulnya kejang
Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang
tua pasien
VII. Follow up:

VIII. Prognosis:

14
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : duba
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas

38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit

atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, yang umumnya terjadi pada usia 6

bulan sampai 5 tahun.1

Adapun dalam literatur lain disebutkan kejang demam didefinisikan sebagai

kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh

lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa

adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak

memenuhi kriteria kejang simptomatik lainnya.3

B. Epidemiologi

Epidemiologi kejang demam di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun,

di dunia diperkirakan kejang demam terjadi lebih sering pada anak usia 6 bulan – 5

tahun.4 Insiden kejang demam 2,2 – 5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-

laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6 : 1. Selain itu, ada

62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang

15
demam sebelum usia 12 tahun dan, 45% pada 100 anak yang mengalami kejang

setelah 12 tahun.5

Di Indonesia belum ada data mengenai insiden kejang demam. Beberapa rumah

sakit telah melaporkan jumlah temuan kasus kejang demam, seperti di Rumah Sakit

Umum (RSU) Bangli dari Januari-Desember 2007 sebanyak 47 kasus kejang demam ,

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang pada Januari 2008-Maret

2009 mendapatkan 82 kasus , dan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan

Kita Jakarta dari tahun 2008- 2010 sebanyak 86 kasus.4

C. Etiologi
Penyebab kejang demam adalah multifaktorial. Beberapa teori dikemukan

mengenai penyebab terjadinya kejang demam. Secara umum diyakini bahwa kejang

demam merupakan akibat dari kerentanan sistem saraf pusat yang sedang

berkembang (SSP) terhadap efek demam, dalam kombinasi dengan kecenderungan

genetik yang mendasari dan faktor lingkungan. Demam yang memicu kejang berasal

dari proses ekstrakranial. virus adalah penyebab utama kejang demam. Infeksi virus

pada saluran napas adalah faktor pemicu yang paling umum. Keberadaan human

herpes simplex virus 6 (HHSV-6) sebagai agen etiologi pada roseola sekitar 20% dari

sekelompok pasien yang mengalami kejang demam pertama mereka. Sekitar 90%

akibat dari infesksi virus seperti Rotavirus dan Parainfluenza.1

Kejang demam juga disebabkan karena infeksi saluran pernapasan atas akut,

otitis media akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. Kejang

16
demam juga diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah.

Pola penurunan genetik masih belum jelas, namun menunjukan keterkaitan dengan

kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-2, sementara lainnya menunjukan pola

autosomal dominan.1

D. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperluakan


suatu energi yang di dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskular. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat dirubah oleh adanya:1

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau


aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan.

17
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

soerang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel

tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada

suhu 38°C sedangkan pada anak dengan kejang ambang kejang yang tinggi, kejang

baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang

rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan dalam tingkat suhu

berapa penderita kejang.1

E. Klasifikasi
Kejang Demam diklasifikasikan menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.1

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

18
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5
menit dan berhenti sendiri.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal dapat juga
kejang parsial atau fokal atau kejang parsial menjadi umum dan berulang atau
lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

F. Manifestasi Klinis

Kejang demam biasanya terjadi ketika suhu anak lebih dari 38 C. Tanda dan
gejala yang khas pada kejang demam adalah adanya kehilangan kesadaran, kesulitan
bernapas, anak menjadi pucat, sianosis, mulut berbuasa, mata mendelik ke atas,
adanya general seizures atau focal, serta kaki dan tangan menyentak. Setelah kejang,
anak-anak mungkin mudah tersinggung (irritable), bingung atau mengantuk tetapi
akan pulih sepenuhnya setelah kira-kira 30 menit.6

Biasanya, kejang demam sederhana digeneralisasi dan dikaitkan dengan


gerakan tonik-klonik tungkai dan memutar kembali bola mata. Kejang biasanya
berlangsung selama beberapa detik hingga paling lama 15 menit (biasanya kurang
dari 5 menit), diikuti oleh periode singkat ngantuk, dan tidak kambuh dalam 24 jam.
Otot-otot wajah dan pernapasan sering terlibat. mantra Atonik dan tonik juga telah
dijelaskan. Sebaliknya, kejang demam kompleks biasanya berlangsung lebih dari 15
menit. Kejang biasanya fokal (gerakan terbatas pada satu sisi tubuh atau satu anggota
gerak). Mungkin terulang dalam hari yang sama. Kejang mungkin memiliki periode
kantuk postiktal yang berkepanjangan atau berhubungan dengan hemiparesis transien
postictal (Todd's palsy). Secara umum, anak-anak dengan kejang demam kompleks
lebih muda dan lebih mungkin mengalami keterlambatan perkembangan daripada

19
anak-anak dengan kejang demam sederhana. Mayoritas anak-anak dengan kejang
demam kompleks melakukannya dengan kejang pertama mereka, tetapi anak-anak
dengan kejang demam awal sederhana mungkin memiliki kejang demam kompleks
kemudian. Status demam epilepticus, jenis kejang demam paling kompleks, merujuk
pada kejang demam terus menerus atau intermiten tanpa kesadaran kembali pada
keadaan interiktal selama lebih dari 30 menit. Perlu dicatat bahwa mata yang terus
menerus terbuka atau menyimpang adalah fitur dari aktivitas kejang yang sedang
berlangsung.1

Tabel 1. Perbedaan manifestasi klinis kejang demam sederhana dan kompleks

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks


- Kejang umum tonik-klonik tanpa - Ada fitur fokal di mana,

fitur fokal misalnya, hanya satu sisi tubuh

- Kejang berlangsung kurang dari yang terlibat

sepuluh menit - Kejang berlangsung lebih dari

- Kejang secara spontan sembuh sepuluh menit

- Tidak ada kekambuhan dalam 24 - Dua atau lebih kejang terjadi

jam dalam 24 jam

- Pemulihan penuh tidak diamati

setelah satu jam

- Ada konsekuensi neurologis

pasca-iktal

- Ada periode singkat

kelumpuhan, yang didefinisikan

sebagai Todd's palsy setelah

20
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks
kejang

G. Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
penyebab kejang di intracranial. Anamnesis yang rinci harus dilakukan untuk
mengetahui penyebab demam, hubungan timbulnya demam dengan kejang,
karakteristik demam termasuk suhu puncak dan durasi kantuk pasca iktal. Anamnesis
juga harus mencakup riwayat kejang sebelumnya dan apakah anak baru saja
divaksinasi. Demam sering terjadi pada kelompok usia anak dan dapat terjadi secara
kebetulan dengan penyebab kejang yang lebih serius. Oleh karena itu, penyelidikan
harus dilakukan tentang status imunisasi, potensi paparan infeksi, kejang sebelumnya,
dan riwayat kejang demam dan kejang pada anggota keluarga lainnya.7

Selain anamnesis, pemeriksaan tanda-tanda vital juga harus di pantau.


Pemeriksaan fisik yang menyeluruh harus dilakukan untuk mengetahui penyebab
demam. Adanya infeksi telinga ataupun infeksi saluran napas dapat memberikan
petunjuk untuk sumber penyebab demam. Pemerikaan lain yang harus dilakukan
adalah mencari tanda-tanda mengitis seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski yang positif dengan atau tanpa gejala neurologis fokal. Pemeriksaan
neurologis formal harus dilakukan, termasuk tingkat kesadaran, tonus dan kekuatan
otot, dan refleks perifer. Setiap kelainan fokal harus dicatat. Pemeriksaan fundus
harus dilakukan untuk mencari peningkatan tekanan intrakranial.7

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk mencari sumber infeski


yang menyebabkan demam, seperti pemeriksaan laboratorium.  Apabila dokter
pemeriksa sudah meyakini adanya demam disebabkan infeksi virus simpleks,
misalnya pada ISPA, maka diagnosis klinik sudah cukup adekuat.8

21
Pungsi Lumbal tidak rutin dilakukan pada saat terjadi kejang demam, kecuali
bila ada indikasi tanda dan gejala adanya meningitis atau pada kondisi-kondisi yang
akan dijelaskan pada poin berikutnya. Pungsi lumbal dilakukan pada anak dengan
demam dan kejang yang memiliki tanda dan gejala meningitis (contoh: kaku kuduk,
tanda Kernig dan Brudzinski) atau dengan riwayat dan pemeriksaan yang mengarah
ke meningitis atau infeksi intrakranial.8

EEG tidak disarankan secara rutin dilakukan pada kejang demam sederhana
karena selain tidak efektif biaya, juga berpotensi menimbulkan kecemasan orang tua.
Tidak ada studi yang kuat yang menyimpulkan EEG bisa memprediksi kemungkinan
risiko epilepsi, meskipun EEG yang abnomal terus menerus memiliki nilai prediksi
yang lebih tinggi (hal ini juga masih membutuhkan studi lanjutan). Tidak banyak
studi yang bisa menyimpulkan apakah EEG efektif dilakukan untuk pasien dengan
kejang demam kompleks.

EEG dipertimbangkan pada semua pasien kejang demam kompleks dengan


salah satu hal berikut:8

- Bangkitan kejang tanpa disertai demam

- Terdapat keterlambatan atau gangguan tumbuh kembang

- Tanda dan gejala neurologis yang tidak normal. 

CT-Scan (Computed Tomography Scan) dan MRI (Magnetic Resonance


Imaging) tidak dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam
sederhana karena kerugian tidak sebanding dengan keuntungan (contohnya: dapat
mendeteksi gangguan struktural di dalam otak). Efek samping dari CT-Scan adalah
paparan radiasi yang besar dan efek yang tidak diinginkan dari MRI adalah biaya
yang tinggi dan efek samping sedasi dimana obat-obatan sedatif biasa diberikan
kepada anak-anak sebelum MRI. CT Scan dipertimbangkan dilakukan pada Unit
Gawat Darurat pada kejang demam kompleks bila terdapat indikasi kuat adanya
perdarahan akut/subakut atau lesi struktural dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.8

22
H. Tatalaksana

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya.9

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg unutk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg.9

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit untuk
diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana
status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.9

23
1. Pemberian Obat Pada Saat Demam
a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A).
Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4 kali sehari.9

b. Antikonvulsan

1.) Pemberian obat antikonvulsan intermitten

24
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermitten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermitten diberikan pada kejang demam dengan salah satu factor risiko
dibawah ini:9

1. Kelainan neurologi berat, misalnya palsi serebral

2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

3. Usia <6 bulan

4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celcius

5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh


meningkat dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg /kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan ≥ 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermitten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan anafilaksis, serta sedasi.9

2.) Pemberian obat antikonvulsan rumatan

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya


dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka pengobatan rumatan hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan
rumatan:9

1. Kejang fokal

2. Kejang lama >15 menit

25
3. Terdapat kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari


efektif dalam menurunkan risiko berulang kejang. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajat pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada Sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg
dalam 1-2 dosis.9

Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan


rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off,
namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.9

2. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan


keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu :

1) Profilaksis intermittent pada waktu demam

2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

a. Profilaksis intermittent pada waktu demam

26
Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan
obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan
fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Rosman dkk,
meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam
berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena
penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal.
Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10
kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis,
diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih. Efek samping
diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotoni.5

Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk menggunakan klonazepam


sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8
jam) selama suhu diatas 38o C dan dilanjutkan jika masih demam. Ternyata
kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak yang diteliti.
Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah tersinggung, gangguan
tingkah laku, depresi, dan salivasi berlebihan.5

Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk meneliti khasiat


kloralhidrat supositoria untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis
yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500
mg untuk berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38o C.
Hasil yang didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9%
pasien yang menggunakan supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32%
pasien yang tidak menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada
pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.5

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

27
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:

i. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau


gangguan perkembangan neurologis.

ii. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada
orang tua atau saudara kandung.

iii. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap.

iv. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun


setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya
epilepsi di kemudian hari.5

Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16


mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel,
hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek
samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain
yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama
dibandingkan dengan fenobarbital3,22. Ngwane meneliti kejadian kejang
berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam valproat
dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat.22 Dosis
asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB perhari. Efek samping yang
ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan
karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.5

28
I. Komplikasi

Kejang demam dapat menjadi sangat menakutkan dan traumatis secara


emosional bagi orang tua. Kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan dan kepanikan
yang tidak semestinya bagi orang tua. Komplikasi yang biasanya muncul akibat
kejang demam adalah epilepsy. Anak-anak dengan kejang demam sederhana
memiliki risiko epilepsi berikutnya yang sedikit lebih tinggi sekitar 1% dibandingkan
dengan kejadian pada populasi umum sekitar 0,5%. Risiko epilepsi masa depan pada
anak-anak dengan kejang demam kompleks adalah sekitar 4-6%. Faktor risiko lain
untuk pengembangan epilepsi termasuk durasi demam yang lebih pendek (<1 jam)
sebelum kejang, onset kejang demam sebelum usia 1 tahun atau setelah usia 3 tahun,
adanya beberapa episode kejang demam, kelainan perkembangan saraf yang
mendasari, adanya riwayat keluarga epilepsi dan pelepasan epileptiform pada EEG.7

Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, deficit koordinasi dan motoric,
status epileptikus, dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam.
Insidensi pastii sekuele-sekuele tersebut tidak diketahui,dan kejadiannya akan
dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang itu sendiri.
Insidensi penyulit ini sangat rendah pada anak normal yang mengalami kejang
demam.7

J. Prognosis

Prognosis kejang demam umumnya baik, namun bangkitan kejang demam


dapat membawa kekhawatiran yang sangat besar bagi orang tuanya. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kejadian berulangnya kejang demam pada anak
berhubungan dengan riwayat keluarga dengan kejang demam, usia saat kejang
demam pertama, suhu rendah saat kejang demam pertama, jarak antara munculnya
kejang dengan onset demam, atau terdapat kejang demam kompleks. Sekitar sepertiga
dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali rekurensi. Risiko
berulangnya kejang demam sekitar 60% setelah kejang demam pertama, 75%

29
diantaranya terjadi dalam waktu satu tahun pertama. 1,2 Akan tetapi, masih cukup
banyak orang tua yang tidak peka dengan tanda kejang dan risiko berulangnya
kejadian kejang demam.3

K. Edukasi

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, Sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:9

1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umunya mempunyai prognosis


baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang.

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang


efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

BAB IV
KESIMPULAN

Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum pada pasien anak. Sebagian
besar anak memiliki prognosis yang sangat baik, dan hanya sedikit yang mengalami
masalah kesehatan jangka panjang. Diagnosis kejang demam bersifat klinis, dan
penting untuk menyingkirkan infeksi intrakranial, terutama setelah kejang demam
kompleks. Penatalaksanaan terdiri dari pengendalian gejala dan pengobatan penyebab
demam. Orang tua dan pengasuh sering ketakutan setelah kejang demam terjadi dan
perlu diberi informasi yang benar tentang prognosis serta dipandu oleh profesional

30
kesehatan tentang pengelolaan demam anak mereka dan fase akut kejang demam.
Untuk menghindari penyalahgunaan tes diagnostik dan perawatan, maka perlu
dilakukan edukasi yang baik tentang tatalaksana kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harfizi, Hirda. 2020. Evaluasi Faktor Risiko Kejang Demam Berulang di

Rumah Sakit Umum Haji Medan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara.

2. Ismet. 2017. Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu. 1(1):41-44. [Disitasi

tanggal 10 Desember 2021]. Tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/320174428_Kejang_Demam

31
3. Hardika, Made S., et al. 2019. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Kejang Demam Berulang Pada Anak di RSUP Sanglah Denpasar. E-

Jurnal Medika.

4. Medscape. 2017. Pediatric Febrile Seizure. . [Disitasi tanggal 10 Desember

2021]. Tersedia di  http://emedicine.medscape.com/article/1176205-

overview#a1

5. Deliana, Meida. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri

4(2):59-62. [Disitasi tanggal 10 Desember 2021]. Tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/312175788_Tata_Laksana_Kejang_

Demam_pada_Anak

6. Laino, Daniela., et al. 2018. Management of Pediatric Febrile Seizures.

International Journal of Environmental Research and Public Health.

7. Leung, Alexander., et al. 2018. Febrile seizures : an overview. [Disitasi

tanggal 10 Desember 2021]. Tersedia di

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6052913/

8. Whelan H, Harmelink M, Chou E, Sallowm D, Khan N, Patil R, et al.

Complex Febrile Seizure – A Systematic Review. Disease-a-Month,

2017;63:5-23. [Disitasi tanggal 10 Desember 2021]. Tersedia di

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S001150291630102X

9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang

Demam. Unit kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

32
33

Anda mungkin juga menyukai