Disusun oleh :
Pembimbing :
DEPARTEMENREHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 15 Agustus – 2 September 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“CARPAL TUNNEL SYNDROME” untuk memenuhi tugas laporan kasus
sebagai bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik senior
di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Dr. dr. F. Nur’aini Kurdi, Sp.KFR. MPH, selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, motivasi, masukan, kemudahan dan perbaikan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan
pelajaran bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Rasa kebas pada kedua tangan disertai kesemutan sejak ± 5 bulan lalu.
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai PNS dan menggunakan komputer beserta
mouse setiap hari dalam pekerjaannya selama kurang lebih 20 tahun.
Pulmo
Inspeksi : statis, dinamis, simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : HR:80x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur(-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar.
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Trunkus
6
Ekstremitas superior
Inspeksi : deformitas, atrofi tenar +/-, edema, tremor: tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan (-).
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 4 4
Fleksi jari-jari 4 4
tangan
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Normal Normal
Tropi Normal Normal
Refleks Fisiologis
Refleks tendon Normal Normal
biseps
Refleks tendon Normal Normal
triseps
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Parestesia pada pergelangan tangan yang
menjalar sampai ke ujung-ujung jari I, II, dan
7
III.
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
Tes Provokasi
Tinel Test : +/+
Phalen Test : +/+
Ekstremitas Inferior :
Inspeksi : deformitas (-), edema (-), tremor (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Tonus Normal Normal
Tropi Normal Normal
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
9
EVALUASI
Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
Struktur dan Kebas, kesemutan, dan Mengurangi kebas,
fungsi tubuh nyeri pada pergelangan kesemutan, dan nyeri pada
kedua tangan yang pergelangan tangan sampai
menjalar ke jari I, II, III. ujung-ujung jari tangan kedua
tangan.
Aktivitas Tangan pasien tidak bisa Mengurangi kekakuan tangan
menggenggam karena pasien dan membuat pasien
kaku sehingga bisa menggenggam sehingga
menghambat aktivitas dapat beraktivitas dengan
sehari-hari. normal.
Partisipasi Pasien merasa tidak Menghilangkan keluhan
nyaman apabila rasa pasien sehingga pasien bisa
kebas, kesemutan dan kembali beraktivitas dengan
nyeri muncul sehingga nyaman.
lebih memilih untuk tidak
melanjutkan aktivitasnya.
2.8 PROGNOSIS
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Anatomi
Canalis carpi atau terowongan karpal secara anatomis terdapat di bagian
dalam dasar dari pergelangan tangan, dibentuk oleh tulang-tulang karpal dan
sebuah pita membranosa yang kuat. Terdapat delapan buah tulang karpal yang
tersusun atas dua baris. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial)
scaphoideum, lunatum, triqutrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari
lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara
bersama-sama, tulang-tulang karpal pada permukaan anteriornya membentuk
cekungan yang akan menjadi dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku.
Sedangkan atapnya dibentuk oleh sebuah pita membranosa yang kuat disebut
flexor retinaculum. Terowongan karpal berukuran hampir sebesar ruas jari jempol
dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke
bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.6,8
Carpal tunnel menjadi tempat lewatnya nervus medianus dan sembilan ruas
tendon flexor jari. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada
14
3.3 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasasebesar
1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia
lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42% kasus (29%
kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam
masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit akibat kerja
yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut. Penelitian
mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan
menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
15
3.4 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain:7
Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
Infeksi :lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (tersering akibat fraktur Colle),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
Kebiasaan/aktivitas : mengetik komputer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.
3.5 Patogenesis
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya
meliputi faktor mekanik dan faktor vaskular dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitits pada
fleksor retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering dari CTS. Pada
keadaan kronis terdapat penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada nervus medianus akan
menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena intrafasikuler. Bendungan atau kongesti ini lama-
16
3.6 Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang terjadi, CTS diklasifikasikan menjadi:
Grade 1A :subclinical median nerve irritability
- Tes phalen atau tinel positif
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
Grade 1B :mild carpal tunnel syndrome
- Mati rasa singkat
- Kesemutan
- Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
17
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dirasakan penderita
sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar
(oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang
diinervasi oleh nervus medianus.10
kedua, serta m.oponens polisis. Selain pemeriksaan motorik, dapat juga dilakukan
pemeriksaan sensorik, karena pada CTS hampir selalu terdapat paresthesia.
Pemeriksaan sensorik meliputi pemeriksan hipoestesia, pemeriksaan dengan
membedakan 2 titik, pemeriksaan hiperestesia, dan pemeriksaan persepsi vibrasi.
Pemeriksaan fungsi ototnom dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat
perbedaan keringat, kulit kering dan licin yang berbatas tegas pada distribusi saraf
medianus.
Dalam penegakan diagnosis CTS, dapat pula dilakukan pemeriksaan
penunjang, misalnya ENMG dan pemeriksaan laboratorium (meliputi
pemeriksaan kadar gula darah, kadar hormon tiroid, dan pemeriksaan darah
lengkap). Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto polos,
tomografi komputer, resonansi magnetik, dan ultrasonografi (USG).
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.
3.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi
gejala, dan intensitas kompresi saraf. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan
yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,
terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk
meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2
kelompok, yaitu:12
1. Terapi langsung terhadap CTS
a. Terapi konservatif
- Istirahatkan pergelangan tangan.
- Obat anti inflamasi non steroid.
NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan
nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen.
Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.
- Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan.
Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.
- Injeksi steroid.
Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7
sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi
dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi
21
- Vitamin B6 (piridoksin).
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa pendapat
menyebutkan bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
- Fisioterapi.
Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Pendapat lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi
otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.14 Biasanya tindakan operasi CTS
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.12
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,
sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di
22
mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain: (a)
mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja; (b) desain peralatan kerja supaya tangan dalam
posisi natural saat kerja; (c) modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan
variasi gerakan; (d) mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja; serta (e) meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.12
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,
myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,
infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.12
selama 2-6 minggu untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi
tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Pemakaian bidai ini efektif
jika dilakukan dalam jangka tiga bulan sejak timbul keluhan.
3.12 Pencegahan
Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1)
usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral; (2) perbaiki cara
memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-
jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk; (3) batasi gerakan tangan yang repetitive; (4) istirahatkan tangan secara
periodik; (5) kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat; dan (6) latih otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.9
3.13 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.11
3.14 Prognosa
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang
mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS
setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.11
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. NM, 46 tahun, perempuan, mengeluh sejak 5 bulan yang lalu sering
merasa kebas pada ujung-ujung jari kedua tangan. Terkadang keluhan kebas pada
ujung jari tangan disertai dengan kesemutan dan nyeri di telapak tangan dan
timbul terutama saat pasien beraktivitas. Akibat keluhan tersebut, pasien mengaku
sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari tangannya. Keluhan yang
dirasakan mengganggu kegiatan harian pasien, seperti memegang gelas untuk
minum, memakai pakaian, mandi, dan sebagainya. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien
mengeluh rasa kebas dan kesemutan dirasakan semakin hebat terutama pada ibu
jari, telunjuk, dan jari tengah, bahkan tanpa dipengaruhi aktivitas yang dilakukan.
Pasien kemudian berobat ke poli saraf RSMH dan didiagnosis sebagai Carpal
Tunnel Syndrome. Pasien lalu dikonsulkan ke bagian Rehabilatasi Medik RSMH
untuk dilakukan fisioterapi. Pasien sudah 10x melakukan fisioterapi dan
merasakan perbaikan walaupun kekakuan pada jari-jari tangan dan kesemutan
masih sering terjadi. Nyeri pada telapak sudah jarang terjadi. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tes Phallen postif dan tes Tinnel positif.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test provokasi yang
telah dilakukan, diagnosis Bilateral Carpal Tunnel Syndrome dapat ditegakkan.
Pada kasus ini rasa kebas dan kesemutan yang dirasakan pasien cukup khas yaitu
pada distribusi nervus medianus setinggi pergelangan tangan. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk mengatasi keluhan nyeri adalah ibuprofen
yang diberikan dua kali sehari dan diberikan juga neurodex untuk vitamin
neurotropik yang diminum satu kali sehari. Pada pasien dilakukan terapi ultra
sound dan parafin di bagian Rehabilitasi Medik RSMH Palembang. Pasien juga
diberikan motivasi untuk datang terapi secara rutin dan diedukasi untuk bisa
mengatasi atau mengurangi keluhan kebas dan kesemutan di rumah dengan
mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk kegiatan yang
berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga V., Lehri A.,et al. Occupation and Its Association with Carpal Tunnel
Syndrome: A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011.
Vol. 7, No. 2: p.68-78.
2. Kurniawan, Bina,et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Journal of Orthopaedic Surgeons.
2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001,
p.101-117.
5. Tana, Lusianawaty,et al. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: p.73-82.
6. Chammas, M.,J. Boretto, L.M. Burmann, R.M. Ramos, F.C.D.S. Neto, and
J.B.Silva. 2014. Carpal Tunnel Syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology, and Diagnosis). Rev Bras Ortop. 49(5). p.429-436.
7. Bachrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal saintika medika. 7(14).
Hal 78-87.
8. Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Barnardo, Jonathan.2004. Carpal tunnel syndrome in hand on practical
advise on management of rheumatic disease. Juni (3): p.1-3.
10. Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel
syndrome in fundamentals of neurologic disease. New York: DemosMedical
Publishing: p.61-63.
11. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
77(1): p.6-17.
12. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. (http://eprints.unlam.ac.id/205/1/HULDANI%20-
%20CARPAL%20TUNNEL%20SYNDROM.pdf, diakses 17April 2018).