A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 51 tahun
Alamat : Toboali
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama
No. Rekam Medik : 022517
Ruang Rawat : Ruang Melati
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 08-05-2016
B. PERJALANAN PENYAKIT
Keluhan Utama: Tonjolan pada paha kiri.
Pasien rujukan dari RSUD Toboali dengan suspek hernia inguinal lateral kiri
inkarserata. Pasien datang ke IGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
terdapat tonjolan di selangkangan kiri sejak lama. Tonjolan terasa agak nyeri sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Tonjolan kurang lebih sebesar telur ayam.
Menurut pasien tonjolan tersebut selama ini bisa mengecil, tetapi sejak kemarin
tonjolan tidak mengecil. Tonjolan biasa membesar saat pasien mengangkat barang
berat. Pasien menyangkal tonjolan membesar saat pasien batuk, ataupun
mengedan saat buang air besar. Pasien mengaku tonjolan mengecil bila udara
dingin.
Menurut pasien, pasien mengalami keluhan seperti ini sejak usia 25 tahun. Pasien
merasa sering muncul tonjolan di selangkangan kiri tetapi hilang timbul.
Keluhan mual dan muntah disangkal. Buang air kecil lancar, tidak ada keluhan
panas ataupun nyeri. Buang air besar lancar, tidak ada keluhan.
Tinjauan Sistem
- Kepala : keluhan pusing dan nyeri kepala disangkal.
- Pernapasan : tidak ada keluhan.
- Jantung : tidak ada keluhan.
1
- Gastrointestinal : tidak ada keluhan.
- Saluran Kemih : tidak ada keluhan.
- Integumen : tidak ada keluhan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 45 kg
Tanda-tanda Vital:
Kepala :
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflex
cahaya langsung +/+.
2
Leher : JVP meningkat (-), KGB tidak teraba membesar.
Thoraks :
Abdomen :
Ektremitas : Akral hangat, edema (-), sianotik (-), cappilary refill test <2 detik.
Status Lokalis:
Palpasi : Nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, tonjolan dapat didorong masuk ke
ruang abdomen.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini berupa pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan elektrokardiografi, dan pemeriksaan foto thoraks.
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
3
Pemeriksaan 08/05/16 09/05/16 Nilai Rujukan Satuan
Darah Rutin
Hb 11,2 L: 13-16 g/dl
W: 12-14
Leukosit 12.600 5.000-10.000 /uL
Eritrosit 5,12 L: 4.8-5,5 Juta/uL
W: 4-5
Trombosit 189.000 150.000-400.000 mm/jam
Ht 35,0 L: 40-46 Volume %
W: 37-43
Hitung Jenis
Basofil - 0-1 %
Eosinofil - 1-3 %
Neutrofil Batang - 2-6 %
Neutrofil Segmen 64 50-70 %
Limfosit 30 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
Indeks Eritrosit
MCV 68 80-100 fl
MCH 22 26-34 pg
MCHC 32 32-36 %
RDW-CV 14,9 11,5-14,5 %
Gula Darah 83 105 <180 mg/dl
Sewaktu
Malaria Negatif Negatif
Pemeriksaan Elektrokardiografi
4
Gambar 1. Elektrokardiografi pasien (perawatan hari I).
5
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Diagnosa Kerja:
HERNIA
INGUINAL
LATERAL KIRI
REPONIBEL
F. TATALAKSANA
Tatalaksana yang diberikan pada terapi awal yakni:
IVFD: RL xx tpm
Cefotaxime 2x1gram (skin test)
Paracetamol 3x500mg
Diet lunak
Pasang kateter urin
Rencana operasi elektif (11-05-2016)
Konsul penyakit dalam dan anestesi
EKG
Foto Thoraks AP
G. FOLLOW UP
6
mual (-), RR: 20 x/m BU (+) dan
muntah (-) S: 370 C sadar penuh
- Cefotaxime
2x1 gram
Kepala: Mata
(IV)
konjungtiva pucat
- Ketorolac
-/-, sklera ikterik
2x10mg (IV)
-/- - Kalnex 3x
Thoraks: BND 50mg
Vesikular, rh -/-,
wh -/-
BJ I&II regular,
murmur (-),
gallop(-)
Abdomen: BU
(+), supel,
timpani, nyeri
ketok (-), nyeri
tekan (-)
Ekstremitas:
akral hangat,
edema (-),
sianotik (-), CRT
< 2 detik
Status lokalis:
Regio inguinal-
skrotal kiri
Tonjolan di
inguinal kiri (+),
nyeri (-), skrotum
7
asimetris, teraba
kenyal,
transiluminasi (-),
BU (-)
12-05-16 Nyeri luka Kes: Pasca - Mobilisasi
operasi (+) composmentis Herniorafi duduk
- Diet lunak
Mual (+), TD: 120/80 hari I a.i
- Aff infus,
muntah (-) mmHg Hernia
ganti oral
Sulit tidur N: 88 x/m Inguinal - Cefadroxil
RR: 20 x/m Lateral 2x 500mg
S: 370 C Kiri (PO)
Reponibel - Asam
8
akral hangat,
edema (-),
sianotik (-), CRT
< 2 detik
Status lokalis:
Regio inguinal-
skrotal kiri
Nyeri -/+,
skrotum simetris,
teraba kenyal,
transiluminasi -/-
13-05-16 Keluhan (-), Kes: Pasca - Pasien boleh
Flatus (+), composmentis Herniorafi pulang
- Cefadroxil
BAB (+) TD: 120/80 hari II a.i
2x 500mg
mmHg Hernia
(PO)
N: 85 x/m Inguinal
- Asam
RR: 24 x/m Lateral
mefenamat 3
S: 36,80 C Kiri
x500 mg
Reponibel
(PO)
Kepala: Mata + Hidrokel - Omeprazole
konjungtiva pucat 1x20mg (PO)
-/-, sklera iketrik - Kontrol Poli
-/- Bedah
Thoraks: BND
Vesikular, rh -/-,
wh -/-
BJ I&II regular,
murmur (-),
gallop(-)
9
Abdomen: BU
(+), supel,
timpani, nyeri
ketok (-), nyeri
tekan (-), luka
operasi (+)
kering, darah (-)
Ekstremitas:
akral hangat,
edema (-),
sianotik (-), CRT
< 2 detik
Status lokalis:
Regio inguinal-
skrotal kiri
Nyeri (-),
skrotum simetris,
teraba kenyal,
transiluminasi -/-
H. RESUME
Tn. Ruslan, 51tahun, rujukan dari RSUD Toboali, datang ke IGD RSUD Depati
Hamzah dengan keluhan terdapat penonjolan di selangkangan kiri sebesar bola
tenis. Penonjolan terasa agak nyeri sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sejak usia 25 tahun. Pasien merasa
sering muncul tonjolan di selangkangan kiri tetapi hilang timbul dan biasa muncul
saat pasien mengangkat barang berat. Pasien mengaku tonjolan mengecil bila
udara dingin. Pada pemeriksaan fisik didapati:
10
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 62 x/menit, regular
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,20 C
- Status Lokalis:
Regio Ingunal Skrotal Kiri
Inspeksi : Tampak penonjolan berbentuk lonjong, ukuran 3cm x 2cm yang
berlanjut ke skrotum, warna sama seperti kulit sekitar.
Palpasi : Nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, tonjolan dapat didorong masuk ke
ruang abdomen.
Auskultasi: Bising usus (-)
- Pemeriksaan Laboratorium:
Hemoglobin: 11,2 g/dl
Leukosit: 12.600 /ul
Hematokrit: 35 vol%
MCV: 68 fl
MCH: 22 pg
RDW CV: 14,9 %
HDL : 24 mg/dl
I. PROGNOSA
Ad vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanatiounam : Dubia ad Bonam
11
BAB I
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan.1 Hernia dapat terjadi pada berbagai lokasi di tubuh,
seperti pada diafragma, umbilikal, inguinal, maupun femoral. Biarpun terdapat
berbagai tipe hernia, namun pada umumnya terkait dengan abdomen, dimana sekitar
75% terjadi pada daerah inguinal.2 Di Amerika Serikat terdapat lebih dari satu juta
kasus hernia abdominal setiap tahunnya, dengan hernia inguinal menjadi hernia yang
paling banyak terjadi. Di Indonesia sendiri, angka kejadian operasi hernia darurat
menduduki peringkat kedua setelah operasi apendisitis akut darurat.
Hernia inguinal merupakan salah satu alasan paling umum yang membuat pasien-
pasien pada tingkat pelayanan primer membutuhkan rujukan untuk intervensi bedah. 2
Perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik pada umumnya cukup untuk membuat
diagnosa.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Kanal inguinal dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinal internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia transversal dan aponeurosis otot transversus
abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh
annulus inguinal eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus eksternus
abdominis. Atapnya ialah aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di
dasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal inguinal berisi funikulus
spermatikus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan.
13
Hernia inguinal indirek disebut juga hernia inguinal lateral karena keluar dari
rongga peritoneum melalui annulus inguinal internus yang terletak lateral dari
pembuluh darah epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanal
inguinal dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinal eksternus.
Apabila hernia ini berlanjut, maka tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak
anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus
spermatikus.
Hernia inguinal direk disebut juga hernia inguinal medial, menonjol ke depan
melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinal di
bagian inferior, pembuluh darah epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot
rektus abdominis di bagian medial. Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fasia
transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis otot transversus abdominis yang
kadang tidak sempurna sehingga daerah ini berpotensi melemah. Hernia medial,
karena tidak keluar melalui kanal inguinal dan tidak ke skrotum, umumnya tidak
disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.
14
Gambar 8. Trigonum Hesselbach.
15
Gambar 10. Bagian-bagian Hernia.
B. DEFINISI
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan.1 Kata hernia pada hakekatnya berarti
penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau lemak praperitoneum
melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietes muskuloaponeurotik dinding
abdomen yang normalnya tidak dapat dilewati. 5 Pada hernia di abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik
dinding perut.
C. KLASIFIKASI
Hernia berdasarkan terjadinya terbagi menjadi hernia bawaan atau kongenital dan
hernia dapatan atau akuisita. Sementara berdasarkan letaknya hernia diberi nama
sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia inguinal, hernia diafragma, hernia
umbilikal, hernia femoralis. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol ke luar
melalui dinding perut, pinggang atau perineum. Hernia interna adalah tonjolan
usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti
foramen winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesenterium
umpamanya setelah anastomosis usus.
Hernia juga dapat diklasifikasikan menurut sifatnya, yakni hernia reponibel,
hernia ireponibel, hernia strangulata, dan hernia inkarserata. Hernia dikatakan
reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri atau
mengedan dan masuk kembali ketika berbaring atau didorong masuk perut.
16
Sementara hernia ireponibel dikatakan bila isi kantong hernia tidak dapat
direposisi kembali ke dalam perut. Hal ini biasa disebabkan oleh perlekatan isi
kantong kepada peritoneum kantong hernia.
Hernia dapat dikatakan hernia inkarserata bila isi kantong hernia terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong hernia terperangkap, tidak dapat kembali ke
dalam rongga abdomen dan terdapat gangguan pasase usus. Sementara hernia
strangulata adalah hernia ireponibel, dimana isi kantong hernia terjepit oleh cincin
hernia sehingga terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga abdomen,
disertai gangguan vaskularisasi. Sesungguhnya gangguan vaskularisasi telah
terjadi pada saat jepitan dimulai dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan hingga nekrosis. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding
usus maka hernia tersebut disebut hernia Richter. Hernia Ritcher dapat menjadi
hernia strangulasi yang berkomplikasi menjadi perforasi usus.
D. EPIDEMIOLOGI
Kasus hernia di Amerika Serikat mencapai 10% dari populasi. Terdapat lebih dari
satu juta kasus hernia abdominal setiap tahunnya. Hernia inguinal merupakan
hernia yang paling sering terjadi. Di Amerika Serikat, angka kejadian hernia
umbilikal yakni 14%. Sementara angka kejadian hernia femur hanya 3-5%. Angka
kejadian hernia inguinal mencapai 75% dari seluruh angka kejadian hernia.
Dimana 50% diantaranya merupakan hernia inguinal lateral, 25% hernia inguinal
17
medial, dan 3% merupakan hernia inguinal sliding. Hernia inguinal lateral lebih
sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan angka kejadian laki-laki dan
perempuan yakni 7:1.6
Insiden hernia inguinal pada anak-anak sebear 4,5%. Hernia inguinal lateral
banyak terjadi pada tahun pertama kehidupan, namun sering kali tidak terlihat
hingga usia pertengahan atau usia tua. Hernia inguinal lateral lebih sering terjadi
pada bayi prematur dibandingkan bayi cukup bulan. Sementara hernia inguinal
medial lebih sering terjadi pada pasien usia tua.6
Hernia umbilikal sering terjadi pada 1 dari 6 anak. Hernia tipe ini sering kali
menutup spontan pada tahun pertama kehidupan. Sementara insiden hernia
umbilikal pada anak diatas usia 1 tahun hanya 2-10%.
Hernia inguinal lateral dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Hernia inguinal lateral lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan perbandingan
angka kejadian laki-laki dan perempuan yakni 7:1. Sliding hernia lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan predominan meningkat
seiring bertambahnya usia.
18
adalah prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut
dan kelemahan otot dinding perut karna usia.1 Beberapa faktor risiko yang
berimplikasi pada terjadinya hernia inguinal yakni obesitas, kehamilan, penuaan,
kontribusi kerusakan jaringan.3
F. GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda klinis pada hernia ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian
besar hernia asimtomatik. Salah satu tanda pertama adanya hernia adalah adanya
tonjolan dalam daerah inguinal manapun atau bagian atas skrotum. Sejumlah
hernia dapat turun ke dalam skrotum sehingga skrotum tampak membesar.5 Pasien
hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah ini, yang dapat
dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas peritonealis.
Pada hernia reponibel keluhan yang ada yakni adanya tonjolan di lipat paha.
Keluhan ini sering kali muncul pada saat berdiri, batuk, bersin ataupun mengedan.
Keluhan ini biasa menghilang setelah berbaring.
G. PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan atas dasar tonjolan yang dapat direposisi atau tidak dapat
direposisi, adanya batas yang jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke
kranial melalui annulus eksternus.1
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi. Pada inspeksi tonjolan dapat terlihat
muncul dalam lipat paha dan terlihat cukup jelas. 5 Pada inspeksi saat pasien
mengedan dapat dilihat hernia inguinal lateral yang muncul sebagai penonjolan di
regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Pada palpasi, jari
telunjuk ditempatkan pada sisi lateral kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang
funikulus spermatikus sampai ujung jari tengah mencapai annulus inguinal
profundus.5
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus
dengan cara mengecek dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua
permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera (silk gloves),
namun tanda ini umumnya sukar ditentukan.
19
Pada palpasi dapat diraba isi kantong hernia bila kantong berisi organ. Hasil
perabaan bergantung pada isi kantong hernia. Pada palpasi dapat teraba omentum,
usus ataupun ovarium.1
Pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan pemeriksaan finger test. Hernia juga
dapat dikatakan bila pada saat pasien diminta batuk, teraba jaringan yang
bergerak turun ke dalam kanal inguinal sepanjang jari tangan pemeriksa. Pada
hernia inguinal lateral, penonjolan teraba pada ujung jari tangan pemeriksa.
Sementara pada hernia inguinal medial, penonjolan teraba pada medial jari tangan
pemeriksa.5
20
Gambar 12. Pemeriksaan Finger test pada Hernia inguinal Lateral/Indirek.
H. DIAGNOSA BANDING
Tabel 2. Diagnosis Banding dari Massa pada Inguinal dan Skrotum.2
21
I. TATALAKSANA
Tatalaksana hernia inguinal dapat berupa tatalaksana non-operatif ataupun
operatif. Tatalaksan non-operatif/ konservatif terbatas pada tindakan melakukan
reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Namun reposisi ini tidak dilakukan pada hernia
inguinal strangulata, kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara
bimanual pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan dengan cara tangan kiri
memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorong ke
22
arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi
reposisi.
Pada anak-anak reposisi spontan lebih sering terjadi. Reposisi pada anak
dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedatif dan kompres es di atas
hernia. Bila reposisi berhasil, anak dipersiapkan untuk operasi pada hari
23
berikutnya. Bila reposisi tidak berhasil, maka operasi harus segera dilakukan
dalam waktu enam jam.
Menurut British Hernia Society, terapi operatif harus diberikan pada pasien
dengan hernia inguinal simptomatik. Sementara pasien dengan hernia
asimptomatik dapat ditatalaksana secara konservatif, namun tidak menutup
kemungkinan untuk dibutuhkannya operatif pada waktu yang akan datang. 7
Tatalaksana operatif merupakan terapi yang paling rasional, dan diindikasikan
begitu diagnosa ditegakkan.1 Prinsip dasar dari operasi hernia terdiri atas
herniotomi dan hernioplasti. Herniotomi dilakukan untuk membebaskan kantong
hernia sampai ke lehernya. Pada herniotomi, kantong hernia dibuka, dan isi hernia
dibebaskan bila ada perlekatan, kemudia direposisi. Setelah itu kantong hernia
dijahit-ikat setinggi mungkin, kemudian dipotong.
Hernioplasti dilakukan untuk mencegah residif. Pada hernioplasti dilakukan
tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Terdapat dua metode yakni metode Bassini dan
metode Lothessen-McVay. Anulus inguinalis internus diperkecil dengan jahitan
terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan
otot transversus internus abdominis dan otot oblikus internus abdominis, yang
dikenal dengan nama conjoint tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut
metode Bassini atau menjahitkan fasia transversa, otot transversus abdominis, dan
otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Lotheissen-
McVay.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia inguinal lateral bergantung pada keadaan isi hernia. Isi hernia
dapat tertahan di dalam kantong dan menjadi hernia ireponibel. Hal ini dapat
disebabkan isi hernia yang terlalu besar, misalnya terdiri dari omentum atau organ
ektraperitoneal. Isi kantong juga dapat tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia inkarserata yang menimbulkan obstruksi usus.
Jepitan cincin hernia dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Gangguan perfusi ini, pada awalnya menyebabkan bendungan vena dan dapat
berlanjut hingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi
24
ke dalam kantong hernia. Udem yang timbul menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah terganggu
(strangulasi). Bila keadaan ini berlanjut maka isi hernia dapat menjadi nekrosis
dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Bila isi
hernia berupa usus maka dapat terjadi perforasi yang menimbulkan abses lokal,
fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Bila terjadi
strangulasi karena gangguan vaskularisasi dapat terjadi gambaran klinis toksis
dimana suhu tubuh meninggi dan terdapat leukositosis. Penderita mengeluh nyeri
lebih hebat di tempat hernia. Nyeri menetap karena rangsangan peritoneal. Hernia
strangulata merupakan keadaan gawat darurat yang perlu mendapat pertolongan
segera.
BAB III
25
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus, pasien datang ke IGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
terdapat tonjolan di selangkangan kiri. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa sebagian besar hernia reponibel tidak bergejala, dan tanda awal yang biasa
muncul yakni adanya tonjolan pada daerah inguinalis atau bagian atas skrotum. Pada
satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat mengaku tonjolan agak nyeri.
Pada teori dikatakan bahwa keluhan nyeri jarang dijumpai. Namun dapat juga terjadi
nyeri di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karna regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah timbul bila terjadi inkarserasi karna ileus atau
strangulasi karna nekrosis. Namun pada pasien tidak didapati keluhan mual ataupun
muntah. Sehingga hernia yang terjadi pada pasien tidak dapat digolongkan ke dalam
hernia inkarserata melainkan hernia reponibel.
Pasien mengaku selama ini tonjolan bisa mengecil, tetapi sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit tonjolan tidak mengecil. Namun pada pemeriksaan fisik didapati
bahwa hernia dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa pada hernia reponibel didapati bahwa hernia dapat
keluar-masuk ke dalam rongga abdomen.
Pasien mengaku tonjolan biasa membesar saat pasien mengangkat barang berat.
Pasien menyangkal tonjolan membesar saat pasien batuk, ataupun mengedan.
Sementara pada teori dikatakan bahwa dikatakan bahwa hernia inguinal reponibel
biasa muncul pada saat adanya peningkatan tekanan intra-abdomen seperti saat batuk,
bersin ataupun mengedan.
Pada kasus ini pasien ditatalaksana dengan pemberian cairan, antibiotik, diet lunak
dan rencana operasi elektif. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
terapi operatif merupakan terapi yang paling rasional.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Sjamsuhidajat.R, De Jong W, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2007
3. Gilbert AI, Graham MF, Voigt WJ. Inguinal Hernia: Antomy and Management.
Available from URL: http://www.medscape.org/viewarticle/420354_5. Mei:2016
4. Putz R, Pabst R. Sobotta: Atlas of Human Anatomy. 14nd ed. Volume 2. Elsevier
2006
5. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah: Hernia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:
2012
27