Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

STASE RUMAH SAKIT

KEJANG DEMAM

Pendamping :
dr. Candra Ningsih

Penyusun :
dr. Try Artita Puji Rahayu

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS BHAYANGKARA LUMAJANG
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Laporan Kasus dengan judul “Kejang Demam” telah diperiksa dan disetujui

sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan Program Internsip

Dokter Indonesia di Rumah Sakit Bhayangkara Lumajang.

Lumajang, April 2021

Pendamping

dr. Candra Ningsih

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabil‟alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan

laporan kasus dengan judul Kejang Demam Selama Bertugas di RS

Bhayangkara Lumajang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Candra Ningsih selaku

dokter pendamping internsip yang telah meluangkan waktunya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari

kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan

saran yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan dokter internsip

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga dapat memberikan manfaat pada

pembaca.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Lumajang, April 2021

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi

BAB I TINJAUAN KASUS ............................................................................. 1

1.1. Identitas Penderita ........................................................................... 1

1.2. Perjalanan Penyakit ......................................................................... 1

1.2.1 Anamnesis ............................................................................... 1

1.2.2 Pemeriksaan Fisik ................................................................... 4

1.2.3 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 8

1.3. Resume ............................................................................................ 9

1.4. Daftar Masalah ................................................................................. 9

1.5. Diagnosis ......................................................................................... 9

1.6. Diagnosis Banding ........................................................................... 9

1.7. Planning ........................................................................................... 9

1.8. Monitoring ...................................................................................... 10

1.9. Edukasi .......................................................................................... 10

1.10. Prognosis ....................................................................................... 11

1.11. Follow up ........................................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 16

2.1. Definisi ........................................................................................... 16

2.2 Epidemiologi................................................................................... 18

iv
2.3 Faktor Resiko ................................................................................. 18

2.4 Patofisiologi .................................................................................... 19

2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................... 22

2.6 Diagnosis ....................................................................................... 23

2.7 Diagnosis Banding ......................................................................... 26

2.8 Tatalaksana.................................................................................... 26

2.9 Edukasi .......................................................................................... 30

2.10 Prognosis ....................................................................................... 31

BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Kurva WHO IMT/Usia................................................................. 7

Gambar 2. 1 Algoritme tatalaksana kejang akut dan status epileptikus ........ 27

vi
BAB I
TINJAUAN KASUS

1.1. Identitas Penderita


Nama : An . CM

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 1 tahun 7 bulan

BB/TB : 11 kg/85 cm

Nama Ayah / Umur : Tn. A / 28 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Nama Ibu / Umur : Ny. S / 25 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Klakah, Lumajang

MRS : 13 Maret 2021, 03.30

Tanggal Pemeriksaan : 13 Maret 2021, 03.30

1.2. Perjalanan Penyakit

1.2.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis ayah dan ibu
pasien pada tanggal 13 Maret 2021 pukul 03.30 WIB di IGD RS
Bhayangkara Lumajang.

Keluhan Utama : Kejang

1
Riwayat Penyakit Sekarang :

An. CM datang ke IGD RS Bhayangkara Lumajang dengan


keluhan habis kejang. Kejang terjadi pukul 03.00 WIB sebelum
pasien tiba di IGD. Kejang dialami 1x, selama ± 5 menit. Saat
kejang pasien tidak menangis, kaku seluruh tubuh, mata
berkedip-kedip dan melirik ke atas, dan posisi tangan menekuk.
Lidah tidak tergigit. Kemudian kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang pasien langsung menangis. Kejang tidak berulang dan
terjadi pertama kali. Kejang disertai demam tinggi. Demam sejak
3 hari SMRS dan belum diberi obat penurun panas oleh orang
tuanya. Batuk (+) sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak berwarna
putih. Nafsu makan pasien menurun semenjak sakit. Pilek (-),
sesak (-). Keluar cairan dari telinga (-), Sulit BAB (-), diare (-).
Menangis saat BAK (-), darah saat BAK (-). Sebelum ke IGD RS
pasien pergi ke klinik dan diberi obat antikejang 1x melalui dubur.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Kejang demam sebelumnya (-)


 Asma (-)
 Alergi (-)
 Riwayat Trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Kejang (-)
 Asma (-)
 Alergi (-)

Riwayat Antenatal :

 Saat hamil ANC rutin di bidan, tidak pernah sakit saat hamil.
 Riwayat tekanan darah tinggi saat hamil (-)

2
 Konsumsi obat-obatan selama hamil (-)
 Konsumsi jamu (-).

Riwayat Persalinan :

Anak pertama / aterm / normal / ditolong bidan / 3000g /


Langsung menangis / asfiksia (-) / cyanosis (-) / ikterik (-)

Riwayat Imunisasi: imunisasi lengkap

• Polio : 4x (saat usia 0 hari, 2 bulan, 4 bulan, 6


bulan)

• Hepatitis B : 3x (saat usia 0 hari, 1 bulan, 6 bulan)

• BCG : 1x (saat usia 0 hari)

• DPT : 3x (saat usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan)

• Campak : 1x (saat usia 9 bulan)

Riwayat Tumbuh Kembang :

• Bicara usia 10 bulan

• Berjalan usia 1 tahun

Riwayat Gizi :

 ASI sampai usia 1 tahun

 MPASI sejak usia 6 bulan

 Saat ini berganti ke susu formula

 Makan nasi lauk pauk 3x sehari, porsi ½ dewasa, tidak suka


makanan sayur, dan suka makan buah.

3
Riwayat Sosial:

 Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya


 Rumah dengan ventilasi dan kebersihan yang cukup
 MCK di dalam rumah

1.2.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis; GCS : 4-5-6

Vital Sign :

 SpO2 : 98 %
 Nadi : 115 x/min
 RR : 28 x/min
 Suhu Aksila : 38,2 oC
 BB/TB : 11 kg/85 cm

Kepala :

• A/I/C/D : -/-/-/-

• Normochepalli : Lingkar kepala 47 cm

• Rambut : hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut.

• Mata : refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor +/+


Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) , Mata
cowong -/-

• Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

• Mulut : Mukosa bibir kemerahan, lidah kotor (-), gusi


berdarah (-),

• Pharynx hyperemi (+). Tonsil hiperemi (-/-), tonsil T1/T1

4
• Telinga : cairan keluar dari telinga (-)

• Leher : Pembesaran kelenjar getah bening : - / -

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening : (-), deviasi trakea (-)

Thorax :

 Pulmo:

I: Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris, retraksi


subcostal (-)

P: Ekspansi dinding dada simetris

P: Sonor di semua lapang paru

A: suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-

 Cor :

I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)

P: Batas jantung dalam batas normal

A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

I : Flat, simetris, distensi (-)

P : Supel, Nyeri tekan (-), turgor normal

P : Tympani di seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)

A : Bising Usus normal

5
Ekstremitas :

Akral Hangat + + Oedem - -

+ + - -

CRT < 2 detik

Genitalia :

Perempuan, labia mayor dbn

Pemeriksaan Neurologi

- GCS : 456

- Meningeal Sign: kaku kuduk (-), brudzinsky I/II (-/-), kernig sign
(-)

- Nervus cranialis: dbn

- Motorik:

- Sensorik: dbn

- Reflek fisiologis : BPR/TPR KPR/APR

- Reflek patologis: Babinsky -/-, Chaddock -/-

Status Gizi

• Usia : 1 tahun 7 bulan

• Berat badan : 11 kg

• Tinggi badan: 85 cm

6
Gambar 1. 1 Kurva BMI for Age Girls WHO Child Growth Standarts untuk pasien An. CM

Interpretasi BMI menurut umur


- Sangat Kurus : <-3SD
- Kurus : -3 SD sampai dengan <-2 SD
- Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
- Gemuk : > 2 SD

7
1.2.3 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 13 Maret 2021 pukul 06.30 WIB
 Darah Lengkap
• Hb : 11,2 g/dL
• Leukosit : 21.200 /mm3
• Eritrosit : 4,21 /mm3
• Gra% : 71 %
• Lym% : 16 %
• Mid% : 5%
• Trombosit : 303.000 /mm3
• PCV : 33,5 %
 Kimia klinik
• GDA Stik : 172 mg/dl
• SGOT : 31 ul
• SGPT : 16 ul
 Elektrolit
• Kalium : 3,31 mmol/L
• Natrium : 135,71 mmol/L
• Chlorida : 97,63 mmol/L
 Golongan darah + Rhesus
• Golongan darah + Rhesus : O (+)
 Widal
• Thypi O : (-)
• Thypi H : (-)
• Parathypi A : (-)
• Parathypi B : (-)

8
1.3. Resume
 An.CM, perempuan usia 1 tahun 7 bulan
 Datang dengan keluhan habis kejang
 Kejang 1x, ± 5 menit
 Demam 3 hari SMRS
 Batuk (+) 1 hari SMRS
 Penurunan nafsu makan
 Sudah diberi obat antikejang 1x di klinik melalui dubur
 Pemeriksaan fisik : A/I/C/D -/-/-/-; mata cowong (-); faring hiperemi
(+); thorax dalam batas normal; abdomen dalam batas normal;
ekstremitas dalam batas normal; pemeriksaan neurologis (tanda
rangsang meningeal, refleks fisiologis, refleks patologis) dalam
batas normal.
 Pemeriksaan penunjang : darah lengkap leukositosis, kimia darah
dalam batas normal

1.4. Daftar Masalah


 Kejang sekali dengan durasi kurang lebih 5 menit
 Febris
 Batuk

1.5. Diagnosis
Kejang Demam Sederhana ec. Faringitis Akut

1.6. Diagnosis Banding


 Kejang Demam Sederhana ec. Susp. ISK

1.7. Planning
 Diagnosis
 Darah lengkap
 Urine lengkap

9
 Terapi
 Infus D5 1/4 NS 1000cc/24 jam
 Inj. Paracetamol 3 x 120 mg
 Diazepam 10 mg rektal jika terjadi kejang lagi

1.8. Monitoring
 Keluhan pasien dan gejala
 Vital sign
 Kejang berulang
 DL

1.9. Edukasi
 Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai diagnosis, etiologi,
perjalanan penyakit, pemeriksaan, terapi, komplikasi, dan prognosis
pada pasien.
 Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan (memasang infus, pemberian obat, pengambilan
darah, dll).
 Edukasi kepada orang tua tentang beberapa hal yang harus
dikerjakan bila kembali kejang
o Tetap tenang dan tidak panik
o Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
o Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
o Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
o Tetap bersama pasien selama kejang
o Berikan diazepam rektal. Dan jangan berikan bila kejang
telah berhenti

10
o Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih
o Edukasi kepada keluarga bahwa kejang dapat timbul kembali
jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus
sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat
jika pasien panas.
o Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah
untuk menurunkan resiko berulangnya kejang.

1.10. Prognosis
Dubia ad bonam

1.11. Follow Up

Subjektif Objektif Assesment Planing


13-03-2021 pukul -KU: sakit sedang -KDS Terapi :
13.30 WIB -Kesadaran : CM, -Faringitis Akut • Infus D5 ¼ NS
- Keluarga GCS 456 1000 cc/24 jam
mengatakan -Vital sign : • Injeksi paracetamol
demam turun, T ax : 36,5 oC 120 mg
makan minum Nadi : 106 x/mnt • Injeksi cefotaxim
mau, kejang (-), RR : 24 x/menit 3x300 mg
batuk (+)
Monitoring :
-K/L :
- Keluhan pasien
A/I/C/D:-/-/-/-,
- TTV
faring hiperemi (+).
Pembesaran KGB
(-)
-Thorax :
 Cor :
Ins : Iktus kordis

11
tidak tampak
Pal : Iktus kordis
tidak kuat angkat,
thrill (-)
Aus : S1S2
tunggal, gallop (-),
murmur (-)
 Pulmo :
Ins : Normochest
simetris
Pal : Simetris
Aus : vesikuler, wh
-/-, rh -/-

-Abdomen :
Ins : Flat
Aus : BU (+)
normal
Pal : Supel, hepar
dan Lien tidak
teraba

-Extremitas :
AHKM, edem (-),
CRT < 2 dtk
14-03-2021 pukul -KU: sakit ringan -KDS Terapi :
06.00 WIB -Kesadaran : CM, -Faringitis Akut • Infus D5 ¼ NS
- Demam turun GCS 456 1000 cc/24 jam
- Kejang (-) -Vital sign : • Injeksi paracetamol

12
- makan minum T ax : 36,5 oC 120 mg
mau Nadi : 102 x/mnt • Injeksi cefotaxim
-Batuk berkurang RR : 24 x/menit 300 mg

Monitoring :
-K/L :
A/I/C/D:-/-/-/-, - keluhan pasien
faring hiperemi (-) - TTV
Pembesaran KGB
(-)

-Thorax :
 Cor :
Ins : Iktus kordis
tidak tampak
Pal : Iktus kordis
tidak kuat angkat,
thrill (-)
Aus : S1S2
tunggal, gallop (-),
murmur (-)
 Pulmo :
Ins: Normochest
simetris
Pal : Simetris
Aus : vesikuler, wh
-/-, rh +/+

-Abdomen :
Ins : Flat

13
Aus : BU (+)
normal
Pal : Supel, hepar
dan Lien tidak
teraba

-Extremitas :
AHKM, edem (-),
CRT < 2 dtk

14-03-2021 pukul -KU: sakit ringan -KDS KRS


09.00 WIB -Kesadaran : CM, -Faringitis Akut
- Demam (-) GCS 456
- Kejang (-) -Vital sign :
- Batuk berkurang T ax : 36,2 oC
Nadi : 102 x/mnt
RR :24 x/menit

-K/L :
A/I/C/D:-/-/-/-,
faring hiperemi (-)
Pembesaran KGB
(-)

- Thorax :
 Cor :
Ins : Iktus kordis
tidak tampak
Pal : Iktus kordis

14
tidak kuat angkat,
thrill (-)
Aus : S1S2
tunggal, gallop (-),
murmur (-)
 Pulmo :
Ins : Normochest
simetris
Pal : Simetris
Aus : vesikuler, wh
-/-, rh +/+

-Abdomen :
Ins : Flat
Aus : BU (+)
normal
Pal : Supel, hepar
dan Lien tidak
teraba

-Extremitas :
AHKM, edem (-),
CRT < 2 dtk

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat

sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik

yang abnormal didalam otak yang menyebabkan gerakan otot tonik

atau klonik yang involunter yang merupakan serangan berkala,

disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara

berlebihan yang ditandai oleh sekumpulan tanda dan gejala meliputi:

1. Sentakkan dari anggota gerak (gerakan tonik, klonik, tonik-

klonik, atonik)

2. Drooling

3. Eye-rolling

4. Gangguan fungsi bladder

5. Dapat disertai gerakan abnormal pada kepala, mulut, dan

wajah

6. Tidak sadar pada saat kejang.[1]

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak

berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh

(suhu rectal di atas 38ºC ) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang

demam menjadi dua yaitu :

16
a. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

 Berlangsung singkat

 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <15 menit

 Bangkitan kejang tonik-klonik tanpa gerakan fokal

 Tidak berulang dalam waktu 24 jam

b. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

 Kejang berlangsung lama, >15 menit

 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

dengan kejang parsial

 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar

kembali di antara bangkitan kejang.

Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone, adalah :

a. Kejang Demam sederhana

- Kejang bersifat umum

- Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

- Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun

- Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

- EEG normal

b. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

17
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas

digolongkan sebagai epilepsy yang dicetuskan oleh demam.

2.2 Epidemiologi

Kejang demam biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5

tahun. Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan

sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2 Kejadian kejang demam diperkirakan 2-

4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia

dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam

kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua

kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-

laki. 1

2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah

demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua

atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa

neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami

satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali

rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia

dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam

timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang

demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6

18
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya

gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat

epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih

dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

2.4 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku

untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu

adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi

paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi

sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi

dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang

terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah

ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium

(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka

terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari

sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

19
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada

permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi

atau aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.6

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan

meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh

sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang

disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya

ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah

20
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang

yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih. Dari

kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam

lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa

penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya

tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang

yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi

otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis

laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas

adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak

selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah

gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah

mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang

berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga

terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

21
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

sehingga terjadi epilepsi.2

2.5 Manifestasi Klinis

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan

suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai

390C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa

serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti

mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan

sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau

kekakuan fokal.3,4

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan

kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang

berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang

berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak

memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode

mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau


2
menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering

bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese

Todd (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung

beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat

diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang

22
berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam

yang pertama.3

2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu

sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang,

penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga,

epilepsi dalam keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal

meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di

luar SSP.6

c. Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin

pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan

lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal

23
Dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal

dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan

dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan

tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu

dilakukan pungsi lumbal. 5

3.) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan

kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.

Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG

masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas

misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.5

4.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed

tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging

(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas

indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap

(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5

24
Diagnosis kejang demam sederhana ditegakkan berdasarkan

kriteria Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman

yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta,

yaitu:

- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

- Kejang bersifat umum

- Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

- Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan

- Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis

kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang

tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera

sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan

suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya

pada radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).5

25
2.7 Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,

khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal terindikasi bila

ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis

media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah


2
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

2.8 Tatalaksana

a. Penatalaksanaan saat kejang

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit)

dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila

datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,2-0,5

mg/kg perlahan–lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam

waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang praktis

dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam

rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal

5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg

untuk berat badan lebih dari 12 kg7.

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum

berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama

dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian

26
Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di

rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena7.

Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status

epileptikus7.

Gambar 2.1 Algoritme tatalaksana kejang akut dan status epileptikus

27
b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis

Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan

tiap 4-6 jam7. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan

sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,

sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada

saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -

60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg

setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada

25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada

saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;

28
- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,

retardasi mental, hidrocephalus.

- Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang

dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi

kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari

efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya

dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka

pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan

dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-

50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada

sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun

asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis

asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital

3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan

selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan.5

29
2.9 Edukasi

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang

tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa

anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara

yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis

baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi

harus diingat adanya efek samping obat.4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam

mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.

30
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit

atau lebih.5

2.10 Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak

pernah dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya

tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain

secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil

kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama

atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang

demam tidak pernah dilaporkan.5,9

31
BAB 3
PEMBAHASAN

An. C.M, ♀, 1 tahun 7 bulan, 11 kg, 85 cm Pasien dibawa ke IGD RS

Bhayangkara Lumajang dengan keluhan habis kejang. Pada pasien ini

didapatkan gerakan abnormal yaitu kaku pada seluruh tubuh dan kedua

tangan mengepal (general tonik), kedua mata mendelik keatas (eye-rolling),

dan pasien tidak menangis pada saat kejang kemudian menangis setelah

kejang (tidak sadar pada saat kejang). Sehingga dapat dikatakan bahwa

pasien benar mengalami Kejang. Sebelum kejang, keadaan pasien didahului

demam 3 hari SMRS. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan demam

diakibatkan oleh adanya infeksi saluran napas atas. Hal ini sesuai dengan

International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam adalah

bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi

susunan saraf pusat atau ketidak seimbangan elektrolit akut. Kejang demam

biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dengan usia

puncak saat onset sekitar 18 bulan. Kejadiannya adalah 3% sampai 8% pada

anak di bawah 5 tahun. Usia pasien saat ini adalah 1 tahun 7 bulan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pasien kemungkinan mengalami Kejang

Demam. Pada pasien ini durasi kejang kurang lebih 5 menit, hanya 1x

tidak berulang dalam 24 jam, berhenti sendiri. Posisi pasien pada saat

kejang adalah kaku seluruh tubuh, kedua mata mendelik ke atas, tangan

mengepal, tidak terdapat busa yang keluar dari mulut. Hal ini sesuai dengan

kriteria Kejang Demam Sederhana. Tidak ditemukan bukti bahwa

32
penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun

para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis

Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6

jam. Pada pasien ini diberikan 3x120 mg dan diberikan diazepam rektal 10

mg jika pasien kembali kejang.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI 2009, „Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus‟ in

Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1, Ikatan Dokter Anak Indonesia, pp.

310-314.

2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB

Sauders.Philadelpia.

3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI.

Jakarta

4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar

Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak

2. FKUI. Jakarta.

6. Widagdo. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta:

CV. Sagung Seto. 2012

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (IDAI). (2016). Rekomendasi

Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter

Anak Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai