PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus. Dengue disebabkan
oleh salah satu dari empat virus terkait: Virus Dengue 1, 2, 3, dan 4. Virus ini
menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk spesies Aedes (Ae. Aegypti atau Ae.
Albopictus) yang terinfeksi. Virus ini endemik di banyak negara yaitu Amerika,
Afrika, Timur Tengah, Asia, dan Kepulauan Pasifik (CDC, 2019).
Insiden global demam berdarah telah meningkat secara dramatis dalam
beberapa dekade terakhir. Sekitar setengah dari populasi dunia sekarang berisiko.
Diperkirakan ada 100-400 juta infeksi setiap tahun (WHO, 2020). Tingkat insiden
penyakit DBD Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asia
Tenggara. Data di Indonesia menurut Kemenkes RI jumlah kasus dan kematian
tahun 2020 masih rendah jika dibandingkan tahun 2019. Tahun 2020 jumlah kasus
DBD pada Januari-Juli mencapai 71.633 kasus, tahun 2019 jumlah kasus lebih
tinggi berjumlah 112.954. Begitupun dengan jumlah kematian, tahun ini
berjumlah 459, sedangkan tahun 2019 sebanyak 751.
Cakupan klinis penyakit ini sangat luas, antara lain infeksi dengue
asimtomatik, demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), dan dengue shock
syndrome (DSS). Perjalanan penyakit DBD meliputi fase demam, fase kritis dan
fase pemulihan. fase kritis adalah fase dengan kejadian tertinggi, yang ditandai
dengan keadaan afebris dengan gambaran klinis kebocoran plasma hingga syok
(WHO, 2011).
Tatalaksana utama demam berdarah adalah simptomatis dan suportif.
Perawatan suportif yang utama dengan cairan oral atau intravena. Pada fase kritis
hingga fase rehabilitasi, tanda-tanda vital dan produksi urin perlu observasi
dengan ketat. Prognosisnya tergantung pada ketepatan diagnosis dan pengenalan
tanda bahaya, kecepatan tatalaksana simptomatik dan suportif, dan pemantauan
pasien yang baik.
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai demam berdarah dengue
(DBD) yang dimulai dari etiopatofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis,
serta penatalaksanaan. Berdasarkan hal tersebut penulisan laporan kasus ini
menggunakan metode studi literatur dengan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber kepustakaan, yaitu jurnal, textbook, serta sumber informasi
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, faktor resiko, etiopatologi kasus DBD?
2. Bagaimana cara penegakan diagnosa dan macam macam DBD?
3. Bagaimana penatalaksaan kasus DBD secara non-medikamentosa dan
medikamentosa?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi, faktor resiko, etiopatologi kasus DBD
2. Untuk memahami cara penegakan diagnosa dan macam macam DBD
3. Untuk mengetahui penatalaksaan kasus DBD secara non-medikamentosa
dan medikamentosa.
1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan tentang ringkasan dari kasus dan beberapa
tinjauan pustaka tentang penyakit DBD, mempermudah pemahaman penulis dan
pembaca tentang penyakit DBD, dan mengetahui tentang perkembangan pasien
dari awal masuk rumah sakit hingga rawat jalan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. Saifi Ali
Usia : 11 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TTL : Bangkalan, 04 November 2009
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Paeng, Modung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswa
No. RM : 240593
Tanggal Pemeriksaan : 30 April 2021
2.1.2 Identitas Orang Tua
Ayah :
Nama : Rusfandi
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Paeng, Modung
Status : Menikah
Hubungan : Anak Kandung
Ibu:
Nama Ibu : Kusmawati
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Paeng, Modung
Status : Menikah
Hubungan : Anak Kandung
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Kedua tangan dan kaki dingin
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan dingin di kedua tangan dan kedua kaki, dingin dirasakan
sejak 1 hari yang lalu. Dingin di kedua tangan dan kaki dirasakan sepanjang hari
dan tidak berkurang saat beristirahat. Sebelum merasakan keluhan dingin, pasien
mengeluhkan demam (+) yang mendadak tinggi sekitar 5 hari yang lalu. Demam
dirasakan sempat naik dan turun dan dirasakan di seluruh tubuh. Sebelumnya
pasien sempat di rawat di Puskesmas Kedungdung pada hari senin, selasa, rabu
dengan keluhan demam yang tidak turun turun dan kemudian di rujuk ke RSUD
SYAMRABU dengan gejala dingin disertai dengan penurunan trombosit yang
terus menerus. Pasien juga merasa badan tidak enak seperti pegal pada seluruh
tubuh (+). Tidak didapatkan keluhan mimisan (-), perdarahan gusi (-). Didapatkan
keluhan nyeri saat menelan (+). Pasien tidak mengeluh sesak dan tidak batuk pilek
(-). Pasien mengeluh mual (+) terus menerus. Mual tidak disertai muntah (-).
Selain itu, pasien juga merasakan nyeri perut bagian kanan atas (+). BAK normal,
jumlah banyak. Tidak didapatkan keluhan BAB hitam (-), namun pasien belum
bisa BAB dari 1 hari yang lalu. Tidak ada keluhan bengkak (-) pada kaki dan
tangan. Nafsu makan pasien menurun sejak sakit. Didapatkan adanya bercak
kemerahan (+) di bagian lengah bawah.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien dirawat di Puskesmas Kedungdung 3 hari yang lalu
dengan keluhan demam dan dirujuk ke Rumah Sakit Syamrabu karena penurunan
trombosit.
2.2.4 Riwayat Pengobatan
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien baru sembuh dari penyakit DBD (+). Ibu pasien menderita
hipertensi (+). Tidak didapatkan riwayat alergi pada ibu maupun ayah pasien.
2.2.6 Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kelima dengan kehamilan keenam. Tidak didapatkan
keluhan selama masa kehamilan pasien. Pemeriksaan kehamilan atau ANC rutin
dilakukan di bidan. Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan pasien tidak
diketahui. Hipertensi, diabetes, dan riwayat MRS selama masa kehamilan
disangkal.
Kesan: Riwayat kehamilan dalam batas normal.
2.2.7 Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan persalinan normal spontan pada masa gestasi 38 minggu
(cukup bulan) keadaan bayi saat lahir dengan:
APGAR Score : Tidak ada data
Berat Badan Lahir : 2500 gram
Panjang Badan Lahir : Tidak ada data
Panjang Badan Lahir : Tidak ada data
Lingkar Kepala : Tidak ada data
Lingkar Lengan Atas : Tidak ada data
Kesan : Riwayat kelahiran dalam batas normal
2.2.8 Riwayat Nutrisi
Usia ASI Susu formula MPASI
0-6 bulan √ - -
6 bulan - Tidak ada data Pisang
10-12 bulan - Tidak ada data Nasi Tim
12 bulan – 2 tahun - Tidak ada data Tidak ada data
2 tahun – sekarang - - Normal ( Makanan keluarga )
Kesan : Kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik
2.2.9 Riwayat Imnunisasi
Imunisasi Waktu pemberian
Bulan tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 10 12
Hepatitis B 1 2 3 4
BCG 1
Polio 0 1 2 3 4
DPT-HB- 1 2 3 4
Hib
Campak 1 2
Kesan : Imunisasi lengkap
2.2.10 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan :
Pertumbuhan pasien tidak terukur dengan baik karena tidak didapatkan data.
Perkembangan :
Motorik kasar Motorik halus
Miring : - Kepala menoleh kanan-kiri : -
Tengkurap : - Memegang benda : -
Duduk : - Memindah benda : -
Merangkak : - Mencoret coret : -
Berjalan : - Menggambar garis tegak : -
Bicara Sosial
Tertawa berteriak : - Tersenyum spontan : -
Menoleh ke sura : - Meraih mainan : -
Berbicara kata : - Minum dari gelas : -
Menyusun kalimat : - Mencuci tangan : -
Menghitung mainan : - Memakai baju kaos : -
Kesan : Perkembangan tidak didapatkan data yang akurat namun menurut ibu
pasien, perkembangan pasien sesuai dengan usia pasien.
2.2.11 Riwayat Alergi
Alergi terhadap obat-obatan, makanan, dan cuaca tertentu disangkal.
2.3 Pemeriksaan Fisik Awal
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
2.3.1 Tanda-Tanda Vital
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 69 x/menit
RR : 18 x?menit
Suhu : 36,7ºC
SpO2 : 98%
2.3.2 Data Antropometri
Berat badan : 29 kg
Tinggi badan : 136 cm
Lingkar lengan atas : 18 cm
Lingkar kepala : 53 cm
Status Gizi
BBI : BB aktual x 100%
berat badan ideal
: 29/30 x 100%
: 96% normal.
Grafik CDC
2.3.3 Pemeriksaan Sistematis
Pemeriksaan Deskripsi
Kepala Bentuk dan ukuran : normocephali
Rambut: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : tertutup, rata
Trauma (-)
Wajah Bentuk : wajah simetris
Pembengkakan : -
Mata Bentuk : normal, tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata simetris,
tidak eksoftalmus
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-), secret (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : kanan dan kiri jernih
Pupil : kanan dan kiri bulat simetris (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+),
Isokor
Telinga Bentuk : normotia, simetris
Sekret : -/-
Hidung Tidak ada perdarahan
Sekret (-)
Pernapasan cuping hidung (-)
Bibir Mukosa bibir : pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Gigi geligi Normal
Mulut Bentuk : tidak ada kelainan
Mukosa pipi : merah, basah (+), pucat (-)
Perdarahan gusi : (-)
Lidah Bentuk dan ukuran : normal, lidah kotor (-)
Tonsil Tonsil tidak membesar (T1/T1), Hiperemis (-)
Faring Hiperemis (-), uvula di tengah.
Leher Bentuk : tidak ada kelainan
Pembesaran KGB (-)
JVP : normal
Pembesaran kelenjar parotis (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Toraks Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
pengembangan dada simetris (+), retraksi intercostae (-),
penggunaan otot bantu nafas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) pada semua lapang paru. Tidak dilakukan
pemeriksaan taktil fremitus pada pasien.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Thorax Anterior
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) fase
ekspirasi
Thorax Anterior
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, thrill (-)
Palpasi : Tidak teraba ictus cordis dan thrill, massa (-)
Perkusi : Pembesaran jantung (-)
Batas kiri atas : ICS II parasternal line sinistra
Batas kanan atas : ICS II parasternal line dekstra
Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line sinisra
Batas kanan bawah : ICS IV parasternal line dekstra
Auskultasi : BJ I/ II normal (tidakmengeras/melemah), murni reguler, Bising
sistole dan diastole (-), Gallop (-).
Abdomen Inspeksi : Datar (+)
Auskultasi : Bising usus terdengar normoperistaltik
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Dinding perut : soufel (+), nyeri tekan abdomen pada regio
hipokondria dextra (+)
Hepar dan lien : tidak didapatkan pembesaran (-)
Ginjal : sulit dievaluasi
Ekstremitas Capillary refill time (CTR) < 2 detik, akral teraba dingin pada ekstremitas
superior dan inferior; Didapatkan pteki pada lengan bawah regio antebrachii
sinistra saat dilakukan uji tourniquet/rumple leed.
2.5 Resume
Pada anamnesis pasien mengeluhkan akral dingin (+) di kedua tangan dan
kaki sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien demam mendadak (+) sekitar 5
hari yang lalu, sempat naik turun. Pasien sempat di rawat di Puskesmas
Kedungdung pada hari senin, selasa, rabu dengan keluhan demam yang tidak
turun turun dan kemudian di rujuk ke RSUD SYAMRABU dengan gejala dingin
disertai dengan penurunan trombosit yang terus menerus. Myalgia (+),nyeri saat
menelan (+), nyeri perut regio hypocondriaca dextra (+), BAK (+), BAB (-) sejak
1 hari yang lalu, mual (+) muntah (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nafsu
makan menurun, bengkak pada kaki dan tangan (-) serta Ptekie (+). Sebelumnya
adik pasien mengalami penyakit serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak lemah dengan kesadaran
compos mentis (GCS: 456). Tanda vital dengan tekanan darah: 100/70 mmHg,
Nadi: 69x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 36,7℃. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan suara vesikuler paru dextra sinistra, S1 dan S2 normal, distensi
abdomen (-), meterismus (-), nyeri tekan regio hypocondriaca dextra (+) dan akral
dingin (+). Uji Tourniquet (+) : muncul ptekie pada regio antebrachii sinistra.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan penurunan Trombosit (55
ribu/mm3) dan peningkatan SGOT serta SGPT.
2.6 Diagnosis
Working Diagnosis
Dengue Haemorrragic Fever Grade III dengan Syok Terkompensasi
Diagnosis Banding
1. Syok hipovolemik
2. Sepsis
3. Dengue Syok Syndrome
4. Dengue Fever
5. Chikungunya
2.7 Anjuran Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
2. Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue
3. Serum elektrolit
4. Fungsi liver
5. Fungsi ginjal
6. Foto thoraks RLD
7. USG hepar dan lien
2.8 Penatalaksanaan
1. Infus RD 5 200 cc 1 jam → 150 cc 1 jam →90 cc 1 jam
2. Infus maintenance RD 5 1000 cc /24 jam + drip NB 1,5 ml
3. Paracetamol 3x500 mg
4. Inj. Metamizole 300 mg k/p
5. Inj. Omeprazole 2x20 mg
2.9 KIE
1. Memberi edukasi kepada keluarga terkait penyakit yang diderita anak
beserta perjalanan penyakitnya
2. Memberi edukasi kepada keluarga terkait tanda-tanda bahaya yang dapat
terjadi pada anak, dan keluarga harap segera melaporkannya ke tenaga
kesehatan
3. Memberi edukasi kepada keluarga terkait komplikasi yang dapat timbul
4. Memberikan edukasi kepada keluarga terkait diet pada anak
2.10 Prognosa
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia ad bonam
2.11 Komplikasi
1. Expanded dengue syndrome
2. Kelebihan cairan
3. Decompensatio cordis
4. Acute kidney injury
5. Ensepalopati
6. Perdarahan massive
2.12 Follow Up
No. Tanggal S O A P
1. 30-04-2021 Panas (-), lemas Ku : Lemah Dengue Infus RD5
(+), pusing (+), GCS : 456 Haemorrragic 1000cc/24 jam
pegal-pegal (+), BB : 29kg Fever Grade PCT 300 mg k/p
mimisan (-), gusi TB : 136cm III dengan Omeprazole
berdarah (-), sesak VS : Syok 2x20 mg
(-), batuk(-), Tensi : 100/70 Terkompensasi
pilek(-), nyeri mmHg
tenggorokan (+) N : 69 x/menit
saat menelan, perut RR : 18 x/menit
kembung (-), nyeri T : 36,7℃
seluruh perut (-), Kepala :
nyeri perut bagian Normocephal
kanan (+), ruam Mata : SI -/-, CA -/-,
kemerahan (+), edema palpebra -/-,
mual (+) terus- Reflek pupil +/+
menerus, muntah THT : Tonsil :
(-), kaki dan T1/T1, Faring tidak
tangan dingin (+). hiperemi
BAK (+), BAB (-), Lidah kotor (-)
BAB hitam (-). Leher : pembesaran
Makan sedikit kelenjar (-),
karena peningkatan JVP (-)
tenggorokan nyeri.
Thorax :
I : simetris +/+,
retraksi -/-
P : nyeri di lapang
paru (-)
P : sonor pada semua
lapang paru
A : vesikuler pada
seluruh lapang paru
Jantung :
I : Ictus cordis tidak
tampak
P : Ictus cordis tidak
kuat angkat
A : S1/S2 single
reguler, murmur (-),
gallup (-)
Abdomen :
I: Datar
A: Bising usus
normal (+)
P: Soufel (+), nyeri
tekan abdomen pada
regio hipokondria
dextra (+)
P: Timpani (+)
Ekstremitas atas :
dingin CRT<2dtk,
akral dingin (+)
Ekstremitas Bawah :
dingin CRT <2dtk,
akral dingin (+)
Genetalia : Tidak
diperiksa
Lab :
Hb : 14,8 gr/dl
Eri : 5.5 jt/ul
Leu : 4,8 rb/ul
Tromb : 55 rb/mm3
HCT : 43.3%
Lab :
Hb : 13,9 gr/dl
Eri : 5,1 jt/ul
Leu : 4,2 jt/ul
Tromb :
200.000/mm3
HCT : 40,2%
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
a. Demam Dengue
Demam Dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus dengue (DenV) yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypty dan Aedes Albopictus (PDUI, 2019). Demam dengue harus
memenuhi kriteria WHO (2009), sebagai berikut:
- Dengue tanpa tanda bahaya
- Dengue dengan tanda bahaya
- Dengue berat
b. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari nilai normal.
c. Sindrom Syok Dengue
Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah derajat terberat dari DBD
yang terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan
keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan
volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu
turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya
aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung
sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
Pada fase awal DSS, fungsi organ vital dipertahankan dari
hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi,
vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, dan
hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di
kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan
suhu tubuh yang >2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh.
Pada tahap DSS kompensasi, curah jantung dan tekanan darah
normal kembali. Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat
DSS, berarti sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan
hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi (IDAI,2014).
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke
dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmhg dan hipotensi.
Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir.
3.2 Epidemiologi
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-
negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap
tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif
di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas
infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis
pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan
virus, dan kondisi geografis setempat.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua
dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis
beresiko terkena DHF. Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di
Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan
sampai terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia. Sampai saat ini 200
kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per
100.000 penduduk pada 3 tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per 100.000
penduduk pada tahun terakhir ini . Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever
( DHF ) di Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 5 29,7 per
100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %).
3.3 Etiologi dan Transmisi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN
3, DEN 4.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping
pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti) adalah:
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam
tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada
dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka
alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku . Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
3.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan.
Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam
dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat
menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang virulen.
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang
tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang
akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai Antibody Dependent Enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hypovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection). Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan,
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
3.5 Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue mengalami beberapa kali perubahan sejak
WHO 1997, kemudian WHO 2009, dan yang terakhir menggunakan WHO 2011.
Perubahan klasifikasi dengue berkaitan dengan diagnosis dan penatalaksanaan
pasien. Menurut WHO 2011, manifestasi infeksi dengue dibagi menjadi 4
pembagian.
2. Syok Dekompensasi