Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

NEURALGIA PASCA HERPETIK


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Dr.H.Soewondo Kendal

Disusun oleh :
Naufal Khairullah Harahap 30101307021
Daning Khoirotunnasihah 30101206602

Pembimbing :
dr. Nurul Kawakib, Sp.KK
dr. Nur Aeni Mulyaningsih, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Neuralgia paska herpetik (NPH) merupakan komplikasi yang serius dari herpes
zooster yang sering terjadi pada orang tua. Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri
seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan
1
dapat sampai tahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai
nyeri yang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri
yang menetap satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham
mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya selama tiga bulan
setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Tahun 1999, Browsher mendefinisikan sebagai
nyeri neuropatik yang menetap atau timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan
tiga bulan setelah onset ruam kulit. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The
International Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika
sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang
berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas. 2
Neuralgia pasca herpetik (NPH) merupakan sindrom nyeri neuropatik yang sangat
mengganggu akibat infeksi Herpes zoster. NPH biasanya terjadi pada populasi usia
pertengahan dan usia lanjut serta menetap hingga bertahun-tahun setelah penyembuhan erupsi
(cacar). Sejumlah pendekatan dilakukan untuk mengatasi nyeri akibat zoster, menghambat
progresivitasnya menuju NPH. Beberapa dari pendekatan ini terbukti efektif namun NPH
masih saja merupakan sumber rasa frustrasi bagi pasien dan dokter. 3
NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 30 hari setelah
onset (gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya diekspresikan sebagai sensasi
terbakar (burning) atau tertusuk-tusuk (shooting) atau gatal (itching), bahkan yang lebih berat
lagi terjadi allodinia (rabaan atau hembusan angin dirasakan sebagai nyeri) dan hiperalgesia
(sensasi nyeri yang dirasakan berlipat ganda). Pada pasien dengan NPH, biasanya terjadi
perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena. Nyeri umumnya dipresipitasi oleh gerakan
(allodinia mekanik) atau perubahan suhu (allodinia termal). Sementara pada penelitian
lainnya dinyatakan bahwa derajat defisit sensorik berhubungan dengan beratnya nyeri. Selain
itu, pasien dengan NPH lebih cenderung mengalami perubahan sensorik dibanding penderita
dengan zoster yang sembuh tanpa neuralgia.
Nyeri yang berhubungan dengan zoster akut dan neuralgia post herpetik merupakan
tipe nyeri neuropatik akibat kerusakan pada saraf tepi dan perubahan proses signal sistem
saraf pusat. Aktivasi simpatis (sistem saraf otonom) yang intens pada area kulit yang terlibat
merupakan akibat dari proses inflamasi (peradangan) akut yang menyebabkan vasokonstriksi
(penciutan pembuluh darah), trombosis intravaskuler (penyumbatan pembuluh darah) dan
iskemia (kekurangan aliran darah) dari saraf tersebut. Pasca cedera saraf, terjadi pelepasan
impuls saraf tepi secara spontan, ambang aktivasi yang rendah dan respon berlebih terhadap
rangsangan. Pertumbuhan akson (serat saraf) baru setelah cedera tersebut membentuk saraf
baru yang justru memiliki kecenderungan memprovokasi pelepasan impuls berlebih.
Aktivitas perifer (saraf tepi) yang berlebihan tersebut diduga sebagai pencetus perubahan
sifat saraf, sebagai akibatnya, terjadi respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap
segala rangsang. Perubahan yang terjadi ini sangat kompleks sehingga mungkin tidak dapat
diatasi dengan satu jenis terapi saja. 4
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kendal
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 18 Mei 2017

1. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 18 Mei 2017,
pukul 12.00 WIB di Poli Kulit RSUD H. Soewondo Kendal.

KELUHAN UTAMA
Rasa terbakar dan gatal pada wajah sisi kiri.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan dirasakan pasien sejak 2 minggu yang lalu sebelum berobat
ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD H. Soewondo Kendal. Rasa panas
terasa mulai dari kepala bagian atas, mata kiri, wajah sebelah kiri, telinga kiri,
hingga leher. Keluhan belum pernah diobati, pasien mengeluh riwayat demam
dan muncul vesikel pada wajah sebelah kiri sekitar 1 bulan yang lalu. Dua
minggu yang lalu vesikel berubah menjadi bula dan pecah menjadi krusta,
sejak itu pula keluhan sensasi panas pada wajah muncul. Keluhan tersebut
sangat mengganggu aktivitas pasien terutama saat tidur pada malam hari.
Serangan bisa terjadi 5 kali dalam sehari.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Hipertensi
- Diabetes Mellitus
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


- Tidak ada di dalam keluarganya yang menderita keluhan serupa
2. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

- Keadaan umum : Cukup

- Kesadaran : Composmentis

- Status gizi : Baik

TB : 130 cm

BB : 55 kg

- Tekanan darah : 200/120 mmHg

- HR (Nadi) : 95x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

- RR (Laju napas) : 20x/menit, reguler

- Suhu : 370C

STATUS INTERNUS

- Kepala : Krusta, makula hiperpigmentasi dan hipopigmentasi

pasca inflamasi

- Rambut : Abu-abu, ditemukan patahan rambut di daerah lesi

- Mata : konjungtiva anemis (-), ikterik (-), edema palpebra (-)

- Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-)

- Telinga : Bentuk normal, discharge (-), nyeri tekan (-)

- Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-)


- Tenggorokan : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)

- Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Ekstremitas : Edema (-), akral dingin (-)

STATUS DERMATOLOGIK

- Lokasi : Wajah dan kepala bagian kiri

- Eflorensi : Krusta, makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi

pasca inflamasi

- Distribusi : Lokalisata

3. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah rutin

- Gula Darah Sewaktu

- SGOT
- SGPT

- Ureum

- Kreatinin

4. DIAGNOSIS BANDING

- Herpes zoster oftalmika

- Herpes zoster fasialis

- Neuralgia pasca herpetik

5. DIAGNOSIS KERJA

- Neuralgia pasca herpetik

6. PENATALAKSANAAN

- Medikamentosa :

1. Injeksi ranitidin 2x1 amp

2. Pregabalin tab 2x1

3. Injeksi ketorolac 2x1 amp

4. Vitamin B-Kompleks tab 1x1

5. Injeksi Difenhidramin 2x1 amp

6. Lorazepam tab 1x1

7. Kompres NaCl 0,5% 2x1

8. Infus RL

9. Rawat inap

- Nonmedikamentosa :

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyebab penyakit tersebut.

2. Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat kambuh sewaktu-waktu.


3. Meminta pasien untuk konsisten mengkompres lesi dengan NaCl agar

krusta cepat mengelupas dengan sendirinya.

4. Meminta pasien untuk tidak menggaruk lesi bila gatal, cukup kompres

dengan NaCl

5. Menjelaskan kepada pasien bahwa serangan akan mereda dengan

sendirinya dalam hitungan menit.

6. Memberi penjelasan bahwa penyakit dapat kambuh jika imunitas

turun.

7. PROGNOSIS

- Quo ad sanam : dubia ad sanam

- Quo ad vitam : ad bonam

- Quo ad kosmetikan : dubia ad malam

- Quo ad functionam : dubia ad sanam


BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan status dermatologik

yang ada. Pada anamnesis didapatan rasa panas terbakar dan gatal pada kepala sisi kiri.

Pasien mengeluh 1 bulan yang lalu muncul vesikel beserta eritem, 2 minggu yang lalu vesikel

berubah menjadi bula dan krusta bersamaan dengan pertama kalinya muncul keluhan panas

terbakar dan gatal pada lesi. Rasa panas, gatal, terbakar dirasakan dari kepala sisi kiri

merambat hingga telinga dan leher. Serangan tersebut terjadi 3-5 kali dalam sehari, per

serangan berdurasi beberapa menit saja. Pasien mengeluh hal tersebut sangat mengganggu

aktivitasnya sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krusta, makula hipopigmentasi

dan hiperpigmentasi pasca inflamasi. Pasien belum memeriksakan diri sebelumnya dan

langsung datang ke poli kulit RSUD Soewondo Kendal.

Berdasarkan kronologi keluhan pasien, kasus ini memiliki diagnosis banding yaitu

herpes zoster fasialis, herpes zoster oftalmika, dan neuralgia pasca herpetik. Herpes zoster

fasialis dan herpes zoster oftalmika merupakan penyakit yang sama, hanya saja berbeda

predileksinya. Herpes zoster oftalmika terdapat di daerah sekitar mata, namun jika herpes

zoster fasialis terdapat di daerah pipi atau dahi. Dua diagnosis banding tersebut dapat

disingkirkan mengingat lesi sudah memasuki tahap penyembuhan dengan menyisakan krusta

dan gejala yang pasien alami lebih mengarah ke neuralgia paska herpetic (NPH).
Penatalaksanaan NPH dapat dilakukan medikamentosa dan nonmedikamentosa.

Terapi medikamentosa pasien diberi penanganan topikal dan sistemik. Topikal yaitu berupa

kompres NaCl pada lesi. Obat sistemik yang diberikan meliputi obat golongan antihistamin

(difenhidramin), ansiolitik (lorazepam), NSAID (ketorolac), H2-antagonis (ranitidine),

vitamin (B-kompleks), analgetik (pregabalin). Tindakan nonmedikamentosa berupa edukasi

terhadap pasien mengenai penyakit NPH itu sendiri. 5

Prognosis dari NPH yang diderita pasien baik bila imunitas pasien dapat dijaga

dengan baik. Imunitas yang baik akan mengurangi kekambuhan dari penyakit tersebut. Bila

NPH tidak ditangani dengan baik, serangan yang akan dialami pasien akan menjadi lebih

sering dan durasinya akan makin bertambah lama.


BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis neuralgia pasca herpetic pada pasien Ny. R

berusia 57 tahun. Pada anamnesis didapatkan perasaan panas terbakar serta gatal di daerah

kepala sisi kiri, merambat ke mata, leher, dan telinga. Serangan terjadi 3-5 kalo sehari dan

sangat mengganggu kegiatan pasien sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krusta,

makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kepala sisi kiri.

Penalaksanaan pada kasus NPH dapat dilakukan dengan cara medikamentosa atau

nonmedikamentosa. Penatalaksanaan nonmedikamentosa berupa edukasi terhadap pasien

mengenai penyakit NPH. Penyakit tersebut dapat kambuh sewaktu-waktu apalagi jika

imunitas turun, jika terjadi serangan jangan digaruk namun cukup dibiarkan saja karena akan

hilang dengan sendirinya dalam hitungan menit. Medikamentosa yang diberikan yaitu

meliputi obat golongan antihistamin (difenhidramin), ansiolitik (lorazepam), NSAID

(ketorolac), H2-antagonis (ranitidine), vitamin (B-kompleks), analgetik (pregabalin).

Prognosis pada kasus ini yaitu Quo ad sanam adalah dubia ad sanam, Quo ad vitam

adalah ad bonam, Quo ad kosmetikan adalah dubia ad malam, Quo ad functionam adalah

dubia ad sanam.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The

American Journal of Managed Care. Juni 2006. p256-61.

2. Purba JS. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri Neuropatik. [serial

online] Oktober 2006 [cited 2008 February 8]. Diakses dari : URL:

http://www.dexa-medica.com

3. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The

American Journal of Managed Care. Juni 2006. p256-61

4. Richeimer S. Understanding neuropathic pain. [online] 2007 [cited 2008 February

8]. Diakses dari : http://www.spineuniverse.com

5. Zeltzer L. The use of topical analgesics in the treatment of neuropathic pain:

mechanism of action, clinical efficacy, and psychologic correlates. [online] 2004

[cited 2008 Februari 8] : [2 screens]. Diakses dari: http://www.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai