SINDROM NEFROTIK
Oleh:
1261050024
Pembimbing:
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
periode 9 Mei – 21 Juli 2018 dengan judul “Sindrom Nefrotik” yang disusun
oleh :
NIM : 1261050024
Menyetujui,
2
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per
100.000 anak dan paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia 3 hingga 5
tahun. Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer dan
sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.(1,2)
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika dibanding
dengan angka kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan sindrom
nefrotik pada anak adalah sindrom nefrotik primer. Sindrom nefrotik primer dapat
dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan histopatologinya.(3)
3
BAB II
PRESENTASI KASUS
Nama Mahasiswa :Roberto Daniel H.H
Pembimbing :Dr. Charles Antoni S.,M.Kes,Sp.A
NIM : 1261050024
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 2 Tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Mangga RT 3 RW 19 Jatimakmur Pondok Gede
Tanggal masuk RS : 28 Mei 2018
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. M Nama : Ny.H
Umur : 40 tahun Umur : 38 tahun
Alamat: Bekasi Alamat: Bekasi
Pekerjaan :Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Suku Bangsa :Jawa Suku Bangsa :Jawa
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
4
B.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Seorang anak laki-laki berumur 2 tahun 11 bulan datang ke IGD RSUD Kota
Bekasi dengan bengkak pada kelopak mata, pipi, tangan dan kaki 3 hari SMRS.
.Bengkak dirasakan sepanjang hari dan semakin lama semakin bengkak. Awalnya
pasien demam naik turun 3 hari SMRS, kemudian bengkak muncul pertama kali
pada kaki, tangan, kelopak mata dan pipi. Orang tua pasien mengatakan pasien
kencing sedikit, berwarna keruh seperti teh dan perut membuncit. Sebelumnya
pasien sempat dirawat dengan keluhan yang sama 3 bulan lalu, dokter mengatakan
pasien menderita sindrom nefrotik. Pasien sudah tidak rutin kontrol lagi ke poli
mengenai penyakitnya. Belum BAB >2 hari, batu (-), pilek (-).
5
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran:Pasien lahir secara sectio caesaria,
neonatus aterm dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : umur 7 bulan ( Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental :-
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 1 tahun (Normal: 13 bulan)
Bicara : 1 tahun (Normal: 9-12 bulan)
Sekarang pasien tidak ada masalah dalam interaksi sosial dan kegiatan
sekolah.
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak ada tanda-tanda
perlambatan dari perkembangan pasien.
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur Buah / Bubur Nasi
ASI/PASI
(bulan) Biskuit Susu Tim
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
5–6 ASI + PASI + + -
6 – 12 Susu formula + PASI + + -
6
Kesimpulan riwayat makanan: pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir, tidak
ada kesulitan makan dan pasien telah diberikan makanan pendamping asi sejak
usia 6 bulan.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang sama seperti pasien
7
J. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswastadengan penghasilan
+Rp.7.000.000/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga.
Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Normal
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 12 kg
TinggiBadan : 92 cm
Lingkar lengan atas :-
Status Gizi
- BB/U : <2SD Sampai >-2SD Z score = Gizi baik
- TB/U : <2SD Sampai >-2SD Z score = Normal
- BB/TB : <2SD Sampai >-2SD Z score = Normal
Berdasarkan standar baku WHO gizi anak termasuk dalam gizi normal
8
Tanda Vital
STATUS GENERALIS:
KEPALA : Normocephali, cekung (-), kelainan kulit kepala (-)
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
WAJAH : wajah simetris, edema (+) pada pipi dan palpebra inferior, luka
atau jaringan parut (-)
MATA :Alis mata merata, madarosis (-), air mata (+), palpebral cekung -/-,
bulu mata hitam merata, konjungtiva anemis +/+, ptosis -/- , sclera ikterik -/-,
pupil bulatisokor, refleks cahaya +/+.
TELINGA :
Bentuk : normotia
Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/-
Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+
Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/-
Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG:
Bentuk : simetris
Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/-
Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
9
Konka eutrofi :-/-
BIBIR : mukosa berwarna pucat, kering (+),sianosis (-)
MULUT : trismus(-),tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-),
tremor (-), coated tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran
tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah
THORAKS :Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-
),retraksi suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
subcostal (-)
JANTUNG
- Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus kordis tidak teraba
- Perkusi :
a) batas kanan jantung : linea parasternal dextra
b) batas jantung kiri : linea midclavicula sinistra setinggi ICS 4
- Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, gallop (-), murmur (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak
ada bagian yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
retraksi suprastrenal (-), retraksi intercostals (-), retraksi
subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan
dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-) , wheezing (-/-)
10
ABDOMEN :
Inspeksi : tampak buncit, benjolan (-), tidak dijumpai adanya
efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput
(-).
Palpasi : tegang, hepar teraba ± 4 cm di bawah arcus costae, tepi
tajam, permukaan licin, konsistensi lunak & lien tidak
teraba, undulasi + , asites +
Perkusi : timpani, Pekak pada abdomen bagian kanan atas dan
abdomen bagian kiri, pekak sisi + dan berubah saat pasien
posisi miring.
Auskultasi :bising usus (+), 3x per menit
GENITALIA : tanda pubertas (+), tanda radang (-), edema (-), skrotum edema
(+)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
STATUS NEUROLOGIS
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
11
Achiles + +
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
Nervus kranialis: tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT :warna putih, pucat (-),ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik, pengisian
kapiler kurang dari 2 detik, peteckie (-), purpura (-),
HEMATOLOGI
Kimia Klinik
12
Protein total 3.77 g/dL 6.6-8.0
Urine lengkap
PH 6.0 5.0-8.0
Mikroskopis
13
Gambar 1.1 Keadaan pasien di IGD
IV. RESUME
14
Hasil penting dari pemeriksaan penunjang:
Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan
Darah Rutin Rutin
Hemoglobin 10.8 g/dL 13-17.5
Hematokrit 31.9 % 40-54
Kimia Klinik
Albumin 1.40 g/dL 3.5-4.5
Urinalisa
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Darah samar (+) Negative
Albumin ++ Negative
Eritrosit 5-10 /LPB <2
Bakteri +1 Negative
Epitel Gepeng + /LPB Positive
Radiologi
Thorax PA Kesan: Kardiomegali tanpa bendungan paru
USG Abdomen :Hepatosplenomegali, Koleksi cairan bebas di retrovesika,
Vesikolithiasis, USG organ intraabdomen lain saat ini tidak tampak
V. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom nefrotik + Hipoalbumin
VII. PENATALAKSANAAN
15
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai
keadaan pasien.
B. Medika Mentosa
IVFD Kaen 3A 1000cc/hari
Ampicillin 3 x 300mg
Lasix 2 x 5mg
Albumin 100cc
PCT 3 x 5ml
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Follow up
Tgl S O A P
29/5/18 Masih - KU: TSS, CM Sindrom IVFD Kaen
bengkak - TD: 120/80 Nefrotik+ 3A
dan - N: 98 x/m Hipoalbumin 1000cc/hari
demam - S: 38,3C Ampicillin 3
hilang - R: 24x/menit x 300mg
timbul. - Normosefali Lasix 2 x
Pipis - Mata: ca -/-, si -/-, 5mg
sudah cekung -/-, edema + Albumin
tidak palpebral -/- 100cc
keruh - Mulut: sianosis -, PCT 3 x 5ml
kering -
- Thoraks: w -/-. rh -/-;
16
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Abdomen: Tampak
buncit, Turgor baik,
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema +
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 260 cc
- Output urin : 750cc
- IWL: 324
- Balance : +236
30/5/18 Bengkak - TSS, CM Sindom Nefrotik IVFD Kaen
pada - TD : 115/75 + Hipoalbumin 3A
kelopak - N: 100 x/m 1000cc/hari
mata - S: 37.1C Ampicillin 3
,tangan, - R: 224x/menit x 300mg
dan kaki - Normosefali Lasix 2 x
sudah - Mata: ca -/-, si -/-, 5mg
berkuran cekung -/-, edema + Albumin
g, sudah palpebral -/- 100cc
tidak - Mulut: sianosis -, PCT 3 x 5ml
demam, kering -
pipis - Thoraks: w -/-. rh -/-;
banyak,
17
masih BJ 1&2 reg, m -, g -
belum - Abdomen: Tampak
BAB buncit, Turgor baik,
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema +
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 240 cc
- Output urin : 600cc
- IWL: 324
- Balance : +286
LAB:
Kimia klinik
Protein total: 4.41g/dL
Albumin: 2.43g/dL
31/3/18 Bengkak - TSS, CM, -leukimia IVFD Kaen
pada - TD : 115/75 mmHg - 3A
kaki dan - N: 104 x/m hiperleukositosi 1000cc/hari
tangan - S: 36.4C s Ampicillin 3
sudah - R: 34x/menit - trombositopeni x 300mg
membai - Normosefali Lasix 2 x
k, - Normosefali 5mg
namun - Mata: ca -/-, si -/-, Albumin
perut
18
masih cekung -/-, edema 100cc
buncit palpebral -/- PCT 3 x 5ml
- Mulut: sianosis -,
kering -
- Thoraks: w -/-. rh -/-; Boleh pulang
BJ 1&2 reg, m -, g - Obat pulang:
- Abdomen: Tampak Predinson 5mg
buncit, Turgor baik, 2-2-1
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema -
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 240 cc
- Output urin : 700cc
- IWL: 324
Balance : +266
19
BAB III
ANALISA KASUS
20
.
Pada pemeriksaan albumin darah tanggal 30 mei 2018 didapatkan
peningkatan kadar albumin menjadi 2.43 g/dL. Edema pada pipi, kaki dan tangan
sudah berkurang, pasien dinyatakan untuk rawat jalan serta diberikan obat
prednison 5mg diminun 2-2-1/ Hari. Tujuan steroid diberikana karena memiliki
efek langsung terhadap podosit untuk mempercepat proses recovery barier
filtrasii glomerulus.
21
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi1
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
2.2 Klasifikasi2
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik
terdiri dari:
Minimal Changes Nephrotic Syndrome (MCNS)
Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)
Mesangial Proliferative Diffuse (MPD)
Membranoploriferative Glomerulonephritis (MPGN)
Membranous Nephropathy (MN)
2.3 Batasan3
Batasan yang digunakan pada sindrom nefrotik :
Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma nefrotik 4
1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu
22
(SNSS) dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
2.4 Patofisiologi1,3
Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia.
Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem
imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9
(gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS).
Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi kunci gen koding
protein podosit antara lain inter alia NPHS1, NPHS2, CD2AP, TRCP6 dan
ACTN4.7
1) Edema6
Edema merupakan manifestasi klinik yang pertama kali muncul pada pasien-
pasien dengan sindrom nefrotik. Biasanya, muncul edema ringan dan muncul di
23
tempat-tempat tertentu seperti di daerah periorbital pada pagi hari yang menjadi
lebih luas jika pasien beraktivitas. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan
onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan intravaskular berpindah ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan
albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai
akibatnya, volume cairan intravaskular berkurang sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH)
dan sekresi aldosteron yang menyebabkan retensi natrium dan air dan terjadinya
edema. Pada tingkat yang lebih parah, edema dapat menyebabkan berbagai gejala
yang berhubungan dengan asites, efusi pleura, dan edema scrotal atau vulva.
2) Hipoalbuminemia3
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak
terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada
keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg)
dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat
hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan
hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit
di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini
mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.
3) Proteinuria
Protenuria sebagia besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian
kecil dari sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus
24
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui
membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (
suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.7
4) Hiperkolesterolemia3
Tingkat kolesterol dalam darah pada pasien steroid-responsive NS dapat
ditemukan dalam kadar yang tinggi (kolesterol level serum ≥300-500 mg/dL).
Peningkatan kolestrol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL),trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer. Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan perubahan
tekanan onkotik.
25
Proteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4.
Pemeriksaan kuantitatif menunjukan hasil dengan batasan 1-10g/hari.
Proteinuria pada SN didefinisikan >50mg/kg/hari atau >40mg/m2 LPB/jam.
Jumlah protein yang diekskresikan dalam urin tidak mencerminkan kuantitas
protein yang melewati glomerular basement membrane (GBM) karena
sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal. Biasanya pada SN
resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung albumin tapi
juga protein lain engan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini dilihat pada
polyacrylamide gel electrophoresis dan dihitung dengan alat indeks
selektivitas.
3. Pemeriksaan darah3
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
Albumin
Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat. Proteinemia
<50g/L terjadi pada 80% pasien dan <40g/L pada 40% pasien. Konsentrasi
albumin menurun <20g/L hingga 10g/L.
Kolestrol serum
Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolestrol, trigliserida dan
lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya akitivitas
lipase lipoprotein.
Elektrolit serum
Kadar natrium yang rendah berkaitan dengan dilusi yang disebabkan hipovolemia
dan sekresi hormon antidiuretik yang terganggu. Kalium dapat meningkat pada
pasien oliguria.
Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin
26
Kadar blood urea nitrogen dapat normal atau sedikit meningkat, anemia dengan
mikrositosis bias terjadi dan berhubungan dengan kehilangan siderophilin melalui
urin.
2.7 Komplikasi1,5
Komplikasi pada sindrom nefrotik dapat berasal dari penyakitnya sendiri ataupun
sekunder dari pengobatannya. Lima komplikasi utama yang berhubungan dengan
sindrom nefrotik idiopatik pada anak adalah infeksi, tromboembolisme, gangguan
ginjal, anasarka, hipovolemia dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan sindrom
nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk menderita infeksi
bakteri karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin,
kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema
atau asites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi,
walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin
terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga
ditemukan sebagai penyebab.
27
Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan
isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Pasien dengan gambaran klinis dan laboratorium konsisten Pasien secara klinis dan atau
dengan perubahan minimal sindrom nefrotik gambaran laboratorium
mengindikasikan lesi glomerulus
dibandingkan perubahan minimal
Diterapi dengan predinison pada dosis 60mg/m2/hari sindrom nefrotik
dalam beberapa dosis (dosis maksimal 80mg/hari)
28
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid
B. Pengobatan relaps
Skema pengobatan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN
remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.
29
Gambar 3: Pengobatan SN relaps
30
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek
samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitis rash, dan
neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral
dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal , maupun secara intravena
atau puls. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang
dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls
diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA
puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum
tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah
tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila
jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL,
obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL,
hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai
dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan
dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil
pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi
31
Gambar 4: Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral
Keterangan:
Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
kemudian dilajutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40mg/m2 LPB/hari dan
siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis tunggal selama 8 minggu
32
relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian
CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.
33
dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA
oral dan puls.
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.
Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial.
Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:
o Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL
o Kadar kreatinin darah berkala.
o Biopsi ginjal setiap 2 tahun.
3. Metilprednisolon puls
Pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison
oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30
mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%,
diberikan dalam 2-4 jam.
34
ke -
B) Diuretik(1)
Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan furosemid 1-3
mg/KgBB/hari, bila perlu kombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/KgBB/hari.
35
Jika pemberian diuretik tidak berhasil, maka dapat deberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid IV 1-2 mg/KgBB.
2.11 Prognosis(10)
Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik tergantung dari tipe histopatologinya.
Pasien dengan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih
36
tinggi untuk terjadinya End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan
pasien dengan Diffuse Mesangial Proliferasion (DMP) sebanyak 50% dan
Minimal Change Disease (MCD) sebanyak 4,9%.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin
Pediatr 11 : 158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic
syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease :
Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive
Clinical Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi
anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta :
Universitas Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E,
editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas
Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981.
The primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients
with minimal change nephrotic syndrome from initial response to
prednison. J Pediatr 98 : 561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier
RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little,
Brown and Company pp. 681-726.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002
Mar 18] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September 16,
2002 at 08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children.
Up To Date 2000; 8.
38
39