Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Oleh:

Radyat Fachreza 04084281921062

Pembimbing:

dr. Yusmala Helmi, SpA(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Oleh:

Radyat Fachreza 04084281921062

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 16 Desember 2019 – 22
Februari 2020

Palembang, Januari 2020

Pembimbing,

dr. Yusmala Helmi, SpA(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Sistemik Lupus
Eritematosus” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusmala
Helmi, SpA(K) selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan masukan
sehingga tugas laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah ini, semoga
bermanfaat.

Palembang, Januari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN........................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................19
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................41

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan


penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran
gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Kekeliruan
dalam mengenali penyakit ini sering terjadi. Terkait dengan kemampuan diagnosis
para dokter umum, internis maupun ahli reumatologi dan ahli lainnya. Penyakit
ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup
tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan
dalam patofisiologi SLE.
Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk,
sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk,
dengan rasio gender wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Belum terdapat data
epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di
RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total
kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan
Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke
poliklinik reumatologi selama tahun 2010.
Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi,
darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun. Dilaporkan
bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis
terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati
27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6%
sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam diskoid
7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi
remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan penyakit.
Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada
manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-obat yang umum digunakan
pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory
Drugs), obat-obat antimalaria, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan).

1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Nn. IS
b. Umur : 16 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Nama Ayah : Tn. S
e. Nama Ibu : Ny. R
f. Bangsa : Indonesia (Suku Sumatera Selatan)
g. Agama : Islam
h. Alamat : Dusun VII RT 01 RW 003 Kel. Muara Burnai II, Kec.
Lempuing Jaya Kab OKI
i. MRS Tanggal : 26 Desember 2019

II. ANAMNESIS
Tanggal : 2 Januari 2020
Diberikan oleh : Penderita dan ibu penderita (autoanamnesis dan
alloanamnesis)

A. Riwayat Perjalanan Penyakit


Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Badan lemas, demam, nyeri dada
Riwayat perjalanan penyakit :
± 2 bulan SMRS pasien berobat ke RS Tsuraya dengan keluhan badan
terasa lemas, sempoyongan ada pandangan berkunang-kunang ada, telinga
berdenging tidak ada, mimisan ada, gusi berdarah tidak ada, tampak pucat ada,
kaki tangan terasa dingin ada. Demam ada sejak satu minggu yang lalu, terus
menerus, suhu tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur. Terdapat ruam merah
kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang melewati batang
hidung dan tidak gatal, ruam bertambah hebat bila terkena sinar matahari. Terdapat
ruam berbentuk koin pada kuping, belakang kuping, kulit kepala, paha, dan betis.
Sariawan lama ada, banyak, di langit mulut, bawah lidah, gusi, dan bagian dalam
pipi. Rambut rontok ada. Nyeri dada ada, di kedua dada, terutama saat menarik
napas, nyeri dirasakan seperti ditinju, tidak menjalar ke bahu, maupun lengan kiri,
nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas, cuaca, dan emosi. Nyeri sendi tidak ada.
Mual ada, muntah tidak ada, BAB tidak ada keluhan, BAK dikatakan berbusa ada,
2
BAK warna merah tidak diketahui ibu, ibu mengaku BAK anaknya berwarna
keruh. Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien dikatakan sakit lupus,
namun karena ibu pasien berobat umum, pasien pulang paksa karena masalah
biaya.
+- 1 bulan SMRS pasien dirawat di rumah oleh tetangga pasien yang
seorang bidan, pasien hanya terbaring di tempat tidur dan diinfus selama 3 minggu
dengan keluhan yang sama. Kali ini pasien tampak bengkak pada pipi, betis, dan
kaki.
+- 1 hari SMRS pasien sempat kejang sebanyak 7 kali dalam sehari, kejang
seluruh tubuh, 5 kali nya dalam 2 jam sekaligus, lama tiap kejang ibu lupa, ibu
mengaku kejang terus menerus selama 2 jam tersebut, selama kejang ibu lupa
apakah disuntikkan obat penenang atau berhenti sendiri. Pasien sempat mengalami
penurunan kesadaran. Demam lama ada, tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur,
badan lemas ada, pucat ada, sempoyongan ada, pandangan berkunang-kunang ada.
Pasien dibawa ke puskesmas dekat rumah, lalu dipasang oksigen dan dirujuk ke
IGD RSMH.
B. Riwayat sebelum masuk rumah sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan antenatal : Cek bidan tiap bulan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Masa kehamilan : 37 minggu (cukup bulan)
Partus : Spontan
Tempat : Bidan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 27 April 2003
BB : 2800 gram
PB : 48 cm
Lingkar Kepala : Ibu lupa
Kondisi saat lahir : Lahir langsung menangis
Riwayat KPSW : Tidak ada
2. Riwayat Makanan
ASI : 0 – 6 bulan (2 payudara, setiap bayi menangis,
lamanya ± 15 menit)

3
Susu botol : > 24 bulan (2-3x sehari, ± 50cc)
Nasi tim/lembek : 6 – 12 bulan (2-3x sehari, @ 3 sdt)
Nasi biasa : 12 bulan – sekarang (3x sehari, @ 1 centong nasi)
Daging : hampir tidak pernah
Ikan : 2 x seminggu (@ ½ potong ikan)
Tempe : 2 x seminggu
Tahu : 2 x seminggu
Sayuran : Setiap hari
Buah : 2 x seminggu (@ 1 potong buah)
Kesan :asupan makanan cukup secara kuantitas tapi tidak
cukup secara kualitas

C. Riwayat Imunisasi
Vaksin I II III IV V
BCG √ (1 bulan)
DPT √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan) √(18bulan)
POLIO √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan) √(5 bulan) √(18bulan)
HEPATITIS B √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan)
HiB √(2 bulan) √(3bulan) √(4bulan)
CAMPAK √(9 bulan)
Kesan : imunisasi dasar PPI lengkap

D. Riwayat Keluarga
Ayah ibu
Perkawinan pertama pertama
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Tidak Bekerja Berdagang
Penyakit yang pernah diderita Riwayat dengan keluhan yang sama
disangkal -
E. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
Berat Badan :42 kg
Tinggi Badan : 153 cm
BB/U : < P5
TB/U : di antara P10 dan <P5
BB/TB : 97%

4
Kesan : Gizi baik
Perkembangan
 Berbalik : 3 bulan
 Tengkurap : 4 bulan
 Merangkak : 6 bulan
 Duduk : 7 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Berjalan : 11 bulan
 Berbicara : 18 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah tidak bekerja karena cacat, ibu bekerja sebagai pedagang, penghasila
1.500.000,- per bulan
Kesan : sosial ekonomi menengah ke bawah.

G. Riwayat Sanitasi dan Higienitas


Penderita tinggal dirumah orang tua dengan penghuni berjumlah 6 orang.
Bangunan rumah terbuat dari bata dan semen dan lantai terbuat dari tanah,
sebagian semen. Sumber air yang digunakan untuk MCK dan minum berasal dari
PDAM. Tempat pembuangan sampah berada ±500 m dari rumah penderita,
sampah dikumpulkan di plastik sebelum dibuang ke tempat pembuangan di
belakang rumah penderita.

H. Riwayat Kebiasaan
- Tidak ada

I. Riwayat penyakit yang pernah diderita


- Terdiagnosis SLE sejak 2 bulan SMRS

III. PEMERIKSAAN FISIK (Kamis, 2 Januari 2020/Hari Rawat Ke-7)


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :N : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit

5
S : 36,6 o C
TD : 140/90mmHg
Status : BB : 45 kg BB/U : di antara P10 dan <P5
Antropometri PB : 153 cm TB/U : di antara P10 dan <P5
BB/TB : 102%
Kesan : Gizi baik

Kepala : Normosefali, rambut hitam, mudah rontok, terdapat


bekas bercak koin pada kulit kepala
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-) refleks cahaya (+/+), pupil isokor ᴓ 3mm
Telinga : Deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula (-), nyeri tekan tragus
(-), nyeri tekan mastoid (-), serumen (-), terdapat bekas
bercak koin pada telinga dan belakang telinga
Hidung : Deformitas (-), napas cuping hidung (-), deviasi septum (-),
mukosa hiperemis (-), sekret (-), Terdapat bekas ruam
merah kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-
kupu yang melewati batang hidung dan tidak gatal
Mulut :Mukosa bibir lembab, bibir sianosis (-), cheilitis (-)
stomatitis (+), atropi papil (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (+), uvula ditengah, tonsil T1-T1,
detritus (-), kripta (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Dada : Pulmo:
I : Dinding dada statis dan dinamis simetris, retraksi
subkostal dan interkostal (-)
P : Stemfremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor pada kedua lapang paru
A : Vesikuler normal ,ronkhi (-), wheezing (-)
Cor :
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis tidak teraba.
P : Batas atas jantung atas linea parasternal ICS II,
batas kiri jantung ICS VI linea axillaris anterior

6
sinistra, dan batas ICS IV linea parasternalis dekstra
.
A :HR 87 x/menit, bunyi jantung I-II (+) normal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :I : Cembung, pelebaran pembuluh darah (-)
P : Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : Bising usus (+) 4x/m
Genitalia :Tidak diperiksa
Ekstremitas :Edema (-), sianosis (-), capillary refill time< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), terdapat bekas bercak koin
pada paha dan kaki

IV. STATUS NEUROLOGIKUS


Lengan Lengan
Fungsi motorik Kaki kanan Kaki kiri
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis Tidak ada kelainan
Refleks patologis Tidak ada kelainan
Gejala rangsang
Tidak ada kelainan
menigeal
Fungsi motorik Dalam batas normal
Nervi craniales Dalam batas normal

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (26-12-2019)

Pemeriksaan laboratorium Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,9 12-14.4 g/dL
Eritrosit 2,76 4.75-4.85 106/mm3
Leukosit 9,71 4.5-13.5 103/mm3
Hemotokrit 21 36-42 %
Trombosit 424 217-497 103/µL

7
MCV 75.0 85-95 fL
MCH 25 28-32 Pg
MCHC 33 33-35 g/dL
RDW-CV 16.30 11-15 %
LED 32 <20 mm/jam
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-6 %
Neutrofil 83 50-70 %
Limfosit 11 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
KIMIA KLINIK
GINJAL
Ureum 17 16,6 – 48,5 mg/dL
Kreatinin 0,67 0,57 – 0,87 mg/dL
ELEKTROLIT
Elektrolit Serum
Kalsium (Ca) 5,8 9,2-11,0 mg/dL
Magnesium (Mg) 1,20 1,6-2,6 mg/dL
Natrium (Na) 140 135-155 mEq/L
Kalium (K) 2,7 3,5-5,5 mEq/L
Clorida (Cl) 104 96-106 mmol/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu 84 <200 mg/dL

IMUNOSEROLOGI
Komplemen C3 47 83 - 193 mg/dL
Komplemen C4 9,7 15,0 - 57,0 mg/dL
LUPUS
Hasil Hasil
ANA Test
Menyusul Menyusul
- Pola
Hasil Hasil
- Titer
Menyusul Menyusul
Anti-ds-DNA
TANDA INFEKSI

8
CRP Kuantitatif 8 <5 mg/L
HATI
Albumin 1,8 3,2-4,5 g/dL

URINALISIS
Urine Lengkap
Kuning
Warna Kuning
Jernih
Kejernihan Agak Keruh
1,003-1,030
Berat Jenis 1,005
5-9
pH (Urine Rutin) 5,0
Negatif
Protein Positif ++
Negatif
Ascorbic Acid Negatif
Negatif
Glukosa Negatif
Negatif
Keton Negatif
Negatif
Darah Positif ++
Negatif
Bilirubin Negatif
0,1-1,8
Urobilinogen 1
Negatif
Nitrit Negatif
Negatif
Lekosit Esterase Negatif
Sedimen Urine
Negatif
- Epitel Positif +
0-5
- Lekosit 20-22
0-1
- Eritrosit 14-16
Negatif
- Silinder Granular ++
Negatif
- Kristal Negatif
Negatif
- Bakteri Positif ++
Negatif
- Mukus Negatif
Negatif
- Jamur Negatif

9
VI. RESUME
Dari anamnesis, didapatkan anak perempuan datang ke IGD RSMH bersama
ibunya dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan lemas, demam serta
nyeri dada. Kejang sebanyak 7 kali dalam sehari, kejang seluruh tubuh, 5 kali nya
dalam 2 jam sekaligus, lama tiap kejang ibu lupa, ibu mengaku kejang terus menerus
selama 2 jam tersebut, selama kejang ibu lupa apakah disuntikkan obat penenang atau
berhenti sendiri. Pasien sempat mengalami penurunan kesadaran. Badan terasa lemas
ada, sempoyongan ada, pandangan berkunang-kunang ada, telinga berdenging tidak
ada, mimisan ada, gusi berdarah tidak ada, tampak pucat ada, kaki tangan terasa
dingin ada. Demam ada, terus menerus, suhu tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur.
Terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu
yang melewati batang hidung dan tidak gatal, dari pengakuan ibu dulu ruam
bertambah hebat bila terkena sinar matahari. Terdapat bekas ruam berbentuk koin
pada kuping, belakang kuping, kulit kepala, paha, dan betis. Sariawan lama ada,
banyak, di langit mulut, bawah lidah, gusi, dan bagian dalam pipi. Rambut rontok
ada. Nyeri dada ada, di kedua dada, terutama saat menarik napas, nyeri dirasakan
seperti ditinju, tidak menjalar ke bahu, maupun lengan kiri, nyeri tidak dipengaruhi
oleh aktifitas, cuaca, dan emosi. Mual ada, muntah tidak ada, BAB tidak ada keluhan,
BAK dikatakan berbusa ada, BAK warna merah tidak diketahui ibu, ibu mengaku
BAK anaknya berwarna keruh.
Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 2 Januari 2020, pada pemeriksaan fisik umum
didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan, nadi
87x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 22x/menit, suhu 36,6 derajat
celcius, tekanan darah 140/90 mmHg, SpO2 98%, BB 46 kg, TB 153 cm, kesan gizi
baik perawakan pendek, pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan kepala rambut
mudah rontok, terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk
seperti kupu-kupu yang melewati batang hidung dan tidak gatal, terdapat bekas
bercak koin pada kulit kepala dan telinga, bibir tampak sedikit pucat, mulut terdapat
stomatitis, leher dalam batas normal, toraks dalam batas normal, paru terdapat nyeri
dada terutama saat inspirasi, jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas
normal, genitalia tidak diperiksa, ekstremitas terdapat bekas bercak koin pada paha
dan kaki pasien.
Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Desember 2019, pada hematologi
didapatkan Hb 6,9 g/dL (menurun), eritrosit 2,76 juta (menurun), Hematokrit 21%
(menurun), MCV 75,0 fL (menurun), MCH 25 Pg (menurun), LED 32 mm/jam

10
(meningkat), Neutrofil 83 % (meningkat), Limfosit 11% (menurun), Imunoserologi
didapatkan Komplemen C3 47 mg/dL (menurun), Komplemen C4 9,7 mg/dL
(menurun), ANA Test dan Anti-ds-DNA hasil menyusul, tanda infeksi didapatkan
CRP Kuantitatif 8 mg/L (meningkat), Hati didapatkan Albumin 1,8 (menurun),
Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh (abnormal), Protein Positif ++
(abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen Urine Epitel Positif + (abnormal),
Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen Urine Eritrosit 14-16 (abnormal),
Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal).
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sebagai NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia Hipokrom Mikrositer +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia.

VII. DAFTAR MASALAH


1. Kejang
2. Lemas (anemia)
3. Demam
4. Nyeri dada
5. BAK keruh
6. Stomatitis
7. Hipokalsemia
8. Hipokalemia
9. Hipoalbuminemia

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. NPSLE e.c Gangguan Elektrolit (Hipokalsemia dan Hipokalemia) +
Hipoalbuminemia
2. Sindroma Nefritik + Anemia Hipokrom Mikrositer + Hipokalsemia +
Hipoalbuminemia + Hipokalemia

IX. DIAGNOSIS KERJA


NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia Hipokrom Mikrositer + Hipokalsemia +
Hipoalbuminemia + Hipokalemia

11
X. TATALAKSANA
Non-farmakologis
- Bed Rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 1 gram p.o
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg p.o
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30+
- Metilprednisolon pulse 20mg/kgBB/pulse (maksimal 1 g) selama 3 hari
- Siklofosfamid 500mg/m2 maksimum 1g/m2/hari selama 5 hari
Edukasi
- Mengurangi aktivitas fisik dan stres
- Menjelaskan tentang penyakit lupus (penyebab, pengobatan, kontrol)
- Menjelaskan prognosis penyakit

XI. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

X. FOLLOW UP

Tanggal 3 Januari 2020


S Keluhan tidak ada, masih tampak pucat
O:
Keadaan umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Nadi 96 x/menit

12
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,8oC
Keadaan spesifik
Kepala Nafas Cuping Hidung(-), Rambut hitam, Mudah rontok,
terdapat bekas bercak koin pada kulit kepala, telinga dan
belakang telinga, Terdapat bekas ruam merah kecoklatan
di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang melewati
batang hidung dan tidak gatal

Leher JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)
Thorax: Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi
Paru intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (-), nyeri saat
bernapas ada
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan dan kiri
sama
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung atas linea parasternal ICS II,
batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra,
dan batas kanan ICS IV line parasternalis dekstra
Auskultasi: HR 87 x/menit. BJ I-II (+) normal reguler,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa

13
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30
- CPA selesai

Tanggal 4 Januari 2020


S Keluhan tidak ada, masih tampak pucat
O:
Keadaan umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 88 x/menit
Pernapasan 21 x/ menit
Temperatur 36,6oC
Keadaan spesifik
Kepala Nafas Cuping Hidung(-), Rambut hitam, Mudah rontok,
terdapat bekas bercak koin pada kulit kepala, telinga dan
belakang telinga, Terdapat bekas ruam merah kecoklatan
di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang melewati

14
batang hidung dan tidak gatal

Leher JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)
Thorax: Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi
Paru intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (-), nyeri saat
bernapas ada
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan dan kiri
sama
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung atas linea parasternal ICS II,
batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra,
dan batas kanan ICS IV line parasternalis dekstra
Auskultasi: HR 87 x/menit. BJ I-II (+) normal reguler,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest

15
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV)
- Sunblock SPF 30

Tanggal 5 Januari 2020


S Keluhan tidak ada, masih tampak pucat
O:
Keadaan umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 130/80 mmHg
Nadi 88 x/menit
Pernapasan 21 x/ menit
Temperatur 36,6oC
Keadaan spesifik
Kepala Nafas Cuping Hidung(-), Rambut hitam, Mudah rontok,
terdapat bekas bercak koin pada kulit kepala, telinga dan
belakang telinga, Terdapat bekas ruam merah kecoklatan
di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang melewati
batang hidung dan tidak gatal

Leher JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)
Thorax: Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri, retraksi
Paru intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (-), nyeri saat
bernapas ada
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kanan dan kiri

16
sama
Perkusi: Sonor kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung atas linea parasternal ICS II,
batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra,
dan batas kanan ICS IV line parasternalis dekstra
Auskultasi: HR 87 x/menit. BJ I-II (+) normal reguler,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi: cembung, venektasi (-), scar (-).
Palpasi: Dinding perut lemas, turgor kulit baik, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bising usus normal, 4 x / menit
Genitalia
Ekstremitas Tidak diperiksa
Edema (-), sianosis (-), capillary refilltime< 3 detik, akral
hangat (+), nyeri sendi (-), clubbingfinger (-),terdapat
bekas bercak koin pada paha dan kaki
A NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia (perbaikan) +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P Non-farmakologis
Bed rest
Farmakologis
- IVFD KaEN 3B kecepatan 60cc/jam
- Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam
- Albumin 25% 160cc selama 3 hari
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
- Furosemide 2 x 20 mg p.o
- Sucralfat 3 x 10
- Vit B Kompleks 2 x 1 tab

17
- Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
- Metilprednisolon 3-2-3 @4mg p.o
- Sunblock SPF 30

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala, sedangkan
erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Istilah lupus
erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani kuno untuk menyatakan suatu
penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang disebabkan oleh gigitan anjing hutan. 1,2

Menurut para ahli reumatologi Indonesia, SLE adalah penyakit autoimun sistemik
yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks
imun, dan disregulasi sistem imun, sehingga terjadi kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Perjalanan penyakit SLE bersifat eksaserbasi yang diselingi periode sembuh. Pada setiap
penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit
SLE dapat bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan
organ yang terlibat. 1

Epidemiologi

Prevalensi LES diberbagai Negara sangat bervariasi antara 2.9/100.000-


400/100.000. dalam 30 tahun terakhir, LES telah menjadi salah satu penyakit reumatik
utama di dunia. LES lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro, Cina
dan mungkin juga Filipina. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi
penyakit. LES dapat ditemukan pada semua usia, namun paling banyak pada usia 15-40
tahun (masa reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan pria yaitu berkisar
(10:1). 2

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor
predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara beberapa
faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor yang paling dominan
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang
berperan dalam timbulnya penyakit SLE:

19
1. Faktor Genetik

Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar
dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE
adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit
ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. 1,2

Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang


memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II
khususnya HLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya
SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen merupakan salah satu
faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan
defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan
bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi
menderita SLE. 1,2

2. Faktor Imunologi

Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :

a. Antigen

Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting Cell) akan
memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang
berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya
sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor
yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T. 3

b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B

Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan teraktifasi
menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan
memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal. 3

20
c. Kelainan antibodi

Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi
yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan. 3

3. Faktor Hormonal

Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang tinggi.
Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat
dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE. 3

4. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam
tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:

A. Infeksi virus dan bakteri

Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE.
Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan
Clebsiella. 3

B. Paparan sinar ultra violet

Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi
kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah. 3

C. Stres

Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu
ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan mencetuskan SLE pada
seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak awal. 3

21
d. Obat-obatan

Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang dapat
menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan
isoniazid. 3

Manifestasi LES

Manifestasi Konstitusional

Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada penderita LES dan

biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya.. Kelelahan ini agak sulit

dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti anemia,

meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti prednison.

Apabila kelelahan disebabkan oleh aktifitas penyakit LES, diperlukan pemeriksaan

penunjang lain yaitu kadar C3 serum yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini

memberikan respons terhadap pemberian steroid atau latihan. 3,4

Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi dalam

beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat

disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal. 3,4

22
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional LES sulit dibedakan dari sebab

lain seperti infeksi karena suhu tubuh lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain

seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil. 3,4

Manifestasi Kulit

Kelainan kulit dapat berupa fotosensitifitas, diskoid LE (DLE), Subacute

Cutaneous Lupus Erythematosus (SCLE), lupus profundus / paniculitis, alopecia. Selain

itu dapat pula berupa lesi vaskuler berupa eritema periungual, livedo reticularis,

telangiektasia, fenomena Raynaud’s atau vaskulitis atau bercak yang menonjol bewarna

putih perak dan dapat pula ditemukan bercak eritema pada palatum mole dan durum,

bercak atrofis, eritema atau depigmentasi pada bibir. 3,4

Manifestasi Muskuloskeletal

Lebih dari 90% penderita LES mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan

dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis

dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi. Keluhan ini sering dianggap sebagai

manifestasi artritis reumatoid karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris.

Namun pada umumnya pada LES tidak meyebabkan kelainan deformitas.1 Pada 50%

kasus dapat ditemukan kaku pagi, tendinitis juga sering terjadi dengan akibat subluksasi

sendi tanpa erosi sendi. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa osteonekrosis yang

didapatkan pada 5-10% kasus dan biasanya berhubungan dengan terapi steroid. Miositis

timbul pada penderita LES< 5% kasus. Miopati juga dapat ditemukan, biasanya

berhubungan dengan terapi

23
steroid dan kloroquin. Osteoporosis sering didapatkan dan berhubungan dengan

aktifitas penyakit dan penggunaan steroid. 3,4

Manifestasi Paru

Manifestasi klinis pada paru dapat terjadi, diantaranya adalah pneumonitis,

emboli paru, hipertensi pulmonum, perdarahan paru, dan shrinking lung syndrome.

Pneumonitis lupus dapat terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik. Biasanya penderita

akan merasa sesak, batuk kering, dan dijumpai ronki di basal. Keadaan ini terjadi

sebagai akibat deposisi kompleks imun pada alveolus atau pembuluh darah paru, baik

disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan respons yang baik

terhadap steroid. Hemoptisis merupakan keadaan yang sering apabila merupakan bagian

dari perdarahan paru akibat LES ini dan memerlukan penanganan tidak hanya

pemberian steroid namun juga tindakan lasmafaresis atau pemberian sitostatika. 3,4

Manifestasi Kardiovaskular

Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapat berupa

perikarditis ringan, efusi perikardial sampai penebalan perikardial. Miokarditis dapat

ditemukan pada 15% kasus, ditandai oleh takikardia, aritmia, interval PR yang

memanjang, kardiomegali sampai gagal jantung. 3,4

Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri substernal,

friction rub, gambaran silhouette sign pada foto dada ataupun EKG, Echokardiografi.

Endokarditis Libman-Sachs, seringkali tidak terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi

mendapatkan 50% LES disertai endokarditis Libman-

24
Sachs. Adanya vegetasi katup yang disertai demam harus dicurigai kemungkinan

endokarditis bakterialis. 3,4

Wanita dengan LES memiliki risiko penyakit jantung koroner 5-6% lebih tinggi

dibandingkan wanita normal. Pada wanita yang berumur 35-44 tahun, risiko ini

meningkat sampai 50%. 3,4

Manifestasi Ginjal

Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian besar terjadi

setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita : pria dengan kelainan ini adalah 10 : 1,

dengan puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda keterlibatan ginjal

pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.3,4

Penilainan keterlibatan ginjal pada pasien LES harus dilakukan dengan menilai

ada/tidaknya hipertensi, urinalisis untuk melihat proteinuria dan silinderuria, ureum dan

kreatinin, proteinuria kuantitatif, dan klirens kreatinin. Secara histologik, WHO

membagi nefritis lupus atas 5 kelas. Pasien SLE dengan hematuria mikroskopik

dan/atau proteinuria dengan penurunan GFR harus dipertimbangkan untuk biopsi

ginjal.3,4

Manifestasi Gastrointestinal

Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES, karena dapat

merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit LES atau sebagai akibat

pengobatan. Disfagia merupakam keluhan yang biasanya menonjol walaupun tidak

didapatkan adanya kelainan pada esophagus tersebut kecuali gangguan motilitas.

Dispepsia dijumpai lebih kurang 50% penderita LES, lebih banyak dijumpai pada

mereka yang memakai glukokortikoid serta didapatkan adanya ulkus. 3,4

25
Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum. Selain

itu dapat pula didapatkan vaskulitis, pankreatitis, dan hepatomegali. Hepatomegali

merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan

peningkatan serum SGOT/SGPT ataupun fosfatase alkali dan LDH. 3,4

Manifestasi Hemopoetik

Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan anemia

hipokrom mikrositer yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik, penyakit ginjal

kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia hemolitik autoimun. 3,4

Manifestasi Neuropsikiatrik

Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena gambaran klinis

yang begitu luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan

psikiatrik. Diagnosis lebih banyak didasarkan pada temuan klinis dengan menyingkirkan

kemungkinan lain seperti sepsis, uremia, dan hipertensi berat. 3,4

Manifestasi neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa migrain,

neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik dengan antibodi

anti-fosfolipid dapat merupakan penyebab terbanyak kelainan serebrovaskular pada

LES. Neuropati perifer, terutama tipe sensorik ditemukan pada 10% kasus. Kelainan

psikiatrik sering ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai psikosis. Kelainan

psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid. Analisis cairan serebrospinal seringkali

tidak memberikan gambaran yang spesifik, kecuali untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi. Elektroensefalografi

26
(EEG) juga tidak memberikan gambaran yang spesifik. CT scan otak kadang- kadang

diperlukan untuk membedakan adanya infark atau perdarahan. 3,4

Penegakkan Diagnosis
Tabel 1. Kriteria Systemic Lupus Erythematosus (SLE) menurut American College of
Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. 1

Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada

daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat

nasolabial

Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan

sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat

ditemukan parut atrofik

Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal

terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien

atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri

dan dilihat oleh dokter pemeriksa

Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih

sendi perifer, ditandai nyeri tekan, bengkak atau

efusia

Serositis

Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub

27
yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat

bukti efusi pleura. Atau

Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial

friction rub atau terdapat bukti efusi pericardium

Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+

bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Atau

b. Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit,

hemoglobin, granular, tubular atau campuran

Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan

atau gangguan metabolik (misalnya uremia,

ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit).

Atau

b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan

atau gangguan metabolik (misalnya uremia,

ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit)

Gangguan hematologi a. Anemia hemolitik dengan retikulosis. Atau

b. Lekopenia <4.000/mm³ pada dua kali

pemeriksaan atau lebih. Atau

c. Limfopenia <1.500/mm³ pada da kali pemeriksaan

atau lebih. Atau

d. Trombositopenia <100.000/mm³ tanpa disebabkan

oleh obat-obatan

Gangguan imunologi a. Anti-DNA : antibodi terhadap native DNA dengan


titer yang abnormal. Atau
b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen
nuklear Sm. Atau

28
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosolipid

yang didasarkan atas :


1) Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik
IgG atau IgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan
metoda standard, atau

3) hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis


sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi
dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes
fluoresensi absorpsi antibodi treponema

Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan


positif (ANA) pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan
setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit
tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan
dengan sindroma lupus yang diinduksi obat

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitifitas
96% dan spesifisitas 100%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya
ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.
Apabila hanyates ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan. 1

Kriteria Diagnosis NPSLE 1

29
Pemeriksaan Penunjang 5

1) Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)

2) Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan
kreatinin urin

3) Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)

4) PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid

5) Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)

6) Foto polos thorax

- Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk


monitoring
- Setiap 3-6 bulan bila stabil

- Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.

Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE


adalah tes ANA generik. Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan
tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita LES ditemukan tes ANA
yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada
beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES
misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed
connective tissue disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun),
keganasan atau pada orang normal. 5

Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk LES seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA

30
dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis
tidak sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat disingkirkan. 5
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-ds DNA
yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer
yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang
bukan LES. 5

Terapi

Terapi SLE sebaiknya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar


tujuan terapi dapat tercapai. Berikut pilar terapi SLE :

A. Edukasi dan Konseling

Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan oleh
pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat hidup mandiri. Beberapa hal perlu
diketahui oleh pasien SLE, antara lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan
penyakit, cara mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi infeksi, dan perlunya
pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, displidemia atau terjadinya
osteoporosis. 6,7

B. Program Rehabilitasi

Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan oleh pasien
SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi dengan
modalitas, kemudian melakukan latihan ortotik, dan lain-lain. 6,7

C. Terapi Medikasi

31
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi SLE terdiri dari NSAID ( Non
Steroid Anti-Inflamation Drugs), antimalaria, steroid, imunosupresan dan obat terapi lain
sesuai manifestasi klinis yang dialami. 6,7

1. NSAID ( Non Steroid Anti-Inflamation Drugs)

NSAID dapat digunakan untuk mengendalikan gejala SLE pada tingkatan yang ringan,
seperti menurunkan inflamasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan jaringan lain. Contoh
obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan sulindac. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan
efek samping, yaitu pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare dan perdarahan
lambung. 6,7

2. Kortikosteroid

Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian
lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai tingkat keparahan
penyakit untuk pengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid dapat dilakukan secara
oral, injeksi pada sendi, dan intravena. Contoh : Metilprednisolon. Kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi, namun tidak disertai kontrol dan dalam waktu
yang lama. Beberapa efek samping dari mengonsumsi kortikosteroid terdiri dari
meningkatkan berat badan, penipisan kulit, osteoporosis, meningkatnya resiko infeksi
virus dan jamur, perdarahan gastrointestinal, memperberat hipertensi dan moon face. 6,7

3. Antimalaria

Antimalaria yang dapat digunakan untuk terapi SLE terdiri dari


hydroxychloroquinon dan kloroquin. Hydroxychloroquinon lebih sering digunakan
dibanding kloroquin karena resiko efek samping pada mata lebih rendah. Obat antimalaria
efektif untuk SLE dengan gejala fatique, kulit, dan sendi. Baik untuk mengurangi ruam
tanpa meningkatkan penipisan pembuluh darah. Toksisitas pada mata berhubungan dengan
dosis harian dan kumulatif, sehingga selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut sangat
kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksakan ketajaman visual setiap enam bulan untuk
identifikasi dini kelainan mata selama pengobatan. 6,7

32
4. Immunosupresan

Obat Immunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem imun
tubuh. Ada beberapa jenis obat immunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien SLE
seperti azathioprine (imuran), mycophenolate mofetil (MMF), methotrexate, cyclosporine,
cyclophosphamide, dan Rituximab. 6,7

Pilihan tatalaksana untuk anak 8

A. Obat-obatan sistemik (pilihan obat-obatan di bawah ini tergantung indikasi dan


ketersediaan obat):
1. Anti inflamasi non steroid
Indikasi: manifestasi ke kulit, sendi. Pilihan:
a. Salisilat:
- 75-90 mg/kgBB/hari peroral dibagi 3-4 dosis
- Diberi bersamaan dengan makanan
- Meningkatkan SGOT dan SGPT
- Kontraindikasi: trombositopenia, gangguan hemostasis
b. Naproksen: 10-20 mg/kgBB/hari terbagi 2-3 dosis
c. Sodium tolmetin: 20-30 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis/haro, dilanjutkan 15-30
mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis/hari
d. Natrium diklofenak 2-3 mg/kgBB/hari

2. Kortikosteroid
Steroid merupakan obat pilihan utama pada penderita SLE dengan keterlibatan
organ mayor
a. Prednison oral dosis rendah (0,5mg/kgBB/hari)
- Diberikan 2/3 dosis pagi, 1/3 dosis siang/8jam
- Untuk gejala konstitusional berat, demam berkepanjangan, kelainan kulit,
pleuritis, atau bersamaan dengan metilprednisolon dosis tinggi
b. Prednison oral dosis tinggi (1-2 mg/kgBB/hari, max 68-80 mg/kgBB/hari dibagi
3-4 dosis selama 4-8 minggu, dilanjutkan tappering off 1-2 minggu)

33
- Untuk lupus fulminan akut, lupus nefritis akut yang berat, trombositopenia
(<50.000/mm3) tanpa perdarahan dan gangguan koagulasi, lupus eritematosus
kutan berat sebagai bagian terapi inisial lupus diskoid
c. Metilprednisolon pulse
- Dosis 20-30 mg/kgBB/pulse (maksimal 1g) selama 3 hari berturut-turut. Diulang
setiap bulan selama 6 bulan
- Digunakan untuk SLE anak sedang sampai berat, lupus nefritis sedang berat
(WHO kelas III-IV), lupus serebral, penyakit akut yang tidak terkontrol steroid
dosis tinggi oral, rekurensi aktif yang berat, anemia hemolitik berat,
trombositopenia berat, dan mengancam kehidupan.

3. DMARDs (Disease Modifying Drugs)


a. Metotreksat
- DMARDs yang juga sitostatika
- Dosis 10-20 mg/m2 peroral sekali seminggu diberikan bersama asam folat
1mg/hari
- Diberikan pada trombositopenia berat jangka panjang setelah tercapai inisial
metilprednisolon dosis tinggi, poliartritis berat bila dosis rumatan kortikosteroid>
10 mg/hari, LE kutan berat.
b. Hidroksiklorokuin
- Untuk dominan kelainan kulit/mukosa dengan atau tanpa artritis dan gejala
konstitutional
- Dosis 6-7 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis selama 2 bulan dilanjutkan 5
mg/kgBB/hari (maksimal 300 mg/hari)
- Efek toksis ke retina (reversibel)  Kontrol oftalmologi setiap 6 bulan
c. Azathioprin
- Indikasi: zat penghemat steroid
- Dosis anak: 1-3 mg/kgBB/hari

4. Imunosupresan
a. Siklofosfamid
- Oral 1-3 mg/kgBB/hari
- Parenteral awal 500-700 mg/m2LPT maksimum 1g/m2/hari

34
- Pilih dosis terendah untuk leukopenia, trombositopenia, kreatinin >2 g/dL
- Cara pemberian: bolus perinfus 150 ml larutan D5% dalam NaCl 0,0225% (D5 ¼
NS) selama 1 jam bersama hidrasi 2L/m2/hari perinfus selama 24 jam dimulai 12
jam sebelum infus siklofosfamid
- Pemberian perenteral diulangi setiap bulan dengan peningkatan 250 mg/m2/bulan
sesuai dengan toleransi selama 6 bulan, selanjutnya tiap 3 bulan sampai 36 bulan
total pengobatan
- Siklofosfamid biasanya digunakan bersamaan dengan metilprednisolon pulse
b. Siklosporin A
- Indikasi: SLE anak berat yang tidak respon terhadap imunosupresif lain
- Dosis yang digunakan 2-4 mg/kgBB/hari
c. Mycophenolate mofetil (MMF)
- Untuk induksi dan pemeliharaan remisi, khususnya pada penderita lupus nefritis
- Dosis 600 mg/m2 peroral per 12 jam, tidak lebih dari 2 g/hari.

5. IVIG (Intravenous Imunoglobulin)


- Indikasi SLE dengan defisiensi imun disertai infeksi berat, lupus nefritis berat
yang refrakter terhadap steroid dan imunosupresan
- Dosis: 2 gram/kgBB (dosis tinggi) boleh dibagi dalam beberapa dosis

B. Topikal
Diberikan bila ada kelainan kulit:
- Betametason 0,05% atau
- Flusinosid 0,05% selama 2 minggu selanjutnya hidrokortison

C. Fisioterapi
Diindikasikan bila ada artritis

D. Supportif
1. Diet: setiap pemberian kortikosteroid terutama jangka panjang harus disertai
suplemen Ca dan Vitamin D
2. Dosis Kalsium
- <6 bulan: 360 mg/hari

35
- 6-12 bulan: 540 mg/har
- 1-10 tahun: 800 mg/hari
- 11-18 tahun: 1200 mg/hari
3. Dosis vitamin D aktif (hidroksikolkasloferol)
- BB < 30 kg: 20 mcg peroral 3 kali/minggu
- BB > 30 kg: 50 mcg peroral 3 kali/minggu
E. Pencegahan
1. Pencegahan terhadap paparan sinar matahari
- Hindari paparan sinar matahari dengan tingkat UV tertinggi: jam 09.00/10.00-
15.00/16.00
- Pakai lengan panjang, celana panjang, kerudung, topi, kacamata hitam
- Pakai tabir surya/sunblock minimal SPF 25
2. Osteoporosis selama terapi steroid dosis tinggi
- Diet tinggi Ca
- Vitamin D adekuat
- Olahraga
Edukasi

Gambar 1. Periksa Lupus Sendiri (SaLuRi). Kemenkes RI

36
Jika pasien mengalami minimal 4 gejala dari seluruh gejala yang disebutkan di
atas, maka dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter di Puskesmas
atau rumah sakit agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. 1

Komplikasi 9
- Infeksi banyak terjadi pada stadium evolusi. Di samping akibat defisiensi imun, juga
berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid dan imunosupresan.
- Penggunaan kortikosteroid menimbulkan efek samping antara lain atrofi kulit,
gangguan hormon, gangguan proses tumbuh kembang, katarak, hiperglikemia dan lain-
lain.
- Akibat keterlibatan visera: gagal ginjal, hipertensi maligna, ensefalopato, perikarditis,
sitopenia autoimun, dsb.

Prognosis 9
- Prognosis penyakit lupus telah membaik dengna angka survival untuk masa 10 tahun
sebesar 80%
- Penyebab kematian  akibat komplikasi viseral: gagal ginjal, hipertensi maligna,
kerusakan SSP, perikarditis, infark miokard, dan sitopenia autoimun  infeksi

37
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis, didapatkan anak perempuan datang ke IGD RSMH bersama ibunya
dengan keluhan utama kejang dan keluhan tambahan lemas, demam serta nyeri dada.
Kejang sebanyak 7 kali dalam sehari, kejang seluruh tubuh, 5 kali nya dalam 2 jam
sekaligus, lama tiap kejang ibu lupa, ibu mengaku kejang terus menerus selama 2 jam
tersebut, selama kejang ibu lupa apakah disuntikkan obat penenang atau berhenti
sendiri. Pasien sempat mengalami penurunan kesadaran. Badan terasa lemas ada,
sempoyongan ada, pandangan berkunang-kunang ada, telinga berdenging tidak ada,
mimisan ada, gusi berdarah tidak ada, tampak pucat ada, kaki tangan terasa dingin
ada. Demam ada, terus menerus, suhu tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur. Terdapat
bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk seperti kupu-kupu yang
melewati batang hidung dan tidak gatal, dari pengakuan ibu dulu ruam bertambah
hebat bila terkena sinar matahari. Terdapat bekas ruam berbentuk koin pada kuping,
belakang kuping, kulit kepala, paha, dan betis. Sariawan lama ada, banyak, di langit
mulut, bawah lidah, gusi, dan bagian dalam pipi. Rambut rontok ada. Nyeri dada ada,
di kedua dada, terutama saat menarik napas, nyeri dirasakan seperti ditinju, tidak
menjalar ke bahu, maupun lengan kiri, nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas, cuaca,
dan emosi. Mual ada, muntah tidak ada, BAB tidak ada keluhan, BAK dikatakan
berbusa ada, BAK warna merah tidak diketahui ibu, ibu mengaku BAK anaknya
berwarna keruh.
Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 2 Januari 2020, pada pemeriksaan fisik umum
didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit ringan, nadi
87x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 22x/menit, suhu 36,6 derajat
celcius, tekanan darah 140/90 mmHg, SpO2 98%, BB 46 kg, TB 153 cm, kesan gizi
baik perawakan pendek, pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan kepala rambut
mudah rontok, terdapat bekas ruam berwarna kecoklatan di kedua pipi berbentuk
seperti kupu-kupu yang melewati batang hidung dan tidak gatal, terdapat bekas bercak
koin pada kulit kepala dan telinga, bibir tampak sedikit pucat, mulut terdapat
stomatitis, leher dalam batas normal, toraks dalam batas normal, paru terdapat nyeri
dada terutama saat inspirasi, jantung dalam batas normal, abdomen dalam batas
normal, genitalia tidak diperiksa, ekstremitas terdapat bekas bercak koin pada paha
dan kaki pasien.

38
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Desember 2019, pada hematologi
didapatkan Hb 6,9 g/dL (menurun), eritrosit 2,76 juta (menurun), Hematokrit 21%
(menurun), MCV 75,0 fL (menurun), MCH 25 Pg (menurun), LED 32 mm/jam
(meningkat), Neutrofil 83 % (meningkat), Limfosit 11% (menurun), Imunoserologi
didapatkan Komplemen C3 47 mg/dL (menurun), Komplemen C4 9,7 mg/dL
(menurun), ANA Test dan Anti-ds-DNA hasil menyusul, tanda infeksi didapatkan
CRP Kuantitatif 8 mg/L (meningkat), Hati didapatkan Albumin 1,8 (menurun),
Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh (abnormal), Protein Positif ++
(abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen Urine Epitel Positif + (abnormal),
Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen Urine Eritrosit 14-16 (abnormal),
Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal).
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium di atas,
didapatkan beberapa keluhan dan gejala pada pasien yang mengarah pada penyakit
SLE menurut kriterai ACR tahun 1997 yaitu ruam malar (bekas), ruam diskoid
(bekas), ulkus mulut yang lama, kecurigaan pleuritis (nyeri dada), fotosensitivitas,
kelainan neurologis (riwayat kejang), kelainan nefrologi (proteinuria, silinder seluler).
Didapatkan 7 dari 11 kriteria yang ada pada kriteria ACR yang mengarah ke SLE,
sambil menunggu hasil tes ANA dan anti-ds-DNA yang belum keluar. Lalu
didapatkan kriteria tambahan menurut Kemenkes pada SaLuRi (Periksa Lupus
Sendiri) yaitu rambut rontok, riwayat demam berkepanjangan, riwayat badan lemas
berlebihan, seluruh badan pucat dan anemia. Dari data epidemiologi juga didapatkan
pasien seorang perempuan, di mana menurut data, perempuan lebih banyak terkena
lupus dibandingkan dengan laki-laki, dan faktor usia biasanya saat usia produktif.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin dan Hematokrit menurun
dengan MCV dan MCH rendah yang mengarah kepada anemia hipokrom mikrositer
akibat penyakit kronis. Peningkatan neutrofil, penurunan limfosit, peningkatan LED,
dan peningkatan CRP menandakan sedang terjadinya inflamasi dan penurunan sistem
imun tubuh. Penurunan kadar komplemen C3 dan C4 juga khas dalam penyakit SLE
atau penyakit akibat gangguan imun. Komplemen adalah sekelompok protein yang
berfungsi membantu kerja sistem kekebalan tubuh dan berperan dalam proses
peradangan. Pada SLE aktif biasanya kadar komplemen C3 dan C4 akan menurun.
Hipoalbuminemia ditemukan karena kurangnya asupan protein pada pasien.

39
Pada urinalisis didapatkan Urinalisis didapatkan Kejernihan Agak Keruh
(abnormal), Protein Positif ++ (abnormal), Darah Positif ++ (abnormal), Sedimen
Urine Epitel Positif + (abnormal), Sedimen Urine Lekosit 20-22 (abnormal), Sedimen
Urine Eritrosit 14-16 (abnormal), Sedimen Urine Silinder Granular ++ (abnormal)
yang mengarah ke arah Lupus Nefritis. Lupus Nefritis terjadi pada hampir 90% pasien
SLE sebagai salah satu komplikasi serius.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis sebagai NPSLE + Nefritis Lupus + Anemia Hipokrom Mikrositer +
Hipokalsemia + Hipoalbuminemia + Hipokalemia. Terapi farmakologis yang diberikan
adalah Ca Glukonas 20 cc dalam D5% 100 cc tiap 8 jam dan Calcitrol 1 x 0,5 mg (IV)
sebagai tatalaksana untuk mengatasi hipokalsemia, Albumin 25% 160cc selama 3 hari
untung mengatasi hipoalbuminemia, Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV) dan Sucralfat 3 x
1 gram untuk mengatasi keluhan mual dan mencegah tukak lambung, Furosemide 2 x
20 mg p.o untung membantu ekskresi cairan akibat sedang terjadi gangguan pada
ginjal, Metilprednisolon 3 x 15 mg (IV) kortikosteroid sebagai pilihan utama pada
pengobatan SLE serta Sunblock SPF 30 untuk mengurangi kontak langsung dengan
UVA dan UVB.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2011). Diagnosis dan pengelolaan Lupus


Eritematosus Sistemik.
2. Yayasan Lupus Indonesia. (2011). Systemic Lupus Erythematosus. Jakarta: YLI
(http://yayasanlupusindonesia.org/category/buku-lupus/), diakses tanggal 6 Januari
2020
3. Lupus Foundation of America. What Causes Lupus America: Lupus
Foundation of America; 2012 [cited 2017 November 9]. Available from:
https://resources.lupus.org/entry/facts-and-statistics.
4. Yanih I. Kualitas Hidup Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Berdasarkan Lupusqol. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2016;4(1):1 -12.
5. Center for Disease Control and Prevention. Lupus Basic Fact Sheet USA:
CDC; 2014 [cited 2020 January 6]. Available from: https://www.cdc.gov/
lupus/basics/index.html..
6. Prisilia NKD, Kurniari PD, Kambayana G. Target Terapi Imunosupresan
pada Lupus Eritematosus Sistemik2014; 41(1):[73 -4 pp.].
7. Anggraini, N. (2016). Systemic Lupus Erythematosus. J Medula Unila , Vol.4, No.
4, 124.
8. Panduan Praktik Klinik. Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr. Muhammad Hoesin
Palembang
9. Arntsen, K.A. (2015). Lupus Facts and Knowledge: Lupus Research Institute.
Retrieved January 2020 6, from Lupus Research Institute:
http://www.lupusresearchinstitute.org

41

Anda mungkin juga menyukai