Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus. Dengue disebabkan
oleh salah satu dari empat virus terkait: Virus Dengue 1, 2, 3, dan 4. Virus ini
menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk spesies Aedes (Ae. Aegypti atau Ae.
Albopictus) yang terinfeksi. Virus ini endemik di banyak negara yaitu Amerika,
Afrika, Timur Tengah, Asia, dan Kepulauan Pasifik (CDC, 2019).
Insiden global demam berdarah telah meningkat secara dramatis dalam
beberapa dekade terakhir. Sekitar setengah dari populasi dunia sekarang berisiko.
Diperkirakan ada 100-400 juta infeksi setiap tahun (WHO, 2020). Tingkat insiden
penyakit DBD Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asia
Tenggara. Data di Indonesia menurut Kemenkes RI jumlah kasus dan kematian
tahun 2020 masih rendah jika dibandingkan tahun 2019. Tahun 2020 jumlah kasus
DBD pada Januari-Juli mencapai 71.633 kasus, tahun 2019 jumlah kasus lebih
tinggi berjumlah 112.954. Begitupun dengan jumlah kematian, tahun ini
berjumlah 459, sedangkan tahun 2019 sebanyak 751.
Cakupan klinis penyakit ini sangat luas, antara lain infeksi dengue
asimtomatik, demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), dan dengue shock
syndrome (DSS). Perjalanan penyakit DBD meliputi fase demam, fase kritis dan
fase pemulihan. fase kritis adalah fase dengan kejadian tertinggi, yang ditandai
dengan keadaan afebris dengan gambaran klinis kebocoran plasma hingga syok
(WHO, 2011).
Tatalaksana utama demam berdarah adalah simptomatis dan suportif.
Perawatan suportif yang utama dengan cairan oral atau intravena. Pada fase kritis
hingga fase rehabilitasi, tanda-tanda vital dan produksi urin perlu observasi
dengan ketat. Prognosisnya tergantung pada ketepatan diagnosis dan pengenalan
tanda bahaya, kecepatan tatalaksana simptomatik dan suportif, dan pemantauan
pasien yang baik.
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai demam berdarah dengue
(DBD) yang dimulai dari etiopatofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis,
serta penatalaksanaan. Berdasarkan hal tersebut penulisan laporan kasus ini
menggunakan metode studi literatur dengan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber kepustakaan, yaitu jurnal, textbook, serta sumber informasi
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, faktor resiko, etiopatologi kasus DBD?
2. Bagaimana cara penegakan diagnosa dan macam macam DBD?
3. Bagaimana penatalaksaan kasus DBD secara non-medikamentosa dan
medikamentosa?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi, faktor resiko, etiopatologi kasus DBD
2. Untuk memahami cara penegakan diagnosa dan macam macam DBD
3. Untuk mengetahui penatalaksaan kasus DBD secara non-medikamentosa
dan medikamentosa.
1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan tentang ringkasan dari kasus dan beberapa
tinjauan pustaka tentang penyakit DBD, mempermudah pemahaman penulis dan
pembaca tentang penyakit DBD, dan mengetahui tentang perkembangan pasien
dari awal masuk rumah sakit hingga rawat jalan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. Saifi Ali
Usia : 11 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TTL : Bangkalan, 04 November 2009
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Paeng, Modung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswa
No. RM : 240593
Tanggal Pemeriksaan : 30 April 2021
2.1.2 Identitas Orang Tua
Ayah :
Nama : Rusfandi
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Paeng, Modung
Status : Menikah
Hubungan : Anak Kandung
Ibu:
Nama Ibu : Kusmawati
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Paeng, Modung
Status : Menikah
Hubungan : Anak Kandung
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Kedua tangan dan kaki dingin
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan dingin di kedua tangan dan kedua kaki, dingin dirasakan
sejak 1 hari yang lalu. Dingin di kedua tangan dan kaki dirasakan sepanjang hari
dan tidak berkurang saat beristirahat. Sebelum merasakan keluhan dingin, pasien
mengeluhkan demam (+) yang mendadak tinggi sekitar 5 hari yang lalu. Demam
dirasakan sempat naik dan turun dan dirasakan di seluruh tubuh. Sebelumnya
pasien sempat di rawat di Puskesmas Kedungdung pada hari senin, selasa, rabu
dengan keluhan demam yang tidak turun turun dan kemudian di rujuk ke RSUD
SYAMRABU dengan gejala dingin disertai dengan penurunan trombosit yang
terus menerus. Pasien juga merasa badan tidak enak seperti pegal pada seluruh
tubuh (+). Tidak didapatkan keluhan mimisan (-), perdarahan gusi (-). Didapatkan
keluhan nyeri saat menelan (+). Pasien tidak mengeluh sesak dan tidak batuk pilek
(-). Pasien mengeluh mual (+) terus menerus. Mual tidak disertai muntah (-).
Selain itu, pasien juga merasakan nyeri perut bagian kanan atas (+). BAK normal,
jumlah banyak. Tidak didapatkan keluhan BAB hitam (-), namun pasien belum
bisa BAB dari 1 hari yang lalu. Tidak ada keluhan bengkak (-) pada kaki dan
tangan. Nafsu makan pasien menurun sejak sakit. Didapatkan adanya bercak
kemerahan (+) di bagian lengah bawah.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien dirawat di Puskesmas Kedungdung 3 hari yang lalu
dengan keluhan demam dan dirujuk ke Rumah Sakit Syamrabu karena penurunan
trombosit.
2.2.4 Riwayat Pengobatan
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien baru sembuh dari penyakit DBD (+). Ibu pasien menderita
hipertensi (+). Tidak didapatkan riwayat alergi pada ibu maupun ayah pasien.
2.2.6 Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kelima dengan kehamilan keenam. Tidak didapatkan
keluhan selama masa kehamilan pasien. Pemeriksaan kehamilan atau ANC rutin
dilakukan di bidan. Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan pasien tidak
diketahui. Hipertensi, diabetes, dan riwayat MRS selama masa kehamilan
disangkal.
Kesan: Riwayat kehamilan dalam batas normal.
2.2.7 Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan persalinan normal spontan pada masa gestasi 38 minggu
(cukup bulan) keadaan bayi saat lahir dengan:
APGAR Score : Tidak ada data
Berat Badan Lahir : 2500 gram
Panjang Badan Lahir : Tidak ada data
Panjang Badan Lahir : Tidak ada data
Lingkar Kepala : Tidak ada data
Lingkar Lengan Atas : Tidak ada data
Kesan : Riwayat kelahiran dalam batas normal
2.2.8 Riwayat Nutrisi
Usia ASI Susu formula MPASI
0-6 bulan √ - -
6 bulan - Tidak ada data Pisang
10-12 bulan - Tidak ada data Nasi Tim
12 bulan – 2 tahun - Tidak ada data Tidak ada data
2 tahun – sekarang - - Normal ( Makanan keluarga )
Kesan : Kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik
2.2.9 Riwayat Imnunisasi
Imunisasi Waktu pemberian
Bulan tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 10 12
Hepatitis B 1 2 3 4
BCG 1
Polio 0 1 2 3 4
DPT-HB- 1 2 3 4
Hib
Campak 1 2
Kesan : Imunisasi lengkap
2.2.10 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan :
Pertumbuhan pasien tidak terukur dengan baik karena tidak didapatkan data.
Perkembangan :
Motorik kasar Motorik halus
Miring : - Kepala menoleh kanan-kiri : -
Tengkurap : - Memegang benda : -
Duduk : - Memindah benda : -
Merangkak : - Mencoret coret : -
Berjalan : - Menggambar garis tegak : -
Bicara Sosial
Tertawa berteriak : - Tersenyum spontan : -
Menoleh ke sura : - Meraih mainan : -
Berbicara kata : - Minum dari gelas : -
Menyusun kalimat : - Mencuci tangan : -
Menghitung mainan : - Memakai baju kaos : -
Kesan : Perkembangan tidak didapatkan data yang akurat namun menurut ibu
pasien, perkembangan pasien sesuai dengan usia pasien.
2.2.11 Riwayat Alergi
Alergi terhadap obat-obatan, makanan, dan cuaca tertentu disangkal.
2.3 Pemeriksaan Fisik Awal
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
2.3.1 Tanda-Tanda Vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 69 x/menit
RR : 18 x?menit
Suhu : 36,7ºC
SpO2 : 98%
2.3.2 Data Antropometri
Berat badan : 29 kg
Tinggi badan : 136 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm
Lingkar kepala : 53 cm
Status Gizi
BBI : BB aktual x 100%
berat badan ideal
: 29/30 x 100%
: 96% normal.
Grafik CDC
2.3.3 Pemeriksaan Sistematis
Pemeriksaan Deskripsi
Kepala Bentuk dan ukuran : normocephali
Rambut: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : tertutup, rata
Trauma (-)
Wajah Bentuk : wajah simetris
Pembengkakan : -
Mata Bentuk : normal, tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata simetris,
tidak eksoftalmus
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-), secret (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : kanan dan kiri jernih
Pupil : kanan dan kiri bulat simetris (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+),
Isokor
Telinga Bentuk : normotia, simetris
Sekret : -/-
Hidung Tidak ada perdarahan
Sekret (-)
Pernapasan cuping hidung (-)
Bibir Mukosa bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Gigi geligi Normal
Mulut Bentuk : tidak ada kelainan
Mukosa pipi : merah, basah (+), pucat (-)
Perdarahan gusi : (-)
Lidah Bentuk dan ukuran : normal, lidah kotor (-)
Tonsil Tonsil tidak membesar (T1/T1), Hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-), uvula di tengah.
Leher Bentuk : tidak ada kelainan
Pembesaran KGB (-)
JVP : normal
Pembesaran kelenjar parotis (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Toraks Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
pengembangan dada simetris (+), retraksi intercostae (-),
penggunaan otot bantu nafas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) pada semua lapang paru. Tidak dilakukan
pemeriksaan taktil fremitus pada pasien.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Thorax Anterior
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) fase
ekspirasi
Thorax Anterior
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler

Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, thrill (-)
Palpasi : Tidak teraba ictus cordis dan thrill, massa (-)
Perkusi : Pembesaran jantung (-)
Batas kiri atas : ICS II parasternal line sinistra
Batas kanan atas : ICS II parasternal line dekstra
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line sinisra
Batas kanan bawah : ICS IV parasternal line dekstra
Auskultasi : BJ I/ II normal (tidakmengeras/melemah), murni reguler, Bising
sistole dan diastole (-), Gallop (-).
Abdomen Inspeksi : Datar (+)
Auskultasi : Bising usus terdengar normoperistaltik
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Dinding perut : soufel (+), nyeri tekan abdomen pada regio
hipokondria dextra (+)
Hepar dan lien : tidak didapatkan pembesaran (-)
Ginjal : sulit dievaluasi
Ekstremitas Capillary refill time (CTR) < 2 detik, akral teraba dingin pada ekstremitas
superior dan inferior; Didapatkan pteki pada lengan bawah regio antebrachii
sinistra saat dilakukan uji tourniquet/rumple leed.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Lab tanggal 28 April 2021 (Puskesmas)
No Parameter Nilai Nilai Normal
1 WBC 2,04 3,5 - 10,0 (10^3/uL)
2 RBC 5,42 3,8 – 5,6 (10^6/uL)
3 HGB 14,4 11,0 – 16,5 (g/dl)
4 HCT 41,2 35,0 – 50,0 (%)
5 MCV 26,6 80 – 100 (fl)
6 MCH 26,6 26 – 33 (pg)
7 MCHC 35,0 31 – 36 (g/dl)
8 LYMPH% 28,4 17 – 48 (%)
9 MONO% 16,7 4 – 10 (%)
10 PLT 85 150 – 500 (10^3/ul)
11 GOLONGAN DARAH

Pemeriksaan Lab tanggal 30 April 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap pg/ml
Hemoglobin 14,8 gr/dl 11,8 ⁓ 15,0
Eritrosit 5,50 juta/uL 4,4 ⁓ 5.9
Leukosit 4,8 ribu/uL 4,5 ⁓ 13,5
Trombosit 55 ribu/mm3 156 ⁓ 408
MPV 8,73 fL 7,2 ~ 11,1
Hematokrit 43.3 % 40 ~ 52
Index Eritrosit pg/ml
MCV 78,7 fL 70 ⁓ 96
MCH 27,0 Pg 25 ⁓ 33
MCHC 34,3 % 31 ⁓ 37
RDW-CV 12,8 % 11.5-14.5
Hitung Jenis Leukosit pg/dl
Basofil 1,48 % 0~1
Neutrofil 27,40 % 40 ⁓ 70
Limfosit 29.70 % 22 ⁓ 40
Eosinofil 0.76 % 2~4
Monosit 40,70 % 4⁓8
KIMIA KLINIK
Elektrolit 1,36 mmol/L 132 - 145
Kalium (K) 4,02 mmol/L 3,1 ~ 5,1
Clorida (Cl) 112 mmol/L 96 ~ 112

Pemeriksaan Lab tanggal 01 Mei 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap pg/ml
Hemoglobin 14,9 gr/dl 11,8 ⁓ 15,0
Eritrosit 5,50 juta/uL 4,4 ⁓ 5.9
Leukosit 3,5 ribu/uL 4,5 ⁓ 13,5
Trombosit 66 ribu/mm3 156 ⁓ 408
MPV 9,57 fL 7,2 ~ 11,1
Hematokrit 42,8 % 40 ~ 52
Index Eritrosit pg/ml
MCV 77,8 fL 70 ⁓ 96
MCH 27,1 Pg 25 ⁓ 33
MCHC 34,8 % 31 ⁓ 37
RDW-CV 12,4 % 11.5-14.5
Hitung Jenis Leukosit pg/dl
Basofil 1,16 % 0~1
Neutrofil 31,60 % 40 ⁓ 70
Limfosit 43,80 % 22 ⁓ 40
Eosinofil 2,08 % 2~4
Monosit 21,30 % 4⁓8
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
AST (SGOT) 166 mmol/L <47
ALT (SGPT) 115 mmol/L <39

Pemeriksaan Lab tanggal 03 Mei 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap pg/ml
Hemoglobin 13,9 gr/dl 11,8 ⁓ 15,0
Eritrosit 5,10 juta/uL 4,4 ⁓ 5.9
Leukosit 4,2 ribu/uL 4,5 ⁓ 13,5
Trombosit 200 ribu/mm3 156 ⁓ 408
MPV 7,74 fL 7,2 ~ 11,1
Hematokrit 40,2 % 40 ~ 52
Index Eritrosit pg/ml
MCV 78,9 fL 70 ⁓ 96
MCH 27,2 Pg 25 ⁓ 33
MCHC 34,4 % 31 ⁓ 37
RDW-CV 12,7 % 11.5-14.5
Hitung Jenis Leukosit pg/dl
Basofil 0,70 % 0~1
Neutrofil 44,60 % 40 ⁓ 70
Limfosit 44,00 % 22 ⁓ 40
Eosinofil 2,93 % 2~4
Monosit 7,69 % 4⁓8

2.5 Resume
Pada anamnesis pasien mengeluhkan akral dingin (+) di kedua tangan dan
kaki sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien demam mendadak (+) sekitar 5
hari yang lalu, sempat naik turun. Pasien sempat di rawat di Puskesmas
Kedungdung pada hari senin, selasa, rabu dengan keluhan demam yang tidak
turun turun dan kemudian di rujuk ke RSUD SYAMRABU dengan gejala dingin
disertai dengan penurunan trombosit yang terus menerus. Myalgia (+),nyeri saat
menelan (+), nyeri perut regio hypocondriaca dextra (+), BAK (+), BAB (-) sejak
1 hari yang lalu, mual (+) muntah (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nafsu
makan menurun, bengkak pada kaki dan tangan (-) serta Ptekie (+). Sebelumnya
adik pasien mengalami penyakit serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemah dengan kesadaran
compos mentis (GCS: 456). Tanda vital dengan tekanan darah: 100/70 mmHg,
Nadi: 69x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 36,7℃. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan suara vesikuler paru dextra sinistra, S1 dan S2 normal, distensi
abdomen (-), meterismus (-), nyeri tekan regio hypocondriaca dextra (+) dan akral
dingin (+). Uji Tourniquet (+) : muncul ptekie pada regio antebrachii sinistra.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan penurunan Trombosit (55
ribu/mm3) dan peningkatan SGOT serta SGPT.
2.6 Diagnosis
Working Diagnosis
Dengue Haemorrragic Fever Grade III dengan Syok Terkompensasi
Diagnosis Banding
1. Syok hipovolemik
2. Sepsis
3. Dengue Syok Syndrome
4. Dengue Fever
5. Chikungunya
2.7 Anjuran Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
2. Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue
3. Serum elektrolit
4. Fungsi liver
5. Fungsi ginjal
6. Foto thoraks RLD
7. USG hepar dan lien
2.8 Penatalaksanaan
1. Infus RD 5 200 cc 1 jam → 150 cc 1 jam →90 cc 1 jam
2. Infus maintenance RD 5 1000 cc /24 jam + drip NB 1,5 ml
3. Paracetamol 3x500 mg
4. Inj. Metamizole 300 mg k/p
5. Inj. Omeprazole 2x20 mg
2.9 KIE
1. Memberi edukasi kepada keluarga terkait penyakit yang diderita anak
beserta perjalanan penyakitnya
2. Memberi edukasi kepada keluarga terkait tanda-tanda bahaya yang dapat
terjadi pada anak, dan keluarga harap segera melaporkannya ke tenaga
kesehatan
3. Memberi edukasi kepada keluarga terkait komplikasi yang dapat timbul
4. Memberikan edukasi kepada keluarga terkait diet pada anak
2.10 Prognosa
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia
 Ad sanationam : dubia ad bonam
2.11 Komplikasi
1. Expanded dengue syndrome
2. Kelebihan cairan
3. Decompensatio cordis
4. Acute kidney injury
5. Ensepalopati
6. Perdarahan massive
2.12 Follow Up
No. Tanggal S O A P
1. 30-04-2021 Panas (-), lemas  Ku : Lemah Dengue  Infus RD5
(+), pusing (+),  GCS : 456 Haemorrragic 1000cc/24 jam
pegal-pegal (+),  BB : 29kg Fever Grade  PCT 300 mg k/p
mimisan (-), gusi TB : 136cm III dengan  Omeprazole
berdarah (-), sesak  VS : Syok 2x20 mg
(-), batuk(-), Tensi : 100/70 Terkompensasi
pilek(-), nyeri mmHg
tenggorokan (+) N : 69 x/menit
saat menelan, perut RR : 18 x/menit
kembung (-), nyeri T : 36,7℃
seluruh perut (-),  Kepala :
nyeri perut bagian Normocephal
kanan (+), ruam  Mata : SI -/-, CA -/-,
kemerahan (+), edema palpebra -/-,
mual (+) terus- Reflek pupil +/+
menerus, muntah  THT : Tonsil :
(-), kaki dan T1/T1, Faring tidak
tangan dingin (+). hiperemi
BAK (+), BAB (-), Lidah kotor (-)
BAB hitam (-). Leher : pembesaran
Makan sedikit kelenjar (-),
karena peningkatan JVP (-)
tenggorokan nyeri.
 Thorax :
I : simetris +/+,
retraksi -/-
P : nyeri di lapang
paru (-)
P : sonor pada semua
lapang paru
A : vesikuler pada
seluruh lapang paru
 Jantung :
I : Ictus cordis tidak
tampak
P : Ictus cordis tidak
kuat angkat
A : S1/S2 single
reguler, murmur (-),
gallup (-)
 Abdomen :
I: Datar
A: Bising usus
normal (+)
P: Soufel (+), nyeri
tekan abdomen pada
regio hipokondria
dextra (+)
P: Timpani (+)
 Ekstremitas atas :
dingin CRT<2dtk,
akral dingin (+)
 Ekstremitas Bawah :
dingin CRT <2dtk,
akral dingin (+)
 Genetalia : Tidak
diperiksa

Lab :
Hb : 14,8 gr/dl
Eri : 5.5 jt/ul
Leu : 4,8 rb/ul
Tromb : 55 rb/mm3
HCT : 43.3%

2. 03-05-21 Panas (-), lemas  Ku : Baik Dengue Supportif


(-), pusing (-),  GCS : 456 Hemorrhagic 1.Istirahat sampai
pegal-pegal (-),  BB : 29kg Fever klinis membaik
mimisan (-), gusi TB : 136cm
berdarah (-), sesak  VS : Monitoring
(-), batuk(-), Tensi : 100/70 1. DL serial
pilek(-), perut mmHg 3.Observasi
kembung (-), nyeri N: 100x/m lemah, TTV/15 menit
seluruh perut (-), RR: 20x/m,
ruam kemerahan T:36,2℃
(-), mual (-) terus-  Kepala: normocephal
menerus, muntah  Mata : SI -/-, CA -/-,
(-), kaki dan edema palpebra -/-
tangan dingin (-).  THT: Tonsil : T1/T1,
BAK lancar, BAB Faring : tidak
(-), BAB hitam (-). hiperemi
Makan banyak. Lidah kotor (-)
 Thorax: simetris +/+,
retraksi -/-, Vesikuler
 Jantung: S1/S2
reguler, murmur -/-,
gallup -/-
 Abdomen : Distensi
(-), Meteorismus (-),
Tenderness (-).
Hepatospleenomegal
i (-)
Asites (-)
 Ekstremitas atas :
dingin CRT<2dtk
 Ekstremitas Bawah :
dingin CRT >2dtk
 Genetalia : Tidak
diperiksa

Lab :
Hb : 13,9 gr/dl
Eri : 5,1 jt/ul
Leu : 4,2 jt/ul
Tromb :
200.000/mm3
HCT : 40,2%
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
a. Demam Dengue
Demam Dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus dengue (DenV) yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypty dan Aedes Albopictus (PDUI, 2019). Demam dengue harus
memenuhi kriteria WHO (2009), sebagai berikut:
- Dengue tanpa tanda bahaya
- Dengue dengan tanda bahaya
- Dengue berat
b. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari nilai normal.
c. Sindrom Syok Dengue
Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah derajat terberat dari DBD
yang terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan
keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan
volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu
turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya
aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
Pada fase awal DSS, fungsi organ vital dipertahankan dari
hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi,
vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, dan
hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di
kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan
suhu tubuh yang >2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh.
Pada tahap DSS kompensasi, curah jantung dan tekanan darah
normal kembali. Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat
DSS, berarti sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan
hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi (IDAI,2014).
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke
dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmhg dan hipotensi.
Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir.
3.2 Epidemiologi
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-
negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap
tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif
di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas
infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis
pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan
virus, dan kondisi geografis setempat.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua
dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis
beresiko terkena DHF. Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di
Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan
sampai terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia. Sampai saat ini 200
kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per
100.000 penduduk pada 3 tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per 100.000
penduduk pada tahun terakhir ini . Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever
( DHF ) di Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 5 29,7 per
100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %).
3.3 Etiologi dan Transmisi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN
3, DEN 4.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping
pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti) adalah:
 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah bukan di got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam
tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada
dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka
alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku . Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
3.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan.
Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam
dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat
menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang virulen.
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang
tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang
akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai Antibody Dependent Enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hypovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection). Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan,
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
3.5 Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue mengalami beberapa kali perubahan sejak
WHO 1997, kemudian WHO 2009, dan yang terakhir menggunakan WHO 2011.
Perubahan klasifikasi dengue berkaitan dengan diagnosis dan penatalaksanaan
pasien. Menurut WHO 2011, manifestasi infeksi dengue dibagi menjadi 4
pembagian.

Pertama demam undifferentiated, dimana merupakan infeksi primer,


dengan manifestasi klinis berupa demam yang sulit dibedakan dengan demam
akibat infeksi virus lainnya. Demam akan disertai rash maculopapular baik pada
fase demam atau sesudah demam turun. Gejala lain dapat berupa gejala saluran
pernapasan atas dan gangguan gastrointestinal.
Kedua, demam dengue yang paling sering terjadi diawali dengan demam
bifasik, sefalgia, myalgia, arthralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia.
Manifestasi perdarahan juga dapat terjadi, seperti perdarahan saluran cerna,
hypermenorrhea, dan epistaksis.
Ketiga, demam berdarah dengue yang sering terjadi pada anak dibawah 15
tahun pada daerah yang hiperendemis dengan infeksi dengue berulang. DBD
diawali dengan demam onset akut yang tinggi dengan manifestasi klinis
menyerupai demam dengue. Sering ditemukan manifestasi perdarahan dengan uji
tornikuet positif atau perdarahan spontan berupa petekia, purpura, dan perdarahan
gastrointestinal. Namun setelah fase demam, akan terjadi kebocoran plasma yang
dapat menyebabkan syok hypovolemia. Tanda bahaya seperti muntah persisten,
nyeri abdomen, penurunan kesadaran, oliguria merupakan penanda awal syok.
Patofisiologi utama DBD adalah abnormalitas hemostasis dan kebocoran plasma.
DBD kebanyak terjadi pada anak dengan infeksi sekunder.
Keempat, Expanded dengue syndrome,yang disertai dengan gangguan
hepar, ginjal, otak, dan jantung pada pasien DBD ataupun pasien demam dengue.
Manifestasi klinis ini berhubungan dengan adanya penyakit koinfeksi, komorbid
lain dan syok berkepanjangan.
Selain empat penggolongan diatas, manifestasi tanda bahaya pada pasein
dengue juga digunakan dalam alur penatalaksaan dengue dalam WHO 2012.
Dengue tanpa tanda bahaya akan dirawat jalan dengan monitoring ketat dan
edukasi tertulis. Sedangkan dengue dengan tanda bahaya merupakan kriteria rawat
inap.
3.6 Diagnosis
3.6.1 Kriteria Diagnosis Demam Dengue
Diagnosa klinis Demam Dengue antara lain :
- Demam 2-7 hari yang timbu; mendadak, tinggi, terus menerus, bifasik
- Manisfestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena;
maupun berupa uji tourniquet positif.
- Nyeri kepeala, myalgia, artalgia, nyeri retroorbital
- Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di
sekitar rumah
- Leukopenia<4.000/mm3
- Trombositopenia<100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnose klinis demam dengue dapat ditegakkan.
3.6.2 Kriteria Diagnosis DBD
Diagnosa klinis Demam Berdarah Dengue antara lain :
- Demam 2-7 hari yang timbu; mendadak, tinggi, terus menerus
(kontinua)
- Manisfestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena;
maupun berupa uji tourniquet positif.
- Nyeri kepeala, myalgia, artalgia, nyeri retroorbital
- Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di
sekitar rumah
- Hepatomegali
- Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu
tanda/gejala :
o Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal
atau dari data populasi menurut umur
o Ditemukan adanya efusi pleura, asites
o Hypoalbuminemia, hipoproteinemia
- Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manisfestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis DBD.
3.6.3 Demam Berdarah Dengue dengan Syok (SSD) :
Memenuhi kriteria DBD +
1. Syok Terkompensasi

2. Syok Dekompensasi

3.6.4 Kriteria Diagnosis DSS


Memenuhi kriteria DD atau DBD bsik disertai syok maupn tidak, dengan
manisfestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan
manisfestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala :
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis.
a. Darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
leukosit, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang
selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan
plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia.
Pada awal fase demam, hitung leukosit dapat normal atau dengan
peningkatan neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan
neutrofil yang mencapai fase terendah pada akhir fase demam.
Pada awal fase demam, jumlah trombosit normal kemudian akan
menurun. Trombositopenia di bawah 100.000/µL dapat ditemukan pada
Demam Berdarah dan selalu ditemukan pada kasus DBD. Penurunan
trombosit mendadak di bawah 100.000/µL terjadi pada fase akhir fase
demam memasuki fase kritis atau saat terjadi penurunan suhu.
Pada awal demam, nilai hematokrit normal. Peningkatan ringan
pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Peningkatan hematokrit >20% merupakan tanda awal dari kebocoran
plasma. Trombositopenia di bawah 100.000/µL dan peningkatan
hematokrit >20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DBD.
b. Isolasi virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada
nyamuk, kultur sel nyamuk, atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2
dan BHK21). Metode ini hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama
demam.
c. Deteksi asam nukleat virus
Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat dapat
dideteksi melalui pemeriksaan Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR).
d. Deteksi antigen virus dengue
Deteksi antigen virus dengue dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu
suatu glikoprotein yang diproduksi oleh keseluruhan flavivirus yang
memiliki fungsi vital dalam kehidupan dan replikasi virus. Protein ini
dapar dideteksi sejak hari pertama demam dan menghilang setelah lima
hari.

e. Pemeriksaan serologi IgG dan IgM antidengue


- Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
- Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada
hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.
Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada
hari sakit ke-2.
- Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari
infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi
primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi
sekunder.
f. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan foto dada dalam posisi right
lateral decubitus dilakukan atas indikasi:
- Distres pernafasan/ sesak
- Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah
mencapai 20%-40%
- Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
- Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada
kanan, dan efusi pleura.
- Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan
dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.
3.8 Diagnosis Banding
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam
dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk
membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya, leptospirosis, malaria,
demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama
demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan sesuai indikasi.
Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia,
atau anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi
lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan.
Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila
anak mengalami demam disertai syok.
3.9 Penatalaksanaan
Sebelum pasien mendapatkan pengobatan, diperlukan triase untuk
mengetahui apakah pasien harus menjalani rawat jalan maupun rawat inap.

a. Penatalaksanaan pasien rawat jalan


Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus
dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan.
Pasien diberikan pengobatan simtomatik berupa antipiretik seperti
paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/dosis yang dapat diulang setiap
4-6 jam bila demam. Upaya menurunkan demam dengan metode kompres
hangat diperbolehkan. Anak dianjurkan cukup minum dan tanda
kecukupan cairan dapat dideteksi melalui frekuensi buang air kecil setiap
4-6 jam.
Pasien diharuskan kembali berobat setiap hari, mengingat tanda
dan gejala DBD pada fase awal menyerupai demam berdarah. Pasien
beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara
jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika
timbul warning signs selama perawatan di rumah. Beberapa hal yang
mengharuskan pasien dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satau atau
lebih keadaan berikut: pada suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri
perut hebat, muntah terus-menerus, tangan dan kaki dingin, anak gelisah
atau rewel, ditemukan perdarahan (BAB hitam, gusi berdarah secara tiba-
tiba), sesak nafas, tidak buang air kecil lebih dari 6-4 jam atau kejang.
b. Penatalaksanaan pasien rawat inap dengan demam berdarah dengue
Pada kondisi DBD terjadi kebocoran plasma yang mana apabila
kebocoran yang terjadi cukup banyak maka dapat menyebabkan syok
hipovolemi. Kondisi ini disebut demam berdarah dengan syok atau
simdrom syok dengue yang memiliki tingkat mortilitas yang tinggi.
Pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif. Terapi suportif
berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam
tatalaksana DBD. Penggantian cairan ditujukan untuk mencegah
timbulnya syok tersebut.
Resusitasi dilakukan dengan memberikan cairan kristaloid
isotonik. Volume cairan yang diberikan sesuai dengan berat badan, kondisi
klinis, dan temuan laboratorium. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi
akibat kebocoran plasma >20%, oleh karena itu jumlah cairan yang
diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan maintenance ditambah dengan
perkiraan defisit cairan 5% yang secara ringkas ditunjukkan pada tabel.
Pemberian antipiretik paracetamol dengan dosis
10-15mg/kgBB/dosis apabila suhu >38ºC dengan interval 4-6 jam. Hindari
pemakaian aspirin/NSAID/ibuprofen.
c. Tatalaksana sindrom syok dengue
Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat
terjadinya pembesaran plasma. Dibagi menjadi dua fase yaitu, pada fase
awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya fase dekompensasi.
Prinsip utama penatalaksanaan sindrom syok dengue adalah
pemberian cairan yang tepat dengan jumlah yang adekuat. Selain itu jika
ditemukan faktor ko-morbid dan penyulit seperti hipoglikemia. gangguan
asam basa, dan gangguan elektrolit juga harus diobati dengan segera.
 Terkompensasi
- Oksigen 2-4 L/menit
- Resusitasi cairan kristaloid isotonik IV dengan jumlah cairan
10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam.
- Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB
selama 1-2 jam.
- Bila sirkulasi stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7.5, 5, 3, 1.5 mL/kgBB. Umumnya setelah 24-48 jam
pasca resusitasi, cairan IV sudah tidak diperlukan.
Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan secara IV bila
masukan cairan secara oral makin membaik.
- Bila syok teratasi, lakukan analisa gas darah, hematokrit,
kalsium dan gula darah untuk menilai adanya asidosis,
perdarahan, kadar kalsium, dan gula darah yang memperberat
syok hipovolemik. Kemudian segera lakukan koreksi.
 Dekompensasi
- Oksigen 2-4L/menit
- Lakukan pemasangan akses vena, jika dua kali gagal atau
pemasangan lebih dari 3-5 menit, berikan cairan melalui
intraosseus
- Cairan kristaloid dan/atau koloid 10-20 mL/kgBB secara bolus
selama 10-20 menit dan lakukan pemeriksaan hematokrit,
analisa gas darah, gula darah dan kalsium
- Apabila syok teratasi, berikan cairan kristaloid 10mL/kgBB
selama 1-2 jam
- Bila sirkulasi stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap
menjadi 7.5, 5, 3, 1.5 mL/kgBB. Umumnya setelah 24-48 jam
pasca resusitasi, cairan IV sudah tidak diperlukan.
Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan secara IV bila
masukan cairan secara oral makin membaik.
- Bila syok belum teratasi, periksa ulang hematokrit. Jika tinggi
diberikan bolus kedua, koreksi bila ada asidosis, hipoglikemia
atau hipokalsemia.
- Bila hematokrit rendah dan ditemukan tanda perdarahan masif,
berikan transfusi darah segar (fresh whole blood) 10 mL/kgBB
atau PRC 5 mL/kgBB.
3.10 Penyulit
1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut . Pada ensefalopati
dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat
disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada
pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan
adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah
teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal
dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun
(hati- hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue
dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT
memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah,
dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah) .
2. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg
BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan
syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan
jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
3. Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga
sampai kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya
tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi
bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran
oedema paru pada foto rontgen
3.11 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,
drum, dan lainlain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di
vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat itu.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung
air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya.
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen.
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-
jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
3.12 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak
terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik
bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF
pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus-
kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
prognosisnya buruk.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penegakan Diagnosa
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan kriteria
diagnosis laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium.
Adapun kriteria diagnosis klinis pada penyakit Dengue Haemorraghic Fever yaitu
sebagai berikut :
BOX A Diagnosis klinis pada penyakit Dengue Haemorraghic Fever
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus dan bifasik
 Ditemukan perdarahan spontan seperti ptekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan pada gusi, hematemesis atau melena
 Uji tourniquet/ rumple leed positif
 Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus DHF/DBD baik pada lingkungan sekolah maupun rumah
 Leukopenia <4.000mm3
 Trombositopenia <100.000 mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda
gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

BOX B Warning signs


Klinis Demam turun namun keadaan anak memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Hepatomegaly
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan
cepat jumlah trombosit

Pada anamnesis pasien anak laki-laki berusia 11 tahun, datang dengan


keluhan kedua tangan dan kaki dingin sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien
mengalami demam mendadak, terus-menerus dan tinggi, kemudian diberikan
penanganan di puskesmas kedungdung. Panas menurun (hari jumat). Kondisi
pasien setelah di rumah sakit extremitas pasien baik tangan dan kaki dingin, akral
dingin, letargi. Pasien juga mengeluh mual, mual tidak terlalu sering. Nafsu
makan pasien menurun sejak 3 hari yang lalu dan badannya terasa lemas dan nyeri
kepala. Manifestasi perdarahan spontan seperti epistaksis, ekimosis dan gusi
berdarah tidak ditemukan. Batuk pilek tidak ada, dan belum bab selama 1 hari.
Sebelumnya adeknya pasien sakit dengan penyakit Dengue Haemorraghic fever.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah dengan
kesadaran compos mentis (GCS 456). Pemeriksaan vital sign didapatkan frekuensi
nadi 69x/menit, tekanan darah 90/70 mmhg, suhu 36.5 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB 29kg TB 136, LILA 18 cm, LK 53 cm dan BBI = bb aktual/bb
ideal x 100% (29/30 x 100%) 96% (gizi normal), nyeri tekan pada abdomen
kuadran kanan atas (Regio hypochondriac dextra). Uji tourniquet (Rumple leed)
positif, setelah 5 menit muncul ptekie ringan di regio antebrachialis extremitas
superior.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap nilai trombosit pada 2 hari
pemeriksaan 55.000/uL,66.000/uL. Pada pasien juga mengalami leukopenia
dengan jumlah leukosit 3,5 ribu/uL. Nilai fungsi hepar didapatkan AST (SGOT)
166 U/L dan ALT (SGPT) 115 U/L meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, working diagnosis pada pasien
yaitu Dengue haemorraghic fever grade III syok terkompensasi.
4.2 Penatalaksanaan
1. Infus RD 5 200 cc 1 jam → 150 cc 1 jam → 90 cc 1 jam
2. Infus maintenance RD 5 1000 cc /24 jam + drip NB 1,5 ml
Pemberian cairan didasarkan pada derajat dehidrasi dan kondisi
klinis pasien, namun secara umum untuk kasus DBD cairan yang
diberikan mengikuti aturan pemberian cairan pada kondisi dehidrasi
sedang (defisit 5- 8% cairan) selain mempertimbangkan berat badan
pasien. Tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di
ruang intravaskular, Pada pasien DHF derajat III Mulai resusitasi dengan
larutan kristaloid isotonik 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai kembali
kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 10 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian bila tanda vital
stabil dan diuresis baik maka diturunkan menjadi 7, 5, 3, 1,5 ml/kg/jam
dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena
dipertahankan selama 24-48 jam. Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai
hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika nilai hematorit meningkat
atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid
10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi
kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin
sebelumnya.
Neurobion adalah kombinasi dari tiga vitamin neurotropik esensial
(B1, B6 dan B12) dalam dosis tinggi. Vitamin B1, B6 dan B12 sangat
penting untuk metabolisme di perifer dan sistem saraf pusat. Pada pasien
ini diberikan drip NB 1,5 ml untuk meredakan keluhan mialgia dan
atralgia.
3. Paracetamol 3x500 mg
Pemberian anti-piretik pada pasien demam dengue dianjurkan.
Parasetamol adalah salah satu obatanalgetik-antipiretik yang bekerja
dengan menghambat sistem siklooksigenase yang menyebabkan asam
arakhidonat dan asamasam C20 tak jenuh lainnya menjadi endoperoksida
siklik. Pada pasien diberikan paracetamol karena adanya keluhan demam.
4. Inj. Metamizole 300 mg k/p
Metamizole adalah obat analgesik nonnarkotik yang umumnya
digunakan untuk manajemen nyeri berat, seperti nyeri setelah operasi dan
nyeri kolik renal, yang diakibatkan oleh penyakit batu ginjal. Metamizole
mempunyai aktivitas antipiretik, antirematik, analgesik, dan spasmolitik
sehingga dapat digunakan juga untuk mengatasi nyeri akibat berbagai
etiologi, kondisi spastik (terutama pada saluran cerna), dan demam yang
refrakter terhadap terapi lain. Pada kasus diberikan injeksi metamizole 300
k/p karena pasien memiliki keluhan nyeri tekan abdomen.
5. Inj. Omeprazole 2x20 mg
Omeprazole merupakan obat untuk saluran cerna golongan
penghambat pompa proton. Omeprazole digunakan sebagai terapi lini
pertama untuk mengatasi hipersekresi asam lambung yang terjadi pada
ulkus peptikum dan ulkus duodenum. Omeprazole 402x20 mg diberikan
pada pasien karena pasien mengeluhkan mual.
6. Pemantauan tanda vital dan diuresis setiap jam, serta pemeriksaan
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) setiap 6
jam
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien anak laki-laki berusia 12 tahun didiagnosis demam berdarah dengue.
Penegakan diagnosa didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana awal pada pasien diberikan Infus RD 5%,
paracetamol dan omeprazole. Sedangkan untuk tatalaksana non medikamentosa
berupa diet untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anak dan tirah baring.
5.2 Saran
Kasus demam berdarah dengue pada anak masih sering terjadi sehingga
dibutuhkan penanganan yang tepat untuk menghindari prognosa buruk serta
memberi edukasi kepada keluarga untuk mencegah terjadinya penyakit demam
berdarah.

Anda mungkin juga menyukai