Anda di halaman 1dari 11

1

DEPRESI BERAT

I. PENDAHULUAN
Depresi merupakan penyebab utama kecatatan yang hampir terjadi di
seluruh dunia.1 Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 264 juta
orang di seluruh dunia pernah mengalami depresi. Depresi yang terjadi dapat
berlangsung singkat hingga lama dengan intensitas ringan hingga berat. Jika
depresi sudah mencapai titik berat, maka akan menyebabkan kondisi kesehatan
yang serius. Hal ini akan berdampak penurunan fisik dan fungsional penderita
terhadap lingkungannya baik tempat kerja, sekolah, maupun keluarga. Selain itu,
depresi berat dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Hampir 800.000 orang
meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya di seluruh dunia yang didominasi
usia 15-35 tahun.2
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen
psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen
biologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan keringat dingin. Depresi
dikatakan fisiologis apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan
terjadi dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran
dan berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal.3
Gejala depresi berupa gangguan emosi, gangguan kognitif, keluhan
somatik, gangguan psikomotor, dan gangguan vegetatif. Salah satu manifestasi
klinis depresi adalah gejala ketidakseimbangan vegetatif.4
Depresi merupakan penyakit yang umum dan banyak di jumpai, tetapi
paling sering dilupakan oleh para klinisi dokter umum maupun dokter spesiallis,
dimana dokter dalam prakteknya lebih mengedepankan mencari kelainan somatik
daripada menelusuri penyebab keluhan psikisnya. Sebaliknya banyak pasien yang
takut mengakui menderita depresi karena takut disebut sakit jiwa. Dengan
demikian hanya sebagian pasien yang mau berobat karena depresinya.
Kebanyakan pasien depresi justru meminta pertolongan untuk keluhan-keluhan
somatiknya. Hal ini lah yang perlu mendapat perhatian karena keadaan depresi
menjadi terselubung oleh keluhan-keluhan somatik yang sangat beraneka ragam.5
2

II. KASUS

Seorang perempuan usia 39 tahun suku Gayo, Aceh dirujuk dari RS daerah
dengan keluhan BAB cair yang sudah dirasakan 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan BAB cair dialami 5-6 kali dalam sehari. BAB cair yang dialami
berupa ampas makanan tanpa disertai darah atau lendir. Keluhan ini terjadi
bersamaan dengan nyeri perut yang dialami pasien. Nyeri dirasakan hampir pada
seluruh bagian perut yang memberat pada bagian ulu hati. Nyeri dirasakan
dengan frekuensi menetap, tertusuk, rasa tidak nyaman di perut, dan tidak
memberat dengan makan. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian kepala
yang sudah berlangsung lebih dari 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan
menjalar hingga ke bagian punggung. Nyeri kepala ini dirasakan bersamaan
dengan pusing berputar yang dirasakan pasien. Nyeri yang dirasakan tidak
kunjung hilang walaupun sudah minum obat penghilang rasa nyeri. Oleh karena
itu, pasien merasa cemas dan gelisah akan penyakitnya yang tidak kunjung
sembuh.
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa tidur sudah lebih dari 2 bulan ini,
jikapun tertidur pasien akan terbangun beberapa saat kemudian dan sulit untuk
kembali tertidur, sehingga pasien cenderung mondar-mandir dalam rumah tanpa
sebab. Riwayat mendengarkan bisikan-bisikan dan trauma disangkal. Pasien
memiliki riwayat minum cairan insektisida 1 botol (± 1 liter menurut pasien) 2
hari yang lalu.
Pasien seorang ibu dari seorang putra dan putri, dengan anak paling kecil
berusia 6 tahun. Suami pasien bekerja sebagai seorang pertani. Tidak ada konflik
yang berat dalam lingkungan keluarga.
Dalam keseharian pasien cenderung menyendiri, mengurung diri dalam
kamar, dan kurang berinteraksi terhadap keluarga dan lingkungan sejak 1 bulan
terakhir. Menurut keluarga pasien, pasien mulai jarang melakukan kegiatan
rumah seperti mencuci dan menyapu karena pasien merasa tidak sehat. Pasien
sehari-hari bekerja sebagai staf tata usaha disebuah SMA. Menurut pasien tidak
ada masalah pada lingkungan tempat kerja pasien.
Pemeriksaan fisik pasien dalam kondisi stabil dengan sensorium compos
mentis, tekanan darah 123/80 mmHg, frekuensi nadi 80 kali per menit, irama
3

regular, frekuensi nafas 20 kali per menit dan suhu 36,6oC. Pada kepala
normocepali, tidak ditemukan edema dan sikatrik pada wajah. Pada mata tidak
dijumpai konjungtiva anemis ataupun sklera ikterik. Telinga, hidung,
tenggorokan, dan mulut dalam batas normal. Tidak ditemukan pula adanya
pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan axilla. Tidak didapatkan
adanya kelainan pemeriksaan fisik toraks (paru dan jantung) dan abdomen. Tidak
ditemukan edema atau kelainan pada tungkai bawah. Pemeriksaan neurologis
didapatkan kekuatan sensorik dan motorik dalam batas normal.
Hasil laboratorium secara umum dalam batas normal, namun terjadi
peningkatan neutrofil segmen sebanyak 75% dan penurunan limfosit sebesar
16%. Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb 14,5 g/dL, hematokrit 42%,
eritrosit 5,0 juta/mm3, leukosit 9.500/mm3 dan trombosit 333.000/mm3. Dari hasil
pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit dijumpai peningkatan klorida sebesar
114 mmol/L. Pemeriksaan fungsi tiroid yaitu FT3, FT4, dan TSHs dalam batas
normal.
Dari hasil foto toraks didapatkan kesan normal, dimana jantung tidak
terdapat pembesaran dan paru tidak terdapat infiltrat ataupun corakan
bronkovaskular yang melebar.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) didapatkan hasil ritme sinus
regular, HR : 69 bpm, tidak dijumpai tanda iskemik ataupun infark.
Pada hasil echocardiografi didapatkan hasil :
 Katup mitral moderate, katup tricuspid mild
 Dimensi ruang-ruang jantung normal
 Tidak tampak thrombus atau vegetasi intrakardiak
 Fungsi diastolik LV normal (EF 64% by Teich,)
 Fungsi sistolik Right Ventricle normal (TAPSE 2,7 cm)
 Fungsi diastolic Left Ventricle normal
 Tidak terdapat Left Ventricle Hypertrophy (LVH)
 Wall motion : Global normokinetik
4

Pada pemeriksaan endoskopi dijumpai mucosal break < 5 mm di lower third


esophageal dan dijumpai multiple ulcus at gaster at corpus. Kesimpulan hasil
endoskopi adalah esofagitis grade A dan Multiple ulcus gaster at corpus.

Gambar 2.1 Hasil Elektrokardiografi yang menunjukkan hasil normal

Gambar 2.2 Foto Echocardiografi


5

Gambar 2.2 Foto Endoskopi

Berdasarkan diagnosis Multiaksial, pasien dikatagorikan sebagai berikut :


- Aksis I : F32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik akut
- Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
- Aksis III :
 K.20 Esofagitis A
 K25 Ulkus Gaster
 R19.7 Diare
- Aksis IV :
 Masalah dengan keluarga: Pasien merasa tidak bugar dan menjadi
beban keluarga karena penyakitnya yang tidak kunjung sembuh.
 Masalah dengan lingkungan sosial: tidak ada
 Masalah pendidikan : tidak ada
 Masalah pekerjaan : tidak ada
 Masalah perumahan: tidak ada
 Masalah ekonomi: tidak ada
 Masalah akses pelayanan kesehatan: tidak ada
 Maslah hukum/kriminal: tidak ada
 Masalah psikososial dan lingkungan: Pasien merasa bersalah dan
menyesal dengan perbuatan percobaan bunuh diri yang dia lakukan.
- Aksis V :
 GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE :
6

50-41 : gejala berat (serius), disabilitas berat


Pasien didiagnosis sebagai 1) Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
ec dd 1. Intoksikasi insektisida, 2. Intoleransi makanan. 2) Gangguan depresi.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gram,
Injeksi Lansoprazole 2 x 30 mg, Sucralfat Sirup 3 x C1, Attalpusite jika BAB cair
4 x 2 tablet, Synbio 2 x 1 Sacc, Alprazolam 2 x 0,5 mg, Flunarizin 2 x 5 mg, dan
vitamin B complex 2 x 1 tablet. Pasien pulang pada hari rawatan ke 8, dan
direncanakan untuk kontrol sebagai pasien rawat jalan ke poli psikosomatik.

III. DISKUSI
Diagnosis depresi ditegakkan apabila pasien terdapat 3 gejala utama yaitu
adanya afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
energi dengan meningkatnya mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Gejala lain
yang mungkin dijumpai adalah berkurangnya konsentrasi dan perhatian, harga diri
dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
adanya pandangan atau perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh
diri, tidur terganggu, dan nafsu makan yang berkurang. 6 Seseorang dikatakan
mengalami depresi apabila gejala tersebut diatas sudah dialami sedikitnya 2
minggu dan menunjukkan perubahan fungsional sebelumnya.7 Namun periode
yang lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala yang ditimbulkan luar biasa berat
dan berlangsung dengan cepat.6
Pasien pada kasus di atas dikatagorikan sebagai depresi berat tanpa gejala
psikotik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III dan DSM
V, diagnosis depresi berat adalah sebagai berikut :7
a. Terdapat 3 gejala utama depresi
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
c. Bila terdapat gejala penting seperti agitasi atau retardasi
psikomotor
d. Harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, namun jika
gejala sangat berat seperti adanya keinginan bunuh diri, maka
7

dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu


kurang dari 2 minggu
e. Pasien sangat tidak mungkin meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali dengan taraf yang
sangat terbatas.
Pada pasien kasus di atas memperlihatkan adanya perubahan mood yang
memperlihatkan kehilangan energi dan minat dengan mengurung diri dan
cenderung tidak berkomunikasi dengan keluarga dan lingkungannya. Selain itu,
pasien juga merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, dan pernah melakukan
percobaan bunuh diri.7,8
Gejala pada depresi timbul disebabkan oleh adanya kelainan atau
disregulasi amin biogenik yaitu norepinefrin dan serotonin. Adanya penurunan
regulasi reseptor β adrenergik berperan dalam sistem noradrenergik pada depresi
dan mengatur jumlah pelepasan serotonin. Aktivitas serotonin akan berkurang
pada depresi. Serotonin bertanggung jawab sebagai kontrol refulasi afek, agresi,
tidur, dan nafsu makan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar serotonin
berkurang di celah sinap sehingga terjadilah depresi.9,10
Berdasarkan insidensi dan pravelensi, gangguan depresi 2 kali cenderung
terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan usia rata-rata 30-40 tahun.
Depresi paling sering terjadi pada orang dengan status sudah menikah dan
berdomilisi di perdesaan.7,8
Depresi paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau bercerai/berpisah. Perempuan yang tidak menikah
memiliki kecenderungan lebih rendah untuk mengalami depresi dibandingkan
yang sudah menikah, namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.8
Hal ini sesuai dengan data identitas pasien yang merupakan seorang
wanita dengan usia 39 tahun dengan status sudah menikah. Status perkawinan
berperan penting dalam kejadian depresi pada seseorang.
Sindrom keseimbangan vegetatif (vegetative imbalance) atau distonia
vegetatif terdiri atas gejala dan keluhan subjektif yang beraneka ragam dan
melibatkan beberapa organ atau sistem organ. Keluhan yang berkisar antara lain
nyeri kepala, pusing, berdebar, sinkop, banyak berkeringat, rasa nyeri dan
8

menekan pada daerah jantung, sesak nafas, gangguan lambung dan usus, diare,
anoreksia, kelemahan dan kesemutan pada ekstremitas, dan lain-lain.5

Pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri perut, dan pusing yang tidak
kunjung hilang yang timbul akibat adanya ketidakseimbangan vegetatif. Pada
pemeriksaan endoskopi, dijumpai ada ulkus gaster di antrum, pasien kemudian
didiagnosa dispepsia ec ulkus gaster. Nyeri ulu hati yang dikeluhkan pasien
dapat diakibatkan ulkus gaster dan diperberat oleh gangguan psikis.
Pasien juga mengeluhkan BAB cair yang sudah dirasakan 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan BAB cair dialami 5-6 kali dalam sehari
Pasien juga mengeluhkan mudah lelah, oleh sebab itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan echocardiografi. Pada pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal, tidak dijumpai anemia ataupun gangguan fungsi ginjal.
Namun, pada pemeriksaan echocardiografi dijumpai adanya abnormalitas yaitu
kelainan pada katup jantung tanpa disertai gangguan fungsional pompa jantung.
Hal ini menandakan bahwa gejala yang dialami pasien dapat disebabkan oleh
adanya abnormalitas pada organ, namun dapat juag merupakan bagian dari
depresi yang dialaminya.
Insomnia merupakan salah satu problem umum yang dijumpai pada pasien
dengan gangguan depresi. Insomnia pada pasien anxietas (cemas) biasanya
merupakan inisial insomnia yaitu pasien sukar untuk memulai tidur, sedangkan
insomnia pada pasien depresi bersifat delayed insomnia yaitu sering terbangun
dan sukar kembali tidur.5
Hal ini sesuai dengan kasus diatas, dimana pasien sering terbangun
malam hari dan tidak bisa tidur kembali.
Gejala depresi berupa gangguan emosi, gangguan kognitif, keluhan
somatik, gangguan psikomotor, dan gangguan vegetatif. 4 Proses emosi yang
terdapat di otak disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke organ
visceral yang banyak dipersarafi oleh saraf otonom vegetatif tersebut seperti
kardiovaskular, traktus digestivus, respiratorius, sistem endokrin, dan urogenital.
Oleh sebab itu pada pasien yang mengalami perubahan emosi akan cenderung
mengalami gangguan pada aspek lainnya yang dikenal dengan gangguan
9

psikosomatik. Psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala


yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara
suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala penyakit tersebut.5
Pada kasus ini pasien mengeluhkan beberapa gejala yang berkaitan
dengan sistem kardiovaskular dan traktus digestivus
Prinsip terapi gangguan depresi dengan adanya gangguan vegetatif dan
psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara melalui
pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual. Komponen yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengobatan gangguan tersebut adalah mencakup terapi simptomatis
(berdasarkan keluhan), psikoterapi (psikoedukasi), dan psikofarmakoterapi.
Metode mana yang akan digunakan tergantung dari beberapa faktor dan sistem
organ yang terlibat. Namun, pada dasarnya pengobatan yang diberikan bersifat
jangka panjang dan membutuhkan evaluasi yang berkala.5
Komponen yang harus diperhatikan dalam melakukan pengobatan
gangguan tersebut adalah mencakup terapi simptomatis (berdasarkan keluhan),
psikoterapi (psikoedukasi), dan psikofarmakoterapi.5 Depresi dapat memperburuk
manifestasi klinis dari kondisi medis penyerta seperti pada kasus ini adalah ulkus
gaster dan gangguan katup jantung sehingga memperburuk prognosis penyakit
tersebut. Oleh karena itu penanganan depresi sangat penting untuk dilakukan
karena gejalanya akan memperparah penyakit fisiknya, menambah penarikan diri,
tidak patuh pengobatan dan keputusasaan serta kematian dini. Perawatan andalan
adalah antidepresan dan psikoterapi khusus seperti terapi kognitif dan terapi
interpersonal. Terapi lain yang dapat diberikan untuk pengelolaan depresi adalah
pengobatan somatik seperti psikofarmaka, pengobatan simptomatik, dan
Electroconvulsive Therapy (ECT).11
Pasien mendapatkan terapi, psikoedukasi, diet MB 1500kkal/hari,
amoksisilin 2x1000mg, azitromisin 1x500mg, sucralfat syr 3xc1, omeprazol
2x10mg, fluksetin 2x10mg,. pasien pulang setelah rawatan hari ke 6, dan
dijadwalkan sebagai pasien rawat jalan untuk evaluasi depresi setelah 2 minggu
terapi fluksetin.
IV. KESIMPULAN
10

Telah dilaporkan seorang wanita 39 tahun dengan depresi berat yang


disertai dengan gejala gastrointestinal dan kardiovaskular, pasien mendapatkan
terapi yang sesuai dengan gejala dan temuan dari pemeriksana penunjang, pasien
dijadwalkan pulang dan dan dilakukan evaluasi dari rawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019.


https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20031100001/situasi-kesehatan-
jiwa-di-indonesia.html diakses April 2021

2. World Health Organization. Depression. 2020. https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/depression diakses April 2021

3. Atkinson, L. R., Atkinson, R. C., Smith, E. E., danBem, D. J. 2010. Pengantar


Psikologi Jilid II. Tangerang: Interkasara.

4. Eko Radityo, Wayan. Depresi Dan Gangguan Tidur. E-Jurnal Medika


Udayana, [S.L.], V. 1, N. 1, Dec. 2012. ISSN 2303-1395. Available At:
https://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php/Eum/Article/View/4267. Date Accessed: 18
Apr. 2021.

5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53

6. Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-


III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya. Pp. 64-66

7. Sadock, Benjamin J. & Sadock, Virginia A. (2014). Kaplan & Sadock’s


Concise Textbook of Clinical Psychiatry (2nd Ed.). USA : Lippincott
Williams & Wilkins Inc. pp. 189-216
11

8. Elvira, Sylvia D dan Gutayanti Hadisukanto, 2013. Buku ajar psikiatri. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta pp. 259-283

9. Hill, Kaylin E (2020): Identifying The Pathophysiology Of Depression And


Its Permeability Across The Lifespan. Purdue University Graduate School.
Thesis. Https://Doi.Org/10.25394/PGS.12711878.V1

10. Kraus, C., Castrén, E., Kasper, S., & Lanzenberger, R. (2017). Serotonin and
neuroplasticity – Links between molecular, functional and structural
pathophysiology in depression. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 77,
317–326. doi:10.1016/j.neubiorev.2017.03.007 

11. Nareswari, P. J., & Gunadi, E. (2021). Elderly Depression : Risk Factors,
Diagnosis, and Management. Jurnal Medika Hutama, 2(02), 562-570.
Retrieved from
http://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/136

Anda mungkin juga menyukai