Asma Bronkial
Pembimbing:
dr. Candra Ningsih
dr.Andrian Pramana
Oleh:
dr. Muhammad Tholhah ‘Azam
1. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala
pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan
pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. 3
II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak
geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak
penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner
telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai
berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi
asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada
wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai
dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu
binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap
alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial
merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada
penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma
bronkial diturunkan sebesar 60-70%.4
III. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.1,6
yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara
dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar
keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6
IV. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang
buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta
aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya
dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi
asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap
allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit
atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga
rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
VI. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,
riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat
dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai
dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital
paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan
gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu
Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti
inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk
mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran
udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan
mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan
sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama
mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain
bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi yang
disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10
juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita
dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada
serangan asma dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di
mulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun,
hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%. 4
IDENTITAS KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : Jogoyudan Lumajang
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”. Sesak
nafas tersebut hilang timbul, pasien mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih
berat pada dini hari sehingga mengganggu aktivitas dan tidur . Sesak napas timbul
saat cuaca dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien
juga mengeluhkan batuk berdahak,dahak campur buih, berwarna putih, berdarah
(-). Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk.
- Pasien terakhir kali mengeluhkan sesak tiga bulan yang lalu,
- Pasien pernah beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma.
Pasien diberi obat ventolin, metilprednisolon, dan obat batuk ada perbaikan
setelah minum obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari,
pasien mulai merasakan sesak.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter
3 mm, reflek cahaya +/+.
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP 5-2 cmH20
Toraks
- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS – RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC V
sinistra
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA sputum : negatif
- Laboratorium darah rutin
Hb : 11,6 gr %
Leukosit : 13.400/mm3
Trombosit : 171.000/mm3
Hematokrit: 32,7 gr %
- Laboratorium kimia darah
Glukosa : 87 mg/dl
AST : 20 IU/L
ALT : 8 IU/L
ALB : 3,6 gr/dl
- Pemeriksaan BTA 1 (23/06/2012) : negatif
- Pemeriksaan BTA 2 (25/06/2012) : negatif
- Pemeriksaan BTA 3 (26/06/2012) : negatif
- Rontgen thorax
RESUME
Ny. D, 44 tahun datang ke rsbl dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari SMRS.
Dari anamnesis didapatkan, sejak umur 18 tahun pasien sering mengeluhkan sesak napas dan
telah didiagnosis menderita penyakit asma. Sesak nafas tersebut hilang timbul, sesak nafas
muncul tiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari. Sesak napas muncul saat cuaca dingin
dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak, berwarna putih, darah (-). Pasien berobat ke dokter dan diberi obat ventolin,
metilprednisolon, dan obat batuk. Dengan minum obat tersebut, sesak nafasnya berkurang.
Terakhir pasien mengalami sesak 3 bulan yang lalu. Jika pasien tidak minum obat sesak nya
kambuh.Nenek pasien menderita asma.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, suara nafas tambahan yaitu
wheezing, leukositosis. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru normal.
DAFTAR MASALAH
Asma Bronkial sedang pada asma persisten sedang.
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
Farmakologi :
- O2 3 L/menit
- Nebulizer ventolin
- IVFD D5 drip aminofilin 1 ampul 16 gtt/menit
- Injeksi Dexametason 2x1 ampul
- Salbutamol 3x1
- Obh sirup 3x cth 1
- Ranitidine 2x1
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat persisten
sedang karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh adanya perubahan cuaca. Sesak
napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula saat malam. Sesak mengganggu aktivitas dan
tidur pasien. Pasien merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria
klasifikasi derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan whezing pada kedua lapangan paru.
Sementara pada pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru
yang normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak
dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat
dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam
hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara
jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi
oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan
pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid
sistemik yang lebih awal.
Daftar Pustaka
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-
95.
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-
73.
5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.
6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
7. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 1989. 1-11.
10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi
Indonesia 2006;1.45
11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.