Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

THALASSEMIA

Oleh:
Radyat Fachreza, S.Ked 04084821921062

Pembimbing:
dr. Henri Aziz, SpA(K), M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RS RABAIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Thalassemia

Oleh:
Radyat Fachreza, S.Ked 04084821921062

Telah diterima sebagai salah satu dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik


Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang.

Muar Enim, Februari 2020


Pembimbing

dr. Henri Aziz, SpA(K), M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Thalassemia”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Henri Aziz, SpA(K), M.Kes
selaku pembimbing yang telah membantu penulisan laporan kasus ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini, hingga selesainya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini tentu masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan.

Muara Enim, Februari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….……. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB 2 STATUS PASIEN .............................................................................. 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 14
BAB 4 ANALISIS KASUS ............................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang adalah suatu tanda atau gejala yang terjadi sementara akibat
aktivitas neuronal yang sinkronus atau berlebihan secara abnormal. Hal tersebut
dilihat sebagai gangguan fungsi tubuh yang mendadak, sering dengan penurunan
kesadaran, aktivitas otot yang berlebihan atau berkurang, atau sensasi abnormal.
Demam adalah meningkatnya suhu tubuh dari suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan batas termostat suhu di hipotalamus. Suhu
tubuh normal berkisar antara 36,5-37,5°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan
demam adalah suhu rektal≥38,0°C atau suhu oral≥37,5°C atau suhu
aksila≥37,5°C.9
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomielitis, apendisitis, tuberkulosis,
bakteremia, sepsis, gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh dengan pengukuran apapun di atas 38⁰C yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5
tahun.Kejang demam merupakan penyebab kejang paling umum pada anak.
Diagnosis kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan klinis dan
deskripsi orang tua. Meskipun sebagian besar kejang demam adalah ringan, sangat
penting agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi kecemasan orangtua dan
mengidentifikasi penyebab demam.
Kejang demam terbagi menjadi dua, yaitu kejang demam
sederhana/simpleks (KDS) dan kejang demam kompleks (KDK). KDS ditandai
dengan kejang bersifat umum tonik-klonik, kejadian kurang dari 15 menit, tanpa
ada perubahan gangguan dari fokal menjadi umum, dan tanpa ada kejang berulang
dalam 24 jam. Sementara, karakteristik KDK adalah kejang bersifat fokal atau

1
parsial tubuh, terjadi lebih lama atau lebih dari 15 menit, adanya kejang berulang
dalam 24 jam, dan terkadang disertai defisit neurologis postictal, yaitu paresis
Todd.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),
kejangdemammerupakan kompetensi 4A yang artinya lulusan dokter harus
mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas. Makalah ini membahas suatu laporan kasus
pada pada anak dengan diagnosiskejangdemamsimpleks. Melalui laporan kasus
ini diharapkan pembaca dapat lebih memahami penegakan diagnosis
kejangdemam dan dapat melakukan penatalaksanaan hingga tuntas.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
a. Nama : An. FAA
b. Umur : 3 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : MuaraEnim
e. Agama : Islam
f. Suku Bangsa : Sumatera Selatan
g. No RM : 247777
h. MRS Tanggal :29 Januari 2020

II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dilakukan tanggal 30 Januari 2020, diberikan oleh ibu
pasien)
A. Keluhan Utama :Transfusi Darah Secara Rutin
B. Keluhan tambahan : Badan Lemas dan Pucat
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 1 Hari SMRS anak terlihat lemas, pucat (+), cepat lelah (+), mata
berkunang-kunang (+), telinga berdenging tidak (-), dada berdebar-
debar (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), muntah darah (-), BAK merah,
(-), BAB Hitam (-), nyeri menelan (-), sariawan (-), mata kuning (+),
perut membesar (+), rahang membesar (+), anak telah terdiagnosis
Thalassemia sejak umur 3 bulan, anak kemudian di bawa ke poli oleh
ibu dan dirawat untuk mendapat transfusi darah yang rutin dilakukan
setiap bulan oleh anak.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


 Terdiagnosis Thalassemia sejak umur 3 bulan

3
E. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
 Riwayat dalam keluarga yang pernah mengalami thalassemia
disangkal

F. Riwayat Pengobatan
Melakukan transfusi darah rutin setiap bulan, rata-rata 1 -2 kantong tiap
bulan tergantung kadar Hemoglobin

G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Lahir dari ibu G3P2A0
Masa Kehamilan :37 minggu
Partus :Pervaginam
Ditolong oleh :Bidan
Kondisi lahir : Langsung menangis
Tanggal :17 November 2016
BB :2400 gram
PB :(Ibu pasien lupa)
LK :(Ibu pasien lupa)

Riwayat ibu kejang selama hamil (-), darah tinggi selama hamil (-),
demam saat melahirkan (-), riwayat KPSW (-), riwayat ketuban hijau
dan berbau (-), riwayat penyakit lain pada ibu saat hamil (-). Riwayat
nutrisi selama hamil kurang

4
H. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan DPT 4 18 Bulan
HEP B 1 0 bulan HEP B 2 2 bulan HEP B 3 bulan HEP B 4 4 bulan
3
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan Hib 4 18 Bu;an
POLIO 1 1 bulan POLIO 2 2 bulan POLIO 3 bulan POLIO 4 4 bulan
3
MR 9 bulan POLIO 5 18 Bulan MR 18 Bulan
KESAN : Riwayat imunisasi dasar IDAI lengkap sesuai usia

I. Riwayat Nutrisi
ASI : 0 – 6 bulan, frekuensi ± 8 kali sehari
Susu formula : 6 bulan – sekarang, frekuensi 4-6 kali sehari
Bubur Nasi : 6 -- 12 bulan
Nasi Lembek : 12 -- 24 bulan
Nasi Biasa : 24 bulan sampai sekarang
Tahapan makanan
Kebutuhan Kalori:
 BB sekarang 13,5 kg, TB sekarang 100 cm
 Perkiraan kebutuhan kalori pasien menggunakan rumus RDA
yaitu = kebutuhan kalori menurut usia x berat badan ideal PB.
Berat badan ideal pasien adalah 15,75 kg dan kebutuhan kalori
menurut usia adalah 100kkal. Kebutuhan kalori adalah = 15,75
x 100 = 1575 kkal.

5
J. Status Gizi

BB/U : 0 SD < Z < -2 SD Normal

TB/U : 2 SD < Z < 0 SD Normal

6
BB/PB : -1 SD < Z < -2 SD Gizi Baik
Kesan : Status gizi baik

K. Riwayat Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 6 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : 1 tahun
Memahami Kata : 3 tahun
Kesan : Perkembangan normal

L. Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan ayah pasien adalah wiraswasta dengan pendapatan ±
Rp3.000.000/bulan. Ibu sebagai ibu rumah tangga.
Kesan: riwayat sosial ekonomi menengah

7
III. PEMERIKSAAN FISIK (30 Januari 2020)
A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum :Tampak pucat
Kesadaran :Compos mentis
BB :13,5 kg
TB :100 cm
Status Antropometri
BB/U : 0 SD < Z < -2 SD (Normal)
TB/U : 2 SD < Z < 0 SD (Normal)
BB/TB : -1 SD < Z < -2 SD (Gizi baik)
Nadi : 118 kali/menit, reguler, isi dan tegangan kurang
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 36,6oC
Kulit : Hipopigmentasi pada tungkai bawah

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera
ikterik (+), pupil isokor3mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Telinga : Simetris, otorrhea (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Perdarahan di gusi (-), stomatitis (-
), mukosa mulut dan bibir kering (-), facies cooley
(+)
Faring/Tonsil :Dinding faring hiperemis (-), tonsil T1-T1,tenang,
Tidak hiperemis

LEHER

8
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP (5-2)
cmH20

THORAX
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II (+) normal, irama reguler, murmur
dan gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, Hepar teraba 1cm di bawah arkus kosta, tidak
teraba di bawah processus xiphoideus, lien teraba
schuffner 2
Perkusi : Timpani

Lipat paha dan genitalia


Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Superior : Akral pucat, sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s

9
Inferior : Akral pucat, sianosis (-), edema (-),
petechie (-), CRT <3s

C. STATUS NEUROLOGIS

Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fungsimotoric
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflex fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflex patologis - -
Gejalarangsang meningeal Kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)
Fungsisensorik Baik
Nervi craniales Baik

IV. DIAGNOSIS KERJA


 Thalassemia

V. DIAGNOSIS BANDING
 Anemia Defisiensi Besi
 Anemia Hemolitik Autoimun

VI. RENCANA PEMERIKSAAN


 Pemeriksaan darah rutin, golongan darah, rhesus
 Pemeriksaan fungsi hati (SGOT dan SGPT)
 Pemeriksaan Besi Serum, Ferritin

10
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
 IVFD KAEN 1B gtt XV111 x/menit
 Rencana Transfusi PRC sesuai Hb (Target Hb 12 g/dL)
 Vitamin E caps 2 x 200 IU/hari
 Ferriprox 2 x 1 tab (500mg)/hari
 Asam Folat 2 x 5 mg/hari

Non Medikamentosa:
 Mengingatkan untuk rutin transfusi setiap bulan.
 Mengedukasi ulang tentang penyakit thalassemia.
 Menyemangati keluarga untuk sabar dalam mengurus anak dengan
thalassemia.
 Edukasi tentang skrining thalassemia sebelum menikah.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

IX. FOLLOW UP
Tanggal 30 Januari 2020
S : Pucat (+), Lemas berkurang
O :
Sensorium : compos mentis
N : 124 x/menit (isi/tegangan cukup)
RR : 28 x/menit
Temp : 36,7oC

11
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), Facies
Cooley (+)
Thorax : Simetris, retraksi dada (-)
Pulmo :Vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :Ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, BJ I dan II
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Cembung, Lemas, Hepar teraba 1cm di bawah arkus kosta,
tidak teraba di bawah processus xiphoideus, lien teraba
schuffner 2, Timpani, Bising Usus Normal
Ekstremitas :Akral pucat, CRT <3 s, hipopigmentasi (+)
A : Anemia Hipokrom Miksrositer e.c Thalassemia
P:
 IVFD KAEN 1B gtt XV111 x/menit
 Rencana Transfusi PRC 200 cc 1 1/2 kantong (Target Hb 12 g/dL)
 Vitamin E caps 2 x 200 IU/hari
 Ferriprox 2 x 1 tab (500mg)/hari
 Asam Folat 2 x 5 mg/hari
 Aspilet tab 1 x 80 mg

Hasil laboratorium tanggal 25 Desember 2019


 Hb 6,2 g/dl (menurun)
 Leukosit 17,21 103/uL (normal)
 Eritrosit 2,28 106/uL (menurun)
 Ht 18,0 % (menurun)
 MCV 78,9 fL (menurun)
 MCH 26,0 pg (menurun)
 MCHC 34,4 g/dl (normal)
 Trombosit 660.000 103/uL (meningkat)
 Diff count : Neutrofil 38,6 (menurun), Limfosit 48,6 (meningkat),
Monosit 8,1 (menurun), Eosinofil 4,3 (meningkat), basofil 0,4

12
Tanggal 31 Januari 2020
S : Pucat berkurang, Lemas berkurang
O :
Sensorium : compos mentis
N : 112 x/menit (isi/tegangan cukup)
RR : 27 x/menit
Temp : 36,6oC
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), Facies
Cooley (+)
Thorax : Simetris, retraksi dada (-)
Pulmo :Vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :Ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, BJ I dan II
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Cembung, Lemas, Hepar teraba 1cm di bawah arkus kosta,
tidak teraba di bawah processus xiphoideus, lien teraba
schuffner 2, Timpani, Bising Usus Normal
Ekstremitas :Akral pucat, CRT <3 s, hipopigmentasi (+)
A : Anemia Hipokrom Miksrositer e.c Thalassemia
P:
 IVFD KAEN 1B gtt XV111 x/menit
 Rencana Transfusi PRC 200 cc 1 1/2 kantong (Target Hb 12 g/dL)
(Sudah masuk satu kantong)
 Vitamin E caps 2 x 200 IU/hari
 Ferriprox 2 x 1 tab (500mg)/hari
 Asam Folat 2 x 5 mg/hari
 Aspilet tab 1 x 80 mg

Hasil laboratorium tanggal 25 Desember 2019


 Hb 10,1 g/dl
 Leukosit 13,22 103/uL

13
 Eritrosit 4,07 106/uL
 Ht 36,0 %
 MCV 81,4 fL
 MCH 27,9 pg
 MCHC 34,2 g/dl
 Trombosit 474.000/uL (meningkat)
 Diff count : Neutrofil 51, Limfosit 41,2, Monosit 7, Eosinofil 2,9,
basofil 0,1

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KEJANG DEMAM


3.1.1 Pengertian
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
yang mengalami kenaikan suhu tubuh dengan metode pengukuran
apapun di atas 38oC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

3.1.2 Epidemiologi
Kejangdemam merupakan penyebab tersering kejang padaanak.
Insidenkejangdemam di dunia bervariasiantara2%-5% di Amerika
Serikat, Amerika Selatan, danEropadengan insidensi terbanyak pada
golongan usia antara 12 sampai 18 bulan dan sedikit terjadi pada usia
dibawah 6 bulan dan diatas 3 tahun. Umumnya kejadian kejang
demam tampak turun setelah umur 4 tahun. Insidensi kejang demam
lebih sering terjadi pada populasi asia, 3,4 – 9,3% pada Jepang dan 5 –
10% pada India. Prevalensi tertinggi kejang demam berada di Guam,
dengan kejadian 14%.

3.1.3 Etiologi
Kejang demam dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi
ini menyebabkan naiknya suhu tubuh yangberlebihan (hiperpireksia)
sehingga timbul kejang. Kejang demam pula merupakan respon otak
immatur terhadap demam. Saat proses maturasi, terdapat peningkatan
eksitabilitas neuronal yang menyebabkan batas terjadinya kejang
rendah dan memudahkan terjadinya kejang demam. 80% demam pada
kejadian kejang demam disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi oleh
roseola infantum, influenza A dan human coronavirus HKUV1
menunjukkan resiko terbesar untuk terjadinya kejang demam. Infeksi

15
saluran nafas atas akibat virus, faringitis, otitis media dan
gastroenteritis Shigella merupakan penyebab lain kejang demam yang
penting untuk diketahui dan diobservasi.
Faktor genetik juga menjadi peranan penting dalam etiologi
kejang demam. Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam memiliki
riwayat penyakit pada keluarga. Resiko untuk terjadinya kejang
demam pada anak dengan saudara yang memiliki riwayat sekitar 20%,
dan pada orang tua yang pernah mengalami kejang demam sekitar
33%.
Resiko kejang demam meningkat untuk beberapa hari setelah
pemberian vaksin, terutama setelah pemberian vaksin DPT. Kejang
demam tersebut disebut Postvaccination Febrile Seizures. Umumya,
resiko absolut terjadinya kejang demam setelah vaksinasi kecil.

3.1.4 Patofisiologi
Kejang demam merupakan kejadian yang berhubungan dengan
usia (age-spesific). Demam sendiri merupakan salah satu respon
alamiah tubuh terhadap adanya infeksi dan inflamasi, namun
bagaimana demam dapat menyebabkan kejang hingga sekarang masih
belum dapat dimengerti dengan jelas.
Penelitian belakangan ini memperkirakan adanya keterlibatan
sitokin proinflamasi, faktor age-spesifik, dan etiologi yang mendasari
terjadinya demam, dengan terjadinya kejang selama periode demam.
Sitokin proinflamasi dilepaskan sebagai respon terhadap kerusakan
selular dan infeksi. Sitokin tersebut antara lain interleukin-1β (IL-1β).
Interleukin-1β berperan sebagai pirogen yang menyebabkan timbulnya
demam, dan diperkirakan sitokin ini juga memiliki peran dalam
kejadian kejang pada periode demam. Sitokin proinflamasi juga
diketahui dapat memengaruhi eksitasi neuron, sehingga berpengaruh
terhadap transmisi sinaptic pada kelainan kejang.

16
Pada manusia, ditemukan adanya peningkatan produksi sitokin
IL-1β pada cairan serebrospinal pasien anak dengan kejang demam
dan pada pasien rawat inap temporal lobe epilepsy with hippocampal
sclerosis. Selain itu, IL-1β adalah N-methyl-D-aspartate (NMDA)
receptor agonist, sehingga bersifat prokonvulsan. Data tersebut
mendukung adanya hubungan IL-1β pada mekanisme terjadinya
kejang demam.
Adanya peningkatan temperatur akan mempengaruhi berbagai
proses seluler, termasuk eksitasi neuronal, dan perubahan fungsi
berbagai channel ion neuronal. Adanya peningkatan suhu pada otak
akan mempengaruhi rate, magnitude, dan pattern neuronal firing,
sehingga akan menyebabkan kejang. Percobaan pada hewan
menunjukkan bahwa kejang yang terjadi lebih dari 19 menit akan
menyebabkan perubahan pada h-channel (saluran-h) yang merupakan
channel pacemaker atau hyperpolarization-activated cation channel,
yang dapat bersifat eksitasi maupun inhibisi. Perubahan pada h-
channel akan meningkatkan kerentanan terhadap kejang, aktivitas
channel ini akan menyebabkan hyperpolarization-activated
conductance pada CA1 sel piramidal, yang merupakan faktor kunci
terjadinya hipereksitasi hipokampus.

3.1.5 Klasifikasi
Berdasarkankonsensuskejangdemamtahun 2016, kejang demam
dibagimenjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
a. Kejang demam sederhana(Simple febrile seizure)adalah kejang
demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,
bentukkejangumum (tonik dan atauklonik),
sertatidakberulangdalamwaktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Sebagianbesarkejangdemamsederhanaberlangsungkurangdari 5

17
menit dan berhentisendiri. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam.

b. Kejang demam kompleks(Complex febrile seizure) dengan salah


satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama (>15 menit).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.

3.1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan
bahwa tidak ada penyebab kejang di intrakranial.

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan lab tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan lab yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.

18
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi
lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum
baik. Indikasipungsilumbal:
 Terdapattanda dan gejalarangsang meningeal
 Terdapatkecurigaanadanyainfeksi SSP berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaanklinis
 Dipertimbangkan pada anakdengankejangdisertaidemam
yang sebelumnyatelahmendapatantibiotik dan
pemberianantibiotiktersebutdapatmengaburkantanda dan
gejala meningitis.

c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
kecuali apabila bangkitan bersifat fokal untuk menentukan adanya
focus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

d. Pencitraan
Pemeriksaanneuroimaging(CT Scan atau MRI kepala)
tidakrutindilakukan pada anakdengankejangdemamsederhana.
Pemeriksaantersebutdilakukanbilaterdapatindikasi,
sepertikelainanneurologisfokal yang menetap, misalnya
hemiparesis atau paresis nervuskranialis.

3.1.8 Diagnosis Banding


Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrakranial
seperti meningitis, meningoensefalitis, dan ensefalitis.

19
3.1.9 Terapi
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
 Mencegah kejang demam berulang
 Mencegah status epilepsi
 Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
 Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

a. Penatalaksanaansaat Kejang
Pada umumnyakejangberlangsungsingkat (rerata 4 menit) dan
pada waktupasiendatang, kejangsudahberhenti.
Apabilasaatpasiendatangdalamkeadaankejang, obat yang paling
cepatuntukmenghentikankejangadalahdiazepam intravena. Dosis
diazepam intravenaadalah 0,2-0,5 mg/kb perlahan-
lahandengankecepatan 2 mg/menitataudalamwaktu 3-5 menit,
dengandosismaksimal 10 mg.
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk
kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja
yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau
rektal. Diazepam diberikan secara intravena pada kejang demam
fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang
lebih kecil.
Obat yang praktis dan dapatdiberikan oleh orangtua di
rumah(prehospital) adalahdiazepam rektal. Dosis diazepam
rektaladalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untukanakdenganberat badan kurangdati 12 kg dan 10 mg
untukberat badan lebihdari 12 kg.
Bilasetelahpemberian diazepam rektalkejangbelumberhenti,
dapatdiulanglagidengancara dan dosis yang samadengan interval
waktu 5 menit. Bilasetelah 2 kali pemberian diazepam
rektalmasihtetapkejang, dianjurkankerumahsakit. Di
rumahsakitdapatdiberikan diazepam intravena.

20
b. Pemberianobat pada saatdemam
 Antipiretik
Tidakditemukanbuktibahwapenggunaanantipiretikmengu
rangirisikoterjadinyakejangdemam. Meskipundemikian,
dokterneurologianak di Indonesia
sepakatbahwaantipiretiktetapdapatdiberikan. Dosisparasetamol
yang digunakanadalah 10-15 mg/kg/kali diberikantiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
 Antikonvulsan
o Pemberianobatantikonvulsanintermiten
Yang
dimaksuddenganobatantikonvulsanintermitenadalahobatan
tikonvulsan yang diberikanhanya pada saatdemam.
Profilaksisintermitendiberikan pada kejangdemamdengan
salah satu factor risiko di bawahini:
 Kelainanneurologisberat, misalnyapalsiserebral
 Berulang 4 kali ataulebihdalamsetahun
 Usia<6 bulan
 Bilakejangterjadi pada suhutubuhkurangdari 39
derajatCelcius
 Apabila pada episode kejangdemamsebelumnya,
suhutubuhmeningkatdengancepat.
Obat yang digunakanadalah diazepam oral 0,3
mg/kg/kali per oral ataurektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk
BB <12 kg dan 10 mg untuk BB ≥12 kg), sebanyak 3 kali
sehari, dengandosismaksimum diazepam 7,5 mg/kali.
Diazepam intermitendiberikanselama 48 jam
pertamademam. Perludiinformasikan pada
orangtuabahwadosistersebutcukuptinggi dan
dapatmenyebabkanataksia, iritabilitas, sertasedasi.

21
o Pemberianantikonvulsanrumat
Berdasarkanbuktiilmiahbahwakejangdemamtidakber
bahaya dan
penggunaanobatdapatmenyebabkanefeksamping yang
tidakdiinginkan,
makapengobatanrumathanyadiberikanterhadapkasusselekti
f dan dalamjangkapendek. Indikasipengobatanrumat:
1. Kejangfokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapatkelainanneurologis yang
nyatasebelumatausesudahkejang,
misalnyapalsiserebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Kelainanneurologistidaknyata,
misalnyaketerlambatanperkembangan,
bukanlahmerupakanindikasipengobatanrumat.
Kejangfokalataufokalmenjadiumummenunjukkanbahwaan
akmempunyaifokus organik yang bersifatfokal.
Pada
anakdengankelainanneurologisberatdapatdiberikanedukasi
untukpemberianterapiprofilaksisintermitenterlebihdahulu,
jikatidakberhasil/orangtuakhawatirdapatdiberikanterapiant
ikonvulsanrumat.

o Jenisantikonvulsanuntukpengobatanrumat
Pemberianobatfenobarbitalatauasamvalproatsetiapha
riefektifdalammenurunkanrisikoberulangnyakejang.
Pemakaianfenobarbitalsetiapharidapatmenimbulkangangg
uanperilaku dan kesulitanbelajar pada 40-50% kasus.
Obatpilihansaatiniadalahasamvalproat. Pada
sebagiankecilkasus, terutama yang berumurkurangdari 2

22
tahun,
asamvalproatdapatmenyebabkangangguanfungsihati.
Dosisasamvalproatadalah 15-40 mg/kg/haridibagidalam 2
dosis, dan fenobarbital3-4 mg/kg/haridalam 1-2 dosis.

o Lama PengobatanRumatan
Pengobatan diberikan selama 1 tahun,
penghentianpengobatanrumatuntukkejangdemamtidakme
mbutuhkantapering off, namundilakukan pada
saatanaktidaksedangdemam.

3.1.10 Prognosis
a. Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejangdemamsecaraumumsangatbaik. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologisdapatterjadi pada kasuskejang lama
ataukejangberulang, baikumummaupunfokal.
Suatustudimelaporkanterdapatgangguanrecognition memory pada
anak yang mengalamikejang lama.

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejangdemamatauepilepsidalamkeluarga
2. Usiakurangdari 12 bulan
3. Suhutubuhkurangdari 39 derajatCelciussaatkejang
4. Interval waktu yang
singkatantaraawitandemamdenganterjadinyakejang

23
5. Apabilakejangdemampertamamerupakankejangdemamkomple
ks.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya
kejang demam tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.

c. Faktorrisikoterjadinyaepilepsi
Faktorrisiko lain adalahterjadinyaepilepsi di kemudianhari.
Faktorrisikomenjadiepilepsiadalah:
1. Terdapatkelainanneurologisatauperkembangan yang
jelassebelumkejangdemampertama.
2. Kejangdemamkompleks.
3. Riwayatepilepsi pada orang tuaatausaudarakandung.
4. Kejangdemamsederhana yang berulang 4 episode
ataulebihdalamsatutahun
Masing-
masingfaktorrisikomeningkatkankemungkinankejadianepilepsisa
mpai 4%-6%,
kombinasidarifaktorrisikotersebutakanmeningkatkankemungkinan
epilepsimenjadi 10%-49%.
Kemungkinanmenjadiepilepsitidakdapatdicegahdenganpemberian
obatrumat pada kejangdemam.

24
Algoritma Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus

3.1.11 Edukasi pada Orang Tua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagiorang tua.
Pada saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya akanmeninggal. Kecemasan ini harusdikurangi dengan cara:

25
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejangkembali.
4. Pemberian obat profilaksisuntuk mencegah
berulangnyakejangmemangefektif, tetapi harus diingat adanya
efek sampingobat.

3.1.12 Beberapa hal yang harus dikerjakan bilaanak kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bilaanaktidaksadar, posisikananak miring. Bilaterdapatmuntah,
bersihkanmuntahanatau lender di mulutatauhidung.
4. Walaupunterdapatkemungkinan (yang sesungguhnyasangatkecil)
lidahtergigit, janganmemasukansesuatukedalammulut
5. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
6. Tetap bersama anakselama dan sesudahkejang.
7. Berikan diazepam rektalbilakejangmasihberlangsunglebihdari 5
menit. Janganberikanbilakejangtelahberhenti. Diazepam
rektalhanyabolehdiberikansatu kali oleh orangtua.
8. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celcius, kejang tidak
berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang
anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

26
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan, a.nNAberusia1 tahun 1 bulandibawa ke RS


Rabaindengankeluhanutamakejang disertai demam. +12 jam SMRS,
ibuanakmengakuanaknyamengalamidemam (+) namunsuhutidakdiukur. Anak
juga tampak lemas dan nafsu makan berkurang, mual (-), muntah (-), batuk (-),
pilek (-), sesak (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB dan BAK normal.+3 jam
SMRS, anakmengalamikejang (+) umum tonik-klonik, terjadi 1x dengandurasi+ 1
menit, mata mendelik ke atas, sebelumkejanganaksadar dan
setelahkejanganaksadarnamuntampaklemas. + 1 jam SMRS
anakmengalamimuntah 1x, tidakmenyemprot, isiapa yang dimakan dan
banyakmyasekitar ¼ gelasbelimbing. LaluIbu membawa anak ke IGD RS Rabain
Evaluasi awal apabila ditemukan kejang akut, dipikirkan terlebih dahulu
penyakit yang memiliki gejala akut seperti infeksi radang otak akut, sepsis,
trauma kepala, dan ingesti obat-obatan tertentu. Perlu ditanyakan juga riwayat
yang menentukan faktor-faktor yang menyebabkan konvulsi dan mengetahui
deskripsi kejang secara lengkap dan keadaan anak postictal. Jenis kejang yang
terjadi pada pasien dibedakan menjadi fokal dan umum. Pada kejang fokal, dapat
ditandai dengan gejala motorik dan sensorik seperti pergerakan klonik unilateral,
tahanan kepala dan mata ke satu sisi, parestesia atau nyeri pada lokasi tertentu.
Penyebab kejang fokal pada anak bisa terjadi karena lesi atau akibat genetik,
idiopatik atau epilepsi. Kejang umum dapat dalam bentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, mioklonik atau atonik. Kejang tonik ditandai dengan peningkatan tonus
atau ada kekakuan, sementara pada kejang atonik terdapat kelemahan tonus atau
tidak ada pergerakan saat kejang. Kejang klonik terdiri dari kontraksi otot yang
cepat dan ritmik dan ada waktu relaksasi yang agak lama, dan kejang mioklonik
adalah kejang dengan kontrasi otot “shock-like” kurang dari 50 detik dan sering
berulang. Pada kasus ini, pasien mengalami kejang tonik-klonik, yaitu kejang
dengan gejala gabungan dari tonik (kekakuan tubuh) dan klonik (kontraksi otot

27
yang cepat dan ritmik) dengan frekuensi 1x dengan lama +5 menit, sehingga
kejang pada kasus ini mengarah ke kejang demam sederhana atau simpleks.
Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding yang
disebabkan oleh proses intrakranial seperti meningitis, meningoensefalitis,
ensefalitis dan epilepsi dengan demam. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, tidak ditemukannya ada defisit atau gangguan neurologis postictal dan tidak
ada riwayat kejang demam atau epilepsi dari keluarga ataupun trauma dan tumor
otak. Demam mendahului kejang umum tonik-klonik dengan frekuensi 1 kali
dengan lamanya + 5 menit dan postictal anak sadar, tanpa ada defisit neurologis
dan riwayat kejang dari keluarga tidak ada menunjukkan diagnosis lebih
mengarah ke kejang yang bukan disebabkan oleh gangguan SSP pada intrakranial,
sehingga epilepsi, meningitis, dan ensefalitis dapat disingkirkan untuk menjadi
diagnosis kerja pada kasus ini.
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan kejang
yang didahului dengan demam (>38⁰C) yang bukan disebabkan proses
intrakranial. Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini masih belum
diketahui, kemungkinan dari infeksi saluran nafas yang ditandai dari riwayat
batuk sebelumnya.
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif yaitu
cairan intravenaKAEN 1B. Perhitungan tetesan berdasarkan kebutuhan
cairanyaitu anakBB 8 kg memiliki kebutuhan cairan berkisar KAEN 3B800
cc/24 jam = 33,3 cc/ jam = 0,5 cc/menit = 10tetesanmakropermenit.
Anak juga mendapat terapi paracetamol flash 3x8 cc (IV) selama di RS
untuk mengatasi demam dan antibiotik Ceftriaxone 1x800 mg (IV) sebagai
bentuk pengobatan kausatif karena kemungkinan fokal infeksi dengan dosis
80-100 mg/kgBB/hari. Diazepampada kasus tersebutdiberikan jika perlu
apabila muncul kembali kejang, dengan dosis 0,3 mg. Profilaksis kejang
demam dapat diberikan pada kasus tersebut, yaitu dengan memberikan
antipiretik berupa parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap
4 – 6 jam dan menyiapkan diazepam rektal untuk penanganan prehospital
apabila kejang demam muncul kembali.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S (editor). 2016. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
3. Leung AKC, Hon KL, Leung TNH.2018. Febrile seizures: an overview.
Canada : Drugs in Context. 7:212536
4. Chung, S. 2014. Febrile seizures. Seoul : Korean J Pediatric. 57(9) : 384 –
395.
5. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. 2012. Clinical Neurology 6th
Edition. USA : McGraw-Hill/Appleton & Lange.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BM, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics E-Book. Philadelphia: Elsevier Health Sciences;
2007. p. 2586 – 2691
7. Indra, RM, Aditiawati, Iriani Y, dkk (editor). 2016. Panduan
PraktikKlinisIlmuKesehatanAnak. Palembang: Departemen IKA UNSRI
(h.538-539).

28

Anda mungkin juga menyukai