Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS KE-2

KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

Oleh :

dr. Rina Syafrita


2006106020007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I


ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS KE-2

Oleh :

dr. Rina Syafrita


2006106020007

Supervisor Chief of Ward

Dr. dr. Azhari Gani, Sp.PD-KKV., FCIC., dr. Irhash Hasballah


FINASIM

1
KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

1. Pendahuluan
Gagal jantung terkait kehamilan dan masa peripartum dikenal pertama kali
pada tahun 1800 oleh Virchow yang kemudian dikenal sebagai kardiomiopati
peripartum.[1] Hingga saat ini, kardiomiopati peripartum didefinisikan sebagai
kardiomiopati dilatasi idiopatik dengan manifestasi gagal jantung akibat peurunan
fungsi ventrikel kiri pada tahap akhir kehamilan, yakni satu bulan sebelum
melahirkan hingga lima bulan pasca kelahiran tanpa diketahui penyebab lain dari
gagal jantung tersebut. Onset terjadinya kardiomiopati peripartum tidak
menunjukkan angka yang pasti.[2]
Insidensi kardiomiopati peripartum di Amerika Serikat berkisar sekitar 1
per 1,000-4,000 kelahiran. Sedangkan data di Afrika dan Asia mencapai 1 per
1,000 kelahiran hidup. Insidensi ini diketahui meningkat dibandingkan beberapa
tahun sebelumnya yang dipengaruhi oleh peningkatan kesadaran dan diagnosis,
usia maternal yang bertambah, perubahaan demografi, atau kehamilan multifetal.
[3]
Demakis dkk menyatakan bahwa mayoritas kasus terjadi dalam 1 minggu
setelah persalinan. Walaupun demikian, terdapat pula kasus kardiomiopati
peripartum yang terjadi di bawah satu bulan sebelum persalinan yang mana proses
kegagalan jantung telah terjadi sejak trimester kedua.[1]
Etiologi pasti dari kardiomiopati peripartum ini masih belum diketahui
dengan jelas namun sejumlah mekanisme diyakini memainkan peran penting
seperti genetik, kadar selenium rendah, infeksi virus, pelepasan sitokin akibat
stress, inflamasi, dan reaksi autoimun.[2] Faktor angiogenik lain seperti sFLT-1
juga dilepaskan dari plasenta pada kehamilan tahap lanjut sehingga terjadi
penghambatan faktor proangiogenik yang menonjol. Faktor risiko terjadinya
kardiomiopati peripartum antara lain multiparitas, kehamilan multipel, usia ibu
>30 tahun, etnis Afrika, obesitas, merokok, diabetes, riwayat hipertensi dalam
kehamilan, hipertensi primer, malnutrisi, usia maternal, dan penggunaan
betaagonis tokolitik jangka panjang.[2] Adanya keluarga dengan riwayat Dilated
Cardiomyopathy (DCM) juga meningkatkan risiko terjadinya kardiomiopati
peripartum. [4]

2
Komplikasi kardiomiopati peripartum antara lain hipotensi akibat
hipoperfusi atau penrunan cardiac output sehingga menyebabkan syok
kardiogenik. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <35%, dapat ditemukan trombus
pada ventrikel sehingga perlu diberikan antikoagulan. Aritmia bisa saja terjadi dan
harus ditatalaksana untuk mencegah tromboemboli dan menurunkan risiko
kematian mendadak. Prognosis kardiomiopati peripartum bersifat baik jika
didiagnosis awal dan mendapatkan terapi optimal. Perbaikan umumnya tampak
dalam 3-6 bulan pasca penegakkan diagnosis. [2,7]
Laporan kasus ini menjelaskan mengenai pasien perempuan usia muda
yang datang dengan keluhan perut membesar perlahan dalam waktu 6 bulan dan
kedua kaki bengkak. Pasien memiliki riwayat persalinan secara section caesaria 8
bulan yang lalu. Pasien didiagnosa dengan kardiomiopati peripartum setelah
menjalani sejumlah pemeriksaan penunjang.

2. Kasus
Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan
kedua kaki bengkak sejak 6 bulan yang lalu. Pasien menggaku kaki bengkak
secara perlahan-lahan dan hilang timbul sejak 2 bulan setelah melahirkan anak ke
3. Sesak nafas tidak dikeluhkan, riwayat terbangun dimalam hari karena sesak
nafas ada. Pasien tidur lebih 2 bantal. Sering lemas dan cepat lelah jika
beraktifitas ringan. Nyeri dada yang menjalar ke lengan, punggung dan ke leher
tidak dikeluhkan. Perut terasa membesar dan terasa cepat penuh sesudah makan.
Nyeri ulu hati ada, mual dan muntah tidak ada. Pasien sering mengelukan batuk-
batuk kering.
Pasien sering berdebar-debar walaupun saat istirahat. Penurunan nafsu
makan dan berat badan. Pasien mengakui adanya penurunan berat badan dalam 3
bulan terakhir sekitar 4 kg /bulan. Pasien memiliki riwayat menjalani persalinan
section caesaria anak ketiga sekitar 6 bulan lalu tanpa riwayat keluar darah dari
jalan lahir. Riwayat sakit kuning dan nyeri pada bekas luka operasi disangkal.
Riwayat hipertensi dan hipertensi selama kehamilan tidak ada, penyakit jantung
dan diabetes melitus disangkal. Pasien diketahui bekerja sebagai ibu rumah
tangga.

3
Hasil pemeriksaan fisik (17/2) didapatkan pasien dengan keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,
frekuensi nadi 100 kali/ menit, frekuensi napas 22 kali/menit, dan suhu 36,5ºC.
Pada pemeriksaan mata, konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak kuning,
dan tidak ada edema palpebra. Pemeriksaan THT menunjukkan tidak terdapat
sekret di kedua mukosa hidung, leher tidak terdapat benjolan, peningkatan
tekanan vena jugular ada.
Pemeriksaan thoraks tampak simetris, suara nafas vesikuler menurun kiri
dan kanan, stem fremitus menurun, Redup di 1/3 lapang bawah paru kanan dan
kiri, dan suara mengi (wheezing) tidak ada. Pemeriksaan jantung simetris, bentuk
dada normal, Iktus kordis terlihat. Iktus kordis teraba pada LMCS interkostal 5
kiri 2 cm ke lateral, thrill (+), heaving (-), lifting (-), tapping (-). Batas kiri
jantung: ICS 5 Linea Mid Clavicula Sinistra 2 cm ke lateral. Batas Pinggang
jantung : ICS 3 linea Parasternalis sinistra, 1 cm ke lateral. Batas kanan jantung :
ICS 5 Linea Para sternalis dextra, 1 cm ke lateral. Suara jantung S1 dan S2
tunggal, terdapat bising sitolik dan S3 gallop. Pemeriksaan abdomen tampak
adanya distensi di mana hasil pemeriksaan undulasi dan shifting dullness positif
serta tidak ditemukan nyeri tekan pada abdomen. Pemeriksaan ekstremitas hangat,
ditemukan edema pada kedua tungkai terdapat pitting udema.

Gambar 1. Pemeriksaan EKG (25/2) menunjukkan Kesan: Sinus Ritme dengan


HR 109 kali/menit, Sinus Takikardi, Normoaksis, T inverted di
V1,V2,V3 disertai QRS fragmented di V1

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Februari 2021 didapatkan Hb


10,8 g/dl, Ht 46%, Leukosit 7.100/ul, Trombosit 462.000/ul, GDS 121 mg/dL,
Bilirubin total 2,05 mg/dL, bilirubin direct 1,17 mg/dL, bilirubin indirect 0,88

4
mg/dL, SGOT 36 U/L, PT/ APTT 1,2/1,1 , Ca 8.6 mg/dL, Ureum 43 mmol/L,
dan kreatinin 1,00 mg/dL. Pemeriksaan foto thorak didapatkan jantung membesar
dengan CTR 57%, sinus costophrenicus tumpul. Kesimpulan effusi pleura
bilateral minimal dan Kardiomegali. Pemeriksaan EKG (25/2) menunjukkan
Kesan: Sinus Ritme dengan HR 109 kali/menit, Sinus Takikardi, Normoaksis, T
inverted di V1,V2,V3 disertai QRS fragmented di V1.
Hasil pemeriksaan USG toraks menunjukkan adanya efusi pleura bilateral
yang lebih banyak di bagian kiri. Pasien menjalani punksi pleura dipandu dengan
USG dan didapatkan cairan sebanyak ± 150 cc.

Gambar 2. Hasil USG Thoraks menunjukkan adanya efusi pleura bilateral

5
Gambar 2. Hasil Ekokardiografi (26 Februari 2021)

Pasien menjalani pemeriksaan ekokardiografi jantung pada tanggal 26


Februari 2021. Hasil ekokardiografi menunjukkan adanya regurgitasi mitral
moderat, regurgitasi trikuspid moderat, regurgitasi aorta ringan, dilatasi ventrikel
kiri dan kanan, dilatasi atrium kanan, fraksi ejeksi menurun (<15%), dan global
hipokinetik. Pasien didiagnosis akhir dengan kardiomiopati peripartum. Terapi
nonfarmakologi bedrest posisi semifowler, O2 nasal canul 2-4 liter/menit, Diet
jantung 1500 kkal/hari, rendah garam < 2gram/hari. Terapi farmakologi berupa
Injeksi furosemide 20 mg per 8jam, injeksi lansoprazole 30 mg per 12 jam,
Xarelto 1x 10 mg, KSR 2x 600 mg, spironolactone 1x 25 mg, digoksin 1x 0,125
mg dan curcuma 3x1 tab.

3. Diskusi
Kardiomiopati peripartum merupakan sebuah abnormalitas yang ditandai
dengan disfungsi ventrikel kiri jantung selama masa peripartum tepatnya satu
bulan sebelum persalinan hingga lima bulan pasca kelahiran tanpa diketahui
penyebab lain yang dapat menjelaskan gagal jantung tersebut. Diagnosis ini

6
sangat membutuhkan kesadaran klinisi dalam menegakkan diagnosis
kardiomiopati peripartum demi tatalaksana yang optimal. Keterlambatan
diagnosis dan tatalaksana kardiomiopati peripartum di atas 6 bulan cenderung
bersifat ireversibel dengan angka harapan hidup yang lebih rendah.[8]
Pada kasus pasien didiagnosis dengan kardiomiopati peripartum dengan
jarak selama 6 bulan sejak persalinan terakhir dengan temuan klinis yang berat.
Faktor risiko terjadinya kardiomiopati peripartum antara lain usia lebih
dari 30 tahun, multipara, riwayat penyakit infeksi, kehamilan multifetus, dan
penggunaan terapi tokolitik. Pasien dengan riwayat persalinan section caesaria
juga memiliki risiko mengalami kardiomiopati peripartum yang lebih tinggi. [8]
Tingginya angka persalinan section caesaria merefleksikan banyaknya ibu
melahirkan usia tua, kehamilan multipel, dan preeklamsia. Penelitian ini
menelusuri waktu diagnosis kardiomiopati peripartum pada ibu yang menjalani
persalinan section caesaria. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa
mayoritas pasien telah didiagnosis dengan kardiomiopati peripartum sehingga
kondisi ini sendiri yang menyebabkan dibutuhkannya persalinan secara sectio
caesaria dan bukan persalinan section caesaria yang menyebabkan terjadinya
kardiomopati peripartum.[9]
Pada kasus pasien merupakan seorang wanita usia 35 tahun. pasien
mempunyai 3 orang anak, 2 orang lahir secara sepontan pervaginam. Anak
ketiga lahir secara section caesaria atas indikasi postterm.
Etiologi pasti dari kardiomiopati peripartum ini masih belum diketahui
dengan jelas namun sejumlah mekanisme diyakini memainkan peran penting
seperti genetik, kadar selenium rendah, infeksi virus, pelepasan sitokin akibat
stress, inflamasi, dan reaksi autoimun. Stress oksidatif berlebihan menyebabkan
proliferasi hormon prolaktin menjadi fragmen vasotoksik, proapoptotik, dan
prolaktin proinflamasi yang mengubah regulasi asam mikroribonuklear-146s serta
penurunan fungsi endotel dan metabolisme kardiomiosit.[2]
Manifestasi klinis awal kardiomiopati peripartum umumnya sama seperti
keadaan fisiologi kehamilan normal seperti edema tungkai, dyspnea, ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, perut tidak nyaman, dan batuk persisten. Namun,
keluhan yang tampak fisiologis ini menyebabkan diagnosis kardiomiopati sering
terlambat hingga timbul manifestasi berat.[5]

7
Pada kasus pasien menggeluhkan kedua kaki bengkak secara perlahan-
lahan sejak 2 bulan setelah melahirkan anak ke 3, dan hilang timbul. riwayat
terbangun dimalam hari karena sesak nafas ada, tidur harus dengan lebih dari 2
bantal. Sering lemas dan cepat lelah jika beraktifitas ringan, batuk-batuk kering
dan sering palpitasi. Perut terasa membesar.
Diagnosis kardiomiopati peripartum masih bersifat eksklusi sehingga
mudah terlewatkan. Hasil pemeriksaan fisik biasanya akan menunjukkan tanda
khas gagal jantung dibuktikan dengan hasil elektrokardiogram yang tidak spesifik,
foto toraks menunjukkan kongesti paru atau efusi pleura, dan hasil ekokardiografi
menunjukkan disfungsi ventrikel kiri sistolik dengan dilatasi ventrikel kiri atau
normal.[6] Kriteria diagnosis kardiomiopati peripartum adalah ditemukannya
kriteria berikut yakni: 1) Gejala gagal jantung yang timbul 1 bulan sebelum
melahirkan sampai dengan 5 bulan setelah melahirkan, 2) fraksi ejeksi ventrikel
kiri menurun (<45%), dan 3) tidak ada penyebab kelainan jantung lain sebagai
penyebab gagal jantung. Pemeriksaan biomarker seperti pro-NT-BNP juga dapat
membantu diagnosis namun bersifat tidak spesifik karena juga dapat meningkat
pada gagal jantung akibat penyebab lain. [2]
Tanda dan gejala klinis tersebut meliputi: lelah, sesak nafas berat, bahkan
saat istirahat, ortopneu, paroksimal nokturnal dispneu, batuk, bahkan batuk darah,
nyeri dada, palpitasi/berdebar-debar, nyeri perut, mual, muntah dan tidak nafsu
makan, peripheral or pulmonary edema, distensi vena juguler, ascites,
hepatomegali, aritmia, irama gallop, sistolik murmur. Pemeriksaan penunjang
menunjukkan: foto thorak: kardiomegali, efusi pleura bilateral, odem paru,
infiltrat paru, ECG: normal, sinus takikardi, left ventriculer hypertrophy, disritmia
dengan perubahan gelombang ST dan T non spesifik, atrial fibrilasi, ventrikel
takikardi, RBBB, echocardiografi: Dilatasi 1 atau 4 ruang jantung, hipokinetik
ventrikel, mitral dan atau trikuspid regurgitasi, EF menurun, LVED dimensi
meningkat, biopsi endomiokardial : non spesifik, miokarditis. [19]
Pada kasus pasien timbul gejala setelah 2 bulan melahirkan secara SC.
Dari pemeriksaan EKG didapatkan Sinus Ritme dengan HR 109 kali/menit, Sinus
Takikardi, Normoaksis, T inverted di V1,V2,V3 disertai QRS fragmented di V1.
Foto thorax kardiomegali dan efusi pleura bilateral. USG thorax asites dan effusi
pleura bilateral. Hasil ekokardiografi regurgitasi mitral moderat, regurgitasi

8
trikuspid moderat, regurgitasi aorta ringan, dilatasi ventrikel kiri dan kanan,
dilatasi atrium kanan, fraksi ejeksi menurun (<15%), dan global hipokinetik.
Tidak ada riwayat hipertensi atau hipertensi selama kehamilan, penyakit jantung
yang dialami pasien.

Gambar 2. Algoritme tatalaksana kardiomiopati peripartum[2]

Tatalaksana nonfarmakologis yang perlu diedukasi pada pasien ini antara


lain diet rendah garam, restriksi cairan, dan aktivitas fisik ringan. Hal ini sesuai
dengan tatalaksana nonfarmakologi pasien dengan gagal jantung. Cairan perlu
dibatasi sebanyak kurang dari 2 liter per hari atau disesuaikan dengan kebutuhan
harian individu. Pasien disarankan untuk mengukur berat badan harian dan
kontrol kembali jika menemukan kenaikan berat badan signifikan dalam waktu
singkat seperti lebih dari 3 kilogram dalam 2 hari. Aktivitas fisik juga perlu
disesuaikan dengan tingkat keparahan disfungsi ventrikel pasien.[17]

9
Tatalaksana kardiomiopati peripartum terbagi menjadi tatalaksana
nonfarmakologis dan farmakologis. Tatalaksana farmakologis yang perlu
diberikan untuk tatalaksana kardiomiopati peripartum meliputi pemberian
[2]
diuretik, antihipertensi, vasodilator, digoksin, dan antikoagulan heparin.
Menurut pedoman European Society of Cardiology (ESC) Tahun 2018, pasien
kardiomiopati peripartum dengan gejala dan tanda gagal jantung akut harus
ditatalaksana sesuai dengan pedoman gagal jantung akut. Pasien dengan
manifestasi kongesti paru ditatalaksana dengan duretik namun pemberiannya
perlu dipertimbangkan jika pasien masih berada pada masa kehamilan karena
berisiko menurunkan aliran darah plasenta.[13] Selain itu, digoksin diberikan
sebagai inotropik diberikan untuk meningkatkan fraksi ejeksi dan menurunkan
gejala gagal jantung. Risiko thrombosis ventrikel kiri pada pasien kardiomiopati
peripartum sangat tinggi oleh karena disfungsi ventrikel kiri yang berat. Untuk
mencegah tromboemboli, antikoagulan sangat disarankan untuk dibeirkan pada
pasien kardiomiopati dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%.[15]
Pada kasus diberikan terapi nonfarmakologi bedrest posisi semifowler,
O2 nasal canul 2-4 liter/menit, Diet jantung 1500 kkal/hari, rendah garam <
2gram/hari. Terapi farmakologi berupa Injeksi furosemide 20 mg per 8jam,
injeksi lansoprazole 30 mg per 12 jam, Xarelto 1x 10 mg, KSR 2x 600 mg,
spironolactone 1x 25 mg, digoksin 1x 0,125 mg dan curcuma 3x1 tab.
Oleh karena pasien telah berada dalam keadaan stabil, pasien diizinkan
pulang dengan terapi rutin jangka panjang serta disarankan untuk kontrol rutin di
poliklinik. Mayoritas kasus kardiomiopati peripartum akan mengalami perbaikan
setidaknya dalam segi fungsi sistolik ventrikel dalam waktu 6 bulan. Namun,
sebuah kesepakatan ahli ESC merekomendasikan standar waktu terapi
kardiomiopati peripartum yakni minimal 12 bulan namun dapat lebih lama jika
perbaikan fraksi ejeksi berlangsung lama yakni beberapa tahun atau bahkan
seumur hidup.[16]
Definisi kesembuhan pada kardiomiopati peripartum adalah kembalinya
fraksi ejeksi ventrikel kiri menjadi lebih dari 50% atau perbaikan lebih dari 20%.
Terlambatnya diagnosis, klasifikasi NYHA tinggi, adanya trombus ventrikel kiri,
kehamilan multipara, dan adanya penyakit lainnya sangat berkaitan dengan
terlambatnya proses penyembuhan.[18] Berdasarkan teori tersebut, pasien ini

10
memiliki kemungkinan penyembuhan yang lebih lama dibandingkan mayoritas
pasien lainnya oleh karena pasien terlambat didiagnosis.

4. Kesimpulan
Telah dilaporkan pasien wanita usia 35 tahun post persalinan section
caesaria 8 bulan sebelumnya yang didiagnosis dengan kardiomiopati peripartum.
Dari anamnesis didapatkan keluhan kedua kaki bengkak dalam 6 bulan terakhir
Pemeriksaan USG toraks menunjukkan adanya efusi pleura bilateral sedangkan
pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan penurunan nilai fraksi ejeksi yang
artinya terdapat disfungsi ventrikel. Pasien menerima tatalaksana suportif
medikamentosa dan disarankan untuk kontrol rutin di poliklinik untuk evaluasi
terapi.

11
Daftar Pustaka

1. Zolt A, Uri E. Peripartum Cardiomyopathy. Circulation [Internet]


2016;133(14):1397–409. Available from:
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.115.020491

2. Setiati S, Laksmi PW. Peran Internis dalam Tatalaksana Penyakit-Penyakit


pada Kehamilan. Jakarta: 2017.

3. Jagodzińska A, Gondek A, Pietrzak B, Cudnoch-Jędrzejewska A, Mamcarz


A, Wielgoś M. Peripartum cardiomyopathy – from pathogenesis to
treatment. J Perinat Med [Internet] 2018;46(3):237–45. Available from:
https://doi.org/10.1515/jpm-2016-0247

4. Bauersachs J, König T, van der Meer P, Petrie MC, Hilfiker-Kleiner D,


Mbakwem A, et al. Pathophysiology, diagnosis and management of
peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure
Association of the European Society of Cardiology Study Group on
peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail [Internet] 2019;21(7):827–43.
Available from: https://doi.org/10.1002/ejhf.1493

5. Widyaningsih W, Salamah N, Maulida QF. Jurnal kedokteran dan


kesehatan. Role oxidative Stress acute Ischaem stroke 2016;4(14):151–60.

6. Huang Y, Chen T, Zhang M, Yang X, Ding G, Yang L. Successful


management of fatal peripartum cardiomyopathy in a young pregnant
woman: A case report. Medicine (Baltimore) [Internet] 2018;97(15).
Available from: https://journals.lww.com/md-
journal/Fulltext/2018/04130/Successful_management_of_fatal_peripartum.
70.aspx

7. Goland S, Modi K, Bitar F, Janmohamed M, Mirocha J, Czer L, et al.


Clinical Profile and Predictors of Complications in Peripartum
Cardiomyopathy. J Card Fail 2009;15:645–50.

8. Shani H, Kuperstein R, Berlin A, Arad M, Goldenberg I, Simchen MJ.

12
Peripartum cardiomyopathy - Risk factors, characteristics and long-term
follow-up. J Perinat Med 2015;43(1):95–101.

9. Sunki L, Joon CG, U. PG, Young KL, Tae-Seon L, Young K Do, et al.
Incidence, Risk Factors, and Clinical Characteristics of Peripartum
Cardiomyopathy in South Korea. Circ Hear Fail [Internet]
2018;11(4):e004134. Available from:
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.117.004134

10. Riker D, Goba D. Ovarian mass, pleural effusion, and ascites revisiting
meigs syndrome. J Bronchol Interv Pulmonol 2013;20(1):48–51.

11. Cyrus V, David C, Sheldon G. Cardiogenic Shock. J Am Heart Assoc


[Internet] 2019;8(8):e011991. Available from:
https://doi.org/10.1161/JAHA.119.011991

12. Kosaraju A, Pandela V, Hai O. Cardiogenic Shock. Treasure Island (FL):


2015.

13. Regitz-Zagrosek V, Roos-Hesselink JW, Bauersachs J, Blomström-


Lundqvist C, Cífková R, De Bonis M, et al. 2018 ESC Guidelines for the
management of cardiovascular diseases during pregnancy: The Task Force
for the Management of Cardiovascular Diseases during Pregnancy of the
European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J [Internet]
2018;39(34):3165–241. Available from:
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehy340

14. Aoyama D, Hamatani Y, Kamiya C, Ohta-Ogo K, Amaki M, Kawakami S,


et al. Peripartum Serial Echocardiographic Findings in a Patient with Life-
threatening Peripartum Cardiomyopathy. Intern Med [Internet]
2018;57(21):3105–9. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29877258

15. Kim M-J, Shin M-S. Practical management of peripartum cardiomyopathy.


Korean J Intern Med [Internet] 2017;32(3):393–403. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28407464

13
16. Hilfiker-Kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J. Peripartum
cardiomyopathy: current management and future perspectives. Eur Heart J
[Internet] 2015;36(18):1090–7. Available from:
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehv009

17. M. GM. Peripartum Cardiomyopathy. Circulation [Internet]


2013;127(20):e622–6. Available from:
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.113.001851

18. Bhattacharyya A, Basra SS, Sen P, Kar B. Peripartum cardiomyopathy: a


review. Texas Hear Inst J [Internet] 2012;39(1):8–16. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22412221

19. Sulistyanti, D dan Suryono, B. 2020. Patofisiologi dan Penanganan


Kardiomiopati Peripartum. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia. P 108-121.

14

Anda mungkin juga menyukai