Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh


berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Sebagian
besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya. Angka kematian masih tinggi,
berkisar 35%-50% dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20%-
40%). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus
dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas,
akan tetapi hanya ensefalitis herpes simplek dan varisela yang dapat diobati.1
Di Indonesia, kasus ensefalitis pada manusia telah banyak dilaporkan,
tetapi penyebab ensefalitis tersebut masih belum banyak terungkap karena
sulitnya diagnosis dan keterbatasan perangkat diagnostic yang dapat mendiagnosa
antigen dan antibody virus yang menyebabkan ensefalitis pada manusia.
Sementara itu, penyakit ensefalitis di Indonesia sangat dikaitkan erat dengan
infeksi virus Japanese B encephalitis..
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja
yangterkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti
dari istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti
meningoensefalitis.2
Terapi ensefalitis sendiri dilakukan secara suportif dan didasarkan atas
hasil pemeriksaan laboraturium yang dilakukan. Enam puluh persen penyebab
ensefalitis tidak diketahui, dari penyebab yang diketahui tersebut kira-kira 67%
berhubungan dengan penyakit infeksi pada anak. Ensefalitis mempunyai
komplikasi yang sangat kompleks dapat berupa retardasi mental, iritabel, emosi
tidak stabil, halusinasi bahkan epilepsi. Komplikasi yang terjadi tidak dapat
diketahui dengan pasti kapan akan bermanifestasi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
- Nama penderita : an. SAH
- Umur : 6 tahun 6 bulan
- Jenis kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Alamat : Lrg Penayah Simpang 4 Sipin
- Dikirim oleh :-
- BB : 25 Kg
- PB : 119 cm
- LK : 51 cm
- Nama Ayah : Tn.MH
- Umur : 44 tahun
- Pekerjaan : Swasta
- Nama Ibu : Ny.RA
- Umur : 40 tahun.
- Pekerjaan : PNS
- MRS tanggal : 12 Juni 2017

II. ANAMNESIS
Allo anamnesa dengan : Ibu dan ayah pasien
Tanggal : 14 Juni 2017
1. Keluhan utama : kejang
2. Keluhan tambahan : kejang, demam, penurunaan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang :
30 menit SMRS anak kejang di rumah selama >30 menit sampai
di IGD kejang belum berhenti, kejang tangan dan kaki, mata pasien
mendelik keatas serta lidah pasien tergigit, sebelum kejang pasien
demam sejak 1 hari yang lalu namun kejang belum timbul, kejang baru
timbul pada saat anak muntah, muntah berisikan makanan yang os

2
makan sebanyak satu gelas belimbing, darah (-), setalah kejang os juga
mengalami penurunan kesadaran. menggigil (-), bintik-bintik merah(-),
mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri telinga (-), nyeri sendi (-), batuk (-
), pilek (-), berkeringat malam hari (-) sesak nafas (-), muntah (-), BAK
dan BAB seperti biasa. Saat di ruangan IGD RS Raden Mataher anak
masih kejang, anak dalam keadaan penurunan kesadaran. Pada hari
senin dan selasa anak kembali kejang di ruangan HCU, dengan durasi
kejang<15 menit dan disertai dengan demam tinggi,serta anak masih
mengalami penurunan kesadaran. Os dirumah sudah minum
paracetamol untuk menurunkan panas dan obat anti kejang
4. Riwayat penyakit dahulu :
o Riwayat kejang sebelumnya ada pada usia 6 bulan-1 tahun kejang
tidak didahului atau disertai dengan demam. Kejang bisa sampai
setiap hari, sehari kejang bisa 4-5x dengan durasi <15 menit.
Pre Iktal : tidak ada gejala apapun,
Iktal : pandangan pasien kosong ke atas kedua tangan
tertekuk dan bergetar pasien tak merespon orang lain, lalu
pingsan dan terjatuh, kedua tangan gemeteran, mata melihat
ke atas, durasi 5-10 menit kemudian tertidur. Kepala tak
menoleh, mulut mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit
Post iktal: pasien tertidur 3-5 jam kemudian bangun dan
sadar seperti biasa.
diawali Demam (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), kepala pusing. mual (-), muntah (-), penurunan
nafsu makan (-), batuk pilek (-), nyeri menelan (-), sakit
telinga, telinga berair, terasa penuh, gatal (-), Perdarahan
pada gusi disangkal, darah (-) lendir (-).
o Kemudian Os kejang lagi pada usia 3 tahun kejang disertai dengan
demam tetapi kejang baru muncul ketika os muntah setelah kejang
os tertidur dan sadar kembali. Setiap os demam tinggi disertai
dengan muntah os mengalami kejang tetapi kalau tidak dengan
muntah os tidak mengalami kejang walaupun suhu os 390C

3
o Riwayat batuk dan pilek ada.
o Riwayat trauma tidak ada .
o Riwayat keluarga dengan epilepsi tidak ada
o Riwayat keluarga dengan batuk-batuk lama tidak ada.
o Riwayat dengan penurunan berat badan tidak ada

5. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat Penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

6. Riwayat Sosial Ekonomi:


Ayah bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu PNS. Penghasilan >
>2.500.000/bulan. Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan
ditanggung oleh ayah penderita.
Kesan Sosial Ekonomi: Cukup

III. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan, 36 minggu
Partus : Perabdominal
Tempat : RS
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 24-12-2010
BBL : 2800 gr
PB : 47 cm
2. Riwayat Makanan
Asi Eksklusif :+
Susu Botol/kaleng :+
Bubur Nasi :+
Nasi TIM/lembek :+
Nasi Biasa :+
Daging :+
Ikan :+

4
Telur :+
Tempe :+
Tahu :+
Buah dan Sayuran :+
3. Riwayat Imunisasi
BCG : Pada saat pasien umur 2 bulan
Polio : Pada saat pasien umur 2 bulan, 4 bulan dan
6 bulan
DPT : Pada saat pasien umur 2 bulan, 4 bulan dan
6bulan
Campak : Pada saat pasien umur 9 bulan dan 2 tahun
Hepatitis : Pada saat pasien baru lahir
Kesan : Imunisasi lengkap
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Nikah
Umur :-
Pendidikan : S1
Penyakit yang pernah diderita: tidak ada
Saudara : 3 saudara
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : sudah, pada saat pasien usia 9 bulan
Berbalik : sudah, pada saat pasien berumur 5 bulan
Tengkurap : sudah, pada saat pasien berumur 5 bulan
Merangkak : sudah, pada saat pasien berumur 7 bulan
Duduk : sudah, pada saat pasien usia 1 tahun 3
bulan
Berdiri : sudah pada saat pasien usia 1 tahun 6
bulan
Berjalan : sudah pada saat pasien usia 2 tahun
Berbicara : kata ayah atau ibu dan kata-kata perintah
Kesan : tidak sesuai
6. Riwayat Perkembangan Mental

5
Isap Jempol :-
Ngompol :+
Sering mimpi :-
Aktifitas :+
Membangkang :-
Ketakutan :-
7. Status gizi
BB : 25 Kg
PB : 119 cm
BB/PB : Normal (-2SD s/d +2SD)
BB/U : Gizi Baik (-2SD s/d +2SD)
PB/U : Normal (-2SD s/d +2SD)

8. Riwayat Penyakit yang pernah di derita


Parotitis :- Muntah berak :-
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung : -
Varicella :- Sendi bengkak : -
Thypoid :- Kecelakaan :-
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun :- Sakit kencing :-
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :+ Perut Kembung : -
Lumpuh :- Otitis Media :-
Batuk/pilek :+

6
2.1 Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 14 Juni 2017)
1. Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : GPO
GCS : EMV (2-3-3) = 8
2. Pengukuran
Tanda vital:Nadi : 134 X/menit, kualitas: kuat, reguler
Suhu : 36,1 OC
Respirasi : 23 X/menit, regular
TD : 110/65 mmHg
Berat badan : 25 kg
Panjang/tinggi badan : 119 cm
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangioma : Tidak ada
Turgor : cepat kembali < 2 detik
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : -

4. Kepala :
Bentuk : normosepal
Lain-lain : Ubun-ubun sedikit menonjol
a. Rambut :
Warna : Hitam
Tebal / tipis : tipis
Jarang / tidak (distribusi) : Tidak
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : -
b. Mata :
Palpebra : Tidak edem, tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis

7
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
Simetris : isokor +/+
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
c. Telinga :
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
d. Hidung :
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Lain-lain : -
e. Mulut :
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa sedikit kering , berwarna merah muda
Gusi : - tidak mudah berdarah
- Pembengkakan : Tidak ada
f. Lidah :
Bentuk : Simetris
Pucat : tidak
Tremor : tidak
Kotor : tidak
Warna : Bagian tengah agak putih, dan tepinya kemerahan
g. Faring :
Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada

8
h. Tonsil :
Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses / tidak : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Masa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
- Parotitis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada / paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada
Dispnea : Tidak ada
Pernapasan : Gerakan simetris
Bendungan vena : -
Sternum : ditengah
Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara napas dasar : Vesikuler
Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan tidak
ada wheezing
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba
Thrill : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

9
Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : Tidak ada
7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Simetris, kembung
Umbilikus : tidak menonjol
Petekie :-
Spider nevi :-
Turgor : cepat kembali
Lain-lain : -
Palpasi : nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muskular : -
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Masa : Tidak teraba
Ukuran : -
Lokasi : -
Permukaan : -
Konsistensi : -
Perkusi : Timpani / pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas :
Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak
ada edema

10
9. Neurologis
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan + + + +
Tonus N N N N
Klonus - - - -
+
Reflek fisiologis + + +
(bisep,trisep,patel
la)
Reflek patologis - - - -
(R.babinski)
Sensibilitas + + + +

10. Genitalia : Tidak ada kelainan


11. Anus : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin Tanggal 12 Juni 2017
WBC 13.483/mm3 MCV 80.5
RBC 4.95.106/mm3 MCH 25.7
HGB 12,7 L g/dl MCHC 319
HCT 39,8 L% RDW 15.3
PLT 287.103/mm3 MPV 11.6
PCT 0,333 Lymp 46,3%

Pemeriksaan elektrolit
Na 141.75 135-148
K 5.01 3,5-5,3
Cl 107,08 98-110
Ca 1,42 1,12-1,23

11
Tanggal : 13-06-2017
Darah : WBC 10.59 103/mm3
HGB 11,8 g/dL
RBC 4,69 juta/mm3
Trombosit : 157 103/mm3
Hematokrit : 36.4 %
Elektrolit :
- Natrium : 137,73 mEq/L (135-148 mEq/L)
- Kalium : 4.46 mEq/L (3,5-5,3 mEq/L)
- Clorida : 106,06 mEq/L (98-110 mEq/L)
Kimia Darah
Ureum : 55 mg/dl
Kreatinin : 1,1 mg/dl
V. PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium : DR, DDR, Elektrolit, GDS
Lumbal punksi
CT-Scan Kepala
Mantoux test
VI. DIAGNOSIS BANDING
Encephalitis
Meningoencephalitis
Malaria Falciparum
Meningitis (meningitis TB, bakteri, virus)
SOL (SDH, EDH, Intraserebral hematom)
VII. DIAGNOSA KERJA
Susp. Encephalitis + Epilepsi
VIII. TERAPI
- O2 3-4 l/i nasal kanul
- Pasang NGT
- IVFD RL 1500cc/24 jam
- Paracetamol inf 26 cc bila suhu >38.5
- Inj phenitoin 2x75 mg + NACL 0,9% (0.6cc)
- Inj Cefiriaxone 1x1gr dalam D5% 100 cc (habis dalam 1 jam)

12
- Diazepam 7,5 mg (1,5cc) bila kejang
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
15-06-2017
S Kejang(-), demam (-), penurunan kesadaran (+) pilek (+) batuk(+) sejak di
HCU
Paru : RH(+/+), Wh (-/-)
O Ku/Ks : tampak lemas / Sopor
N : 146 x / menit reguler, isi cukup
R : 23 x / menit
S : 37,90 C
TD: 121/73
A Susp. Ensefalitis+Epilepsi
P IVFD WIDA KDN 1500cc/24jam
Inj. Phenitoin drip 2x75mg dlm NACL 0,9% 100cc hbs selama 30 menit
Diet Cair 8x50cc
Inj Cefiriaxone 1x1gr dalam D5% 100 cc (habis dalam 1 jam)
Nebulizer NaCl 0,9 % 2cc + Ventolin
Obs. KU dan TTV
16-06-2017
S Kejang (-) demam (-) Pilek (+) Batuk (+)
O Ku/Ks : tampak lemas / Sopor
N : 110 x / menit reguler, isi cukup
R : 38 x / menit
S : 36,90 C
A Susp. Ensefalitis+Epilepsi
P IVFD WIDA KDN 1500cc/24jam
Inj. Phenitoin drip 2x75mg dlm NACL 0,9% 100cc hbs selama 30 menit
Diet Cair 8x50cc

13
Inj Cefiriaxone 1x1gr dalam D5% 100 cc (habis dalam 1 jam)
Nebulizer NaCl 0,9 % 2cc + Ventolin
Obs. KU dan TTV
17-06-2017
S Kejang (-) Demam (-) Pilek (+) Batuk (+)
Paru : RH(+/+), Wh (-/-)
O Ku/Ks : tampak lemas / Samnolen
N : 144 x / menit reguler, isi cukup
R : 29 x / menit
S : 35,50 C
TD: 136/114
A Susp. Ensefalitis+Epilepsi
P IVFD WIDA KDN 1500cc/24jam
Inj. Phenitoin drip 2x75mg dlm NACL 0,9% 100cc hbs selama 30 menit
Diet Cair 8x50cc
Inj Cefiriaxone 1x1gr dalam D5% 100 cc (habis dalam 1 jam)
Nebulizer NaCl 0,9 % 2cc + Ventolin
Obs. KU dan TTV

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Ensefsalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Penyebab
tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan
ensefalitis dengan gejala yang sama.3

II. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun
gejala klinisnya sama. Di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis,
tetapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan. Sesuai dengan jenis virus,
serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus :
I. Infeksi-infeksi Virus4
a) Infeksi virus yang bersifat epidemik :
Golongan Enterovirus : poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan Arbovirus : Japanese B encephalitis, St. Louis enchepalitis,
Western equine encephalitis, Eastern equine encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex,
Herpeszoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis
dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,
pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
II. Infeksi-infeksi Non virus
a) Riketsia : Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.

15
b) Mycoplasma pneumoniae : Terdapat interval beberapa hari antara gejala
tuberculosis dan bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik.
c) Bakteri : Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki
komponen-komponen ensefalitis.
d) Spirochaeta : Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis
e) Jamur : Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai
resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis,
moniliosis; koksidioidomikosis
f) Protozoa : Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp;
Acanthamoeba; Toxoplasma gondii.
g) Metazoa : Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis.

III. PATOGENESIS
Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen
penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik,
baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain.
Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke
dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada
stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis,
tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang,
terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke
susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung
dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi
jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus.
Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan
respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi,
kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah
mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta
gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat
yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya
perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik;

16
agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan
pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu
digunakan untuk keadaan lain.
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak
melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus.
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang
fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui
tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya
terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai
darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan
kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat
pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan
membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian
terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat
membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis.
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga
sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat
bila disebut sebagai meningoensefalitis. Virus-virus yang menyebabkan parotitis,
morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio
dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus
yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau
nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang
menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui
saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah
bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus)

17
dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP
virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular
inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak.
Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan
proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag
disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer. (Harsono, 1996).
Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan
hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan
herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk
dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama.

IV. FAKTOR RESIKO


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko yang lebih besar:
Umur : Dari jenis ensefalitis yang lebih umum atau lebih parah biasa
terjadi pada anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua.
Sitem kekebalan tubuh yang berkurang misalnya, karena AIDS atau HIV,
terapi kanker atau transplantasi organ, lebih rentan terhadap ensefalitis.
Geografis daerah : Mengunjungi atau tinggal di daerah negara di mana-
borne virus nyamuk akan meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
kegiatan Outdoor : Pekerjaan outdoor atau hobi udara terbuka, seperti
berkebun, jogging, golf atau burung menonton, ekstra hati-hati selama
wabah ensefalitis.
Musim tahun. Bulan-bulan musim panas yang hangat waktu perkawinan
utama burung dan nyamuk. Akibatnya, penyakit yang ditularkan nyamuk
cenderung lebih menonjol pada akhir musim.

V. DIAGNOSA1,3
1. Anamnesis
- Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia
- kesadaran bisa naik dan turun dengan cepat. Anak agak besar sering
mengeluh sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun

18
- kejang bersifat umum atau fokal,
- Mual dan muntah-muntah
- Pada bayi dan anak kecil bisa tanda-tanda kurang specifik, misalnya
mencret, batuk, pilek.

2. Pemeriksaan fisik
- Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan
kejang. Kejang dapat berupa status konvulsivus.
- Gejala peningkatan tekanan intrakranial : Muntah, Sakit kepala, Perubahan
kepribadian, Diplopia, Papil edema, Pembesaran lingkar kepala, Ubun ubun
besar membonjol, Trias Cushing : bradikardi, hipertensi, pernafasan
ireguler, Herniasi otak.
- Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper
motor neuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis dan klonus).

3. Pemeriksaan penunjang
- Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan jika
ada indikasi.
- Pungsi lumbal : pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bisa normal atau
menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang :
Peningkatan jumlah sel 50-200 / mm3
Hitung jenis didominasi sel limfosit
Protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
Glukosa normal
Diagnosis pasti mengisolasi virus dari LCS : yaitu didapatkan kenaikan titer
antibody yang spesifik terhadap virus penyebab.
- Pencitraan CT-Scan atau magnetic resonance imaging (MRI kepala)
menunjukkan gambaran edema otak baik umum maupun fokal.
- Pemeriksaan elektroensefalografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
sangat penting pada pasien dengan ensefalitis, walaupun didapatkan
gambaran yang normal pada beberapa pasien, umumnya didapatkan

19
gambaran perlambatan atau gelombang epileptiform baik umum maupun
fokal.

VI. TERAPI1
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa terapi
mengatasi kejang, hiperpireksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan
tekanan intrakranial. Pasien sebaiknya dirawat diruang rawat intensif. Pemberian
pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat antiepilepsi, kadang
diberikan kortikosteroid.
Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin atau
fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diatasi
dengan pemberian diuretik osmotik manitol 0,5-1 gr/kgBB atau furosemid
1mg/kgBB. Asiklovir dapat diberikan 10 mg/kgBB tiap 8 jam bila secara klinis
dicurigai disebabkan oleh virus herpes simplek.
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas
serta mencegah kontraktur.

20
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini telah dilaporkan anak perempuan usia 6 tahun, dengan berat
badan 25 kg dan panjang badan 119 cm. Pada anamnesis didapatkan 30 menit
SMRS anak kejang di rumah selama >15 menit, demam (+) disertain muntah. Saat
di ruangan IGD RS Raden Mataher anak masih kejang tangan dan kaki, anak
masih dalam keadaan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Penurunan kesadaran yang disebabkan
oleh infeksi terjadi akibat peradangan pada otak dan selaput pembungkus otak
(meningen) oleh mikroorganisme (bakteri, jamur), virus dan plasmodium seperti
pada meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis dan malaria falcifarum.
Sedangkan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh non infeksi antara lain
dapat berupa gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia) dan trauma
kapitis (perdarahan intraserebral, SDH, EDH) yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, serta keganasan.
Penyebab penurunan kesadaran pada pasien dalam laporan kasus ini dapat
disebabkan oleh kedua faktor tersebut diatas. Berdasarkan anamnesis, penurunan
kesadaran dari faktor infeksi yang di temukan pada pasien ini yaitu pasien
menderita demam selama 1 hari terus menerus, demam yang merupakan salah
satu manifestasi klinis yang timbul sebagai bentuk kompensasi sistem pertahanan
tubuh terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau virus.
Mikroorganisme atau virus masuk ke dalam tubuh manusia yang akhirnya
menimbulkan infeksi dapat melalui beberapa cara antara lain kontak langsung
dengan mikroorganisme, droplet melalui saluran pernapasan, atau secara
hematogen. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan rangsang meningeal
yang negatif
Rangsang menigeal yang negatif merupakan salah satu manifestasi klinis
dari Encephalitis. Pada ensefalitis terdapat trias klinik untuk membantu
menegakkan diagnosis yaitu demam, penurunan kesadaran dan kejang. Dari
anamnesis orangtua pasien menyatakan jika kedua mata anaknya sering kelihatan
melotot ke atas dengan pandangan yang kosong dan kedua tangan menekuk

21
diikuti dengan telapak kaki yang mengarah ke bawah, yang berlangsung >30
menit setelah itu kembali seperti biasa dan anaknya tidur kembali.
Pada pasien ini juga tidak menutup kemungkinan penurunan kesadaran,
dapat berhubungan dengan faktor non infeksi yaitu trauma kapitis.
Untuk membantu menegakkan diagnosa, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang antara lain untuk membantu menegakkan diagnosa meningitis dan
ensefalitis diperlukan lumbal pungsi, apusan darah tepi (DDR) untuk mengetahui
ada tidaknya plasmodium, CT-Scan kepala (intraserebral hematom, SDH, EDH).
Pemeriksaan darah rutin, glukosa darah dan elektrolit (penurunan kesadaran dan
kejang akibat gangguan elektrolit).
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien, diagnosa kerja sementara
adalah Susp. Ensefalitis, karena manifestasi klinis yang dijumpai pada pasien
lebih mendekati ke arah Ensefalitis.
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain nonmedikamentosa seperti
pemberian oksigen, pemasangan NGT, terapi cairan sesuai berat badan yaitu berat
badan ideal pasien diperoleh dari {usia dalam tahun x 2 x 8), berat badan ideal
pasien = 16,4 kg maka cairan maintenance yang diberikan {1000 ml + (BB-10) x
50 ml/kgBB/hr}, yaitu 1320 ml/hr = 13 tts/mnt. Kebutuhan Na 3-4 mEq/KgBB =
49,2-65mEq, kebutuhan K 1-2,5 mEq/kgBB = 16,4-41mEq, cairan yang diberikan
adalah KAEN 3A. Pemberian antibiotik ceftriaxone 1x100mg/kgBB/hr IV,
ceftriaxone merupakan antibiotik lini pertama dalam pengobatan meningitis dan
meningoensefalitis dan digunakan pada pasien tanpa riwayat alergi penicilin.
Insiden ensefalitis pada anak-anak 0,5 : 100.00. Berdasarkan Journal
Neurosurgery Psychiatry dan Pedoman Pelayanan medis IDAI, manifestasi klinis
yang menyertai ensefalitis adalah, demam tinggi, sakit kepala, depresi status
mental, tanda neurologis pada wajah, dengan tipe kejang umum atau fokal,
penurunan kesadaran dan sering disertai leukositosis pada pemeriksaan darah.1,8
Sesuai pada kasus ini, gejala klinis yang muncul pada yaitu, kejang 1 kali dalam
24 jam, durasi kejang pertama dan kedua >30 menit, dengan tipe kejang tonik-
klonik dan disertai dengan demam tinggi, anak juga mempunyai riwayat demam
tinggi yang mendadak disertai kejang 2x dalam satu kali 24 jam, setiap kejang
durasi selama <15 menit, tipe kejang fokal dan terjadi penurunan kesadaran. Di

22
tambah lagi riwayat penyakit dahulu pada usia 6 bulan anak pernah kejang 4-5x
dalam satu kali 24 jam, setiap kejang durasi selama <15 menit, kejang hanya pada
tangan dan kaki kiri, anak juga mengalami penurunan kesadaran.
Menurut kepustakaan gejala klinis dari meningoensefalitis hampir sama
dengan ensefalitis, hanya saja pada meningitis sering dijumpai tanda-tanda
rangsangan meningeal.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 14 juni 2017
didapatkan: keadaan umum lemah, kesadaran samnolen. Pada pengukuran tanda
vital nadi 134 x/menit kuat regular, suhu 36.1OC, respirasi 23 x/menit regular.
Kulit kering dan hangat, tidak ditemukan ikterik pada sklera, serta thoraks dan
abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk. Refleks fisiologis dalam batas
normal dan tidak ditemukan adanya refleks patologis.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12 Juni 2017
didapatkan peningkatan sel darah putih yaitu 13.4 103/mm3 dan terjadi penigkatan
fungsi hati, fungsi ginjal. sedangkan pada pemeriksaan elektrolit, kreatinin dalam
batas normal. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis biasanya
menunjukkan hasil dalam batas normal. Elektrolit serum biasanya dalam batas
normal kecuali terdapat komplikasi berupa syndrome of inappropriate of
antidiuretic hormone (SIADH). Pemeriksaan elektrolit urin harus dilakukan
apabila terdapat dugaan terhadap SIADH. Skrining toksikologi serum dan urin
dapat dilakukan apabila terdapat indikasi. Pemeriksaan penunjang lain pada kasus
ini nerupa pemeriksaan CT-Scan kepala yang dilakukan pada tanggal 16 juni 2017
didapatkan hasil kesan Meningoensefalitis.
Untuk menegakkan secara pasti diagnosa ensefalitis sebaiknya dilakukan
fungsi lumbal, pada kasus ini tidak dilakukan fungsi lumbal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis dalam:


Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.
2010. 67-69.
2. Pusponegoro HD, dkk. Ensefalitis dalam: Standar pelayanan medis
kesehatan anak. Edisi 1. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2004. 198-199
3. Schwartz MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta. EGC. 2002. 203-204
4. Orenstein DM. Meningiensefalitis virus Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin
editor. Nelson, ilmu kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 880-883
5. Pusponegoro HD, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta.
Badan Penerbit IDAI. 2006
6. Journal American Accademy of Pediatric febrile seizure 2008
7. Dadiyanto DW, Muryawan H, S Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan.
Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 2011
8. Tim adaptasi indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
WHO. Jakarta.
9. Standar Prosedur Operasional. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Rumah
Sakit Pendidikan RSUD Raden Mattaher.

24
25

Anda mungkin juga menyukai