Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS III MODUL FORENSIK Seorang Perempuan 14 Tahun Sudah Disetubuhi Kelompok IV Meikhel Alexander Wijaya Meilinda

Vitta Sari Meita Kusumo Putri Melati Hidayanti Melissa Mauli Sibarani Melissa Aslamia Aslim Mentari Mirad Aditya M. Satrio Faiz M. Haikal Bakry Monica Olivine Monica Windy M. Alfi Auliya Muhammad Andanu Yunus 030.10.172 030.10.173 030.10.174 030.10.175 030.10.176 030.10.177 030.10.178 030.10.179 030.10.180 030.10.181 030.10.182 030.10.183 030.10.184 030.10.185

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta, Indonesia 13 Oktober 2012

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III : PENDAHULUAN : SKENARIO KASUS : PEMBAHASAN 1. PERKIRAAN KRONOLOGIS KASUS 2. ASPEK HUKUM 3. PROSEDUR MEDIKOLEGAL 4. PEMERIKSAAN MEDIS 5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 6. INTERPRETASI HASIL 7. VISUM ET REPERTUM 8. PSIKOSOSIAL 9. PERAN LSM BAB IV BAB VI : KESIMPULAN : DAFTAR PUSTAKA 4

1 2 3

4 7 9 11 12 15 17 18 24 25

BAB I PENDAHULUAN

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana, hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya karena berbeda dengan di klinik. Ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti tetapi dalam melaksanakan kewajiban itu, dokter jangan sampai meletakkan kepentingan si korban di bawah kepentingan pemeriksaan, terutama bila korban masih anak-anak.Dengan demikian, hendaknya pemeriksaan itu tidak sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya. Visum et repertum yang dihasilkan mungkin menjadi dasar untuk membebaskan terdakwa dari penuntutan atau sebaliknya untuk menjatuhkan hukuman. Di Indonesia, pemeriksaan korban persetubuhan, yang diduga merupakan tindak kejahatan seksual, umumnya dilakukan oleh dokter ahli Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, kecuali di tempat yang tidak ada dokter ahli demikian, dokter umumlah yang harus melakukan pemeriksaan itu.

BAB II SKENARIO KASUS

Anda bekerja sebagai dokter di IGD sebuah rumah sakit. Pada suatu sore hari, seorang laki-laki berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun menyatakan bahwa anaknya tersebut baru saja pulang dibawa lari oleh teman laki-laki yang berusia 18 tahun selama 3 hari ke luar kota. Sang ayah takut apabila telah terjadi sesuatu pada diri putrinya. Ia juga bimbang apa yang akan diperbuatnya bila sang anak telah disetubuhi laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda dapat menjelaskan berbagai hal tentang aspek medikolegal dan hukum kasus anaknya.

BAB III PEMBAHASAN

I. Perkiraan Kronologis Kasus Kinan, berusia 14 tahun, bersekolah di SMP Virtopsy. Ia memiliki seorang pacar bernama Kidal. Kidal mengajak Kinan berlibur ke daerah puncak selama 3 hari, namun ayah Kinan tidak memberikan izin padanya. Tanpa sepengetahuan ayanya, Kidal dan Kinan tetap pergi berlibur di daerah puncak selama 3 hari. Sepulangnya dari puncak, Kinan sampai di rumah dengan muka murung, sedih, serta ketakutan. Ayahnya pun memarahinya dengan keras karena diam-diam pergi bersama pacarnya. Ayahnya mencurigai bahwa telah terjadi sesuatu antara Kinan dan Kidal selama di puncak melihat perubahan psikis pada diri Kinan . Ayah Kinan sangat takut, bimbang dan curiga pada Kidal yang mungkin telah melakukan kejahatan seksual pada Kinan. Oleh karena itu, ayah Kinan mengajak Kinan ke dokter IGD rumah sakit terdekat untuk menanyakan pada dokter tentang kondisi anaknya dan memastikan apakah anaknya benar telah disetubuhi atau tidak.

II. Aspek Hukum Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan sesorang yang menimbulkan kepuasan seksual dan di sisi lain perbuatan tersebut mengganggu kehormatan orang lain. Kejahatan seksual ialah kejahatan yang timbul diperoleh melalui persetubuhan. Pesetubuhan adalah masuknya penis ke dalam vagina, sebagian atau seluruhnya, dengan atau tanpa ejakulasi, setidaknya melewati verstibulum. Percaabulan adalah setiap penyerangan seksual tanpa terjadi persetubuhan. (1)

Aspek hukum mengenai kejahatan terhadap kesusilaan dan kejahatan seksual ialah : 1. KUHP a) Pasal 284 KUHP 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun : 1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya 1b. Seorang wanita telah kawin yang melakuakn zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27 berlaku baginya b) Pasal 285 KUHP Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. c) Pasal 286 KUHP Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun d) Pasal 287 KUHP 1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidanan penjara paling lama sembilan tahun e) Pasal 288 KUHP 1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang diketahui

atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun. f) Pasal 289 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. g) Pasal 290 KUHP Diancam dengan pidana palinh lama tujuh tahun : 1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada ha diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang pada hal diketahui atau sepatutunya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalu umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin; 3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutunya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kala umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu kawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. h) Pasal 292 KUHP Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam pidana penjara paling lama lima belas tahun

2. UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK a. Pasal 81 Dengan kekerasan atau ancaman memaksa anak (belum18 tahun) bersetubuh dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara paling lama lima belas tahun atau pidana denda sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah b. Pasal 82 Dengan kekerasan atau ancaman, tipuan, kebohongan, bujukan terhadap anak (belum 18 tahun) berbuat cabul dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara paling lama lima belas tahun atau pidana sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah

III.

Prosedur Medikolegal Adapun prosedur medikolegal yang harus diperhatikan pada kasus kejahatan seksual : 1. Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang (pasal 133 KUHAP) 2. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa, suruh korban kembali kepada polisi. 3. Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan visum et repertum diterima oleh dokter. 4. Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan pada pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan atas

permintaan polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan tidak menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part dari tubuh seorang wanita. 5. Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa badan. 6. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau lama. Hindarkan korban menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata. 7. Visum et repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya visum et repertum perkara cepat dapat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah. 8. Terkadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan. Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu, bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan makan menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk meminta nasehat dari pengacara. (2)

Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Perlu deielaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan karena tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin saja untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya. (2)

IV. Pemeriksaan Medis Pemeriksaan medis yang dilakukan ialah : 1. Anamnesis Pada umumnya anamnesis yang diberi orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya anamnesis pada korban kejahatan seksual tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau perassan, misalnya untuk memras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar. Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan objektif sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam visum et repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada visum et repertum. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus. (1) a. Anamnesis Umum Umur dan tempat tanggal lahir ? Status perkawinan ? Siklus haid ?

Penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta penyakit penyerta ? Cari tahu apakah pernah bersetubuh ? Persetubuhan terakhir kapan ? Penggunaan kondom atau tidak ? b. Anamnesis Khusus Waktu kejadian : tanggal dan jam ? Lokasi kejadian : sebagai petunjuk pencarian trace evidance ? Apakah ada perlawanan dari korban ? Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi ? Apakah korban sempat pingsan ? Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, dan mengganti pakaian? 2. Pemeriksaan pakaian Pakaian diteliti helai demi helai, apakah terdapat robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pakaian, kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumpur, dsb yang berasal dari tempat kejadian. 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dibagi menjadi : a. Pemeriksaan umum Kesadaran, nadi, tekanan darah, BB, TB, status gizi Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran akibat diberikan obat tidur/bius, adakah tanda needle marks Adakah tanda-tanda kekerasan, memar, luka lecet pada daerah mulut,

10

leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam, pinggang. Dicatat juga tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint Adakah trace evidence yang melekat pada tubuh korban b. Pemeriksaan khusus Ada tidaknya rambut kemaluan saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering dan cari bercak mani sekitar alat kelamin Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti edema, hiperemi, memar dan luka lecet (goresan kuku) Introitus vagina apakah hiperemi dan edema Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak, catat lokasi ruptur bila ada Tentukan besar orificium dengan menggunakan ujung jari kelingking, jati telunjuk, atau 2 jari. Ukuran pada perawan 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm Periksa juga frenulum labiorum pudendi dan commisura laborium posterior utuh atau tidak Periksa vagina dan serviks dengan spekulum

V. Pemeriksaan Laboratorium Untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, lakukan dengan mengambil lendir vagina dengan menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang

11

gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh, pemgambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja. Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologi terhadap urin dan darah juga dilakukan bila ada indikasi. (1)

Pemeriksaan pada pria tersangka Pemeriksaan pada pria yang dicurigai tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dsb. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Mungkin dapat ditemukan tanda bekas kekerasan akibat perlawanan korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhab dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glands penis. Pemeriksaan terhadap epitel vagina pada glands penis dapat dilakukan dengan menekankan kaca obyek pada glands penis daerah korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca obyek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen. Warna coklat tua tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. (1)

VI. Interpretasi temuan Pada pemeriksaan medis ditemukan : 1. Anamnesis a. Anamnesis Umum

12

Korban berusia 14 tahun, lahir pada tanggal 10 July 1998 Belum menikah, siklus haid 28 hari teratur Tidak ditemukan penyakit kelamin, penyakit kandungan dan penyakite penyerta lainnya Korban tidak pernah bersetubuh b. Anamnesis Khusus Waktu kejadian : Minggu, 30 September 2012, pukul 21.00 WIB Lokasi kejadian : Wisma Kesengsem, daerah Puncak Pass Adanya perlawanan dari korban berusaha untuk kabur Korban segera mencuci, mandi dan mengganti pakaian setelah kejadian tersebut Korban merasa sempat pingsan sekitar 1 jam 2. Pemeriksaan pakaian Pada saat pemeriksaan, korban datang dengan pakaian yang rapi dan bersih, serta tidak adanya robekan dimanapun. Hal ini kemungkinan korban sudah mengganti pakaian setelah kejadian tersebut. 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dibagi menjadi : a. Pemeriksaan umum Kesadaran : compos metis, emosi tengang Tekanan darah : 120/80 mmHg, HR: 92x/menit, RR: 23x/menit, suhu : 36,5oC, BB: 48 kg, TB: 157 cm, status gizi sedang Tidak tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran akibat diberikan obat

13

tidur/bius, adakah tanda needle marks Ditemukan tanda-tanda kekerasan, memar, luka lecet pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam Perkembangan alat kelamin sekunder baik, refleks pupil normal Tidak ada trace evidence yang melekat pada tubuh korban b. Pemeriksaan khusus Ditemukan rambut kemaluan saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering dan adanya bercak mani sekitar alat kelamin Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti edema, hiperemi, memar dan luka lecet (goresan kuku) Introitus vagina hiperemi dan edema Terdapat robekan lama pada selaput dara hingga ke dasar sesuai dengan arah jarum jam enam Orificium berukuran 9 cm Frenulum labiorum pudendi dan commisura laborium posterior tampak robekan Vagina dan serviks tampak hiperemi dan edema Pada pemeriksaan laboratorium : ditemukan adanya sel mani pada vagina

14

VII. Visum et Repertum

Rumah Sakit Trisakti Bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Forensik Jl. Kyai Tapa gedung B Telp 665410, Fax 665411 Jakarta 11440 PROJUSTITIA VISUM ET REPERTUM NO: KF 24/VR/VIII/2012 Berhubung dengan surat Saudara: I Nyoman Suriana, BRIPDA, NRP: delapan empat nol sembilan nol tiga enam empat, Nomor Polisi B garis miring tiga ratus dua puluh Sembilan garis miring enam romawi garis miring dua ribu enam garis miring Sek.Mgs, tertanggal enam oktober dua ribu dua belas, maka kami yang bertanda tangan dibawah ini dokter IDA BAGUS PUTU ALIT, DFM, Sp.F, dokter pemerintah pada Bagian Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Trisakti menerangkan bahwa kami pada tanggal sepuluh oktober dua ribu dua belas pukul sepuluh lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia Bagian Barat telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor rekam medis nol satu nol lima tiga sembilan empat satu yang berdasarkan surat tersebut ............................................................................................................ Nama : Kinan Jenis kelamin : Perempuan Umur : Empat belas tahun Kewarganegaraan : Indonesia Pekerjaan : Pelajar Alamat : Jalan Anugerah lima puluh satu Jakarta Barat Hasil pemeriksaan Pada pemeriksaan ditemukan: a. Perempuan tersebut adalah seorang wanita berumur empat belas tahun dengan kesadaran baik, emosi tengang, rambut rapi, penampilan bersih, sikap selama pemeriksaan membantu b. Pakaian rapi, tanpa robekan ......................................................................................................... c. Tanda kelamin sekunder sudah berkembang dengan baik ........................................................... d. Keadaan umum jasmaniah baik, tekanan darah seratus dua puluh per delapan puluh milimeter air raksa, denyut nadi sembilan puluh dua kali per menit, pernapasan dua puluh tiga kali per menit ........................................................................................................................................... e. Ditemukan adanya luka memar,lecet pada daerah pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam ............................................................................................. f. Pemeriksaan Alat Kelamin: Rambut kemaluan : Saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering dan adanya bercak mani sekitar alat kelamin
15

Mulut alat kelamin : Pada kedua bibir kecil kemaluan tampak kemerahan, tanda kekerasan, lecet................................................................................................... Selaput dara : Terdapat robekan lama pada selaput dara hingga ke dasar sesuai dengan arah jarum jam enam ................................................................................................. Leher rahim : Tampak merah keunguan dengan permukaan licin, lunak ................. g. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya sel mani dalam leher rahim............ KESIMPULAN Pada anak perempuan yang baru berumur 14 tahun ini ditemukan sel mani dalam liang vagina, selanjutnya ditemukan robekan selaput dara pada lokasi pukul enam sesuai dengan arah jarum jam.Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium memang benar yang bersangkutan telah terjadi persetubuhan yang lama Demikian saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaikbaiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP-----------------------------------------------Jakarta, Sebelas Oktober Dua ribu dua belas Dokter Pemeriksa,

dr. Ida Bagus Putu Alit, DFM, Sp.F. NIP. 132 281 815

16

VIII. Aspek Psikososial

Psikososial

adalah

setiap

perubahan

dalam

kehidupan

individu,

baik

yang

bersifat psikologik maupun social yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan social dan atau gejolak social dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan berarti terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebabkan oleh perilaku menyimpang dari pelaku,tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si pelaku. Namun secara umum dapat disebutkan bahawa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dibagi dalam 2 bagian,yaitu : faktor interna dan faktor externa.

A. Faktor Interna Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan. Hal ini dapat ditinjau dari: a. Faktor Kejiwaan Kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormla, sehingga melakukan pemerkosaan terhadap korban wanita yang tidak menyadari keadaan si penjahat, yakni sakit jiwa psikopatologi dan aspek psikologis dari instink-seksuil. Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita kelainan mental yang didapat baik dari faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan rangsangan seksual sebagai

17

energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubungan-hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain. Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat kesilapan-kesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar yang muncul dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada kejahatan. Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek yang mendasari puas atau tidaknya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala eksesnya.Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan akses-akses tertentu yang merupakan aspek psikologis inilah yang dapat merupakan penyimpangan hubungan seksual terhadap pihak lain yang menjadi korbannya. (2) Orang yang mengidap kelainan jiwa dalam hal melakukan pemerkosaan cenderung melakukannya dengan sadis. Sadisme ini terkadang juga termasuk misalnya melakukan di hadapan orang lain atau melakukan bersama-sama dengan orang lain. Kemudian di samping itu, zat-zat tertentu seperti alkohol dan penggunaan narkotika dapat juga membuat seseorang yang normal melakukan perbuatan yang tidak normal. Seseorang yang sudah mabuk akibat meminum minuman keras akan berani melakukan tindakan yang brutal. Dalam kondisi jiwanya yang tidak stabil, ia akan mudah terangsang oleh hal-hal yang buruk termasuk kejahatan seksual. b. Faktor Moral Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang, sebab itu moral adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari

18

segala perbuatan yang tercela sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk melakukan kejahatan. Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus perkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak di antaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara dan anak kandung sendiri. Kasus-kasus tersebut memberikan kesan kepada kita bahwa pelakunya adalah orang-orang yang tidak bermoral sehingga dengan teganya melakukan perbuatan yang terkutuk itu terhadap putri kandungnya sendiri. Di lain kasus melakukan perbuatan tidak manusiawi itu secara bersamasama di hadapan teman tanpa adanya rasa malu. Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral sesorang dipengaruhi oleh kurangnya didikan agama. Agama merupakan unsur pokok kebutuhan spritual dalam kehidupan manusia. Norma-norma yang terdpat di dalamnya mempunyai nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Norma-norma tersebut adalah norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama adalah baik dan membimbing ke arah jalan yang baik dan benar sehingga bila manusia benar-benar mendalam dan mengerti agam, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan walaupun menghadapi banyak godaan. B. Faktor eksterna Faktor eksterna adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor eksterna ini berpangkal pokok pada individu. Dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari : a. Faktor Sosial Budaya

19

Meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan terkait erat dengan aspek sosial budaya. Aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya moralitas seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini, sebagai akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang semakin terbuka, pergaulan yang semakin bebas, cara berpakaian kaum hawa yang semakin merangsang, dan kadang dengan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian jauh sendirian adalah faktor-faktor dominan yang mempengaruhi tingginya frekuensi kasus perkosaan. Aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya moralitas masyarakat. Bagi orang yang mempunyai moralitas tinggi atau iman yang dapat mengatasi diri sehingga tidak diperbudak oleh hasil peradaban tersebut, melainkan menyaring dengan menyerap hal-hal positif. Salah satu contoh faktor sosial budaya yang dapat mendukung timbulnya perkosaan adalah remaja berpacaran sambil menonton film porno tanpa adanya rasa malu. Kebiasaan yang demikian pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi pikiran si pelaku sehingga dapat mendorong untuk menirukan adegan yang dilihatnya, maka timbul kejahatan kesusilaan dengan berbagi bentuknya dan salah satu di antaranya adalah kejahatan perkosaan. (3)

Rehabilitasi Korban Pemerkosaan Rehabilitasi korban tindak pidana perkosaan adalah tindakan fisik dan psikososiak sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental dan sosial dalam kehidupannya di masa akan datang.

20

Tujuan rehabilitasi meliputi aspek medis, psikologis, dan sosial. Aspek medis bertujuan mengurangi invaliditas dan aspek psikologis serta sosial bertujuan ke arah tercapainya penyesuaian diri, harga diri, dan juga tercapainya pandangan dan sikap yang sehat dari keluarga dan masyarakat terhadap para korban tindak pidana perkosaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, para korban tindak pidana perkosaan selalu mendapatkan pelayanan medik psikiatrik yang intensif.

IX. Peran LSM Dalam bidang perlindungan anak adanya eskalasi kriminalis terhadap anak belum banyak menunjukkan perlindungan maksimal. Data dari Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menunjukkan selama tahun 200a terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Di samping itu, data dari Kejaksaan Agung selama tahun 2006 terdpaat 600 kasus kekerasan terhadap anak yang telah diputus oleh peradilan. Anak masih dijadikan objek sasaran perlakuan yang tidak seharusnya atau menjurus ke bentuk kriminalitas pleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, dan oleh oknum pelaku anak. Hal itu banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang sarat dengan informasi dan teknologi, pornografi, dan lain-lain memicu kegiatan yang bersifat kriminal, seperti pencabulan, pelecehan seksual, perkosaan, perdagangan anak, penganiayaan sampai pembunuhan. (3) Bentuk kekerasan lain seperti perdagangan anak (trafficking), berdasarkan catatab Komnas Perlindungan Anak, jumlah yang terperangkap dalam perdagangan anak pada tahun 2006 adalag 42.771 orang meningkat menjadi 745.817 orang pada tahun 2007 dan pada akhir Juni 2008 jumlahnya mencapai 400.000 orang. Di lingkungan pendidikan yang diharapkan sebagai wadah mendidik anak sebagai tunas bangsa pun tidak terlepas dari adanya bentuk-bentuk

21

kekerasan terhadap anak. Sebagai contoh, masih ada kekerasan di antara murid sekolah dalam bentuk bullying atau dengan dalih orientasi masa pendidikan sekolah, sampai kekerasan yang dilakukan oleh guru sekolah. Dalam bidang hukum, perlindungan anak juga menjadi fokus penting karena perlindungan terhadap anak yang terlibat kasus hukum masih kurang mendapatkan penanganan yang semestinya. Bentuk penghukuman terhadap narapidana anak juga harus dipertimbangkan dengan baik. Oleh karena itu, hukuman dapat diganti, misalnya dalam bentuk kerja sosial dan lain sebagainya. Di bidang kesehatan dan pendidikan, masih banyak anak Indosia yang belum mendapatkan hak tersebut. Mengingat jumlah anak Indonesia sebesar 30% dari 243 juta jiwa penduduk Indonesia, anak merupakan potensi strategis dari sebuah bangsa yang perlu diberikan perlindungan semestinya. (3) Dalam UU Perlindungan anak, kebijakan penanggulangan kekerasan pada anl, dapat diidentifikasi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu mencakup : 1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (pasal 47) 2) Diwajibkannya bagi pihak sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan

perlindungan terhadap anak di dalam dan di lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya (pasal 54) 3) Diwajibkannya bagi pihak pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (pasal 55) 4) Penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,

22

dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual (pasal 66) 5) Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang

melindungi anak korban tindak kekerasan (pasal 69)

23

BAB V KESIMPULAN

Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudia aspek medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan are praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam kasus-kasus berkaitan kejahatan susila. Namun untuk menyelesaikan permasalahan kasus kejahatan seksual, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut diambilnya langkah penangan yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan psikososial yang secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan masyarakat. Tugas dokter tidak hanya menjalankan fungsi maksimal dalam bidang kesehatan, namun dokter tersebut dituntut untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan kedokteran seoptimal mungkin dan mematuhi tuntutan undang-undang terhadapnya terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan proses hukum. (3)

24

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. p.147-158. 2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Hukum Acara Pidana, Prosedur Medikolegal, dan Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1994. p.33-37. 3. Ira Dwiati. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Peradilan Pidana.http://eprints.undip.ac.id/17750/1/Ira_Dwiati_Tesis.pdf . Acesses on 9 Oktober 2012

25

Anda mungkin juga menyukai