KEJANG DEMAM
Oleh :
dr. Fajriati Syamsi
Pembimbing :
dr. Gitta Reno Cempako Sp.A
1
HALAMAN PENGESAHAN
Adalah benar telah menyelesaikan laporam kasus ilmiah yang berjudul Kejang
Demam dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................2
KATA PENGANTAR.........................................................................................3
DAFTAR ISI.......................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS …………………………………………………7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................15
A. Definisi.........................................................................................................15
B. Epidemiologi.................................................................................................15
C. Etiologi..........................................................................................................16
D. Patofisiologi..................................................................................................17
E. Klasifikasi.....................................................................................................18
F. Manifestasi Klinis.........................................................................................18
G. Diagnosis .....................................................................................................20
H.Tatalaksana....................................................................................................21
I. Komplikasi....................................................................................................25
J. Prognosis.......................................................................................................26
K. Edukasi.........................................................................................................26
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam salah satu penyebab kejang tersering pada anak. 1 dari setiap 25
anak dalam populasi umum akan mengalami kejang demam setidaknya sekali selama
masa kanak-kanak mereka. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
suhu rektal diatas 38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya
gangguan elektrolit atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi
pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Anak-anak yang mengalami kejang demam
biasanya tidak memiliki kelainan neurologis yang signifikan baik sebelum dan setelah
kejang.1
Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar.
Kejang demam berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam. Dari
Kejang atau tidak kejang adalah masalah yang sering terlihat di klinik setiap
hari. Praktisi umum atau dokter anak harus dapat membedakan kejang atau tidak
kejang, dan memberikan perawatan yang benar, Banyak penyakit yang dapat
5
menyebabkan kejang, contoh ensefalitis, meningitis, cedera otak, neoplasma
banyak penyakit atau kondisi yang bisa menyebabkan kejang, dalam hal ini
yang dibahas adalah kejang demam dan pengobatan kejang, kebanyakan kasus
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien:
Nama : An. MK
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 3 tahun, 4 bulan
BB : 12 kg
TB : 94 cm
6
Alamat : Jl. Nirbaya, RT 17 RW 02, Makasar, Jakarta Timur
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Pelajar
Nomor rekam medis : 06-96-46
Pembiayaan : BPJS Kesehatan
Tanggal masuk : 15/11/2021
Waktu : 11.00 wib
II. Pediatric Assessment Triangle (PAT)
Appearance :
• Tone : Tonus otot baik
• Interactiveness : Interaksi dengan orang tua baik
• Consolability : Mampu di tenangkan oleh ibu
• Look/gaze : Kontak adekuat (+)
• Speech/Cry : Berorintasi baik, sesuai umur
Work of breathing :
• Abnormal airway sound : Mengik (-), Stridor (-)
• Abnormal positioning : Tripod position (-)
• Retraction :Retraksi subcostal (-), Intercostal (-),
Suprasternal (-)
• Flaring : Napas cuping hidung (-)
Circulation to skin :
• Pallor : Pucat (-)
• Mottling : Tidak ditemukan
• Cyanosis : Cyanosis central (-)
Interpretasi : STABLE
III. Primary Survey :
Airway : Clear: gargling (-), snoring (-), stridor (-)
7
Breathing : RR 24 kali/menit, tidak ada pernapasan cuping
hidung, retraksi otot dada, Sp02:
Circulation :HR 134 kali/menit, regular, kuat angkat, akral
hangat, CRT <2detik, cyanosis (-), tidak pallor mottling (-)
Disability : Pasien sadar penuh, GCS 15
Exposure :
Allergy : Disangkal
Medication : Paracetamol syr 120/5 ml pukul 05.30 wib
Past history : Kejang demam (+) tahun 2019
Last meal : Bubur ayam pukul 09.00 wib
Environment/exposure : Tidak diketahui oleh ibu pasien
IV. Anamnesis:
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak perempuan, usia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RSU
Adhyaksa pukul 11.00 wib dengan keluhan kejang, frekuensi 1x dirumah
pukul 22.00 wib, durasi <5 menit, kelonjotan (+) seluruh badan, mata
mendelik ke atas, tangan dan kaki menjadi kaku, setelah kejang pasien
sadar dan menangis. Sebelum kejang, ada demam (+) sejak 2 hari yang
lalu yang tidak turun dengan obat penurun panas hingga 38oC. Kemudian
ibu pasien membawa ke klinik karena demam tinggi, dan diberikan obat
lewat dubur. Mimisan (-), gusi berdarah (-), Batuk (-), pilek (-), nyeri
tenggorokan(-), mual (-), muntah (-), Riwayat muntah (+) 1 hari yll
frekuensi 1 kali isi makanan, sesak (-). BAB cair sejak pukul 05.30 pagi,
frekuensi 6 kali, warna kuning, ampas (-), berbau (+), lendir (+), darah (-).
BAK lancar, warna kuning, nyeri bak (-). Pasien masih mau makan dan
minum namun sedikit.
8
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya karena panas : Tahun 2019 rawat inap di
RSUA selama 3 hari perawatan.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (-)
Riwayat epilepsi : (-)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : sehat
Ibu : sehat
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 2x/ 1 bulan
Trimester III : 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan : tidak ada
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah.
G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3100 gram dan panjang 45
cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia
kehamilan 38 minggu.
H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat
imunisasi.
I. Imunisasi
9
J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
10
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
L. Riwayat Makan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI
dan ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari
biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian
kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil,
dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya
sekali sehari satu potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan
sayur hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI
jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
V. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum : Sedang
Derajat kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Kesan gizi baik
Tanda vital
BB : 12 kg
11
TB : 94 cm
Nadi : 130 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 38,5º c (per axiler)
Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup.
Kepala : Bentuk normocephal, rambut hitam sukar dicabut,
distribusi merata, UUB sudah menutup.
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya
(+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring
hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak
membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
12
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Oedem Wasting
- - - -
- - - -
13
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)
KIMIA KLINIK
VII. Diagnosis:
1.) Kejang Demam Sederhana
2.) GEA tanpa dehidrasi
VIII. Penatalaksanaan:
Terapi
14
1. IVFD KaEN 3B 1000 ml/24 jam
2. Diazepam 3x2,5 mg/p.o (48 jam)
3. Zinc 1x20 mg
4. Oralit 120 ml tiap mencret
5. Paracetamol syr 120 ml 3x7.5cc
6. Ibuprofen 100 ml 3x 6cc
7. Acc rawat inap
8. Swab Antigen dan PCR diruangan
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Awasi timbulnya kejang
Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang
tua pasien
IX. Follow up:
X.
Prognosis:
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
15
Ad fungsionam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas
38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit
atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, yang umumnya terjadi pada usia 6
kejang pada anak usia lebih dari 1 bulan, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38oC yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa
adanya riwayat kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak
B. Epidemiologi
di dunia diperkirakan kejang demam terjadi lebih sering pada anak usia 6 bulan – 5
tahun.4 Insiden kejang demam 2,2 – 5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-
laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6 : 1. Selain itu, ada
62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang
demam sebelum usia 12 tahun dan, 45% pada 100 anak yang mengalami kejang
setelah 12 tahun.5
16
Di Indonesia belum ada data mengenai insiden kejang demam. Beberapa rumah
sakit telah melaporkan jumlah temuan kasus kejang demam, seperti di Rumah Sakit
Umum (RSU) Bangli dari Januari-Desember 2007 sebanyak 47 kasus kejang demam ,
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang pada Januari 2008-Maret
2009 mendapatkan 82 kasus , dan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan
C. Etiologi
Penyebab kejang demam adalah multifaktorial. Beberapa teori dikemukan
mengenai penyebab terjadinya kejang demam. Secara umum diyakini bahwa kejang
demam merupakan akibat dari kerentanan sistem saraf pusat yang sedang
genetik yang mendasari dan faktor lingkungan. Demam yang memicu kejang berasal
dari proses ekstrakranial. virus adalah penyebab utama kejang demam. Infeksi virus
pada saluran napas adalah faktor pemicu yang paling umum. Keberadaan human
herpes simplex virus 6 (HHSV-6) sebagai agen etiologi pada roseola sekitar 20% dari
sekelompok pasien yang mengalami kejang demam pertama mereka. Sekitar 90%
Kejang demam juga disebabkan karena infeksi saluran pernapasan atas akut,
otitis media akut, roseola, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran cerna. Kejang
demam juga diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah.
Pola penurunan genetik masih belum jelas, namun menunjukan keterkaitan dengan
17
kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-2, sementara lainnya menunjukan pola
autosomal dominan.1
D. Patofisiologi
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
18
soerang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38°C sedangkan pada anak dengan kejang ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
E. Klasifikasi
Kejang Demam diklasifikasikan menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.1
19
demam. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5
menit dan berhenti sendiri.
Kejang demam dengan lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal dapat juga
kejang parsial atau fokal atau kejang parsial menjadi umum dan berulang atau
lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
F. Manifestasi Klinis
Kejang demam biasanya terjadi ketika suhu anak lebih dari 38 C. Tanda dan
gejala yang khas pada kejang demam adalah adanya kehilangan kesadaran, kesulitan
bernapas, anak menjadi pucat, sianosis, mulut berbuasa, mata mendelik ke atas,
adanya general seizures atau focal, serta kaki dan tangan menyentak. Setelah kejang,
anak-anak mungkin mudah tersinggung (irritable), bingung atau mengantuk tetapi
akan pulih sepenuhnya setelah kira-kira 30 menit.6
20
kemudian. Status demam epilepticus, jenis kejang demam paling kompleks, merujuk
pada kejang demam terus menerus atau intermiten tanpa kesadaran kembali pada
keadaan interiktal selama lebih dari 30 menit. Perlu dicatat bahwa mata yang terus
menerus terbuka atau menyimpang adalah fitur dari aktivitas kejang yang sedang
berlangsung.1
pasca-iktal
kejang
21
G. Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
penyebab kejang di intracranial. Anamnesis yang rinci harus dilakukan untuk
mengetahui penyebab demam, hubungan timbulnya demam dengan kejang,
karakteristik demam termasuk suhu puncak dan durasi kantuk pasca iktal. Anamnesis
juga harus mencakup riwayat kejang sebelumnya dan apakah anak baru saja
divaksinasi. Demam sering terjadi pada kelompok usia anak dan dapat terjadi secara
kebetulan dengan penyebab kejang yang lebih serius. Oleh karena itu, penyelidikan
harus dilakukan tentang status imunisasi, potensi paparan infeksi, kejang sebelumnya,
dan riwayat kejang demam dan kejang pada anggota keluarga lainnya.7
Pungsi Lumbal tidak rutin dilakukan pada saat terjadi kejang demam, kecuali
bila ada indikasi tanda dan gejala adanya meningitis atau pada kondisi-kondisi yang
22
akan dijelaskan pada poin berikutnya. Pungsi lumbal dilakukan pada anak dengan
demam dan kejang yang memiliki tanda dan gejala meningitis (contoh: kaku kuduk,
tanda Kernig dan Brudzinski) atau dengan riwayat dan pemeriksaan yang mengarah
ke meningitis atau infeksi intrakranial.8
EEG tidak disarankan secara rutin dilakukan pada kejang demam sederhana
karena selain tidak efektif biaya, juga berpotensi menimbulkan kecemasan orang tua.
Tidak ada studi yang kuat yang menyimpulkan EEG bisa memprediksi kemungkinan
risiko epilepsi, meskipun EEG yang abnomal terus menerus memiliki nilai prediksi
yang lebih tinggi (hal ini juga masih membutuhkan studi lanjutan). Tidak banyak
studi yang bisa menyimpulkan apakah EEG efektif dilakukan untuk pasien dengan
kejang demam kompleks.
H. Tatalaksana
23
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya.9
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg unutk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg.9
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit untuk
diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana
status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.9
24
1. Pemberian Obat Pada Saat Demam
a. Antipiretik
b. Antikonvulsan
25
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermitten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermitten diberikan pada kejang demam dengan salah satu factor risiko
dibawah ini:9
4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celcius
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg /kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan ≥ 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermitten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan anafilaksis, serta sedasi.9
1. Kejang fokal
26
3. Terdapat kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
27
Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan
obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan
fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Rosman dkk,
meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam
berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena
penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal.
Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10
kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis,
diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5o C atau lebih. Efek samping
diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotoni.5
28
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:
ii. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada
orang tua atau saudara kandung.
iii. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap.
iv. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
29
I. Komplikasi
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, deficit koordinasi dan motoric,
status epileptikus, dan kematian pernah dilaporkan sebagai sekuele kejang demam.
Insidensi pastii sekuele-sekuele tersebut tidak diketahui,dan kejadiannya akan
dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang itu sendiri.
Insidensi penyulit ini sangat rendah pada anak normal yang mengalami kejang
demam.7
J. Prognosis
30
diantaranya terjadi dalam waktu satu tahun pertama. 1,2 Akan tetapi, masih cukup
banyak orang tua yang tidak peka dengan tanda kejang dan risiko berulangnya
kejadian kejang demam.3
K. Edukasi
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, Sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:9
BAB IV
KESIMPULAN
Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum pada pasien anak.
Sebagian besar anak memiliki prognosis yang sangat baik, dan hanya sedikit yang
mengalami masalah kesehatan jangka panjang. Diagnosis kejang demam bersifat
klinis, dan penting untuk menyingkirkan infeksi intrakranial, terutama setelah kejang
demam kompleks. Penatalaksanaan terdiri dari pengendalian gejala dan pengobatan
penyebab demam. Orang tua dan pengasuh sering ketakutan setelah kejang demam
terjadi dan perlu diberi informasi yang benar tentang prognosis serta dipandu oleh
31
profesional kesehatan tentang pengelolaan demam anak mereka dan fase akut kejang
demam. Untuk menghindari penyalahgunaan tes diagnostik dan perawatan, maka
perlu dilakukan edukasi yang baik tentang tatalaksana kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/320174428_Kejang_Demam
32
3. Hardika, Made S., et al. 2019. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan
Jurnal Medika.
overview#a1
5. Deliana, Meida. 2002. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri
https://www.researchgate.net/publication/312175788_Tata_Laksana_Kejang_
Demam_pada_Anak
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6052913/
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S001150291630102X
33
34