Anda di halaman 1dari 28

Referat

INTUSUSEPSI

Disusun oleh:

Radyat Fachreza, S. Ked (04084821921062)


Fitri Suci Lestari, S.Ked (04054822022100)

Pembimbing:

dr. Shalita Dastaumar, Sp-B – SpBA(K)

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul:

INTUSUSEPSI

Oleh:

Radyat Fachreza, S. Ked (04084821921062)


Fitri Suci Lestari, S.Ked (04054822022100)

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya periode 30 Maret s/d 4 Mei 2020.

Palembang, April 2020


Pembimbing,

dr. Shalita Dastaumar, Sp-B – SpBA(K)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Intususepsi” sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dr.


Shalita Dastaumar, Sp-B – SpBA(K) selaku pembimbing atas bimbingan dan
nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang turut membaca.

Palembang, April 2020


Dengan hormat,

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................i
Halaman Pengesahan.....................................................................................................ii
Kata Pengantar..............................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan....................................................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka.............................................................................................2
2.1 Definisi................................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi........................................................................................3
2.3 Etiologi.................................................................................................4
2.4 Patogenesis...........................................................................................6
2.5 Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi.........8
2.6 Jenis Intususepsi...................................................................................8
2.7 Gambaran klinis...................................................................................9
2.8 Diagnosis............................................................................................11
2.9 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................13
2.10 Diagnosis Banding...........................................................................17
2.11 Penatalaksanaan...............................................................................18
2.12 Komplikasi.......................................................................................20
2.13 Prognosis..........................................................................................21
Bab III Kesimpulan...................................................................................................22
Daftar Pustaka..............................................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian mengalami komplikasi
yang berujung pada sepsis dan kematian. Intususepsi merupakan salah satu
penyebab tersering dari obstruksi usus dan kegawatdaruratan bedah abdominal
pada bayi dan anak. Angka kejadiannya di dunia satu dalam 2000 bayi dan
anak. Bahkan beberapa studi di Inggris dan Skotlandia melaporkan insiden
yang lebih tinggi yaitu antara 1,5 sampai 4 per 1000 kelahiran hidup. Jenis
kelamin laki - laki merupakan predominan dengan rasio laki-laki : perempuan
berkisar 3:2 sampai dengan 2:1. Sebanyak 75% kasus ditemukan pada usia
dua tahun pertama, yang 40% di antaranya didapatkan pada usia antara 3 dan
9 bulan. Data di Indonesia mengenai intususepsi didapatkan dari penelitian
van Heek dkk yang dilakukan tahun 1999 di rumah sakit anak di perkotaan
dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Data tersebut menunjukkan bahwa
pasien yang datang dengan intususepsi ke rumah sakit anak jumlahnya lebih
banyak (17,2%) dibanding pasien yang datang ke RSUD (5,8%) namun
dengan angka rawat inap yang lebih tinggi pada RSUD dibanding rumah sakit
anak (1,2% dibanding 0,6%).1,2,3

Pada negara-negara berkembang sebagian besar pasien datang dengan


rentang waktu gejala lebih dari 24 jam. Rerata rentang waktu gejala sampai
dengan berdirinya diagnosis pada negara berkembang adalah tiga hari (empat
jam sampai dengan tujuh hari). Keterlambatan dalam menegakan diagnosa dan
tindakan dapat mengakibatkan komplikasi yang berat, misalnya usus menjadi
non viabel, nekrosis, perforasi dan peritonitis.4,5

Nekrosis diawali dengan terhimpitnya mesenterium dari usus proksimal


(intususeptum) yang masuk ke usus distal (intususipien) dan menyebabkan
obstruksi vena, edema jaringan, sekaligus terhambatnya suplai arteri ke area

1
tersebut. Kerusakan usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi
antara hari ke 2–5 dengan puncaknya pada hari ketiga setelah gejala klinis
terjadi. Hal tersebut akan memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh
intususepsi dan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1,3

Di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) berdasarkan penelitian


yang dilakukan Anshari (2015), dari 86 kasus intususepsi tahun 2010-2015
yang mengalami reseksi, sebanyak 68 kasus datang dengan keluhan lebih dari
24 jam. Dari beberapa penelitian didapatkan faktor durasi, usia, jenis kelamin,
tipe intususepsi, demam, leukositosis, peningkatan CRP, gambaran obstruksi
usus halus pada pemeriksaan radiologis dan berkurangnya aliran darah dari
pemeriksaan ultrasonografi memiliki hubungan terhadap viabilitas usus pada
pasien intususepsi anak.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Intususepsi


Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal
masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi.1-4 Umumnya bagian
yang proksimal atau disebut intususeptum masuk ke bagian distal atau disebut
intussussipien.6

Gambar 1. Ilustrasi Intusussepsi

2.2 Epidemiologi
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian
besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju.8 Di Asia
dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah
0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan
berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang
insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak
dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di
Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan
didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per
tahun(8). Irish (2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per
1000 kelahiran hidup(2). Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di
bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia
anak(12). Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan.8
Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di
Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah
8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah,
perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai
4:1.8
Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan
hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia.8
Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada
musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini
berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi
saluran napas atas.2 Di Asia, salah satunya Thailand insidens intususepsi
meningkat antara bulan September dan Januari dan kemudian April.
Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang merupakan
puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di
Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan
intususepsi.8

2.3 Etiologi
Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.13

1. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah
umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga
digolongkan sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”.13 Kepustakaan
lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar
antara 42-100%.8
Definisi dari istilah intususepsi “idiopatik‟ bervariasi di antara
penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah
“idiopatik‟ untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas
spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti
diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat
pembedahan.8
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu
teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan
operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap
intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas.1

2. Kausal
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi seperti
: inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.13
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrom, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schönleinpurpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome,
caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.2
Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.13
2.4 Patogenesis
Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari
ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding
intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa
yang bertindak sebagai pencetus atau oleh pola yang tidak teratur dari
peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit
berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat
mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada
terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter
penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan
mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah
mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal
dengan intususepsi.1
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus
terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area
proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses
sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem
limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana
ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai
mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan
obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan
perforasi usus.1,13
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit
mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem,
hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang
mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB
darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool. 1,2,13

2.5 Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi


Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat
itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan
pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi.
Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga
dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang
dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen
penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan
virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini
didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
intususepsi.13

2.6 Jenis Intususepsi13


Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus
mana yang terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.Pada kolon
dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal,
jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.
Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering
pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai
contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto
E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada pengamatannya
mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-colica
22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.
2.7 Gambaran klinis
Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran
sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas,
penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut
seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi
kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi.
Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit
dengan lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu
diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung.2,13
Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga,
maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai
datang serangan kembali. Proses intususepsi pada mulanya belum terjadi
gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses
biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya
berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir (red
currant jelly stool) baru dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama
kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya
dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok
dubur.13

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak


tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat
intususepsi sebagai suatu massa tumor berbentuk curved sausage di dalam
perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah(4).
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada
perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dance’s sign. Hal
ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi.1-4,7,13
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya
tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem
yang semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda
obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang
jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.13
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba
lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini
berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi,
asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri. Pada
segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi,
peritonitis umum, shock dan kematian.
Pada pemeriksaan colok dubur didapati:
 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala
intususepsi tidak khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam
beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat. Pada
defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps melewati
anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus
yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.13

2.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang
terdiri dari:1-5,7,13
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang
timbul. Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi
serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly
stool.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk


meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus
berpegang kepada gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering
terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit
disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai
bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu
tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel
sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan
lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.13
The Brighton Collaboration Intussuseption Working
Group mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari
kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat
keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan
apakah kasus tersebut adalah intususepsi.2

Kriteria Mayor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau,
diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau
tidak ada sama sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup
hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum,
terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi
perdarahan rectum atau gambaran feses red currant jelly pada
pemeriksaan Rectal Toucher.
Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :


Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)
- Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
- Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat
direduksi oleh enema tersebut.
- Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)


- Dua kriteria mayor
- Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible
- Empat atau lebih kriteria minor

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium13,16
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan
abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan
atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).
Pemeriksaan Radiologi13,16
Foto polos abdomen

Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke


kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi13

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi


diagnostik 45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga
penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG4. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic
Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan
posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis
atau menyingkirkan intususepsi17
Barium enema

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan


bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearance13
Ultrasonografi Abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
“target‟ atau "donat‟ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang
dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan
ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm
menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan
hiperekoik2,3,4,6
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk
membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan
bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran
kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang
lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs
0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik
dengan intususepsi ileocolic.2
CT Scan

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik


seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus
dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini
secara klinis tidak signifikan2

2.10 Diagnosis Banding13


1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika
dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa
nyeri.
3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta
adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,
tenesmus dan demam.
4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi
berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara
mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada intususepsi didapati
adanya celah.
2.11 Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,
penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus
dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen
sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan
pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan.
Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan.2,16
Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk
diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak
pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini
harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya
adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun
gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya,
semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.16

Tindakan Non Operatif

A. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan


sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi
telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik)
karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi
intestinal.16

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya:2,4,15,16


1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi
kuat diantara pertengahan bokong.
2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para
radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.
3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak
boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing
tidak boleh lebih dari 3 menit.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada
rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal
reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan
perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%,
namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari
pelakunya.4
Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu :
penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah
sakit.2,16

B. Pneumatic Reduction14,16

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke


dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg
untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi
ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan
waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat
dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:
1. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan
direkatkan dengan kuat.
2. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80
mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum
udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto
polos.
3. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan
teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat
pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.
4. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine
dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
ketiadaan udara bebas.
5. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan
glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki
hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan.

Tindakan Operatif
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray,
mengalami kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun
pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa, maka
penanganan operatif harus segera dilakukan.11,16

2.12 Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.


Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari
emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan
perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat
menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan “short bowel
syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif maupun
radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang
terlibat.2

2.13 Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan


anak-anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait
dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di
negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat,
yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat
intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi8
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali
lipat dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah
timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah
onset pertama.8 Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi
nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.2
BAB III
KESIMPULAN

Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang harus dikenali


dengan cepat dan tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau
keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Oleh sebab itu, para calon dokter umum diharapkan bisa mempersiapkan diri
minimal mengetahui teori terkait intususepsi mulai dari definisi sampai pada
penatalaksanaan awal sebagai bekal jika suatu waktu menghadapi kasus ini di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan


13 [disitasi tanggal 2013 Des 25]; dapat diakses pada :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall
2. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial
online] 2011 Apr 14 [disitasi pada 2013 Des 25]; dapat diakses pada :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall
3. Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson
Ilmu Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2.
EGC: Jakarta. 1999. p.1319.
4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and
management. Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg.
2009.
5. Kartono D. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo
S, Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.
6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographer‟s
perspective. JDMS 19:231-238. Jul-Aug. 2003.
7. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder
TM (eds). 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.
8. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children:
Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global Perspective.
Geneva, Switzerland: World Health Organization, 2002.
9. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al.
The epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to
2004. Ann Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e
10. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of
delayed presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.
11. Van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC,
Vos A. Intussusception in a tropical country: comparison among patient
populations in Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr
Gastroenterol Nutr 1999;29:402-5.
12. http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/6710-
0550×0475.jpg
13. Santoso MIJ, Yosodiharjo A, Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya
gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada
penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.
14. http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/CAP/Case05/Images/Ca
se05.01.jpg
15. http://dynamic.psu.ac.th/kidsurgery.psu.ac.th/Pediatric%20surgery/KID/At
las/Images/E/E5/DSC01002.jpg
16. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy
JM, eds. Ashcraft‟s Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Elsevier,
2010.p.508.

Anda mungkin juga menyukai