Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KEJANG DEMAM

Oleh:
Arum Dwi Haerunnisa
111 2019 2064

Pembimbing:
dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Arum Dwi Haerunnisa

NIM : 111 2019 2064

Judul : Kejang Demam

Telah menyelesaikan Referat yang berjudul “Kejang Demam” dan telah

disetujui serta telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam

rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, 7 April 2020

Supervisor Pembimbing, Penulis,

dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A Arum Dwi Haerunnisa

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka

refarat ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga

selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para

keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran

beliau hingga akhir zaman.

Refarat yang berjudul “Kejang Demam” ini disusun untuk

memenuhi kelengkapan pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Pendidikan

Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Penulis

mengucapkan rasa terima kasih atas semua bantuan yang telah

diberikan, selama penyusunan tugas ilmiah ini hingga selesai, terkhusus

kepada dr. Hj. Yati Aisyah Arifin, Sp.A sebagai pembimbing dalam

penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini belum sempurna, untuk saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan

penulisan karya ini. Terakhir penulis berharap semoga referat ini dapat

memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Makassar, April 2020

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan metode

pengukuran suhu apa pun) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.

Kejang demam merupakan kejang yang paling sering terjadi pada anak. 1

Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun dan

kejadian terbanyak adalah pada usia 17-23 bulan. Secara umum kejang

demam memiliki prognosis yang baik, namun sekitar 30 sampai 35% anak

dengan kejang demam pertama akan mengalami kejang demam

berulang.2

Setiap tahunnya kejadian kejang demam di USA Hampir 1,5 juta,

dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan

puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di

berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka

kejadian kejang demam per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-10%

dan di Jepang 8,8%. Sebagian besar kejang demam adalah kejang

demam sederhana, namun kejang demam dengan onset fokal, durasi

berkepanjangan, atau yang terjadi lebih dari sekali pada penyakit demam

yang sama dianggap sebagai kejang demam kompleks. Setelah kejang

demam awal (sederhana atau kompleks) 3 – 12% anak berkembang

menjadi epilepsi.3,4

4
Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu

faktor demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu

hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir

rendah).

Meskipun memiliki prognosis yang baik, namun kejang demam tetap

menjadi hal yang menakutkan bagi orang tua. Untuk itu diperlukan

pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya

kejang demam yang bisa diberikan kepada orangtua untuk meredakan

ketakutan yang berlebihan dan kepentingan tatalaksana. 3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC, dengan metode

pengukuran suhu apa pun) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium, bukan merupakan proses intakranial.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5

tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang

demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1

bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur

kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang

didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,

atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bayi berusia

kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan

termasuk dalam kejang neonatus.5

B. Etiologi

Penyebab kejang demam hingga saat ini belum diketahui

dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam

menyebabkan kejang demam, yaitu:

1. Imaturitas otak dan termoregulator

2. Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat

6
3. Predisposisi genetik

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat

memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah

imunisasi terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah

imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan

morbili (campak).

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf

pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang

demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam

adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia,

gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. 5

C. Epidemiologi

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang

paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5%

anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai

usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak

berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan

demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain

yang jelas di intrakranial.

Prevalensi kejang demam sekitar 2– 5% pada anak balita.

Umumnya terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Risiko

tertinggi terjadinya kejang demam berulang pada umur di bawah 2

tahun, yaitu sebanyak 50% ketika kejang demam pertama. Sedang

7
bila kejang pertama terjadi pada umur lebih dari 2 tahun maka risiko

berulangnya kejang sekitar 28%. Riwayat kejang dalam keluarga

merupakan risiko tertinggi yang mempengaruhi berulangnya kejang

demam, yaitu sekitar 50-100%, dan anak-anak yang mengalami

keterlambatan perkembangan neurologi meningkatkan risiko

terjadinya kejang demam berulang.11

D. Patofisiologi

Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor

genetik memainkan peran utama dalam kerentanan kejang. Kejadian

kejang demam dipengaruhi oleh usia dan maturitas otak. Pada masa

developmental window keadaan otak belum matang, pada otak yang

belum matang regulasi ion Na +, K+, dan Ca2+ belum sempurna

sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi pasca depolarisasi

dan meningkatkan eksitabilitas neuron.9

Diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan

rekasi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi

lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, sehingga

menyebabkan hipoksia jaringan. Pada keadaan demam kenaikan

suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15%

dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium

8
dan natrium dari membran tadi, dengan akibat lepasnya muatan

listrik.10

Lepasnya muatan listrik ini demikan besar sehingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan

bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Pada anak yang

ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C,

sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 40oC atau lebih.10

E. Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan

atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu

24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh

kejang demam.5

Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana

dapat diketahui melalui kriteria Livingstone, yaitu :

a. Umur anak ketika kejang petama antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

e Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

9
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

 Kejang lama > 15 menit

 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial

 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit

atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang

anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di

antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada

16% di antara anak yang mengalami kejang demam. 5

Gambar 1. Postur tubuh kejang tonik - klonik

10
F. Faktor Resiko

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam

adalah demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam

pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,

problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan

kadar natrium rendah. Kejang demam akan terjadi kembali pada

sebagian kasus resiko berulangnya kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10-15%

kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada

tahun pertama.

Faktor resiko terjadinya epilepsi

1. Kelainan neurologis yang jelas sebelum kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan

kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%.

Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan

11
pemberian obat rumat pada kejang demam. Pada penderita kejang

demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat kejang

demam ialah 10%.5,6

G. Diagnosis

Anamnesis6

1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,

keadaan anak pasca kejang, penyebab demam diluar infeksi

susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas akut/ ISPA, Infeksi

Saluran Kemih/ISK, Otitis Media Akut/OMA , dll)

3. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga.

4. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare, muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang menyebabkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat meyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan Fisik5,6

1. Kesadaran, apakah terdapat penurunan kesadaran. Suhu tubuh,

apakah terdapat demam

2. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, bruzinski I dan II, laseque

3. Pemeriksaan nervus cranial

4. Tanda peningkatan tekanan intracranial : ubun ubun besar(UUB)

membonjol, papil edema

5. Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll

12
6. Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex

patologis.

Pemeriksaan Penunjang6

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada

kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis

dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer lengkap, elektrolit dan gula darah,

urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.

2. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali

sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis

karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis

secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal

dianjurkan pada:

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan tidak rutin

3. Pemeriksaan elektoensefalogi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan

13
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan.

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang

demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada

anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

4. Pemeriksaan Radiologi

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography

scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang

sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau

kemungkiana adanya lesi structural di otak (mikrosefali,

spastisitas).

b. Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran

menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI,

edema papil.

14
15
H. Penatalaksanaan Kejang Demam

1. Pemberian obat pada saat demam

a. Antipiretik

Tujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam

meningkat. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15

mg/kg/kali dapat diberikan 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis

ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

b. Anti Konvulsan

Pemberian anti konvulsan intermitten

Obat anti konvulsan intermiten adalah obat anti konvulsan yang

diberikan hanya pada saat demam. Obat yang digunakan adalah

diazepam oral 0,3 mg/kg/kali atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk

berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg). Diazepam

intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu

diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan

dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.


Pemberian obat rumatan

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan

ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,

retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

c. Kejang demam ≥ 4 kali setahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat:

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil

kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat

dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40

mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari

dalam 1-2 dosis.

Jika penyebab kejang suatu hal yang dapat dikoreksi secara

cepat (hipoglikemi, kelainan elektrolit, hipoksia) mungkin tidak

diperlukan terapi rumatan selama pasien dirawat.

Jika penyebab infeksi SSP (encephalitis, meningitis),

perdarahan intracranial, mungkin diperlukan terapi rumatan selama

17
perawatan. Dapat diberikan fenobarbital dengan dosis awal 8-10

mg/KgBB/Hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan dengan

dosis 4-5 mg/kgBB/ hari sampai resiko untuk berulangnya kejang tidak

ada. Jika etiologi adalah epilepsy, lanjutkan obat anti epilepsy dengan

menaikkan dosis. Jika pada tatalaksana kejang akut, kejang berhenti

dengan fenitoin, lanjutkan rumatan dengan dosis 5-7 mhg/kgBB/ hari

dibagi dalam 2 dosis. Jika pada tatalaksana kejang akut, kejang

berhenti dengan fenobarbital, lanjutkan rumatan dengan dosis 4-

5mg/kgBb/hari dibagi dalam 2 dosis. 6

Lama pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang,

kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

2. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi

orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan

bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi

dengan cara yang diantaranya:6

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis

baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi

harus diingat adanya efek samping

18
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang 6

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam

mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit

atau lebih

3. Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi

terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah

demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca

vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi

sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan

untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,

terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak

merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian.1

19
I. Prognosis

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian

kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada

pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi

pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun

fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory

pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan

pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang

lama.5

J. Komplikasi

Kejadian kecatatan sebagai komplikasi kejang demam tidak

pernah dilapokan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya

tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain

secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian

kecil kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau

fokal.7

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Johnston MV. Seizures in childhood. dalam: Kliegman, Behrman,

Jonson, Stanton, editor (penyunting). Nelson textbook of pediatrics.

Edisi ke-18. United States of America: Elsevier; 2009. hlm. 2457 – 75.

2. Soetomenggolo TS, Ismael S, editor (penyunting). Buku Ajar Neurologi

Anak. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak.

3. Nurindah Dewi. 2014. Hubungan antara Kadar Tumor Necrosis

Factor-Alpha (TNF-α) Plasma dengan Kejang Demam Sederhana

pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, No. 2. Hal 116

4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2016, Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. UKK Neurologi PP IDAI : Jakarta.

5. Dewanti Attila, Joanne Angelica Widjaja, Anna Tjandrajani, Amril A

Burhany. 2012, Kejang Demam Dan Faktor Yang Mempengaruhi

Rekurensi. J, Sari Pediatri, Vol. 14, No. 1.

6. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI Kejang Demam tahun 2016

7. Nurindah D, Muid M, Retoprawiro S. The Relationship between Levels

of Tumor Necrosis Factor-Alpha ( TNF- α ) Plasma and Simple Febrile

Seizures in Children. 2014;28(2):115–9.

21

Anda mungkin juga menyukai