Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK 10 BULAN DENGAN KEJANG DEMAM

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia


di Rumah Sakit Umum Daerah Brebes

Disusun Oleh :
dr. Ifta Iftati Sa’diyah

Pembimbing :
dr. Kurniadi Murdini
dr. Megawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BREBES
PERIODE FEBRUARI 2020 – NOVEMBER 2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SEORANG ANAK 10 BULAN DENGAN KEJANG DEMAM

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia


di Rumah Sakit Umum Daerah Brebes

Disusun Oleh:
dr. Ifta Iftati Sa’diyah

Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing I : ................................................
(dr. Kurniadi Murdini)

Pembimbing II : ................................................
(dr. Megawati)

BAB I

2
PENDAHULUAN

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat
darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami
kejang selama hidupnya.1 Kejang merupakan suatu tanda adanya gangguan neurologis.
Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat
berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala
awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.1
Pada kejang demam mengakibatkan kelainan neurologi terbanyak pada anak.
Insiden 10,5% laki-laki dan 8,9% wanita. Penyebab kejang pada anak belum jelas,
tetapi dimungkinkan berhubungan dengan kematangan otak.2 Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3
Hampir 3% anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya. Wegman
dan Millichap berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
bangkitan kejang.1

BAB II

3
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama anak : An. T
Usia : 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pengempon 02/06, Brebes
No. CM : 780***
Bangsal : Anggrek
Tanggal masuk : 18 Februari 2020
Tanggal keluar : 19 Februari 2020

Nama ayah : Tn. S


Usia : 39 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Pengempon 02/06, Brebes

Nama ibu : Ny. S


Usia : 32 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pengempon 02/06, Brebes

II. ANAMNESIS

4
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada ibu pasien pada hari Selasa, 18
Februari 2020 pukul 14.05 WIB di Bangsal Anggrek
1. Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam, batuk dan pilek
2. Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari SMRS pasien mengalami demam. Demam timbul secara tiba-tiba.
Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan teru-menerus. Demam berkurang
setelah pasien dikompres. Selain demam pasien juga batuk tetapi tidak berdahak,
pilek dengan ingus cair warna putih jernih, sesak (-), mual muntah (-), BAB dan
BAK dalam batas normal. Saat itu pasien belum sempat di bawa berobat.
1 hari SMRS pasien masih demam, dengan demam yang tinggi, berlangsung
terus-menerus dan menurun setelah di beri sirup penurun demam. Selain itu
pasien juga batuk grok-grok, pilek dengan ingus encer putih bening, sesak (-),
menggigil (-), keringat berlebih (-), rewel (+), mual (-), muntah (-), nafsu makan
menurun (+), BAB dan BAK seperti biasa.
1 jam SMRS pasien mengalami kejang sebanyak 1 kali selama ± 5 menit.
Saat kejang pasien tidak sadar, awalnya kedua tangan pasien mengepal dan kaku
kemudian kedua lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang
menggigil, mata mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut dan lidah tidak
tergigit. Setelah kejang pasien sadar dan menangis. Pasien kemudian di bawa ke
IGD RSUD Brebes.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat serupa : diakui, saat usia 7 bulan
 Riwayat rawat inap : diakui
 Riwayat batuk lama : disangkal
 Riwayat jatuh : disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

5
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat serupa : disangkal
 Riwayat batuk lama : diakui
 Riwayat epilepsi : disangkal
5. Riwayat pribadi, sosial dan ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orangtua nya. Pasien anak kedua dari dua
bersaudara. Ayah pasien sebagai pedagang dan ibu pasien sebagai ibu rumah
tangga. Keluarga pasien serumah ada yang merokok yaitu ayah pasien.
Biaya pengobatan pasien menggunakan umum.
Kesan : keadaan ekonomi cukup
6. Riwayat Kehamilan / Pre natal
 Keluhan atau sakit saat hamil : disangkal
 Kontrol kehamilan : rutin setiap bulan (ANC > 4 kali) di bidan
praktek mandiri
 Obat – obatan yang dikonsumsi : vitamin dan tablet besi
 Konsumsi alkohol dan merokok : disangkal
 Asupan gizi kehamilan : cukup
7. Riwayat Persalinan / Natal
Lahir secara spontan di bantu oleh bidan di puskesmas, bayi langsung menangis
kuat dan segera dilakukan inisiasi menyususi dini. Berat lahir 3200 gram dan
panjang lahir 50 cm.
8. Riwayat Pasca Persalianan
Perdarahan post partum disangkal, Ibu melakukan kunjungan neonatal ke bidan.
9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
 Usia 3 bulan : pasien bisa tengkurap
 Usia 7 bulan : pasien sudah bisa duduk
 Usia 10 bulan : pasien sudah bisa berdiri
Kesimpulan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik sesuai usia

6
10. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi Frekuensi Usia Keterangan
BCG 1 kali 0 bulan Lengkap
DPT 3 kali 2,3,4 bulan Lengkap
Hepatitis B 4 kali 0,2,3,4 bulan Lengkap
Polio 4 kali 1,2,3,4 bulan Lengkap
Campak 1 kali 9 bulan Lengkap
Kesan : imunisasi dasar lengkap
11. Riwayat Makan dan Minum

Usia Makanan dan minuman Frekuensi


0 – 6 bulan ASI Semau anak
6 – 10 bulan ASI Semau anak
Bubur 2-4x/hari

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 18 Februari 2020 pukul 14.25 WIB di
Bangsal Anggrek
1. Keadaan umum : Tampak lemah
2. Kesadaran : compos mentis
3. GCS : E4V5M6
4. Status gizi
Usia : 10 bulan
BB : 9,5 kg
PB : 72 cm
BB /U : 0 sampai 2 SD
PB / U : 0 sampai 2 SD
Kesan : gizi normal.

5. Tanda vital
Heart rate : 112x / menit

7
Respiratory rate : 24x / menit
Suhu axiller : 38,3oC
6. Status internus
 Kepala
Bentuk : normosefali
Rambut : hitam
 Kulit
Warna : sawo matang
Kering : (-)
Turgor : kembali
Pucat : tidak ada
 Mata
Palpebra : edem palpebra (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil
Diameter : 2 mm/2 mm
Simetris : isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : jernih, refleks bulu mata (+/+)
 Telinga
Sekret : (-)
serumen : (-)
 Hidung
Bentuk : simetris
Sekret : (+), bening encer

 Mulut
Bentuk : simetris

8
Bibir : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Tonsil
Ukuran : T1-T1
hiperemis : (-)
Faring
Hiperemis (-)
 Thorax
Paru

Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Ø Lateral >Antero Ø Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorax Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)

3. Perkusi
Suara lapang paru Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara tambahan Wheezing(-), ronkhi (-) Wheezing(-), ronkhi (-)
Belakang
1. Inspeksi
Hemitorax Simetris Simetris

2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)

3. Perkusi
Suara lapang paru Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara tambahan Wheezing(-), ronkhi (-) Wheezing(-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

9
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : sonor, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi:
bentuk : datar
warna : sesuai dengan kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
Palpasi:
hepar dan lien : tidak teraba
 Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Kapilary refill < 2 detik < 2 detik

7. Pemeriksaan rangsang meningeal


 Kaku kuduk (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium

10
Darah rutin tanggal 18 Februari 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


HEMATOLOG
Darah lengkap
Hemoglobin 11,9 g/dL 11,1 – 14,1
Leukosit 8,79 103 u/L 6,00 – 17,5
Trombosit 385 103 u/L 150 – 400
Hematokrit 35,7 % 31,0 – 41,0
Eritrosit 4,61 106 u/L 3,90 – 5,50
MCV 77,4 fL 74 – 102
MCH 25,8 Pg 23 – 31
MCHC 33,3 ↑ g/dL 28 - 32
Diff Count
Neutrofil 70,4 ↑ % 50 – 70
Limfosit 21,2 % 20 – 70
Monosit 6,9 % 1 - 11
Eosinofil 1,3 % 1–5
Basofil 0,2 % 0–1

V. ASSESMENT
Diagnosis banding :
1. Observasi kejang
 Kejang demam simplek
 Kejang demam komplek
 Meningitis
 Encephalitis
2. Febris
 ISPA
 Bronkiolitis
 bronkopneumonia
Diagnosis kerja

Diagnosis klinis Kejang demam simplek dan ISPA


Diagnosis tumbang Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

11
Diagnosis gizi Gizi normal
Diagnosis imunisasi Imunisasi dasar lengkap
Diagnosis sosial ekonomi Ekonomi cukup

VI. INITIAL PLAN


Ip. Diagnosis :
Darah rutin
Ip. Terapi :
 Inf RL 20 tpm
 Inj. Pct 120 mg/8jam
 Inj. Dexametasone 2 mg/8 jam
Ip. Monitoring :
 Vital sign
 Keadaan umum
 Tanda dehidrasi
 Kejang berulang
Ip.Edukasi
 Menjelaskan orangtua tentang penyakit kejang demam dan kemungkinan
penyebab nya.
 Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit.
 Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada anak dengan
kejang demam.
 Motivasi orangtua tentang penanganan awal serta harus monitor suhu anak
dengan termometer bila demam.

VII.PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad sanam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

12
VIII. FOLLOW UP

19 Februari 2020
S Kejang (-), demam semlenget, batuk (-), pilek (+), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

O Keadaan umum : tampak lemas


Kesadaran : compos mentis
Nadi: 96 kali/menit, isi dan tegangan cukup
Respiratory rate: 24 kali/menit, reguler
Suhu : 37,6 0 C (aksiler)
BB : 10 kg

A Kejang demam simplek

P Lanjutkan terapi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. KEJANG DEMAM
a. Definisi
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas 38 °C rektal atau di atas 37,8° C
aksila. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam dapat juga

13
didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam tanpa bukti adanya infeksi
intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik, toksin atau endotoksin
seperti neurotoksin Shigella.2
b. Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui.
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis. Umur anak serta tinggi dan cepatnya
suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga
mempunyai peranan yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam memiliki
orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya. Faktor
predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan riwayat
keluarga, riwayat kehamilan dan persalinan, gangguan tumbuh kembang anak,
seringnya menderita infeksi, dan kadar elektrolit, seng dan besi darah rendah.4,5
c. Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi klinis dibagi menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.3
1) Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri.
2) Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a) Kejang lama (>15 menit)
b) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

14
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.
d. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi
tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru.
Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu
sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar.
Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar
bersifat ionik.6
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na +) dan elektrolit lainnya,
kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis,
kimiawi, atau aliran listrik dari sekitanya, dan perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.6

15
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu
tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran
tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan
listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter
sehingga terjadilah kejang.6
e. Manifestasi klinis
Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal
mulai demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat
bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang
umum di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik,
tonik, maupun tonik klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga
dapat berlangsung lebih dari 15 menit.4
f. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya
darah perifer, elektrolit, dan gula darah.3
2) Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat
ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia
<12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum
baik.3

16
Indikasi pungsi lumbal:
a) Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
b) Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
c) Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.3
3) Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi nya adalah pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang
demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada
kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan
evaluasi lebih lanjut.3
4) Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut
dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.3

g. Penatalaksanaan
1) Saat kejang

17
2) Pemberian obat pada saat demam3
a) Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
b) Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral.
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun.
 Usia <6 bulan.

18
 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat celsius.
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat
badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat:
 Kejang fokal.
 Kejang lama >15 menit.
 Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-
50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat

19
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada
saat anak tidak sedang demam.
h. Edukasi pada orang tua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada
saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1) Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis
baik.
2) Memberitahukan cara penanganan kejang.
3) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4) Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.3
i. Prognosis
1) Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan
recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi
kejang lama.3
2) Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
a) Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
b) Usia kurang dari 12 bulan
c) Suhu tubuh kurang dari 39° C saat kejang
d) Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
e) Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

20
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.3
3) Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
a) Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
b) Kejang demam kompleks
c) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
d) Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu
tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.3
4) Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana
dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.3

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kania, N. Kejang Pada Anak. Disampaikan pada acara Siang Klinik Penanganan
Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12 Februari 2007.
2. Pusponegoro, Hardiono, Dwi Putro Widodo, Sofyan Ismail. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006.
3. IDAI. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta : 2016.
4. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.
5. Behrman, RE. Kliegman, RM. Arvio. Nelson Ilmu Kesehatan anak, Volume 3, Edisi
15. Jakarta: EGC. 2005.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Infomedika. 2007

22

Anda mungkin juga menyukai