Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT

SINDROM NEFROTIK

Oleh:

Roberto Daniel Halomoan Hutapea

1261050024

Pembimbing:

Dr. Charles Antoni S.,M.Kes,Sp.A

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi

Periode 9 Mei – 21 Juli 2018

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
periode 9 Mei – 21 Juli 2018 dengan judul “Sindrom Nefrotik” yang disusun
oleh :

Nama : Roberto Daniel H H

NIM : 1261050024

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing : Dr. Charles Antoni S.,M.Kes,Sp.A

Menyetujui,

(Dr. Charles Antoni S.,M.Kes,Sp.A)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan


proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Umumnya,
sindrom nefrotik disebabkan oleh adanya kelainan glomerulus yang dapat
dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder. Istilah sindroma nefrotik primer
dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik, karena penyebab terjadinya
gejala yang tidak diketahui secara pasti. Selain idiopatik, sindrom nefrotik dapat
juga disebabkan oleh gangguan sistemik lain yang menyebabkan kerusakan ginjal
atau yang disebut juga dengan sindrom nefrotik sekunder.(1)

Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per
100.000 anak dan paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia 3 hingga 5
tahun. Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer dan
sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.(1,2)

Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika dibanding
dengan angka kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan sindrom
nefrotik pada anak adalah sindrom nefrotik primer. Sindrom nefrotik primer dapat
dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan histopatologinya.(3)

3
BAB II
PRESENTASI KASUS
Nama Mahasiswa :Roberto Daniel H.H
Pembimbing :Dr. Charles Antoni S.,M.Kes,Sp.A
NIM : 1261050024
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 2 Tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Mangga RT 3 RW 19 Jatimakmur Pondok Gede
Tanggal masuk RS : 28 Mei 2018
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. M Nama : Ny.H
Umur : 40 tahun Umur : 38 tahun
Alamat: Bekasi Alamat: Bekasi
Pekerjaan :Wiraswasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Suku Bangsa :Jawa Suku Bangsa :Jawa
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

2.2. RIWAYAT PENYAKIT


A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Tn.H (Ibu kandung pasien).
Keluhan utama : Bengkak pada pipi, kelopak mata, tangan dan perut
Keluhan tambahan : BAK keruh seperti teh, demam, perut membuncit

4
B.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Seorang anak laki-laki berumur 2 tahun 11 bulan datang ke IGD RSUD Kota
Bekasi dengan bengkak pada kelopak mata, pipi, tangan dan kaki 3 hari SMRS.
.Bengkak dirasakan sepanjang hari dan semakin lama semakin bengkak. Awalnya
pasien demam naik turun 3 hari SMRS, kemudian bengkak muncul pertama kali
pada kaki, tangan, kelopak mata dan pipi. Orang tua pasien mengatakan pasien
kencing sedikit, berwarna keruh seperti teh dan perut membuncit. Sebelumnya
pasien sempat dirawat dengan keluhan yang sama 3 bulan lalu, dokter mengatakan
pasien menderita sindrom nefrotik. Pasien sudah tidak rutin kontrol lagi ke poli
mengenai penyakitnya. Belum BAB >2 hari, batu (-), pilek (-).

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN


1. Susunan Keluarga :Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Morbiditas Hipertensi (-), diabetes
kehamilan mellitus (-), anemia (-),
penyakit jantung (-), penyakit
KEHAMILAN paru (-), infeksi pada
kehamilan (-), asma (-)
Perawatan antenatal Kontrol rutin satu kali sebulan
ke bidan selama hamil,
KELAHIRAN Tempat persalinan RSUD Bekasi
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Sectio Caesaria

Masa gestasi Lebih Bulan (38 minggu)


Berat lahir : 3000 gram
Panjang lahir : 47 cm
Lingkar kepala : tidak tahu
Keadaan bayi
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)

5
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran:Pasien lahir secara sectio caesaria,
neonatus aterm dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : umur 7 bulan ( Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental :-
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 1 tahun (Normal: 13 bulan)
Bicara : 1 tahun (Normal: 9-12 bulan)
Sekarang pasien tidak ada masalah dalam interaksi sosial dan kegiatan
sekolah.
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak ada tanda-tanda
perlambatan dari perkembangan pasien.

E. RIWAYAT MAKANAN
Umur Buah / Bubur Nasi
ASI/PASI
(bulan) Biskuit Susu Tim
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
5–6 ASI + PASI + + -
6 – 12 Susu formula + PASI + + -

6
Kesimpulan riwayat makanan: pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir, tidak
ada kesulitan makan dan pasien telah diberikan makanan pendamping asi sejak
usia 6 bulan.

F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.

G. RIWAYAT KELUARGA
a. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang sama seperti pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (+)3 Tahun
DBD (-) Kejang (+) 1 tahun Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN


Lingkungan tempat tinggal pasien bersih dan tertata rapi
Kesimpulan keadaan lingkungan:lingkungan perumahan pasien baik

7
J. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswastadengan penghasilan
+Rp.7.000.000/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga.
Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 28 Mei 2018)

A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : Normal
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 12 kg
TinggiBadan : 92 cm
Lingkar lengan atas :-
Status Gizi
- BB/U : <2SD Sampai >-2SD Z score = Gizi baik
- TB/U : <2SD Sampai >-2SD Z score = Normal
- BB/TB : <2SD Sampai >-2SD Z score = Normal
Berdasarkan standar baku WHO gizi anak termasuk dalam gizi normal

8
Tanda Vital

Tekanan Darah :120/75 mmHg


Nadi : 104 x / menit
Nafas : 26x /menit
Suhu : 36,7°C

STATUS GENERALIS:
KEPALA : Normocephali, cekung (-), kelainan kulit kepala (-)
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
WAJAH : wajah simetris, edema (+) pada pipi dan palpebra inferior, luka
atau jaringan parut (-)
MATA :Alis mata merata, madarosis (-), air mata (+), palpebral cekung -/-,
bulu mata hitam merata, konjungtiva anemis +/+, ptosis -/- , sclera ikterik -/-,
pupil bulatisokor, refleks cahaya +/+.

TELINGA :
Bentuk : normotia
Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/-
Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+
Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/-
Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG:
Bentuk : simetris
Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/-
Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-

9
Konka eutrofi :-/-
BIBIR : mukosa berwarna pucat, kering (+),sianosis (-)
MULUT : trismus(-),tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-),
tremor (-), coated tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran
tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah
THORAKS :Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-
),retraksi suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
subcostal (-)
JANTUNG
- Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus kordis tidak teraba
- Perkusi :
a) batas kanan jantung : linea parasternal dextra
b) batas jantung kiri : linea midclavicula sinistra setinggi ICS 4
- Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, gallop (-), murmur (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak
ada bagian yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
retraksi suprastrenal (-), retraksi intercostals (-), retraksi
subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan
dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-) , wheezing (-/-)

10
ABDOMEN :
Inspeksi : tampak buncit, benjolan (-), tidak dijumpai adanya
efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput
(-).
Palpasi : tegang, hepar teraba ± 4 cm di bawah arcus costae, tepi
tajam, permukaan licin, konsistensi lunak & lien tidak
teraba, undulasi + , asites +
Perkusi : timpani, Pekak pada abdomen bagian kanan atas dan
abdomen bagian kiri, pekak sisi + dan berubah saat pasien
posisi miring.
Auskultasi :bising usus (+), 3x per menit
GENITALIA : tanda pubertas (+), tanda radang (-), edema (-), skrotum edema
(+)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :

Akral hangat, capilary refill time < 2 detik, udem (+).

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

11
Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
Nervus kranialis: tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT :warna putih, pucat (-),ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik, pengisian
kapiler kurang dari 2 detik, peteckie (-), purpura (-),

TULANG BELAKANG: bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-),


ruam (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tangga 28 Mei2018:
Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan

HEMATOLOGI

Darah Rutin DHF

Leukosit 9.8 ribu/uL 5-10

Hemoglobin 10.8 g/dL 11-14.5

Hematokrit 31.9 % 40-54

Trombosit 291 Ribu/microL 150-400

Kimia Klinik

12
Protein total 3.77 g/dL 6.6-8.0

Albumin 1.40 g/dL 3.5-4.5

Globulin 2.37 g/dL 1.5-30

URINALISIS 29 Mei 2018

Urine lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Agak Keruh Jernih

Glukosa Negative Negative

Bilirubin Negative Negative

Keton Negative Negative

PH 6.0 5.0-8.0

Berat jenis 1.015 1.005-1.030

Albumine Urine Positif 2 (++) Negative

Urobilinogen 0.2 E.U/dL 0.1-1

Nitrit Negative Negative

Darah samar Positif 1 (+) Negative

Esterase Lekosit Negative Negative

Mikroskopis

Leukosit 0.5 /LPB <5

Eritrosit 5-10 /LPB <2

Epitel Gepeng + /LPB Positive

Silinder Granula + /LPK Negative

Kristal Negative Negative

Bakteri Possitif 1(+) Negative

Lain-lain Negative /LPB Negative

13
Gambar 1.1 Keadaan pasien di IGD

IV. RESUME

Dari anamnesis didapatkan:


Seorang anak laki-laki berumur 2 tahun 11 bulan datang ke IGD RSUD Kota
Bekasi dengan bengkak pada kelopak mata, pipi, tangan dan kaki 3 hari SMRS.
.Bengkak dirasakan sepanjang hari dan semakin lama semakin bengkak. Awalnya
pasien demam naik turun 3 hari SMRS, kemudian bengkak muncul pertama kali
pada kaki, tangan, kelopak mata dan pipi. Orang tua pasien mengatakan pasien
kencing sedikit, berwarna keruh seperti teh dan perut membuncit. Sebelumnya
pasien sempat dirawat dengan keluhan yang sama 3 bulan lalu, dokter mengatakan
pasien menderita sindrom nefrotik. Pasien sudah tidak rutin kontrol lagi ke poli
mengenai penyakitnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Gizi normal, compos mentis, TSS,Tekanan
Darah 120/75 mmHg, Nadi 104 x / menit, Nafas 26x /menit, Suhu 36,7°C. Pada
wajah terdapat edema pada pipi dan palpebra inferior, pada pemeriksaan
Abdomen tampak buncit, hepar teraba membesar ± 4 cm di bawah arcus costae,
undulasi +, pekak sisi +. Skrotum edema + Pada pemeriksaan ektremitas terdapat
edema +.

14
Hasil penting dari pemeriksaan penunjang:
Nama tes Hasil Unit Nilai rujukan
Darah Rutin Rutin
Hemoglobin 10.8 g/dL 13-17.5
Hematokrit 31.9 % 40-54
Kimia Klinik
Albumin 1.40 g/dL 3.5-4.5

Urinalisa
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Darah samar (+) Negative
Albumin ++ Negative
Eritrosit 5-10 /LPB <2
Bakteri +1 Negative
Epitel Gepeng + /LPB Positive

Silinder Granula + /LPB Negative

Radiologi
Thorax PA Kesan: Kardiomegali tanpa bendungan paru
USG Abdomen :Hepatosplenomegali, Koleksi cairan bebas di retrovesika,
Vesikolithiasis, USG organ intraabdomen lain saat ini tidak tampak

V. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom nefrotik + Hipoalbumin

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Fungsi ginjal
- Profil lipid
- Elektrolit

VII. PENATALAKSANAAN

15
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai
keadaan pasien.
B. Medika Mentosa
 IVFD Kaen 3A 1000cc/hari
 Ampicillin 3 x 300mg
 Lasix 2 x 5mg
 Albumin 100cc
 PCT 3 x 5ml

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Follow up

Tgl S O A P
29/5/18 Masih - KU: TSS, CM Sindrom  IVFD Kaen
bengkak - TD: 120/80 Nefrotik+ 3A
dan - N: 98 x/m Hipoalbumin 1000cc/hari
demam - S: 38,3C  Ampicillin 3
hilang - R: 24x/menit x 300mg
timbul. - Normosefali  Lasix 2 x
Pipis - Mata: ca -/-, si -/-, 5mg
sudah cekung -/-, edema +  Albumin
tidak palpebral -/- 100cc
keruh - Mulut: sianosis -,  PCT 3 x 5ml
kering -
- Thoraks: w -/-. rh -/-;

16
BJ 1&2 reg, m -, g -
- Abdomen: Tampak
buncit, Turgor baik,
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema +
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 260 cc
- Output urin : 750cc
- IWL: 324
- Balance : +236
30/5/18 Bengkak - TSS, CM Sindom Nefrotik  IVFD Kaen
pada - TD : 115/75 + Hipoalbumin 3A
kelopak - N: 100 x/m 1000cc/hari
mata - S: 37.1C  Ampicillin 3
,tangan, - R: 224x/menit x 300mg
dan kaki - Normosefali  Lasix 2 x
sudah - Mata: ca -/-, si -/-, 5mg
berkuran cekung -/-, edema +  Albumin
g, sudah palpebral -/- 100cc
tidak - Mulut: sianosis -,  PCT 3 x 5ml
demam, kering -
pipis - Thoraks: w -/-. rh -/-;
banyak,

17
masih BJ 1&2 reg, m -, g -
belum - Abdomen: Tampak
BAB buncit, Turgor baik,
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema +
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 240 cc
- Output urin : 600cc
- IWL: 324
- Balance : +286
LAB:
Kimia klinik
Protein total: 4.41g/dL
Albumin: 2.43g/dL
31/3/18 Bengkak - TSS, CM, -leukimia  IVFD Kaen
pada - TD : 115/75 mmHg - 3A
kaki dan - N: 104 x/m hiperleukositosi 1000cc/hari
tangan - S: 36.4C s  Ampicillin 3
sudah - R: 34x/menit - trombositopeni x 300mg
membai - Normosefali  Lasix 2 x
k, - Normosefali 5mg
namun - Mata: ca -/-, si -/-,  Albumin
perut

18
masih cekung -/-, edema 100cc
buncit palpebral -/-  PCT 3 x 5ml
- Mulut: sianosis -,
kering -
- Thoraks: w -/-. rh -/-; Boleh pulang
BJ 1&2 reg, m -, g - Obat pulang:
- Abdomen: Tampak Predinson 5mg
buncit, Turgor baik, 2-2-1
undulasi +, pekak sisi
+ bising usus+,
3x/min, hepar teraba 4
cm dibawah arcus
costa
- Ekstremitas: akral
hangat +, CRT <2
detik, edema -
- Status neurologis (N)
- Balance cairan:
- Input IVFD: 1050ml
- Input oral: 240 cc
- Output urin : 700cc
- IWL: 324
Balance : +266

19
BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
keluhan berupa bengkak pada kaki, tangan,pipi dan kelopak mata. Pasien
memiliki riwayat dirwat 3 bulan sebelumnya dengan sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema pada kaki, tangan, pipi, palpebra inferior, dan
skrotum. Pada pemeriksaan abdomen tampak buncit, tegang, undulasi +, pekak
sisi + . Pemeriksaan lab darah dan urin didapatkan hipoalbuminemia, proteinuria
dan hematuria.
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi
sekunder. Penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat
di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus.
Pada pasien ditemukan hipoalbuminemia dengan pemeriksaan lab
didaptkan kadar albumin darah 1.40 g/dL pada awal masuk. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat, pada pemeriksaan urin
pasien didapatkan albumin ++. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin
serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi
terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.
Pada pasien ini dilakukan hidrasi dilakukan dengan cairan KAEN 3A
sebanyak 1000 cc/hari.. kemudian diberikan Ampicilin 3 x 300mg sebagai terapi
profilaksis terhadap infeksi. Lasix 2x 5mg diberikan sebagai diuretik untuk
menggurangi retensi cairan diikuti oleh pemberian allbumin 100 cc/hari diberikan
untuk meningkatkan tekanan onkotik sehingga terjadi perpindahan cairan
ekstravakcular ke intravascular. Parasetamol 3 x 5ml diberikan untuk
mengurangi gejala demam pada pasien. Dosis diberikan sesuia dengan literatur.

20
.
Pada pemeriksaan albumin darah tanggal 30 mei 2018 didapatkan
peningkatan kadar albumin menjadi 2.43 g/dL. Edema pada pipi, kaki dan tangan
sudah berkurang, pasien dinyatakan untuk rawat jalan serta diberikan obat
prednison 5mg diminun 2-2-1/ Hari. Tujuan steroid diberikana karena memiliki
efek langsung terhadap podosit untuk mempercepat proses recovery barier
filtrasii glomerulus.

21
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.

2.2 Klasifikasi2
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik
terdiri dari:
 Minimal Changes Nephrotic Syndrome (MCNS)
 Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)
 Mesangial Proliferative Diffuse (MPD)
 Membranoploriferative Glomerulonephritis (MPGN)
 Membranous Nephropathy (MN)

2.3 Batasan3
Batasan yang digunakan pada sindrom nefrotik :
Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma nefrotik 4
1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu

2 Relaps Proteinuria ≥2+ (>40mg/m2LPB/jam atau rasio


protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg) 3 hari berturut
dalam satu minggu

3 Sensitif steroid Sindrom nefrotik yang remisi setelah pemberian prednison

22
(SNSS) dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

4 Resisten Tidak mengalami remisi setelah pemberian prednison dosis


steroid penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu
(SNRS)

5 Relaps jarang Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah


respons awal atau kurang dari 4x per tahun

6 Relaps sering Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥


4x dalam periode satu tahun

7 Dependen Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan


steroid (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan

2.4 Patofisiologi1,3
Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia.
Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem
imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit
yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding
kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9
(gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS).
Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi kunci gen koding
protein podosit antara lain inter alia NPHS1, NPHS2, CD2AP, TRCP6 dan
ACTN4.7

1) Edema6
Edema merupakan manifestasi klinik yang pertama kali muncul pada pasien-
pasien dengan sindrom nefrotik. Biasanya, muncul edema ringan dan muncul di

23
tempat-tempat tertentu seperti di daerah periorbital pada pagi hari yang menjadi
lebih luas jika pasien beraktivitas. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan
onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan intravaskular berpindah ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan
albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai
akibatnya, volume cairan intravaskular berkurang sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH)
dan sekresi aldosteron yang menyebabkan retensi natrium dan air dan terjadinya
edema. Pada tingkat yang lebih parah, edema dapat menyebabkan berbagai gejala
yang berhubungan dengan asites, efusi pleura, dan edema scrotal atau vulva.

2) Hipoalbuminemia3
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak
terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada
keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg)
dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat
hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan
hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit
di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini
mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.

3) Proteinuria
Protenuria sebagia besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian
kecil dari sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus

24
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui
membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (
suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.7

4) Hiperkolesterolemia3
Tingkat kolesterol dalam darah pada pasien steroid-responsive NS dapat
ditemukan dalam kadar yang tinggi (kolesterol level serum ≥300-500 mg/dL).
Peningkatan kolestrol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL),trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer. Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan perubahan
tekanan onkotik.

2.5 Manifestasi klinik


Manifestasi klinis yang menyertai sindroma nefrotik antara lain:
1. Proteinuria
2. Edema
3. Edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstremitas bawah
4. Asites atau efusi pleura
5. Anoreksia
6. Iritabel
7. Nyeri perut ,diare

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain:
1. Urinalisis4,5

25
Proteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4.
Pemeriksaan kuantitatif menunjukan hasil dengan batasan 1-10g/hari.
Proteinuria pada SN didefinisikan >50mg/kg/hari atau >40mg/m2 LPB/jam.
Jumlah protein yang diekskresikan dalam urin tidak mencerminkan kuantitas
protein yang melewati glomerular basement membrane (GBM) karena
sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal. Biasanya pada SN
resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung albumin tapi
juga protein lain engan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini dilihat pada
polyacrylamide gel electrophoresis dan dihitung dengan alat indeks
selektivitas.

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio


protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah3
 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
 Albumin
Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat. Proteinemia
<50g/L terjadi pada 80% pasien dan <40g/L pada 40% pasien. Konsentrasi
albumin menurun <20g/L hingga 10g/L.
 Kolestrol serum
Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolestrol, trigliserida dan
lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya akitivitas
lipase lipoprotein.
 Elektrolit serum
Kadar natrium yang rendah berkaitan dengan dilusi yang disebabkan hipovolemia
dan sekresi hormon antidiuretik yang terganggu. Kalium dapat meningkat pada
pasien oliguria.
 Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

26
Kadar blood urea nitrogen dapat normal atau sedikit meningkat, anemia dengan
mikrositosis bias terjadi dan berhubungan dengan kehilangan siderophilin melalui
urin.

2.7 Komplikasi1,5
Komplikasi pada sindrom nefrotik dapat berasal dari penyakitnya sendiri ataupun
sekunder dari pengobatannya. Lima komplikasi utama yang berhubungan dengan
sindrom nefrotik idiopatik pada anak adalah infeksi, tromboembolisme, gangguan
ginjal, anasarka, hipovolemia dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan sindrom
nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk menderita infeksi
bakteri karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin,
kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema
atau asites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi,
walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin
terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga
ditemukan sebagai penyebab.

2.8 Penatalaksanaan umum1


1) Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2) Pengukuran tekanan darah
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura Henoch-Schonlein.
4) Pencarian fokus infeksi
Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada
setiap infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena
kecacingan.
5) Pemeriksaan uji Mantoux

27
Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan
isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).

Pasien dengan gambaran klinis dan laboratorium konsisten Pasien secara klinis dan atau
dengan perubahan minimal sindrom nefrotik gambaran laboratorium
mengindikasikan lesi glomerulus
dibandingkan perubahan minimal
Diterapi dengan predinison pada dosis 60mg/m2/hari sindrom nefrotik
dalam beberapa dosis (dosis maksimal 80mg/hari)

Rujuk ke ahli nefrologis pediarik


untuk melakukan biopsy ginjal
Respon baik terhadap Tidak ada respon
dan menetapkan terapi yang
terapi dengan tidak terhadap terapi
sesuai dengan temuan biopsy.
ada relaps. Lanjutkan
Opsi terapi berupa kortikosteroid
prenison sesuai
puls IV, siklosporin A dan
diperlukan
levamisol sebagai tambahan
Respon inisial yang baik tetapi pasien serin Opsi #1 terhadap prednisone dan agen
relaps atau delayed resistance terhadap steroid sitostatik.

Rujuk ke pediatrik nefrologis yang


akan melakukan biopsy ginjal (opsi 1)
atau mulai dengan pengobatan lini
kedua tanpa biopsy (opsi 2)
Opsi #2 Tidak ada respon, atau pasien memiliki
Pemberian agen sitostatika selama 8-12 minggu relaps persistent sindrom nefrotik

Gambar 1. Algoritma manajemen anak dengan sindrom nefrotik6

2.9 Pengobatan dengan kortikosteroid6


Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
A. Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk

28
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial
diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal)
atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid

Gambar 2: Pengobatan sindroma nefrotik dengan terapi insial

B. Pengobatan relaps
Skema pengobatan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN
remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian
proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

29
Gambar 3: Pengobatan SN relaps

C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid


1. Pemberian steroid jangka panjang
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah
remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5
mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2
mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb
alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-
12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat
bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah
sampai 1 mg/kgbb secara alternating.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating,
maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi,
diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison
diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb diberikan secara alternating, kemudian
diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas
dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau relaps yang
terakhir.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi <
1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba
dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan,
atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).

30
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan
dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek
samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitis rash, dan
neutropenia yang reversibel.

3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral
dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal , maupun secara intravena
atau puls. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang
dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls
diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA
puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum
tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah
tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila
jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL,
obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL,
hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif
mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai
dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan
dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil
pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi

31
Gambar 4: Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral
Keterangan:
Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
kemudian dilajutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40mg/m2 LPB/hari dan
siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis tunggal selama 8 minggu

Gambar 5: Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid


4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik
dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150
mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah
berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid,
CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan

32
relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian
CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik
dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau
25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24
bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.

D. Pengobatan SN dengan kontraindikasi steroid


Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka
dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

E. Pengobatan SN resisten steroid


Pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal
untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi
mempengaruhi prognosis.
1. Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan
remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian
CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang
resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian
steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi

33
dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA
oral dan puls.

Gambar 6 : Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid

2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.
Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial.
Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:
o Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL
o Kadar kreatinin darah berkala.
o Biopsi ginjal setiap 2 tahun.

3. Metilprednisolon puls
Pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison
oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30
mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%,
diberikan dalam 2-4 jam.

Tabel 3: Protokol metilprednisolon dosis tinggi


Minggu Metilprednisolon Jumlah Prednison oral

34
ke -

1–2 30mg/kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan

3 – 10 30mg/kgbb, 1 x seminggu 8 2mg/kgbb, dosis


tunggal

11 – 18 30mg/kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau


tanpataper off

19 – 50 30mg/kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan-pelan

51 - 82 30mg/kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan-pelan

2.10 Terapi Suportif


A) Diet(1)
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan koantraindikasi, hal ini karena
pemberian diet tinggi protein akan menambahkan beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metobolisme dari protein (hiperfiltrasi) sehingga akan
menyebabkan sklerosis glomerulus. Sedangkan jika diberikan diet rendah protein
akan, pasien akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan
hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai
dengan recommended daily allowances yaitu 1,5-2g/KgBB/hari. Selain itu, dapat
juga diberi diet rendah garam (1-2g/hari) tetapi hanya diperlukan selama anak
menderita edema.

B) Diuretik(1)
Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan furosemid 1-3
mg/KgBB/hari, bila perlu kombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/KgBB/hari.

35
Jika pemberian diuretik tidak berhasil, maka dapat deberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid IV 1-2 mg/KgBB.

Gambar 7. Algoritma pemberian diuretik(4)

C) Batasan Intake Cairan Peroral(10)


Pasien dengan sindrom nefrotik harus dibatasi asupan cairannya, hal ini dilakukan
untuk mengurangi tingkat keparahan edema yang terjadi seperti edem paru, dan
peningkatan kerja jantung (cardiac overload). Beberapa penelitian
mengemukakan prinsip asupan cairan pada anak dengan sindrom nefrotik. Prinsip
yang dikemukakan adalah asupan cairan yang dapat dikonsumsi harus seimbang
dengan urine output sehari sebelumnya ditambah dengan insensible water loss
(IWL).

2.11 Prognosis(10)
Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik tergantung dari tipe histopatologinya.
Pasien dengan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih

36
tinggi untuk terjadinya End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan
pasien dengan Diffuse Mesangial Proliferasion (DMP) sebanyak 50% dan
Minimal Change Disease (MCD) sebanyak 4,9%.

37
DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin
Pediatr 11 : 158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic
syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease :
Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive
Clinical Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi
anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta :
Universitas Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E,
editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas
Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981.
The primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients
with minimal change nephrotic syndrome from initial response to
prednison. J Pediatr 98 : 561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier
RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little,
Brown and Company pp. 681-726.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002
Mar 18] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September 16,
2002 at 08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children.
Up To Date 2000; 8.

38
39

Anda mungkin juga menyukai