Oleh:
Pembimbing:
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 16 Desember 2019 – 22
Februari 2020
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Sistemik Lupus
Eritematosus” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusmala
Helmi, SpA(K) selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan
sehingga tugas laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah ini, semoga
bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Nn. IS
b. Umur : 16 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Nama Ayah : Tn. S
e. Nama Ibu : Ny. R
f. Bangsa : Indonesia (Suku Sumatera Selatan)
g. Agama : Islam
h. Alamat : Dusun VII RT 01 RW 003 Kel. Muara Burnai II, Kec.
Lempuing Jaya Kab OKI
i. MRS Tanggal : 26 Desember 2019
II. ANAMNESIS
Tanggal : 2 Januari 2020
Diberikan oleh : Penderita dan ibu penderita (autoanamnesis dan
alloanamnesis)
3
Susu botol : > 24 bulan (2-3x sehari, ± 50cc)
Nasi tim/lembek : 6 – 12 bulan (2-3x sehari, @ 3 sdt)
Nasi biasa : 12 bulan – sekarang (3x sehari, @ 1 centong nasi)
Daging : hampir tidak pernah
Ikan : 2 x seminggu (@ ½ potong ikan)
Tempe : 2 x seminggu
Tahu : 2 x seminggu
Sayuran : Setiap hari
Buah : 2 x seminggu (@ 1 potong buah)
Kesan :asupan makanan cukup secara kuantitas tapi tidak
cukup secara kualitas
C. Riwayat Imunisasi
Vaksin I II III IV V
BCG √ (1 bulan)
DPT √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan) √(18bulan)
POLIO √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan) √(5 bulan) √(18bulan)
HEPATITIS B √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan)
HiB √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan)
CAMPAK √(9 bulan)
Kesan : imunisasi dasar PPI lengkap
D. Riwayat Keluarga
Ayah ibu
Perkawinan pertama pertama
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Tidak Bekerja Berdagang
Penyakit yang pernah diderita Riwayat dengan keluhan yang sama
disangkal -
E. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
Berat Badan :42 kg
Tinggi Badan : 153 cm
BB/U : < P5
TB/U : di antara P10 dan <P5
BB/TB : 97%
4
Kesan : Gizi baik
Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 6 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : 18 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia
H. Riwayat Kebiasaan
- Tidak ada
5
S : 36,6 o C
TD : 140/90mmHg
Status : BB : 45 kg BB/U : di antara P10 dan <P5
Antropometri PB : 153 cm TB/U : di antara P10 dan <P5
BB/TB : 102%
Kesan : Gizi baik
6
sinistra, dan batas ICS IV linea parasternalis dekstra
.
A :HR 87 x/menit, bunyi jantung I-II (+) normal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :I : Cembung, pelebaran pembuluh darah (-)
P : Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) 4x/m
Genitalia :Tidak diperiksa
Ekstremitas :Edema (-), sianosis (-), capillary refill time< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), terdapat bekas bercak koin
pada paha dan kaki
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (26-12-2019)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,9 12-14.4 g/dL
Eritrosit 2,76 4.75-4.85 106/mm3
Leukosit 9,71 4.5-13.5 103/mm3
Hemotokrit 21 36-42 %
Trombosit 424 217-497 103/µL
7
MCV 75.0 85-95 fL
MCH 25 28-32 Pg
MCHC 33 33-35 g/dL
RDW-CV 16.30 11-15 %
LED 32 <20 mm/jam
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-6 %
Neutrofil 83 50-70 %
Limfosit 11 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
KIMIA KLINIK
GINJAL
Ureum 17 16,6 – 48,5 mg/dL
Kreatinin 0,67 0,57 – 0,87 mg/dL
ELEKTROLIT
Elektrolit Serum
Kalsium (Ca) 5,8 9,2-11,0 mg/dL
Magnesium (Mg) 1,20 1,6-2,6 mg/dL
Natrium (Na) 140 135-155 mEq/L
Kalium (K) 2,7 3,5-5,5 mEq/L
Clorida (Cl) 104 96-106 mmol/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu 84 <200 mg/dL
IMUNOSEROLOGI
Komplemen C3 47 83 - 193 mg/dL
Komplemen C4 9,7 15,0 - 57,0 mg/dL
LUPUS
Hasil Hasil
ANA Test
Menyusul Menyusul
- Pola
Hasil Hasil
- Titer
Menyusul Menyusul
Anti-ds-DNA
TANDA INFEKSI
8
CRP Kuantitatif 8 <5 mg/L
HATI
Albumin 1,8 3,2-4,5 g/dL
URINALISIS
Urine Lengkap
Kuning
Warna Kuning
Jernih
Kejernihan Agak Keruh
1,003-1,030
Berat Jenis 1,005
5-9
pH (Urine Rutin) 5,0
Negatif
Protein Positif ++
Negatif
Ascorbic Acid Negatif
Negatif
Glukosa Negatif
Negatif
Keton Negatif
Negatif
Darah Positif ++
Negatif
Bilirubin Negatif
0,1-1,8
Urobilinogen 1
Negatif
Nitrit Negatif
Negatif
Lekosit Esterase Negatif
Sedimen Urine
Negatif
- Epitel Positif +
0-5
- Lekosit 20-22
0-1
- Eritrosit 14-16
Negatif
- Silinder Granular ++
Negatif
- Kristal Negatif
Negatif
- Bakteri Positif ++
Negatif
- Mukus Negatif
Negatif
- Jamur Negatif
9
VI. RESUME
Dari anamnesis, didapatkan anak perempuan datang ke IGD RSMH bersama
ibunya dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan lemas, demam serta
nyeri dada. Kejang sebanyak 7 kali dalam sehari, kejang seluruh tubuh, 5 kali nya
dalam 2 jam sekaligus, lama tiap kejang ibu lupa, ibu mengaku kejang terus menerus
selama 2 jam tersebut, selama kejang ibu lupa apakah disuntikkan obat penenang atau
berhenti sendiri. Pasien sempat mengalami penurunan kesadaran. Badan terasa lemas
ada, sempoyongan ada, pandangan berkunang-kunang ada, telinga berdenging tidak
ada, mimisan ada, gusi berdarah tidak ada, tampak pucat ada, kaki tangan terasa
dingin ada. Demam ada, terus menerus, suhu tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur.
Terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu
yang melewati batang hidung dan tidak gatal, dari pengakuan ibu dulu ruam
bertambah hebat bila terkena sinar matahari. Terdapat bekas ruam berbentuk koin
pada kuping, belakang kuping, kulit kepala, paha, dan betis. Sariawan lama ada,
banyak, di langit mulut, bawah lidah, gusi, dan bagian dalam pipi. Rambut rontok
ada. Nyeri dada ada, di kedua dada, terutama saat menarik napas, nyeri dirasakan
seperti ditinju, tidak menjalar ke bahu, maupun lengan kiri, nyeri tidak dipengaruhi
oleh aktifitas, cuaca, dan emosi. Mual ada, muntah tidak ada, BAB tidak ada keluhan,
BAK dikatakan berbusa ada, BAK warna merah tidak diketahui ibu, ibu mengaku
BAK anaknya berwarna keruh.
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 2 Januari 2020, pada pemeriksaan fisik umum
didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan, nadi
87x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 22x/menit, suhu 36,6 derajat
celcius, tekanan darah 140/90 mmHg, SpO2 98%, BB 46 kg, TB 153 cm, kesan gizi
baik perawakan pendek, pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan kepala rambut
mudah rontok, terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk
seperti kupu-kupu yang melewati batang hidung dan tidak gatal, terdapat bekas
bercak koin pada kulit kepala dan telinga, bibir tampak sedikit pucat, mulut terdapat
stomatitis, leher dalam batas normal, toraks dalam batas normal, paru terdapat nyeri
dada terutama saat inspirasi, jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas
normal, genitalia tidak diperiksa, ekstremitas terdapat bekas bercak koin pada paha
dan kaki pasien.
Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Desember 2019, pada hematologi
didapatkan Hb 6,9 g/dL (menurun), eritrosit 2,76 juta (menurun), Hematokrit 21%
(menurun), MCV 75,0 fL (menurun), MCH 25 Pg (menurun), LED 32 mm/jam
10
(meningkat), Neutrofil 83 % (meningkat), Limfosit 11% (menurun), Imunoserologi
didapatkan Komplemen C3 47 mg/dL (menurun), Komplemen C4 9,7 mg/dL
(menurun), ANA Test dan Anti-ds-DNA hasil menyusul, tanda infeksi didapatkan
CRP Kuantitatif 8 mg/L (meningkat), Hati didapatkan Albumin 1,8 (menurun),
Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh (abnormal), Protein Positif ++
(abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen Urine Epitel Positif + (abnormal),
Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen Urine Eritrosit 14-16 (abnormal),
Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal).
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sebagai NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia Hipokrom Mikrositer +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia.
11
X. TATALAKSANA
Non-farmakologis
- Bed Rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 1 gram p.o
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg p.o
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30+
- Metilprednisolon pulse 20mg/kgBB/pulse (maksimal 1 g) selama 3 hari
- Siklofosfamid 500mg/m2 maksimum 1g/m2/hari selama 5 hari
Edukasi
- Mengurangi aktivitas fisik dan stres
- Menjelaskan tentang penyakit lupus (penyebab, pengobatan, kontrol)
- Menjelaskan prognosis penyakit
XI. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
12
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,8oC
Keadaan spesifik
Kepala Nafas Cuping Hidung(-), Rambut hitam, Mudah rontok,
terdapat bekas bercak koin pada kulit kepala, telinga dan
belakang telinga, Terdapat bekas ruam merah kecoklatan
di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang melewati
batang hidung dan tidak gatal
Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa
13
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30
- CPA selesai
14
batang hidung dan tidak gatal
Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest
15
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30
16
sama
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung atas linea parasternal ICS II,
batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra,
dan batas kanan ICS IV line parasternalis dekstra
Auskultasi: HR 87 x/menit. BJ I-II (+) normal reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
17
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3-2-3 @4mg p.o
- Sunblock SPF 30
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala, sedangkan
erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Istilah lupus
erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani kuno untuk menyatakan suatu
penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang disebabkan oleh gigitan anjing hutan. 1,2
Menurut para ahli reumatologi Indonesia, SLE adalah penyakit autoimun sistemik
yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks
imun, dan disregulasi sistem imun, sehingga terjadi kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Perjalanan penyakit SLE bersifat eksaserbasi yang diselingi periode sembuh. Pada setiap
penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit
SLE dapat bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan
organ yang terlibat. 1
Epidemiologi
19
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar
dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE
adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit
ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. 1,2
2. Faktor Imunologi
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting Cell) akan
memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang
berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya
sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor
yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T. 3
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan teraktifasi
menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan
memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal. 3
20
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi
yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan. 3
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang tinggi.
Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat
dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE. 3
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam
tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE.
Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan
Clebsiella. 3
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi
kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah. 3
C. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu
ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada
seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal. 3
21
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang dapat
menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan
isoniazid. 3
Manifestasi LES
Manifestasi Konstitusional
Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada penderita LES dan
biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya.. Kelelahan ini agak sulit
dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia,
meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti prednison.
penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini
Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi dalam
beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat
disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal. 3,4
22
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit dibedakan dari sebab
lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain
seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil. 3,4
Manifestasi Kulit
itu dapat pula berupa lesi vaskuler berupa eritema periungual, livedo reticularis,
telangiektasia, fenomena Raynaud’s atau vaskulitis atau bercak yang menonjol bewarna
putih perak dan dapat pula ditemukan bercak eritema pada palatum mole dan durum,
Manifestasi Muskuloskeletal
dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis
dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi. Keluhan ini sering dianggap sebagai
manifestasi artritis reumatoid karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris.
Namun pada umumnya pada LES tidak meyebabkan kelainan deformitas.1 Pada 50%
kasus dapat ditemukan kaku pagi, tendinitis juga sering terjadi dengan akibat subluksasi
sendi tanpa erosi sendi. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa osteonekrosis yang
didapatkan pada 5-10% kasus dan biasanya berhubungan dengan terapi steroid. Miositis
timbul pada penderita LES< 5% kasus. Miopati juga dapat ditemukan, biasanya
23
steroid dan kloroquin. Osteoporosis sering didapatkan dan berhubungan dengan
Manifestasi Paru
emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan paru, dan shrinking lung syndrome.
Pneumonitis lupus dapat terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik. Biasanya penderita
akan merasa sesak, batuk kering, dan dijumpai ronki di basal. Keadaan ini terjadi
sebagai akibat deposisi kompleks imun pada alveolus atau pembuluh darah paru, baik
disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan respons yang baik
terhadap steroid. Hemoptisis merupakan keadaan yang sering apabila merupakan bagian
dari perdarahan paru akibat LES ini dan memerlukan penanganan tidak hanya
pemberian steroid namun juga tindakan lasmafaresis atau pemberian sitostatika. 3,4
Manifestasi Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapat berupa
ditemukan pada 15% kasus, ditandai oleh takikardia, aritmia, interval PR yang
friction rub, gambaran silhouette sign pada foto dada ataupun EKG, Echokardiografi.
Endokarditis Libman-Sachs, seringkali tidak terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi
24
Sachs. Adanya vegetasi katup yang disertai demam harus dicurigai kemungkinan
Wanita dengan LES memiliki risiko penyakit jantung koroner 5-6% lebih tinggi
dibandingkan wanita normal. Pada wanita yang berumur 35-44 tahun, risiko ini
Manifestasi Ginjal
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian besar terjadi
setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita : pria dengan kelainan ini adalah 10 : 1,
dengan puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda keterlibatan ginjal
pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.3,4
Penilainan keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan dengan menilai
ada/tidaknya hipertensi, urinalisis untuk melihat proteinuria dan silinderuria, ureum dan
membagi nefritis lupus atas 5 kelas. Pasien SLE dengan hematuria mikroskopik
ginjal.3,4
Manifestasi Gastrointestinal
merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit LES atau sebagai akibat
Dispepsia dijumpai lebih kurang 50% penderita LES, lebih banyak dijumpai pada
25
Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum. Selain
merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan
Manifestasi Hemopoetik
Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan anemia
hipokrom mikrositer yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik, penyakit ginjal
kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia hemolitik autoimun. 3,4
Manifestasi Neuropsikiatrik
yang begitu luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan
psikiatrik. Diagnosis lebih banyak didasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan
neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi
LES. Neuropati perifer, terutama tipe sensorik ditemukan pada 10% kasus. Kelainan
psikiatrik sering ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai psikosis. Kelainan
psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid. Analisis cairan serebrospinal seringkali
infeksi. Elektroensefalografi
26
(EEG) juga tidak memberikan gambaran yang spesifik. CT scan otak kadang- kadang
Penegakkan Diagnosis
Tabel 1. Kriteria Systemic Lupus Erythematosus (SLE) menurut American College of
Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. 1
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada
nasolabial
efusia
Serositis
27
yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+
Atau
oleh obat-obatan
28
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosolipid
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitifitas
96% dan spesifisitas 100%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya
ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.
Apabila hanyates ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan. 1
29
Pemeriksaan Penunjang 5
2) Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan
kreatinin urin
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk LES seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA
30
dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis
tidak sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat disingkirkan. 5
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-ds DNA
yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer
yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang
bukan LES. 5
Terapi
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan oleh
pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat hidup mandiri. Beberapa hal perlu
diketahui oleh pasien SLE, antara lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan
penyakit, cara mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi infeksi, dan perlunya
pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, displidemia atau terjadinya
osteoporosis. 6,7
B. Program Rehabilitasi
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan oleh pasien
SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi dengan
modalitas, kemudian melakukan latihan ortotik, dan lain-lain. 6,7
C. Terapi Medikasi
31
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi SLE terdiri dari NSAID ( Non
Steroid Anti-Inflamation Drugs), antimalaria, steroid, imunosupresan dan obat terapi lain
sesuai manifestasi klinis yang dialami. 6,7
NSAID dapat digunakan untuk mengendalikan gejala SLE pada tingkatan yang ringan,
seperti menurunkan inflamasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan jaringan lain. Contoh
obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan sulindac. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan
efek samping, yaitu pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare dan perdarahan
lambung. 6,7
2. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian
lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai tingkat keparahan
penyakit untuk pengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid dapat dilakukan secara
oral, injeksi pada sendi, dan intravena. Contoh : Metilprednisolon. Kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi, namun tidak disertai kontrol dan dalam waktu
yang lama. Beberapa efek samping dari mengonsumsi kortikosteroid terdiri dari
meningkatkan berat badan, penipisan kulit, osteoporosis, meningkatnya resiko infeksi
virus dan jamur, perdarahan gastrointestinal, memperberat hipertensi dan moon face. 6,7
3. Antimalaria
32
4. Immunosupresan
Obat Immunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem imun
tubuh. Ada beberapa jenis obat immunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien SLE
seperti azathioprine (imuran), mycophenolate mofetil (MMF), methotrexate, cyclosporine,
cyclophosphamide, dan Rituximab. 6,7
2. Kortikosteroid
Steroid merupakan obat pilihan utama pada penderita SLE dengan keterlibatan
organ mayor
a. Prednison oral dosis rendah (0,5mg/kgBB/hari)
- Diberikan 2/3 dosis pagi, 1/3 dosis siang/8jam
- Untuk gejala konstitusional berat, demam berkepanjangan, kelainan kulit,
pleuritis, atau bersamaan dengan metilprednisolon dosis tinggi
b. Prednison oral dosis tinggi (1-2 mg/kgBB/hari, max 68-80 mg/kgBB/hari dibagi
3-4 dosis selama 4-8 minggu, dilanjutkan tappering off 1-2 minggu)
33
- Untuk lupus fulminan akut, lupus nefritis akut yang berat, trombositopenia
(<50.000/mm3) tanpa perdarahan dan gangguan koagulasi, lupus eritematosus
kutan berat sebagai bagian terapi inisial lupus diskoid
c. Metilprednisolon pulse
- Dosis 20-30 mg/kgBB/pulse (maksimal 1g) selama 3 hari berturut-turut. Diulang
setiap bulan selama 6 bulan
- Digunakan untuk SLE anak sedang sampai berat, lupus nefritis sedang berat
(WHO kelas III-IV), lupus serebral, penyakit akut yang tidak terkontrol steroid
dosis tinggi oral, rekurensi aktif yang berat, anemia hemolitik berat,
trombositopenia berat, dan mengancam kehidupan.
4. Imunosupresan
a. Siklofosfamid
- Oral 1-3 mg/kgBB/hari
- Parenteral awal 500-700 mg/m2LPT maksimum 1g/m2/hari
34
- Pilih dosis terendah untuk leukopenia, trombositopenia, kreatinin >2 g/dL
- Cara pemberian: bolus perinfus 150 ml larutan D5% dalam NaCl 0,0225% (D5 ¼
NS) selama 1 jam bersama hidrasi 2L/m2/hari perinfus selama 24 jam dimulai 12
jam sebelum infus siklofosfamid
- Pemberian perenteral diulangi setiap bulan dengan peningkatan 250 mg/m2/bulan
sesuai dengan toleransi selama 6 bulan, selanjutnya tiap 3 bulan sampai 36 bulan
total pengobatan
- Siklofosfamid biasanya digunakan bersamaan dengan metilprednisolon pulse
b. Siklosporin A
- Indikasi: SLE anak berat yang tidak respon terhadap imunosupresif lain
- Dosis yang digunakan 2-4 mg/kgBB/hari
c. Mycophenolate mofetil (MMF)
- Untuk induksi dan pemeliharaan remisi, khususnya pada penderita lupus nefritis
- Dosis 600 mg/m2 peroral per 12 jam, tidak lebih dari 2 g/hari.
B. Topikal
Diberikan bila ada kelainan kulit:
- Betametason 0,05% atau
- Flusinosid 0,05% selama 2 minggu selanjutnya hidrokortison
C. Fisioterapi
Diindikasikan bila ada artritis
D. Supportif
1. Diet: setiap pemberian kortikosteroid terutama jangka panjang harus disertai
suplemen Ca dan Vitamin D
2. Dosis Kalsium
- <6 bulan: 360 mg/hari
35
- 6-12 bulan: 540 mg/har
- 1-10 tahun: 800 mg/hari
- 11-18 tahun: 1200 mg/hari
3. Dosis vitamin D aktif (hidroksikolkasloferol)
- BB < 30 kg: 20 mcg peroral 3 kali/minggu
- BB > 30 kg: 50 mcg peroral 3 kali/minggu
E. Pencegahan
1. Pencegahan terhadap paparan sinar matahari
- Hindari paparan sinar matahari dengan tingkat UV tertinggi: jam 09.00/10.00-
15.00/16.00
- Pakai lengan panjang, celana panjang, kerudung, topi, kacamata hitam
- Pakai tabir surya/sunblock minimal SPF 25
2. Osteoporosis selama terapi steroid dosis tinggi
- Diet tinggi Ca
- Vitamin D adekuat
- Olahraga
Edukasi
36
Jika pasien mengalami minimal 4 gejala dari seluruh gejala yang disebutkan di
atas, maka dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter di Puskesmas
atau rumah sakit agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. 1
Komplikasi 9
- Infeksi banyak terjadi pada stadium evolusi. Di samping akibat defisiensi imun, juga
berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid dan imunosupresan.
- Penggunaan kortikosteroid menimbulkan efek samping antara lain atrofi kulit,
gangguan hormon, gangguan proses tumbuh kembang, katarak, hiperglikemia dan lain-
lain.
- Akibat keterlibatan visera: gagal ginjal, hipertensi maligna, ensefalopato, perikarditis,
sitopenia autoimun, dsb.
Prognosis 9
- Prognosis penyakit lupus telah membaik dengna angka survival untuk masa 10 tahun
sebesar 80%
- Penyebab kematian akibat komplikasi viseral: gagal ginjal, hipertensi maligna,
kerusakan SSP, perikarditis, infark miokard, dan sitopenia autoimun infeksi
37
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis, didapatkan anak perempuan datang ke IGD RSMH bersama ibunya
dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan lemas, demam serta nyeri dada.
Kejang sebanyak 7 kali dalam sehari, kejang seluruh tubuh, 5 kali nya dalam 2 jam
sekaligus, lama tiap kejang ibu lupa, ibu mengaku kejang terus menerus selama 2 jam
tersebut, selama kejang ibu lupa apakah disuntikkan obat penenang atau berhenti
sendiri. Pasien sempat mengalami penurunan kesadaran. Badan terasa lemas ada,
sempoyongan ada, pandangan berkunang-kunang ada, telinga berdenging tidak ada,
mimisan ada, gusi berdarah tidak ada, tampak pucat ada, kaki tangan terasa dingin
ada. Demam ada, terus menerus, suhu tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur. Terdapat
bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang
melewati batang hidung dan tidak gatal, dari pengakuan ibu dulu ruam bertambah
hebat bila terkena sinar matahari. Terdapat bekas ruam berbentuk koin pada kuping,
belakang kuping, kulit kepala, paha, dan betis. Sariawan lama ada, banyak, di langit
mulut, bawah lidah, gusi, dan bagian dalam pipi. Rambut rontok ada. Nyeri dada ada,
di kedua dada, terutama saat menarik napas, nyeri dirasakan seperti ditinju, tidak
menjalar ke bahu, maupun lengan kiri, nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas, cuaca,
dan emosi. Mual ada, muntah tidak ada, BAB tidak ada keluhan, BAK dikatakan
berbusa ada, BAK warna merah tidak diketahui ibu, ibu mengaku BAK anaknya
berwarna keruh.
Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 2 Januari 2020, pada pemeriksaan fisik umum
didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan, nadi
87x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 22x/menit, suhu 36,6 derajat
celcius, tekanan darah 140/90 mmHg, SpO2 98%, BB 46 kg, TB 153 cm, kesan gizi
baik perawakan pendek, pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan kepala rambut
mudah rontok, terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk
seperti kupu-kupu yang melewati batang hidung dan tidak gatal, terdapat bekas bercak
koin pada kulit kepala dan telinga, bibir tampak sedikit pucat, mulut terdapat
stomatitis, leher dalam batas normal, toraks dalam batas normal, paru terdapat nyeri
dada terutama saat inspirasi, jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas
normal, genitalia tidak diperiksa, ekstremitas terdapat bekas bercak koin pada paha
dan kaki pasien.
38
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Desember 2019, pada hematologi
didapatkan Hb 6,9 g/dL (menurun), eritrosit 2,76 juta (menurun), Hematokrit 21%
(menurun), MCV 75,0 fL (menurun), MCH 25 Pg (menurun), LED 32 mm/jam
(meningkat), Neutrofil 83 % (meningkat), Limfosit 11% (menurun), Imunoserologi
didapatkan Komplemen C3 47 mg/dL (menurun), Komplemen C4 9,7 mg/dL
(menurun), ANA Test dan Anti-ds-DNA hasil menyusul, tanda infeksi didapatkan
CRP Kuantitatif 8 mg/L (meningkat), Hati didapatkan Albumin 1,8 (menurun),
Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh (abnormal), Protein Positif ++
(abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen Urine Epitel Positif + (abnormal),
Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen Urine Eritrosit 14-16 (abnormal),
Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal).
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium di atas,
didapatkan beberapa keluhan dan gejala pada pasien yang mengarah pada penyakit
SLE menurut kriterai ACR tahun 1997 yaitu ruam malar (bekas), ruam diskoid
(bekas), ulkus mulut yang lama, kecurigaan pleuritis (nyeri dada), fotosensitivitas,
kelainan neurologis (riwayat kejang), kelainan nefrologi (proteinuria, silinder seluler).
Didapatkan 7 dari 11 kriteria yang ada pada kriteria ACR yang mengarah ke SLE,
sambil menunggu hasil tes ANA dan anti-ds-DNA yang belum keluar. Lalu
didapatkan kriteria tambahan menurut Kemenkes pada SaLuRi (Periksa Lupus
Sendiri) yaitu rambut rontok, riwayat demam berkepanjangan, riwayat badan lemas
berlebihan, seluruh badan pucat dan anemia. Dari data epidemiologi juga didapatkan
pasien seorang perempuan, di mana menurut data, perempuan lebih banyak terkena
lupus dibandingkan dengan laki-laki, dan faktor usia biasanya saat usia produktif.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin dan Hematokrit menurun
dengan MCV dan MCH rendah yang mengarah kepada anemia hipokrom mikrositer
akibat penyakit kronis. Peningkatan neutrofil, penurunan limfosit, peningkatan LED,
dan peningkatan CRP menandakan sedang terjadinya inflamasi dan penurunan sistem
imun tubuh. Penurunan kadar komplemen C3 dan C4 juga khas dalam penyakit SLE
atau penyakit akibat gangguan imun. Komplemen adalah sekelompok protein yang
berfungsi membantu kerja sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam proses
peradangan. Pada SLE aktif biasanya kadar komplemen C3 dan C4 akan menurun.
Hipoalbuminemia ditemukan karena kurangnya asupan protein pada pasien.
39
Pada urinalisis didapatkan Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh
(abnormal), Protein Positif ++ (abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen
Urine Epitel Positif + (abnormal), Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen
Urine Eritrosit 14-16 (abnormal), Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal)
yang mengarah ke arah Lupus Nefritis. Lupus Nefritis terjadi pada hampir 90% pasien
SLE sebagai salah satu komplikasi serius.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sebagai NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia Hipokrom Mikrositer +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia. Terapi farmakologis yang diberikan
adalah Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam dan Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
sebagai tatalaksana untuk mengatasi hipokalsemia, Albumin 25% 160cc selama 3 hari
untung mengatasi hipoalbuminemia, Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV) dan Sucralfat 3 x
1 gram untuk mengatasi keluhan mual dan mencegah tukak lambung, Furosemide 2 x
20 mg p.o untung membantu ekskresi cairan akibat sedang terjadi gangguan pada
ginjal, Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV) kortikosteroid sebagai pilihan utama pada
pengobatan SLE serta Sunblock SPF 30 untuk mengurangi kontak langsung dengan
UVA dan UVB.
40
DAFTAR PUSTAKA
41