Anda di halaman 1dari 35

1

Laporan Kasus

THALASSEMIA BETA MAYOR

DPJP :
dr.Putu Diah Vedaswari, Sp.A.

Dokter Pendamping Internship :


dr. Baiq Yeni Suanti

Disusun Oleh :
dr. Mustika Rani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2020

1
2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3

BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................. 5

1. ANAMNESIS............................................................................................ 5
2. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................. 6
3. RESUME.................................................................................................. 7
4. DIAGNOSIS BANDING........................................................................... 7
5. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM............................................. 8
6. DIAGNOSIS KERJA................................................................................
7. PENATALAKSANAAN............................................................................. 8
8. FOLLOW UP............................................................................................ 9

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 22

3.THALASEMIA BETA MAYOR................................................................... 22

BAB IV. PEMBAHASAN ...................................................................................... 52

BAB V. KESIMPULAN ......................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 55

2
3

BAB 1
PENDAHULUAN

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada
pembentukan rantai globin.Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia memiliki
dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan satu dari
ibu.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia. Dari 250
juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.1
Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik
menjadi 8, 3 persen dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para
penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan
masyarakat miskin.
Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat per tahun. Walupun begitu, masyarakat tidak
menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu
penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit
sangat umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak
ditangani secara akurat, cepat, dan tepat.
Melihat kenyataan ini, maka sebaiknya kita harus mewaspadai dengan cara
mengetahui dengan benar informasi tentang penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat
diidentifikasi dan penanganannya pun dapat dilakukan secara dini dengan cara yang
tepat.
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memehami definisi, etiologi,
phatogenesis dan cara mendiagnosis Thalasemia beta mayor.

3
4

BAB 2
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : An. A.A.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB : 17kg
Umur : 5 tahun 1 bulan
Alamat : Baros,Baros,Jawa Barat
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 3 Oktober 2020

B. Keluhan Utama
Lemas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibumya dengan keluhan lemas yang dirasakan sejak 1
bulan yang lalu. Menurut ibunya pasien tampak pucat, mudah letih, anak malas untuk
beraktifitas/ bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus menerus, kejang
(-), pusing, sakit kepala (-), perut terasa penuh dan membesar, nafsu makan kurang,
makan dan minum sulit terutama sayuran , BB turun (-), nyeri pada tulang (-), pilek (-),
batuk (-), sesak napas (-), diare (-), mual (-), muntah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-),
keluar cairan dari telinga (-), BAB dbn, tidak ditemukan cacing, darah (-),BAK dbn, tidak
berwarna merah atau coklat, anak gampang sekali sakit, anak terlihat kurang bergairah
serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
Ibu pasien berkata,pasien sudah di diagnosis memiliki thalassemia sejak usia 3
bulan.saat ini pasien sedang berlibur di rumah neneknya,namun keluhan pasien semakin
memberat dan akhrinya ibu pasien membawa pasien ke IGD RSUD Praya.Hari masuk
rumah sakit keluhan anak masih menetap, anak tampak pucat dan semakin lemas, badan
panas tapi kedua kaki dingin, riwayat trauma (-).

4
5

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengalami keluhan seperti ini sejak usia 3 bulan, menurut ibu pada
awalnya anak terlihat pucat, lemas dan sering muntah, lalu ibu membawa pasien ke
dokter spesialis anak, dan diberitahu tentang penyakitnnya. Hingga sampai saat ini
ibu membawa pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan setiap bulan ke poliklinik
anak yang selanjutnya dirawat inap untuk transfusi darah. Paseien menyangkal
adanya sakit kuning, maupun riwayat pengobatan 6 bulan,

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga dan lingkungan sekitar yang sakit dengan keluhan yang sama di
sangkal.. Riwayat anggota keluarga menderita sakit kuning, keganasan, dan kelainan
darah disangkal

F. Riwayat kehamilan dan persalinan

ANC : kontrol teratur di bidan sejak usia kehamilan 3 bulan, muntah muntah berlebih
(-), sakit kepala berat (-), riwayat trauma (-), minum tablet penambah darah dan vitamin
(-), minum obat obatan bebas (-), riwayat terkena raddiasi (-).
NC : anak lahir spontan, cukup bulan ditolong oleh bidan presentasi kepala, menangis,
BBL: 2100 gram, PB: 50 cm. Tidak ada tanda tanda ikterik, sianosis pada anak
PNC : rutn kontrol di bidan untuk timbang badan dan imunisasi.

G. Riwayat Makanan
0-4 bulan : ASI saja, semau bayi
4-6 bulan : ASI dan susu formula
6-9 bulan : ASI, tim saring, susu formula, buah
9-12 bulan: ASI, bubur, susu formula, buah
1 th- sekarang: ASI sampai usia 2 tahun, nasi, sayur, lauk pauk, buah
H. Riwayat tumbuh kembang
0 – 3 bulan : bereaksi dan mengoceh spontan
3 – 6 bulan : mulai memegang benda disekitarnya

5
6

6 – 9 bulan : mulai dapat membalikan tubuh


9 – 12 bulan : mencoba bisa duduk
12 - 18 bulan : mecoba berdiri dan berjalan dengan bantuan
18 – 24 bulan : sudah mulai bisa berjalan sendiri
24 – 36 bulan : mulai berjalan lebih lama
I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Awal Ulangan
Hep. B Usia 1 hari
BCG Usia 1 bulan
Usia 3 dan 4 bulan
DPT-HB Usia 2 bulan
Usia 2,3 dan 4 bulan
Polio Usia 1 bulan
Campak Usia 9 bulan
II. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : tampak pucat
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital : Nadi : 88 x/menit, regular, isi kuat
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu : 36,3 0C
Status antopometri
• BB : 17 kg
• TB : 105 cm
• IMT = 15,4

Kesan : Gizi baik

Status Generalis
Kulit : turgor kulit baik, terlihat pucat
Kepala : bentuk simetris, distribusi rambut merata
Wajah : bentuk wajah simetris dan pucatpenonjolan dahi (-), pipi
menonjol (+)
Mata : conjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), edema

6
7

palpebra (-/-) jarak ke dua mata jauh (-)


Hidung : tidak ditemukan adanya epistaksis, discharge (-/-)
deformitas (-)Nasal bridge (-),
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir basah.
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil membesar (-)
Telinga : deformitas (-/-), secret (-/-), perdarahan (-/-)
Leher : tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid maupun limfonodi
Thoraks : Anterior :
Inspeksi : normotorak, simetris, retraksi (-), lesi (-)
Palpasi : NT -, ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Cor BJ1 dan BJ2 reguler, M (-), G (-)
Pulmo Vesikular Breath Sound disemua lapang paru, ronkhi (-/-),
whezing (-/-)
Abdomen :
inspeksi : datar, supel, lesi (-)
auskultasi : BU(+) normal
perkusi : timpani di semua regio
palpasi :supel, nyerti tekan (-), lien Schuffner S4
Ekstremitas : tidak ditemukan adanya luka, ujung-ujung jari
Tampak pucat, akral agak teraba dingin
Kulit : petekie (-), lesi (-)

III.RESUME
Pasien laki laki datang diantar oleh ibumya dengan keluhan lemas yang dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu. pasien tampak pucat, mudah letih, anak malas untuk beraktifitas/
bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus meonerus, nafsu makan
kurang, makan dan minum sulit terutama sayuran , sejak usia 3 bulan pasien sudah di
diagnosis memiliki penyakit thalassemia beta mayor.ibu pasien rajin membawa pasien
kontrol ke poli anak di RS jawa barat tempat asal pasien.

7
8

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak pucat, konjungtiva anemis,


serta palpasi abdomen teraba lien shufner S4
1V. DIAGNOSIS BANDING
a. ThalasemiaMayor
b. Leukemia
c. Anemia defisiensi besi
d. Anemia penyakit kronis

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, untuk
memonitor tanda-tanda adanya infeksi, memonitor kadar Hb untuk indikasi transfusi
darah.
Hemoglobin 7,8 gr/dl
Hematokrit 21,5 %
Trombosit 489.000 103/ul
Leukosit 16.000 103/ul
MCV 54,3 fl
MCH 18,6 pg
MCHC 34,2 g/dl
Eritrosit 3,95 106/ul

VI. DIAGNOSIS KERJA


Thalasemia
VII. PENATALAKSANAAN
Diet: tinggi kalori tinggi protein
InfuseNacl 9% 4 tpm
Tranfusi PRC 2X170 cC cek darah rutin post transfusi
Observasi TTV, tanda tanda reaksi transfusi

8
9

VIII. FOLLOW UP

Tanggal SOAP

3 Oktober 2020 S : lemas berkurang, masih pucat

O : - Keadaan umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : CM
- Tanda vital :
- Nadi : 108 x/mnt
- Suhu : 36,3 C
- Pernapasan : 20 x /mnt
- Status Generalis
- Mata : konjungtiva anemis +/+
- Abdomen : buncit, supel. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae, lien teraba di garis 3-4 Schuffner.
Nyeri tekan (-). Bising usus normal. Timpani
- Xtremitas : akral dingin
A thalassemia

P:

- IVFD Rl 10 tpm
- As folat 1x1 tab
- Vit E 1x1

9
10

Tanggal SOAP

4 Oktober 2020 S:-

O : - Keadaan umum : tampak sakit ringan

- Kesadaran : CM
- Tanda vital :
- Nadi : 100 x/mnt
- Suhu : 36,2 C
- Pernapasan : 24 x /mnt
- Status Generalis
- Mata : konjungtiva anemis -/-
- Abdomen : buncit, supel. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae, lien teraba di garis 3-4 Schuffner.
Nyeri tekan (-). Bising usus normal. Timpani
- Xtremitas : akral hangat
A thalassemia

P:

- IVFD RL 10 tpm
- Asam Folat 1x1
- Vit E 1x1 tab
- Transfuse 120 cc

Nama : An.K
Tanggal SOAP

5 Oktober 2020 S:-

O : - Keadaan umum : tampak sakit ringan

- Kesadaran : CM
- Tanda vital :
- Nadi : 100 x/mnt
- Suhu : 36,2 C
- Pernapasan : 20 x /mnt

10
11

- Status Generalis
- Mata : konjungtiva anemis -/-
- Abdomen : buncit, supel. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae, lien teraba di garis 3-4 Schuffner.
Nyeri tekan (-). Bising usus normal. Timpani
- Xtremitas : akral hangat

A thalassemia

P:

- Aff Infus
- Asam Folat 1x1 tab
- Vit E 1x1 tab
- Boleh pulang

11
12

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemopoiesis
Proses pembentukkan sel darah yaitu hemopoiesis. Proses pembentukkan darah
pertama kali terjadi pada fase prenatal yaitu di yolk sac (kantung kuning telur) pada janin
usia 0-2 bulan, kemudian fase selanjutnya pada hepar dan lien pada janin usia 2-7 bulan,
dan pada fase lanjut di sumsum tulang mulai janin usia 5-9 bulan. Pada post natal,
pembentukan utama terjadi di sumsum tulang. Pada bayi dan anak, hematopoisis yang
aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang panjang, hal ini berbeda
dengan dewasa dimana hematopoisis terbatas pada vertebra, costae, sternum, pelvis,
scapula, dan jarang berlokasi pada humerus dan femur. Pada keadaan patologis (sumsum
tulang sudah tidak berfungsi atau adanya kebutuhan yang meningkat), pembentukan
dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar. Pembentukan darah di luar sumsum
tulang ini disebut hemopoisis ekstra meduler.
Proses pembentukkan darah dimulai dari sel induk pluripoten yang berdiferensiasi
menjadi sel induk limfoid dan sel progenitor myeloid campuran yang kemudian
berdiferensiasi lagi.

12
13

Darah terdiri dari berbagai komponen yang penting, antara lain sel darah merah
(eritosit), sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit) serta plasma. Fungsi
leukosit adalah untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Fungsi dari trombosit adalah
untuk mekanisme pembekuan darah sedangkan eritrosit membawa satu protein yaitu
hemoglobin yang berfungsi dalam mengikat O2 di paru, membawanya ke peredaran
darah dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam
ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul
hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul
globin dan satu molekul heme.

13
14

Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan
sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan
jenis hemoglobin. Hb A1(2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (2α2γ) kurang
dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%.
Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α tersusun
atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di kromosom 16,
sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak di kromosom 11.

14
15

Pada orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha.
Sejak masa embrio, janin, anak hingga dewasa, sel darah merah memiliki 6 hemoglobin,
antara lain :
 Hemoglobin embrional (Hb Gower1, Hb Gower2, Hb Portland)
 Hemoglobin fetal (Hb-F)
 Hemoglobin dewasa (Hb-A1, Hb-A2)
Hemoglobin embrional :
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritoblas primitif dalam yolc sack
membentuk rantai globin epsilon (ε) dan zeta (Z) yang membentuk Hb primitif yaitu Hb
Gower1 (Z2ε2). Selanjutnya mulailah sintesis rantai α menggantikan rantai Z dan rantai γ
menggantikan rantai ε sehingga membentuk Hb Gower2, Hb Portland. Pada masa gestasi
4-8 minggu yang ditemukan adalah Hb Gower 1 dan Hb Gower 2 dan menghilang pada
masa gestasi 3 bulan.

Hemoglobin Fetal
Migrasi sel pruripoten stem sel dari yolc sack ke hati diikuti sintesi Hb fetal yang
merupakan awal sintesis rantai Hb β. Setelah masa gestasi 8 minggu, muncul Hb-F yang
paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% Hb terdiri dari Hb-F
dan kemudian menurun menjelang kelahiran, setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12
bulan, HbF tetap ada tapi hanya ditemukan sedikit.
Hemoglobin Dewasa

15
16

Pada masa embrio, telah dideteksi HbA karena telah terjadi proses perubahan
sintesis rantai γ menjadi rantai β dan selanjutnya globin β meningkat dan pada masa
gestasi 6 bulan ditemukan HbA 5-10% dan waktu lahir 30%. Menginjak usia 6-12 bulan
Hb sudah memperlihatkan gambaran Hb dewasa yaitu HbA1 dan HbA2 dan sedikit HbF
Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki
kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme
secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiilki struktur
kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan
oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen.

B. Definisi
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut. Pertama
kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di daerah Laut
Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limfa
setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (Ganie, 2005).
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang
dari 120 hari dan terjadilah anemia (Herdata.N.H. 2008 dan Tamam.M. 2009).
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin
(HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam
hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling
penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β -thalassemia.3
Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi
mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada
eritrosit. Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri
dari zat besi (Fe) dan globin adalah suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin pada manusia normal terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yang

16
17

meliputi HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) sisanya HbF (α2ƴ2 =
0,5%).

C. Etiologi dan Predisposisi

Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).Thalasemia merupakan


penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini
karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh ;

1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya :


Pada HBS,HbF, HbD.
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin seperti pada thalasemia.

D. Klasifikasi
Di indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia
hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.
Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :
- Thalasemia-α (gangguan pembentuakan rantai α).
- Thalasemia-β (gangguan pembentukan rantai β).
- Thalasemia- β-δ (gangguan pembentukan rantai β dan δ yang letak gen nya di duga
berdekatan ).
- Thalasemia –δ (gangguan pembentukan rantai δ). 4
Secara Klinis thalasemia dibedakan atas : 3
TABLE 2.4.2 – klasifikasi
klinis thalasemia
Carrier Hematologi normal
Thalassemia Trait anemia ringan dengan
(α-thalassemia trait atau β- mikrositik dan hipokromik.
thalassemia trait)
Hemoglobin H Disease anemia hemolitik menuju ke

17

6
18

(α-thalassemia) berat
Atau
Hemoglobin H–Constant ikterus dan spleenomegali
Spring
Thalassemia Major anemia berat,
hepatosleenomegali.
Thalassemia Intermedia beberapa jenis thalasemia
tanpa terapi tranfusi regular.
Sumber : Hastings, the children’s hospital Oakland hematology/oncology handbook
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia, masing-masing melibatkan
penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam
jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah.Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.

1. Thalasemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan di
Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α padaindividu normal,
dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.

Genotip Jumlah Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis


gen α
Saat Lahir >6 bulan
αα/αα 4 Normal N N

-α/αα 3 Silent Carrier 0-3% Hb N


Barts
--/αα atau 2 Trait 2-10% N
-α/-α thal-α Hb Barts
--/- 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H

18
19

α Barts
--/- 0 Hydrops fetalis >75% Hb -
- Barts

a. Silent carrier thalasemia-α
Merupakan tipe thalasemia subklinik yang paling umum, biasanya Ditemukan secara
kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Tardapat 2
gen α yang terletak padak romosom 16. Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom
16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa
pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis
Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisamjuga dicari akan adanya
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis.
Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan
mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat untuk
menuju diagnosis thalasemia.
b. Trait Thalas\semia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabhkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada
masing-masing kromosom. Kelainan inisering ditemukan di Asia Tenggara, sub benua India, dan
Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan
pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A 2 dan
HbF secara khas normal.

19
20

Gambar . Thalasemia alpha menurut Hukum Mendel.

c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalasemia-α
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,ikterus, dan jumlah sel
darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darahtepi yang diwarnai dengan pewarnaan
supravital akan tampak sel-sel darahmerah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang
tidak stabil danterpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball .Badan
inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

Gambar . Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb


H yangmenunjukkan Heinz-Bodies

20
21

d. Thalasemia α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua genglobin-α, disertai
dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A 2 semuanya
mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada
bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi- bayi itu
mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal
dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengangagal jantung kongestif dan edema
anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfuse.

3. Thalasemia β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β, antaralain :
a. Silent carrier thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah. Mutasi
yang terjadi sangat ringan dan mempresentasikan suatu thalasemia-β+. Bentuk silent carrier
thalasemia-β tidak menimbulkan kelainan yang diidentifikasi pada individu yang heterozigot,
tetapi gen intuk keadaan ini jika diwariskan bersama-sama dengan gen unruk thalassemia-
β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

21
22

Gambar . Thalasemia beta menurut Hukum Mendel

b. Trait thalasemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, danelektroforesis Hb abnormal
dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, HbF, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalasemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan
mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih
dari 90% individu dengantrait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-
7%).Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada
sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A 2 normal dengan kadar HbF
berkisar 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.
c. Thalasemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat thalasemia-β
mayor. Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley
yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skeletdan hepatosplenomegali
timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa
transfusi. Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.Kadar Hb
khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik
hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target
mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalasemia.

22
23

MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan
hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat.
d. Thalasemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6bulan kedua kehidupan.
Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan
yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80%
penderita meninggal pada 5tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada
penderita yang jarangmenerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi
hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang
menjadi tipisdan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajahdan
tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar . Deformitas tulang pada thalasemia mayor (facies cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus samasama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan


hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih
tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidak nyamanan melanis dan
dipersplenisme sekunder.

23
24

Gambar. Splenomegali pada thalasemia.

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pancreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung,termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang
disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dansel target. Sejumlah besar
eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi.
Kadar Hb turun secaracepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum
besi tinggidengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi
yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

E. Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin
satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis
rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada
keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa
α2β2, maka pada thalassemia-β0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin
yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia-α0, dimana
tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang
berlebihan (β4).

24
25

a. Thalassemia-α
Patofisiologi Thalassemia-α umumnya sama dengan yang dijumpai pada Patofisiologi
Thalassemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin-
α. Hilangnya gen globin-α tunggal (-α/αα atau α Tα/αα) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan
thalassemia-2a-α homozigot (-α/-α) atau thalassemia-1a- α heterozigot (α α/- -) memberi fenotip
seperti thalassemia-β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-α memberikan fenotip tingkat
penyakit berat menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan
thalassemia- α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops
syndrome.
b. Thalassemia-β
Pada Thalassemia-β, dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi
berlebihan rantai α. Produksi rantai globin ã, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi
rantai globin α2ã2 (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi α2β2 (HbA). Hal ini
menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin ã tidak pernah dapat mencukupi
untuk mengikat rantai α yang berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan ciri khas pada
patogenesis thalassemia-β.
Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya, akan
berpresipitasi pada prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor
dalam darah tepi. Presipitasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan prekursor eritoid dan
eritropoiesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur eritrosit menjadi pendek hingga timbul
anemia.
Anemia ini akan menjadi pendorong (drive) profiferasi eritoid yang terus menerus (intens) dalam
sumsum tulang yang inefektif, sehingga menjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian
akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme.
Anemia kemudian akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan
langsung darah akibat sumsum tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali.
Pada limpa yang membesar, makin banyak sel darah merah abnormal yang terjebak,
untuk kemudian akan dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang kemudian
akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga
menambah muatan besi. Hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan

25
26

berbagai organ yang diikuti kerusakan organ dan diakhiri dengan kematian bila besi tidak segera
dikeluarkan (Atmakusuma dan Setyaningsih, 2009).
Penderita thalasemia memiliki gejala yang bervariasi tergantung jenis rantai asam amino
yang hilang dan jumlah kehilangannya. Penderita sebagian besar mengalami anemia yang ringan
khususnya anemia hemolitik (Tamam.M. 2009). Keadaan yang berat pada beta-thalasemia mayor
akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, penderita tampak pucat
karena kekurangan hemoglobin. Perut terlihat buncit karena hepatomegali dan splenomegali
sebagai akibat terjadinya penumpukan Fe, kulit kehitaman akibat dari meningkatnya produksi
Fe, juga terjadi ikterus karena produksi bilirubin meningkat. Gagal jantung disebabkan
penumpukan Fe di otot jantung, deformitas tulang muka, retrakdasi pertumbuhan, penuaan dini
(Herdata.N.H. 2008 dan Tamam. M. 2009).
F. Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
Penderita pertama datang dengan keluhan lemas anemia/pucat, tidak nafsu makan dan
perut membesar. Keluhan umumnya muncul pada usia 6 bulan, kemudian dilakukan
pemeriksaan fisis yang meliputi bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ikterus, gangguan
pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital: Tekanan darah menurun, nadi brakikardia, suhu tubuh normal, pernapasan
meningkat
b. Kulit : pucat dan ikterus ringan
c. Jantung : Ejection systolic murmur gr 2
d. Liver : teraba 4 cm di bawah arcus costae dextra, konsistensi kenyal permukaan
licin
e. Spleen : teraba 5 cm di bawah arcus costae sinistra (Schuffner III)
f. Limfadenopati negative
g. Gangguan pertumbuhan tulang +/-
C. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah:

1. Darah

26
27

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah

 Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit,
ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.

 Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

 Gambaran darah tepi


Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada
gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops
sel dan target sel.

 Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.

 LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut
sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu

27
28

empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan
adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi
kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada
orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb
Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan
dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

28
29

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan rontgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat
tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat
diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal
terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi
gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas,
disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak
besar, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.Foto
tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.

Hair on end Trabekula tulang jelas

G. Diagnosa Banding
Thalasemia minor harus dibedakan dari penyebab lain dari mikrositik ringan, hipokromik
anemia, defisiensi besi dan -thalasemia. Berbeda dengan penderita anemia difisiensi besi,
mereka dengan -thalassemia minor memiliki peningkatan jumlah eritrosit dan index MCV
dibagi eritrosit dengan hasil di bawah 13. Secara umum, ditemukannya peningkatan Hb A2
merupakan diagnosis. Namun rendahnya HbA2 juga dapat disebabkan oleh defesiensi besi

29
30

yang terjadi secara bersamaan. Sehingga dapat mengaburkan diagnosis dan sering salah
diagnosis dengan anemia defesiensi besi.
Thalassemia major sering sangat beda dari kelainan lain. Hb elektroporesis dan study
keluarga membuktikan mudah membedakan dengan Hb E--Thalassemia, yang paling penting
adalah tranfusi rutin merupakan poin penting diagnosa -Thalassemia.

H. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah
b. Bedah
- Splenektomi, dengan indikasi: limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya
ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
- Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti
pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

30
31

c. Suportif
- Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

- Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai
akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang. Efek samping kelasi besi
yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi
kelasi besi dihentikan.
- Tumbuh Kembang : Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang,
karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
- Gangguan Jantung, Hepar, dan Endokrin : Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat
menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan
endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.

31
32

I. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang
thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin.

J. Skrining dan Pencegahan


Skrining
Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining premarital. Penting
sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis mengenai hasil skring.Alternatif
lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Skrining yang efektif adalah
melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran thalasemia, perkiraan kadar HbA
harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang menganalisis gen. Penting
untuk memeriksa Hb elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi
struktural Hb.
Pencegahan
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :
 Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan konseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa
menjadi homozigot atau gabungan heterozigot

 Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan
pada fetus dengan thalasemia β berat

32
33

BAB 5
PEMBAHASAN

Pasien laki laki datang diantar oleh ibumya dengan keluhan lemas yang dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu. pasien tampak pucat, mudah letih, anak malas untuk beraktifitas/
bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus meonerus, nafsu makan
kurang, makan dan minum sulit terutama sayuran , sejak usia 3 bulan pasien sudah di
diagnosis memiliki penyakit thalassemia beta mayor.ibu pasien rajin membawa pasien
kontrol ke poli anak di RS jawa barat tempat asal pasien.
Menurut ibunya pasien tampak pucat, mudah letih, anak malas untuk beraktifitas/
bermain bersama teman , badan anak terasa nglemeng terus menerus.
Hasil laboratorium pasien ini menunjukkan penurunan Hb, hematokrit, eritrosit.
Pemecahan Hb yang abnormal pada Thalasemia menyebabkan penurunan Hb yang
kronis. Penurunan hematokrit sesuai dengan rendahnya kadar Hemoglobin pasien.
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan memperpanjang
umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi anemia, memberi
kesempatan pada anak untuk proses tumbuh kembang, memperpanjang umur pasien.
Terapi tranfusi darah dimulai pada usia dini ketika ia mulai menunjukkan gejala
simtomatik.
Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 8 gr%. Bila kadar Hb > 8gr% tetapi keadaan
umum baik tanpa splenomegali maka tranfusi bisa ditunda. Hb sebaiknya selalu
dipertahankan diatas 12 g/dl dan pada pemberian tranfusi dianjurkan tidak melebihi 15,5
gr%. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.

33
34

BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari laporan kasus adalah sebagai berikut:

1. Diagnosa awal pada sudah tepat sesuai dengan anamesis,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
2. Penatalaksanaan yang diberikan sudah tepat yaitu merawat pasien dalam ruangan
Anak,terapi PRC dan terapi supportif berupa vitamin mengandung zat besi.

34
35

DAFTAR PUSTAKA

A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita Selekta
Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1996, hal 66-85
Atmakusuma, Djumhana. 2009. Thalassemia : Manifetasi Klinis, Pendekatan Diagnosis,
dan Thalssemia Intermedia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta :
InternaPublishing.

Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume 2, edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712
Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is Thalassemia and
Treating Thalassemia”.

Haemoglobinopathies. The Pathophysiology of Beta-thalassemia Major, C.B. Modell, from


theDepartment of Paediatrics, University College Hospital, London, J. clin. Path., 27, Suppl. (Roy.
Coll.Path.), 8, 12-18

Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19

Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta

Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991, hal 331
Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine,
volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138
Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria; IDG
Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit Badan Penerbit
IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
Petunjuk Diagnosis dan Tatalaksana Kasus Talasemia.Jakarta:Subbagian
Hematologi,Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM,1997

35

Anda mungkin juga menyukai